Anda di halaman 1dari 36

PERENCANAAN ULANG GEOMETRIK DAN PERENCANAAN

PERKERASAN LENTUR JALAN WISNUARDANA KECAMATAN


PAKIS KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh:
Sheyhiya Mehita Monika Uzigita
NIM.1941320154

D-IV MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................7
1.3 Batasan Masalah............................................................................................7
1.4 Tujuan............................................................................................................7
1.5 Manfaat..........................................................................................................8
1.5.1 Manfaat Akademis..................................................................................8
1.5.2 Manfaat Praktis.......................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
2.1 Studi Terdahulu..............................................................................................9
2.2 Klasifikasi Jalan...........................................................................................11
2.3 Kriteria Perencanaa......................................................................................13
2.4 Bagian-Bagian Jalan....................................................................................14
2.5 Jarak Pandang..............................................................................................15
2.6 Alinyemen Horizontal..................................................................................17
2.7 Alinyemen Vertical......................................................................................19
2.8 Perkerasan Lentur........................................................................................21
2.9 Analisa RAB................................................................................................27
BAB III METODOLOGI.......................................................................................29
3.1 Deskripsi Lokasi Studi...................................................................................29
3.1.1 Gambaran Umum..................................................................................29
3.1.2 Lokasi Penelitian...................................................................................29
3.2 Tahapan Penelitian.......................................................................................30
3.2.2 Tahap Studi Literatur............................................................................30
3.2.3 Tahap Pengumpulan Data.....................................................................30
3.3 Perencanaan Geometrik Jalan......................................................................31
3.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.........................................................31
3.5 Rencana Anggaran Biaya.............................................................................31

1
3.6 Bagan Alir / Flow Chart Perencanaan.........................................................32

2
DAFTAR TABEL

Table II.1 Klasifikasi menurut kelas jalan.............................................................12


Table II.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan.........................................................12
Table II.3 Ekivalem Kendaraan Ringan (ekr)........................................................14
Table II.4 Jarak Pandang Henti Minimum.............................................................16
Table II.5 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan................................................20
Table II.6 Panjang Kritis........................................................................................20
Table II.7 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar.....................................24
Table II.8 Pemilihan Jenis Perkerasan...................................................................25
Table II.9 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Pondasi Berbutir.....25
Table II.10 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-macam
Klasifikasi Jalan.....................................................................................................26
Table II.11 Tebal Min. Lapis Permukaan Berbeton Aspal dan Lapis Pondasi
Agregat...................................................................................................................26
Table II.12 ditunjukkan tebal nominal minimum campuran beraspal...................27

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Korelasi antara derajat lengkung (D) dan Radius Lengkung (R)......18
Gambar II.2 Susunan Lapisan Konstruksi Perkeasan Lentur................................22
Gambar 3.III.1 Peta Lokasi Jalan Wisnuardana Kecamatan Pakis Kabupaten
Malang...................................................................................................................30

4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Jalan Raya adalah jalan utama yang menghubungkan antara suatu
wilayah/kawasan dengan wilayah/kawasan lainnya dalam sektor perhubungan
terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi pada daerah yang dilalui jalan tersebut. Adanya jalan
raya sangat dibutuhkan keberadaannya karena sangat diperlukan untuk
menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya
kebutuhan sarana transportasi yang dapat memfalisitasi pertumbuhan ekonomi
pada daerah tersebut.
Penggunaan jalan raya sendiri juga telah diatur dalam Undang-Undang
yang disepakati. Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan,
disebutkan jalana dalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanahdan/air serta di atas permukaan
air kecuali jalan kereta api, jalan lari dan jalan kabel. Semakin bertambahnya
jumlah manusia yang semakin meningkat, kebutuhandalam setiap aktivitas
juga akan meningkat dan menimbulkan volume lalu lintas menjadi meningkat
pula dan aktivitas lalu lintas yang melewati suatu jalan semakin bertambah.
Dengan demikian sangat butuh suatu perencanaan jalan raya yang dapat
memenuhi kebutuhan jaringan jalan dan sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Permasalahan yang banyak ditemukan dalam aktivitas transportasi
yang melewati jalan raya, yaitu kurang memadainya sistem jaringan suatu
jalan dalam melayani arus lalu lintas serta kondisi perkerasan jalan yang masih
menyebabkan kurangnya kenyamanan dalam berkendara. Dengan demikian
akan menyebabkan aktivitas pergerakan manusia serta barang atau jasa
menjadi terhambat.
Desa Mangliawan salah satu desa di Kabupaten Malang yang jalan
utamanya digunakan untuk jalan alternatif kegiatan peridustran di Kabupaten
Malang dengan adanya hal tersebut mengakibatkan laju mobilitas kendaraan

5
menjadi tinggi yang menyebakan terjadinya kerusakan di berbagai titik di
jalan ini, kerusakan yang sering terjadi pada titik yang memiliki stuktur jalan
yang lemah. Kerusakan pada jalan sepanjang 2,4 km dan lebar 2.5 m ini
berupa jalan berlubang, retak pada jalan, dan terjadinya penggenangan di jalan
tersebut.
Pada perencanaan jalan ini akan dilakukan perencanaan yang didasari pada
Pedoman Desain Geometrik Jalan 2021 dengan metode Bhina Marga dan
perencanaan geometrik jalan ini memusatkan pada perencanaan bentuk fisik
jalan sehingga jalan yang direncanakan dapat memenuhi fungsinya. Dan pada
perencanaan perkerasan jalan dengan perkersan lentur ini berpedoman pada
SNI 1732-1989-F Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.
Tahapan pelaksanaan yang saya lakukan pada perencanaan jalan
Wisnuardan Kabupaten Malang ini yang pertama adalah melakukan survey lalu
lintas, tahap selanjutnya adalah perencanaan geometrik yang meliputi 3 trase
alternatif, minimal 3 tikungan/turunan yang kemudian dilengkapi dengan
intersection, tahap selanjutnya melakukan perencanaan gambar kerja (peta
topografi, trase, plan dan profil, cross section, diagram super elevasi, dan detai
jalan) dengan menggunakan Civil 3d, kemudian merencana’an perkerasan jalan
dan drainase jalan dengan semua perhitungan menggunakan perhitungan
manual, dan yang terakhir adalah tahap perencanaan perkiraan anggaran biaya.
Jalan dapat dikatakan baik apabila memberikan rasa aman dan nyaman
bagi penggunanya. Oleh karena itu, dalam perencanaan jalan raya terdapat dua
hal penting yang dilakukan yaitu perencanaan geometrik dan perencanaan
perkerasan jalan yang akan digunakan. Penulis ingin mencoba untuk melakukan
perhitungan perencanaan geometrik dan perkerasan lentur jalan pada ruas jalan
Desa Mangliawan Kabupaten Malang melalui penelitian yang penulis ajukan
dengan judul “Perencanaan Ulang Geometrik dan Perencanaan Perkerasan
Lentur Jalan Desa Mangliawan Kecamatan Pakir Kabupaten Malang”.

6
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas meliputi:
1. Bagaimana desain trase jalan dan alinemen horizontal yang sesuai
dengan pedoman yang ada?
2. Bagaimana desain alinemen vertikal yang sesuai dengan pedoman
yang ada?
3. Berapa tebal perkerasan jalan berdasarkan LHR dan daya dukung
tanah dasar?
4. Bagaimana disain drainase pada ruas jalan Wisnuardana Kabupaten
Malang?
5. Berapa rencana anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan
jalan pada ruas jalan Desa Mangliawan ?

I.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada Penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan geometrik jalan hanya untuk ruas jalan Wisnuardhana
Desa Mangliawan, Kabupaten Malang.
2. Perencanaan geometrik jalan yang meliputi perencanaan alinyemen
vertical untuk perencanaan lengkung vertikal dan alinyemen horizontal
untuk lengkung horizontal.

I.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui desain trase jalan dan alinemen horizontal yang sesuai
dengan pedoman yang ada.
2. Mengetahui desain alinemen vertikal yang sesuai dengan pedoman yang
ada.
3. Mengetahui tebal perkerasan jalan berdasarkan LHR dan daya dukung
tanah dasar.
4. Mengetahui disain drainase pada ruas jalan Desa Mangliawan,
Kabupaten Malang.

7
5. Mengetahui rencana anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan
jalan pada ruas jalan Desa Mangliawan, Kabupaten Malang.

I.5 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penulisan ini
sebagai berikut:
I.5.1 Manfaat Akademis
1. Membantu dalam pengembangan ilmu bagi Teknik Sipil khususnya
analisis tebal perkerasan lentur menurut metode Manual Desain
Perkerasan Jalan 2017.
2. Membantu melengkapi hasil-hasil penelitian sebelumnya dengan topik
yang sama sehingga dapat dijadikan reverensi.
I.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelirian dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan
perkerasan jalan lainnya di sekitar kawasan penelitian bagi dunia
konstruksi khususnya bagi pihak perencana dalam merencanakan jalan
dengan dengan perkerasan lentur.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Studi Terdahulu


Untuk melengkapi penelitian dan keabsahan isi maka disertakan
penelitian terdahulu sebagai berikut:
Faisal, Hidayat (2020) melakukan penelitian tentang analisa kerusakan
jalan menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Jalan Akses Terminal
Alang-Alang Lebar Kota Palembang). Kerusakan pada ruas jalan akses
terminal tersebut yang paling dominan terjadi adalah lubang dengan total
kerusakan sebesar 358,44 m2 atau 5,120%, amblas 9 m2 atau 0,128%, dan
retak buaya 15,06 m2 atau 0,215%. Presentase seluruh kerusakannya adalah
5,464% dari total luas ruas jalan 7000 m2. Nilai kondisi jalannya adalah 2
yang jika dikorelasikan dengan kelas LHR dapat digolongkan pada kerusakan
ringan yang masuk dalam pemeliharaan rutin. Penanganan kerusakan jalan
menurut standar Metode Bina Marga dapat berupa penambalan pada
kerusakan lubang-lubang (Potholes) untuk lubang > 20 mm, sedangkan
penanganan perataan untuk lubang-lubang yang dangkal < 20 mm. Jenis
kerusakan amblas juga dapat ditangani dengan penanganan dan retak dapat
ditangani dengan melapisi retakan.
Ariyanto, Rochmanto, Nilamsari (2021) melakukan penelitian tentang
analisis kerusakan jalan menggunakan Metode Bina Marga 1990 (Studi Kasus
Jl. Jepara- Mlongo). Kerusakan jalan pada ruas jalan ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu sistem drainase yang buruk, sifat material konstruksi
perkerasan yang tidak baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, lapisan
perkerasan yang tipis, proses pelaksanaan pekerjaan perkerasan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi, karena saling terkait dan sangat mempengaruhi.
Hasil dari penelitian dan analisis pada kondisi jalan ini memiliki nilai
presentase tiap jenis kerusakan ruas Jalan Jepara-Mlongo adalah retak
memanjang (9,52%), sungkur (4,95%), tambalan (0,09%), retak kulit buaya
(4,56%), lubang (2,77%), amblas (3,03%), retak pinggir (0,95%), kegemukan
(0,18%), retak blok (0,00%), mengembang (0,14%). Dari nilai presentase
tersebut kerusakan dominan yang terdapat pada ruas Jalan Jepara-Mlongo

9
berupa retak memanjang (9,52%), dengan luas total sebesar 72,31 m 2 dari
luas total kerusakan jalan sebesar 196,66 m2. Nilai kondisi jalan pada ruas
jalan Jepara-Mlonggo menurut perhitungan urutan prioritas sebesar 3,25,
dimana ruas jalan tersebut dapat diusulkan dengan program peningkatan
jalan.
Ichsan, Saleh, Isya (2014) melakukan penelitian tentang studi evaluasi
tingkat kerusakan permukaan jalan untuk menentukan jenis penanganan
dengan sistem penilaian menurut Bina Marga (Studi Kasus: Ruas Jalan
Bireuen-Takengon, Aceh). Jenis dan tingkat kerusakan permukaan jalan pada
segmen ruas jalan Bireuen-Takengon, Aceh adalah retak 4,53%, tambalan
1,93%, amblas 1,45%, lubang 1,20%, pinggir pecah 0,12%, dan
bergelombang 0,11%. Sehingga tingkat kerusakan permukaan jalan
keseluruhan dari beberapa jenis kerusakan adalah 9,34% dari total panjang
jalan 28,55 km. Penanganan pada kerusakan jalan tersebut dibagi menjadi 5
segmen dari panjang jalan 28,55 km diantaranya segmen I, II, III, dan V
dilakukan dengan pemeliharaan rutin dan segmen IV dilakukan dengan
pemeliharaan berkala. Total biaya yag dibutuhkan untuk penanganan jalan
pada setiap segmen tersebut sebesar Rp 6.382.350.180,00.
Afnany (2018) melakukan penelitian tentang Analisis Kerusakan
Perkerasan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Ruas Jl.
Ikhwan Ridwan Rais - Jl. Raya Bandulan, Kota Malang). Jenis dan tingkat
kerusakan permukaan pada ruas jalan tersebut yaitu retak 68%, tambalan
25%, amblas 3%, lubang 2%, dan bergelombang 2%. Tingkat kerusakan
permukaan jalan keseluruhan dari beberapa jenis kerusakan dari total panjang
jalan 5000 m, dan untuk kondisi jalan yang diperoleh yaitu rusak ringan 56%,
rusak berat 21%, baik 15%, dan sedang 8%. Jenis penanganan yaitu
pemeliharaan berkala dan penanganan jangka panjang dengan Overlay setebal
5cm, dan lebar 6,5 m. Total kebutuhan biaya Overlay sebesar
Rp.1.255.000.000,00. (satu miliyar dua ratus lima puluh lima juta rupiah).

10
II.2 Klasifikasi Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.(Peraturan Pemerintah No.34 Tahun
2006 Tentang Jalan)
Klasifikasi jalan dibagi menjadi 4 (empat) menurut (Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU Direktorat Jendral Bina
Marga, 1997), yaitu :
1. Klasifikasi menurut fungsi jalan :
a. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan ratarata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
2. Klasifikasi menurut kelas jalan :
a. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton.
b. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1

11
Table II.1 Klasifikasi menurut kelas jalan

Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST) Ton


I >10
Arteri II 10
III A 8
Kolektor III A
III B 8
Sumber : Pasal 11, PP. No.43/1993
3. Klasifikasi menurut medan jalan
a. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
b. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel 2.2.
Table II.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

No Kemiringan
Jenis Medan Notasi
Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G >25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
c. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
4. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.

12
II.3 Kriteria Perencanaa
1. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan
rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
 Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
 Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as;
 Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. c. Dimensi dasar untuk
masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukkan dalam Tabel
2.3.
Tabel 2. Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori Dimensi Ken. (cm) Tonjolan (cm)
Ken.
T L P Depan Belakang
Rencana
Kend. Kecil 130 210 580 90 150
Kend. Sedang 410 260 1210 210 240
Kend Besar 410 260 2100 120 90

Kategori Kend. Radius Putar Radus Tonjolan


Rencana Min Maks (cm)
Kend. Kecil 420 730 780
Kend. Sedang 740 1280 1410
Kend. Besar 290 1400 1370
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997

2. Satuan Kendaraan Ringan (SKR)


a. SKR adalah satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe
kendaraan telah diubah menjadi 10 kendaraan ringan (termasuk mobil

13
penumpang) dengan menggunakan ekr. b. Untuk jenis - jenis kendaraan dan
kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Ekivalen
Kendaraan Ringan (ekr)

Table II.3 Ekivalem Kendaraan Ringan (ekr)

Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014


Tabel 2. Kecepatan Rencana
Fungsi Kecepatan Rencana, Vr (km/jam)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen
PU, Ditjen Bina Marga 1997

II.4 Bagian-Bagian Jalan


Cross section jalan meliputi 3 (tiga) bagian yaitu: ( UU No. 38 tahun
2004 tentang Jalan, 2004)
1. Daerah Manfaat Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh :
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
b. Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.

14
2. Daerah Milik Jalan Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh
lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi
jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter.
3. Daerah Pengawasan Jalan
a. Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang
jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur
dari sumbu jalan sebagai berikut :
 Jalan Arteri minimum 20 meter
 Jalan Kolektor minimum 15 meter
 Jalan Lokal minimum 10 meter
b. Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan
ditentukan oleh jarak pandang bebas

II.5 Jarak Pandang


1. Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi
untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya
rintangan pada lajur jalannya. Rintangan itu dilihat dari tempat duduk
pengemudi dan setelah menyadari adanya rintangan, pengemudi
mengambil keputusan untuk berhenti. (Sukirman, 1999)
a. Rumus umum jarak pandangan henti minimum (Sukirman, 1999) adalah
sebagai berikut
2
V
d=0.278V . t+
2 54 fm
Dimana:
fm : koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang
jalan
V : kecepatan kendaraan (km/jam)
t : waktu reaksi = 2.5 detik
b. Untuk jalan dengan kelandaian, besarnya jarak pandang henti minimum
(Sukirman, 1999)a dalah sebagai berikut:
V2
d=0.278V . t+
2 54( f ± L)
Dimana:

15
L : besarnya landai jalan dalam desimal
+ : untuk pendakian
- : untuk penurunan
Jarak pandang henti minimum dapat ditentukan berdasarkan kecepatan
rencana seperti disajikan dalam bentuk tabel 2.6
Table II.4 Jarak Pandang Henti Minimum
VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jb minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
2. Jarak pandang menyiap adalah jarak minimum di depan kendaraan yang
direncanakan harus dapat dilihat pengemudi agar proses menyiap
(mendahului) kendaraan di depannya dapat dilakukan tanpa terjadi
tabrakan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan. 13 Besarnya
jarak menyiap standar adalah sebagai berikut (Sukirman, 1999):
d=d 1+ d 2+ d 3+ d 4
Dimana:

(
d 1=0.278t 1 V −m+
at1
2 )
d 2=0.278V t 2
d 3=30 s . d 100 m
2
d 4 = ∗d 2
3
Dimana:
t1 = waktu reaksi yang besarnya tergantung pada kecepatan yang sesuai
dengan persamaan t1=2.12+0.026V
t2 = waktu dimana kendaraan yanng menyiap berada pada lajur kanan yang
dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2=6.56+0.048V
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap=15km/jam
V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/jam

16
a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung pada kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan
korelasi a=2.052+0.0036V.

II.6 Alinyemen Horizontal


1. Pengertian
Adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen
horizontal dikenal juga dengan nama "situasi jalan" atau "trase jalan".
Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan
dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari
busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja ataupun
busur lingkaran saja. (Saodang, 2004)
2. Dasar-dasar perencanaan alinyemen horizontal
Dasar perencanaan alinyemen horizontal adalah sebagai berikut :
a. Hubungan antara kecepatan (V), jari-jari tikungan (R), kemiringan
melintang/superelevasi (e), dan gaya gesek samping anara ban dan
permukaan jalan (f), didapat dari hukum mekanika F = m x a (Hukum
Newton)
b. Gaya sentrifugal terjadi apabila suatu kendaraan dengan keceptan tetap
V pada bidang datar atau miring dengan lintasan berbentuk suatu
lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya
kecepatan V dan gaya sentrifugal F. Gaya sentrifugal mendorong
kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya, berarah tegak lurus
terhadap gaya kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa tidak nyaman
pada si pengemudi . (Sukirman, 1999).
Gaya sentrifugal yang terjadi saat kendaraan bergerak di tikungan, dengan
G V2
persamaan F= (Sukirman, 1999)
g R
Dimana
G = berat kendaraan
g = percepatan gravitasi.
c. Superelevasi

17
 Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada
saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.
 Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
d. Jari-jari tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
V2 ❑
R min=
127( e+ fm)
Dimana:
Rmin = jari-jari lengkung minimum (m)
V = kecepatan rencana (km/ jam)
E = kemiringan tikungan (%)
fm = koefisien gesekan melintang
e. Derajat kelengkungan (D)
hctajaman lengkung horisontal, dinyatakan dengan besarnya radius dari
lengkung atau dengan besarnya deniat kelengkungan. Derajat lengkung
didefinisikan sebagai besar sudut lengkung yang rnemberikan panjang
busur 25,0 meter.

Gambar II.1 Korelasi antara derajat lengkung (D) dan Radius Lengkung (R)

25 1432,39 R dalam meter


D= x 360 ° D=
2 πR R
f. Lengkung peralihan
 Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian
lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R berfungsi
mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak

18
terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga
gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan
berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati
tikungan maupun meninggalkan tikungan.
 Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa: -
Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3
detik (pada kecepatan VR); - Gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan dapat diantisipasi berangsur-angsur pada lengkung peralihan
dengan aman; dan - Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re)
dari bentuk kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak
boleh 16 melampaui re-max yang ditetapkan sebagai berikut:
untuk VR ≤ 70 km/jam, re-max = 0.035 m/m/detik,
untuk VR ≥ 80km/jam, re-max = 0.025 m/m/detik.

II.7 Alinyemen Vertical


1. Pengertian umum
Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian
lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai
vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif
(turunan), atau landai nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat
berupa lengkung cekung atau lengkung cembung. (Saodang, 2004)
2. Landai maksimum
a. Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
b. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih
dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
c. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat
dalam Tabel 2.5
Table II.5 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan

VR (km/jam) 120 11 100 80 60 50 40 <40

19
0
Kelandaian Maks
3 3 4 5 8 9 10 10
(%)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga 1997
3. Landai minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5% untuk keperluan kemiringan saluran
samping, karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup
untuk mengalirkan air ke samping.
4. Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian
sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama
perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis
dapat ditetapkan dari Tabel 2.8
Table II.6 Panjang Kritis
Kec. Kelandaian (%)
Pada
Awal
4 5 6 7 8 9 10
Tanjakan
(km/jam)
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen
PU, Ditjen Bina Marga 1997
5. Lengkung vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat
perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti.
6. Koordinasi alinemen
a. Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan
adalah elemen elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan

20
yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan
kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga
elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk
kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
b. Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
 Alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinemen vertical.
 Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan.
 Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
 Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan.
 Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.

II.8 Perkerasan Lentur


1. Jenis struktur perkerasan Jenis strukutr perkerasan yang diterapkan
dalam desain struktur perkerasan baru terdiri atas:
a. Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli
b. Struktur perkerasan pada timbunan
c. Struktur perkerasan pada galian
Konstruksi perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.2

21
Gambar II.2 Susunan Lapisan Konstruksi Perkeasan Lentur
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013

2. Umur rencana
Umur Rencana adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari
sejak jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas sampai diperlukan
perbaikan besar atau perlu diberi lapis ulang. Umur rencana untuk jenis

22
perkerasan lentur (flexible pavement) berdasarkan Manual Desain
Perkerasan Jalan Bina Marga 2013 adalah 20 sampai 40 tahun.
3. Lalu lintas harian rata-rata
Volume lalu lintas harian rata-rata ini merupakan jumlah kendaraan
untuk masing-masing jenisnya. Secara umum jenis kendaraan yang
berpengaruh terhadap tebal perkerasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
 Truk atau kendaraan barang
 Bus atau angkutan penumpang umum.
 Mobil atau kendaraan pribadi.
Data jumlah kendaraan tersebut dapat diketahui melalui survey traffic
counting (survey perhitungan jumlah kendaraan dengan menggunakan alat
counter yang biasanya dilakukan selama 24 jam).
Berdasarkan hasil survey tersebut, jumlah kendaraan dipisah berdasarkan
masing-masing jenis dan tipe kendaraan seperti tersebut di atas. Data
tersebut merupakan data kendaraan saat ini, padahal pada saat perencanaan
diperlukan jumlah kendaraan sampai umur rencana. Untuk memperkirakan
jumlah kendaraan tersebut dipakai perumusan pertumbuhan sebagai
berikut: F = P(1+i)
Dimana:
F : jumlah kendaraan pada saat umur rencana
P : jumlah kendaraan saat ini
i : faktor pertumbuhan
n : umur rencana
4. Kondisi tanah dasar
Disamping kondisi lalu lintas maka kondisi tanah dasar (sub grade) juga
sangat mempengaruhi perhitungan tebal perkerasan. Kondisi tanah
dasar yang dimaksud adalah daya dukung dari tanah dasar. Ukuran
untuk menghitung daya dukung tanah dasar konstruksi jalan adalah
hasil dari test California Bearing Ratio (CBR). California Bearing Ratio
ialah suatu jenis test untuk mengukur daya dukung/ kekuatan geser
tanah atau bahan pondasi jalan dengan mencari besarnya gaya yang
diperlukan untuk menekan piston kepermukaan tanah sedalam 0,1 inch

23
(atau juga 0,2 inch). Harga CBR dapat dicari dengan dua cara yaitu
langsung dari lapangan dan dari laboratorium. Modulus resilien (MR)
tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau
nilai tes soil index.
MR (psi) = 1500 x CBR
5. Perkiraan faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor)
Nilai rata-rata faktor ekivalen beban (VDF) untuk setiap kendaraan
niaga ditunjukkan pada Tabel 2.7.
Table II.7 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013


6. Pemilihan struktur perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas,
umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Batasan pemilihan jenis
perkerasan ditetapkan dalam Tabel 2.7.

24
Table II.8 Pemilihan Jenis Perkerasan

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013


Kemudian didapat lapis struktur perkerasan berdasarkan Tabel 2.9
tentang desain perkerasan lentur.
Tabel 2.1 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Pondasi
Berbutir
Table II.9 Desain Perkerasan Lentur – Aspal Dengan Lapis Pondasi
Berbutir

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013


7. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat
kepastian ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-

25
macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang
direncanakan (umur rencana). Tabel 2.12 menunjukkan rekomendasi
tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Table II.10 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-macam
Klasifikasi Jalan

Sumber: Pt T-01-2002-B
8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan
pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya
perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika
perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua
lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien
drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.111
memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton
aspal dan lapis pondasi agregat.
Table II.11 Tebal Min. Lapis Permukaan Berbeton Aspal dan
Lapis Pondasi Agregat

Sumber: Pt T-01-2002-B
9. Spesifikasi campuran beraspal panas

26
 Jenis campuran beraspal Lapis aspal beton (Asphalt Concrete,
AC) Lapis aspal beton (Laston) yang selanjutnya disebut AC,
terdiri dari tiga jenis campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC
Lapis Antara (AC-Binder Course, ACBC), dan AC Lapis
Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing-
masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm.
 Tebal lapisan dan toleransi
Toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal:
 Laston lapis aus (AC-WC) tidak kurang dari 3 mm
 Laston lapis antara (AC-Binder) tidak kurang dari 4 mm
55 - Laston lapis pondasi (AC-Base) tidak kurang dari 5
mm
Table II.12 ditunjukkan tebal nominal minimum campuran beraspal.

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010

II.9 Analisa RAB


Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu
harus diketahui volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya
pembuat jalan tidak lepas dari galian dan timbunan. Selain mencari volume
galian dan timbunan juga diperlukan untuk mencari volume dari pekerjaan
lainnya, yaitu :
1. Volume pekerjaan
a. Pekerjaan persiapan
 Peninjauan lokasi
 Pengukuran dan pemasangan patok 68

27
 Pembersihan lokasi dan persiapan alat dan bahan untuk
pekerjaan
 Pembuatan bouwplank
b. Pekerjaan tanah
 Galian tanah
 Timbunan tanah
c. Pekerjaan perkerasan
 Lapis permukaan (surface course)
 Lapis pondasi atas (base course)
 Lapis pondasi bawah (subbase course)
 Lapis tanah dasar (subgrade)
d. Pekerjaan drainase
 Galian saluran
 Pembuatan talud
e. Pekerjaan pelengkap
 Pemasangan rambu-rambu
 Pengecatan marka jalan
 Penerangan
2. Analisa harga satuan Analisa harga satuan pekerjaan dan bahan
diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur.

28
BAB III
METODOLOGI

III.1 Deskripsi Lokasi Studi

Pada bab metodologi ini akan dijelaskan tahap-tahap yang harus


dilakukan dan dilalui saat penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk
perencanaan geometrik dan perkerasan kaku pada ruas jalan Desa
Mangliawan, Kabupaten Malang

III.1.1 Gambaran Umum


Jalan Wisnuardana Kecamatan Pakis Kabupaten Malang, merupakan
status kelas jalan kabupaten dengan fungsi jalan lokal primer yang
menjadi salah satu akses jalan utama dari pemukiman menuju pusat
Kota. Jalan ini terdiri dari 1 jalur 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD) dan
menggunakan lapisan perkerasan lentur. Anggaran pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur jalan ini menggunakan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Malang.
III.1.2 Lokasi Penelitian
Survei kerusakan jalan dilakukan pada lapis perkerasan lentur. Data
geometri jalan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Panjang Lebar STA
Nama Ruas
Ruas (m) Jalan (m) Awal Akhir
Jalan
Wisnuardana
3000 7 0+000 1+3000
Kabupaten
Malang

29
Sedangkan peta lokasi penelitian pada ruas Jalan Desa Mangliawan
Kecamatan Pakis Kabupaten Malang dapat dilihat pada Gambar 3.1
berikut:

Gambar 3.III.3 Peta Lokasi Jalan Wisnuardana Kecamatan Pakis


Kabupaten Malang

III.2 Tahapan Penelitian


Secara umum tahapan penelitian dilakukan dalam empat tahap,
yaitu :
a. Tahap studi literatur
b. Tahap pengumpulan data
c. Tahap analisis
d. Tahap penarikan kesimpulan
III.2.2 Tahap Studi Literatur
Studi literatur meliputi kegiatan studi pustaka berupa kajian
dan teori tentang perencanaan geometrik jalan, perencanaan tebal
perkerasan jalan, perencanaan drainase jalan, perhitungan analisa
biaya, dan trip assignment.
III.2.3 Tahap Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dalam rangka
pengadaan data-data yang diperlukan dalam perencanaan ini. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari DPU Bina Marga

30
Nasional (P2JN), DPU Pengairan Provinsi Jawa Timur, Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur, dan Teknik Geomatika.
Kebutuhan data yang diperlukan dalam perencanaan ini antara lain:
a. Data topografi Peta topografi digunakan untuk penetapan trase
jalan dengan memperhatikan kontur tanah yang ada.
b. Data LHR Data LHR digunakan untuk menghitung trip assignment
dan menghitung perkerasan jalan.
c. Data hidrologi Data hidrologi digunakan untuk menentukan
dimensi saluran yang digunakan.
d. Data tanah Data tanah yang digunakan adalah nilai CBR yang
digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan lentur.

III.3 Perencanaan Geometrik Jalan


Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini
mengacu pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga (1997). Perencanaan geometrik ini
akan membahas beberapa hal antara lain :
a. Alinemen Horisontal Alinemen horisontal merupakan trase jalan
yang terdiri dari :
 Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus.
 Lengkungan horizontal yang disebut tikungan yaitu : - Full
– Circle - Spiral – Circle – Spiral - Spiral – Spiral
 Pelebaran perkerasan pada tikungan.
 Kebebasan samping pada tikungan
b. Alinemen Vertikal Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang
melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar.
Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka
tanah asli.

III.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur


Perencanaan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Letur Jalan Raya dengan Manual
Desain Perkerasan Jalan (2013) dan Pt T-01-2002-B.

31
III.5 Rencana Anggaran Biaya
Menghitung rencana anggaran biaya meliputi :
 Volume pekerjaan
 Harga satuan pekerjaan dan bahan

III.6 Bagan Alir / Flow Chart Perencanaan


Bagan Alir / Flow Chart perencanaan dapat dilihat pada Gambar 3.2

Mulai

Studi Literatur :
1. Perencanaan dan pemodelan transportasi
2. Prosedur perencanaan geometri jalan
3. Perencanaan dan perhitungan alinemen
horizontal
4. Perencanaan dan perhitungan alinemen
vertikal
5. Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan
raya
6. Perencanaan sistem drainase jalan
7. Analisa rencana anggaran biaya

Pengumpulan dan Analisis Data Sekunder :


1. Peta topografi berkontur
2. LHR
3. CBR tanah dasar
4. Hidrologi
5. Data kependudukan
6. PDRB
7. PDRB per kapita
8. Harga satuan pekerjaan dan bahan

Analisis Trip Assignment

32
A

Perencanaan geometrik jalan : 1.


1. Trase jalan
2. Alinemen horizontal
3. Alinemen vertikal
4. Galian dan timbunan

Perencanaan perkerasan Jalan

Perencanaan drainase jalan

Rencana Anggaran Biaya (RAB)

33
DAFTAR PUSTAKA
Afnany, M.R. (2018) ‘ANALISIS KERUSAKAN PERKERASAN JALAN
MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Ruas Jl. Ikhwan
Ridwan Rais - Jl. Raya Bandulan, Kota Malang)’, pp. 1–74.
Ariyanto, Rochmanto, D. and Nilamsari, M. (2021) ‘Analisis kerusakan jalan
menggunakan metode Bina Marga 1990 (Studi Kasus Jl . Jepara – Mlonggo , KM
3+000 s / d KM 5+000)’, Jurnal DISPROTEK, 12(1), pp. 41–48.
Direktorat Jendral Bina Marga, K.U. (1997) ‘Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 Direktorat Jenderal Bina Marga’, (038), pp.
1–54.
Faisal, F. and Hidayat, A. (2020) ‘ANALISA KERUSAKAN JALAN
MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Jalan Akses
Terminal Alang-Alang Lebar Kota Palembang STA 00+000 s/d STA 01+000)’,
TEKNIKA: Jurnal Teknik, 7(1), p. 19. doi:10.35449/teknika.v7i1.129.
Ichsan, Saleh, S.M. and Isya, M. (2014) ‘A Gideline for Camera-Ready Papers of
- 3.16.28.hismendi.pdf’, 03.
KPUPR, B. (2004) ‘UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan’, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38, 1(1), p. 3.
REPUBLIK, P.P. and No.34 TAHUN 2006 (2006) PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN.
indonesia.
Saodang, H. (2004) Konstruksi Jalan Raya : Geometri Jalan Raya, Bandung.
Sukirman, S. (1999) Dasar-dasar Perencanaan Geometrik, Penerbit NOVA.

34
35

Anda mungkin juga menyukai