Disusun Oleh:
Sheyhiya Mehita Monika Uzigita
NIM.1941320154
DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................7
1.3 Batasan Masalah............................................................................................7
1.4 Tujuan............................................................................................................7
1.5 Manfaat..........................................................................................................8
1.5.1 Manfaat Akademis..................................................................................8
1.5.2 Manfaat Praktis.......................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
2.1 Studi Terdahulu..............................................................................................9
2.2 Klasifikasi Jalan...........................................................................................11
2.3 Kriteria Perencanaa......................................................................................13
2.4 Bagian-Bagian Jalan....................................................................................14
2.5 Jarak Pandang..............................................................................................15
2.6 Alinyemen Horizontal..................................................................................17
2.7 Alinyemen Vertical......................................................................................19
2.8 Perkerasan Lentur........................................................................................21
2.9 Analisa RAB................................................................................................27
BAB III METODOLOGI.......................................................................................29
3.1 Deskripsi Lokasi Studi...................................................................................29
3.1.1 Gambaran Umum..................................................................................29
3.1.2 Lokasi Penelitian...................................................................................29
3.2 Tahapan Penelitian.......................................................................................30
3.2.2 Tahap Studi Literatur............................................................................30
3.2.3 Tahap Pengumpulan Data.....................................................................30
3.3 Perencanaan Geometrik Jalan......................................................................31
3.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.........................................................31
3.5 Rencana Anggaran Biaya.............................................................................31
1
3.6 Bagan Alir / Flow Chart Perencanaan.........................................................32
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Korelasi antara derajat lengkung (D) dan Radius Lengkung (R)......18
Gambar II.2 Susunan Lapisan Konstruksi Perkeasan Lentur................................22
Gambar 3.III.1 Peta Lokasi Jalan Wisnuardana Kecamatan Pakis Kabupaten
Malang...................................................................................................................30
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
menjadi tinggi yang menyebakan terjadinya kerusakan di berbagai titik di
jalan ini, kerusakan yang sering terjadi pada titik yang memiliki stuktur jalan
yang lemah. Kerusakan pada jalan sepanjang 2,4 km dan lebar 2.5 m ini
berupa jalan berlubang, retak pada jalan, dan terjadinya penggenangan di jalan
tersebut.
Pada perencanaan jalan ini akan dilakukan perencanaan yang didasari pada
Pedoman Desain Geometrik Jalan 2021 dengan metode Bhina Marga dan
perencanaan geometrik jalan ini memusatkan pada perencanaan bentuk fisik
jalan sehingga jalan yang direncanakan dapat memenuhi fungsinya. Dan pada
perencanaan perkerasan jalan dengan perkersan lentur ini berpedoman pada
SNI 1732-1989-F Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.
Tahapan pelaksanaan yang saya lakukan pada perencanaan jalan
Wisnuardan Kabupaten Malang ini yang pertama adalah melakukan survey lalu
lintas, tahap selanjutnya adalah perencanaan geometrik yang meliputi 3 trase
alternatif, minimal 3 tikungan/turunan yang kemudian dilengkapi dengan
intersection, tahap selanjutnya melakukan perencanaan gambar kerja (peta
topografi, trase, plan dan profil, cross section, diagram super elevasi, dan detai
jalan) dengan menggunakan Civil 3d, kemudian merencana’an perkerasan jalan
dan drainase jalan dengan semua perhitungan menggunakan perhitungan
manual, dan yang terakhir adalah tahap perencanaan perkiraan anggaran biaya.
Jalan dapat dikatakan baik apabila memberikan rasa aman dan nyaman
bagi penggunanya. Oleh karena itu, dalam perencanaan jalan raya terdapat dua
hal penting yang dilakukan yaitu perencanaan geometrik dan perencanaan
perkerasan jalan yang akan digunakan. Penulis ingin mencoba untuk melakukan
perhitungan perencanaan geometrik dan perkerasan lentur jalan pada ruas jalan
Desa Mangliawan Kabupaten Malang melalui penelitian yang penulis ajukan
dengan judul “Perencanaan Ulang Geometrik dan Perencanaan Perkerasan
Lentur Jalan Desa Mangliawan Kecamatan Pakir Kabupaten Malang”.
6
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas meliputi:
1. Bagaimana desain trase jalan dan alinemen horizontal yang sesuai
dengan pedoman yang ada?
2. Bagaimana desain alinemen vertikal yang sesuai dengan pedoman
yang ada?
3. Berapa tebal perkerasan jalan berdasarkan LHR dan daya dukung
tanah dasar?
4. Bagaimana disain drainase pada ruas jalan Wisnuardana Kabupaten
Malang?
5. Berapa rencana anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan
jalan pada ruas jalan Desa Mangliawan ?
I.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui desain trase jalan dan alinemen horizontal yang sesuai
dengan pedoman yang ada.
2. Mengetahui desain alinemen vertikal yang sesuai dengan pedoman yang
ada.
3. Mengetahui tebal perkerasan jalan berdasarkan LHR dan daya dukung
tanah dasar.
4. Mengetahui disain drainase pada ruas jalan Desa Mangliawan,
Kabupaten Malang.
7
5. Mengetahui rencana anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan
jalan pada ruas jalan Desa Mangliawan, Kabupaten Malang.
I.5 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penulisan ini
sebagai berikut:
I.5.1 Manfaat Akademis
1. Membantu dalam pengembangan ilmu bagi Teknik Sipil khususnya
analisis tebal perkerasan lentur menurut metode Manual Desain
Perkerasan Jalan 2017.
2. Membantu melengkapi hasil-hasil penelitian sebelumnya dengan topik
yang sama sehingga dapat dijadikan reverensi.
I.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelirian dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan
perkerasan jalan lainnya di sekitar kawasan penelitian bagi dunia
konstruksi khususnya bagi pihak perencana dalam merencanakan jalan
dengan dengan perkerasan lentur.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
berupa retak memanjang (9,52%), dengan luas total sebesar 72,31 m 2 dari
luas total kerusakan jalan sebesar 196,66 m2. Nilai kondisi jalan pada ruas
jalan Jepara-Mlonggo menurut perhitungan urutan prioritas sebesar 3,25,
dimana ruas jalan tersebut dapat diusulkan dengan program peningkatan
jalan.
Ichsan, Saleh, Isya (2014) melakukan penelitian tentang studi evaluasi
tingkat kerusakan permukaan jalan untuk menentukan jenis penanganan
dengan sistem penilaian menurut Bina Marga (Studi Kasus: Ruas Jalan
Bireuen-Takengon, Aceh). Jenis dan tingkat kerusakan permukaan jalan pada
segmen ruas jalan Bireuen-Takengon, Aceh adalah retak 4,53%, tambalan
1,93%, amblas 1,45%, lubang 1,20%, pinggir pecah 0,12%, dan
bergelombang 0,11%. Sehingga tingkat kerusakan permukaan jalan
keseluruhan dari beberapa jenis kerusakan adalah 9,34% dari total panjang
jalan 28,55 km. Penanganan pada kerusakan jalan tersebut dibagi menjadi 5
segmen dari panjang jalan 28,55 km diantaranya segmen I, II, III, dan V
dilakukan dengan pemeliharaan rutin dan segmen IV dilakukan dengan
pemeliharaan berkala. Total biaya yag dibutuhkan untuk penanganan jalan
pada setiap segmen tersebut sebesar Rp 6.382.350.180,00.
Afnany (2018) melakukan penelitian tentang Analisis Kerusakan
Perkerasan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Ruas Jl.
Ikhwan Ridwan Rais - Jl. Raya Bandulan, Kota Malang). Jenis dan tingkat
kerusakan permukaan pada ruas jalan tersebut yaitu retak 68%, tambalan
25%, amblas 3%, lubang 2%, dan bergelombang 2%. Tingkat kerusakan
permukaan jalan keseluruhan dari beberapa jenis kerusakan dari total panjang
jalan 5000 m, dan untuk kondisi jalan yang diperoleh yaitu rusak ringan 56%,
rusak berat 21%, baik 15%, dan sedang 8%. Jenis penanganan yaitu
pemeliharaan berkala dan penanganan jangka panjang dengan Overlay setebal
5cm, dan lebar 6,5 m. Total kebutuhan biaya Overlay sebesar
Rp.1.255.000.000,00. (satu miliyar dua ratus lima puluh lima juta rupiah).
10
II.2 Klasifikasi Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.(Peraturan Pemerintah No.34 Tahun
2006 Tentang Jalan)
Klasifikasi jalan dibagi menjadi 4 (empat) menurut (Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU Direktorat Jendral Bina
Marga, 1997), yaitu :
1. Klasifikasi menurut fungsi jalan :
a. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan ratarata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
2. Klasifikasi menurut kelas jalan :
a. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton.
b. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1
11
Table II.1 Klasifikasi menurut kelas jalan
No Kemiringan
Jenis Medan Notasi
Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G >25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
c. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
4. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
12
II.3 Kriteria Perencanaa
1. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan
rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as;
Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. c. Dimensi dasar untuk
masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukkan dalam Tabel
2.3.
Tabel 2. Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori Dimensi Ken. (cm) Tonjolan (cm)
Ken.
T L P Depan Belakang
Rencana
Kend. Kecil 130 210 580 90 150
Kend. Sedang 410 260 1210 210 240
Kend Besar 410 260 2100 120 90
13
penumpang) dengan menggunakan ekr. b. Untuk jenis - jenis kendaraan dan
kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Ekivalen
Kendaraan Ringan (ekr)
14
2. Daerah Milik Jalan Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh
lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi
jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter.
3. Daerah Pengawasan Jalan
a. Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang
jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur
dari sumbu jalan sebagai berikut :
Jalan Arteri minimum 20 meter
Jalan Kolektor minimum 15 meter
Jalan Lokal minimum 10 meter
b. Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan
ditentukan oleh jarak pandang bebas
15
L : besarnya landai jalan dalam desimal
+ : untuk pendakian
- : untuk penurunan
Jarak pandang henti minimum dapat ditentukan berdasarkan kecepatan
rencana seperti disajikan dalam bentuk tabel 2.6
Table II.4 Jarak Pandang Henti Minimum
VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jb minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
2. Jarak pandang menyiap adalah jarak minimum di depan kendaraan yang
direncanakan harus dapat dilihat pengemudi agar proses menyiap
(mendahului) kendaraan di depannya dapat dilakukan tanpa terjadi
tabrakan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan. 13 Besarnya
jarak menyiap standar adalah sebagai berikut (Sukirman, 1999):
d=d 1+ d 2+ d 3+ d 4
Dimana:
(
d 1=0.278t 1 V −m+
at1
2 )
d 2=0.278V t 2
d 3=30 s . d 100 m
2
d 4 = ∗d 2
3
Dimana:
t1 = waktu reaksi yang besarnya tergantung pada kecepatan yang sesuai
dengan persamaan t1=2.12+0.026V
t2 = waktu dimana kendaraan yanng menyiap berada pada lajur kanan yang
dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2=6.56+0.048V
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap=15km/jam
V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/jam
16
a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung pada kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan
korelasi a=2.052+0.0036V.
17
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada
saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.
Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
d. Jari-jari tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
V2 ❑
R min=
127( e+ fm)
Dimana:
Rmin = jari-jari lengkung minimum (m)
V = kecepatan rencana (km/ jam)
E = kemiringan tikungan (%)
fm = koefisien gesekan melintang
e. Derajat kelengkungan (D)
hctajaman lengkung horisontal, dinyatakan dengan besarnya radius dari
lengkung atau dengan besarnya deniat kelengkungan. Derajat lengkung
didefinisikan sebagai besar sudut lengkung yang rnemberikan panjang
busur 25,0 meter.
Gambar II.1 Korelasi antara derajat lengkung (D) dan Radius Lengkung (R)
18
terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga
gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan
berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati
tikungan maupun meninggalkan tikungan.
Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa: -
Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3
detik (pada kecepatan VR); - Gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan dapat diantisipasi berangsur-angsur pada lengkung peralihan
dengan aman; dan - Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re)
dari bentuk kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak
boleh 16 melampaui re-max yang ditetapkan sebagai berikut:
untuk VR ≤ 70 km/jam, re-max = 0.035 m/m/detik,
untuk VR ≥ 80km/jam, re-max = 0.025 m/m/detik.
19
0
Kelandaian Maks
3 3 4 5 8 9 10 10
(%)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
3. Landai minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5% untuk keperluan kemiringan saluran
samping, karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup
untuk mengalirkan air ke samping.
4. Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian
sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama
perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis
dapat ditetapkan dari Tabel 2.8
Table II.6 Panjang Kritis
Kec. Kelandaian (%)
Pada
Awal
4 5 6 7 8 9 10
Tanjakan
(km/jam)
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen
PU, Ditjen Bina Marga 1997
5. Lengkung vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat
perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti.
6. Koordinasi alinemen
a. Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan
adalah elemen elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan
20
yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan
kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga
elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk
kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
b. Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
Alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinemen vertical.
Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan.
Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan.
Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
21
Gambar II.2 Susunan Lapisan Konstruksi Perkeasan Lentur
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
2. Umur rencana
Umur Rencana adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari
sejak jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas sampai diperlukan
perbaikan besar atau perlu diberi lapis ulang. Umur rencana untuk jenis
22
perkerasan lentur (flexible pavement) berdasarkan Manual Desain
Perkerasan Jalan Bina Marga 2013 adalah 20 sampai 40 tahun.
3. Lalu lintas harian rata-rata
Volume lalu lintas harian rata-rata ini merupakan jumlah kendaraan
untuk masing-masing jenisnya. Secara umum jenis kendaraan yang
berpengaruh terhadap tebal perkerasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Truk atau kendaraan barang
Bus atau angkutan penumpang umum.
Mobil atau kendaraan pribadi.
Data jumlah kendaraan tersebut dapat diketahui melalui survey traffic
counting (survey perhitungan jumlah kendaraan dengan menggunakan alat
counter yang biasanya dilakukan selama 24 jam).
Berdasarkan hasil survey tersebut, jumlah kendaraan dipisah berdasarkan
masing-masing jenis dan tipe kendaraan seperti tersebut di atas. Data
tersebut merupakan data kendaraan saat ini, padahal pada saat perencanaan
diperlukan jumlah kendaraan sampai umur rencana. Untuk memperkirakan
jumlah kendaraan tersebut dipakai perumusan pertumbuhan sebagai
berikut: F = P(1+i)
Dimana:
F : jumlah kendaraan pada saat umur rencana
P : jumlah kendaraan saat ini
i : faktor pertumbuhan
n : umur rencana
4. Kondisi tanah dasar
Disamping kondisi lalu lintas maka kondisi tanah dasar (sub grade) juga
sangat mempengaruhi perhitungan tebal perkerasan. Kondisi tanah
dasar yang dimaksud adalah daya dukung dari tanah dasar. Ukuran
untuk menghitung daya dukung tanah dasar konstruksi jalan adalah
hasil dari test California Bearing Ratio (CBR). California Bearing Ratio
ialah suatu jenis test untuk mengukur daya dukung/ kekuatan geser
tanah atau bahan pondasi jalan dengan mencari besarnya gaya yang
diperlukan untuk menekan piston kepermukaan tanah sedalam 0,1 inch
23
(atau juga 0,2 inch). Harga CBR dapat dicari dengan dua cara yaitu
langsung dari lapangan dan dari laboratorium. Modulus resilien (MR)
tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau
nilai tes soil index.
MR (psi) = 1500 x CBR
5. Perkiraan faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor)
Nilai rata-rata faktor ekivalen beban (VDF) untuk setiap kendaraan
niaga ditunjukkan pada Tabel 2.7.
Table II.7 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar
24
Table II.8 Pemilihan Jenis Perkerasan
25
macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang
direncanakan (umur rencana). Tabel 2.12 menunjukkan rekomendasi
tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Table II.10 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-macam
Klasifikasi Jalan
Sumber: Pt T-01-2002-B
8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan
pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya
perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika
perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua
lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien
drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.111
memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton
aspal dan lapis pondasi agregat.
Table II.11 Tebal Min. Lapis Permukaan Berbeton Aspal dan
Lapis Pondasi Agregat
Sumber: Pt T-01-2002-B
9. Spesifikasi campuran beraspal panas
26
Jenis campuran beraspal Lapis aspal beton (Asphalt Concrete,
AC) Lapis aspal beton (Laston) yang selanjutnya disebut AC,
terdiri dari tiga jenis campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC
Lapis Antara (AC-Binder Course, ACBC), dan AC Lapis
Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing-
masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm.
Tebal lapisan dan toleransi
Toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal:
Laston lapis aus (AC-WC) tidak kurang dari 3 mm
Laston lapis antara (AC-Binder) tidak kurang dari 4 mm
55 - Laston lapis pondasi (AC-Base) tidak kurang dari 5
mm
Table II.12 ditunjukkan tebal nominal minimum campuran beraspal.
27
Pembersihan lokasi dan persiapan alat dan bahan untuk
pekerjaan
Pembuatan bouwplank
b. Pekerjaan tanah
Galian tanah
Timbunan tanah
c. Pekerjaan perkerasan
Lapis permukaan (surface course)
Lapis pondasi atas (base course)
Lapis pondasi bawah (subbase course)
Lapis tanah dasar (subgrade)
d. Pekerjaan drainase
Galian saluran
Pembuatan talud
e. Pekerjaan pelengkap
Pemasangan rambu-rambu
Pengecatan marka jalan
Penerangan
2. Analisa harga satuan Analisa harga satuan pekerjaan dan bahan
diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur.
28
BAB III
METODOLOGI
29
Sedangkan peta lokasi penelitian pada ruas Jalan Desa Mangliawan
Kecamatan Pakis Kabupaten Malang dapat dilihat pada Gambar 3.1
berikut:
30
Nasional (P2JN), DPU Pengairan Provinsi Jawa Timur, Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur, dan Teknik Geomatika.
Kebutuhan data yang diperlukan dalam perencanaan ini antara lain:
a. Data topografi Peta topografi digunakan untuk penetapan trase
jalan dengan memperhatikan kontur tanah yang ada.
b. Data LHR Data LHR digunakan untuk menghitung trip assignment
dan menghitung perkerasan jalan.
c. Data hidrologi Data hidrologi digunakan untuk menentukan
dimensi saluran yang digunakan.
d. Data tanah Data tanah yang digunakan adalah nilai CBR yang
digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan lentur.
31
III.5 Rencana Anggaran Biaya
Menghitung rencana anggaran biaya meliputi :
Volume pekerjaan
Harga satuan pekerjaan dan bahan
Mulai
Studi Literatur :
1. Perencanaan dan pemodelan transportasi
2. Prosedur perencanaan geometri jalan
3. Perencanaan dan perhitungan alinemen
horizontal
4. Perencanaan dan perhitungan alinemen
vertikal
5. Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan
raya
6. Perencanaan sistem drainase jalan
7. Analisa rencana anggaran biaya
32
A
33
DAFTAR PUSTAKA
Afnany, M.R. (2018) ‘ANALISIS KERUSAKAN PERKERASAN JALAN
MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Ruas Jl. Ikhwan
Ridwan Rais - Jl. Raya Bandulan, Kota Malang)’, pp. 1–74.
Ariyanto, Rochmanto, D. and Nilamsari, M. (2021) ‘Analisis kerusakan jalan
menggunakan metode Bina Marga 1990 (Studi Kasus Jl . Jepara – Mlonggo , KM
3+000 s / d KM 5+000)’, Jurnal DISPROTEK, 12(1), pp. 41–48.
Direktorat Jendral Bina Marga, K.U. (1997) ‘Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 Direktorat Jenderal Bina Marga’, (038), pp.
1–54.
Faisal, F. and Hidayat, A. (2020) ‘ANALISA KERUSAKAN JALAN
MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Jalan Akses
Terminal Alang-Alang Lebar Kota Palembang STA 00+000 s/d STA 01+000)’,
TEKNIKA: Jurnal Teknik, 7(1), p. 19. doi:10.35449/teknika.v7i1.129.
Ichsan, Saleh, S.M. and Isya, M. (2014) ‘A Gideline for Camera-Ready Papers of
- 3.16.28.hismendi.pdf’, 03.
KPUPR, B. (2004) ‘UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan’, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38, 1(1), p. 3.
REPUBLIK, P.P. and No.34 TAHUN 2006 (2006) PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN.
indonesia.
Saodang, H. (2004) Konstruksi Jalan Raya : Geometri Jalan Raya, Bandung.
Sukirman, S. (1999) Dasar-dasar Perencanaan Geometrik, Penerbit NOVA.
34
35