Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana
Teknik Sipil
Oleh
FAKULTAS TEKNIK
2019
TUGAS BESAR
PERANCANGAN JALAN RAYA
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga Laporan Perancangan Jalan Raya Antar Kota
Arteri Cileunyi Sumedang ini bisa terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini
kami susun sebagai bagian dari persyaratan akademik dalam menyelesaikan studi
Sarjana Strata S1 Jurusan Teknik Sipil.
Penulis
DAFTAR ISI
3.3. 3 Perhitungan Koordinat, Jarak , Azhimuth dan Sudut Tikungan .... 3-6
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan ....... 2-6
Tabel 2. 11 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga factor limpasan (Fk) ..... 2-29
Tabel 2. 20 kecepatan aliran air yang di ijinkan berdasarkan jenis material ..... 2-40
Tabel 2. 22 hubungan kemiringan saluran dan jarak pematah arus ................... 2-41
Tabel 3. 13 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan ... 3-20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 5 koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan alinemen vertical
yang berhimpiit .................................................................................................. 2-15
Gambar 3. 29 Koordinasi Alinemen Pada Tikungan ke-6 dan Tikungan ke-7 .. 3-57
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Jalan juga memiliki manfaat strategis yaitu antara lain menciptakan lapangan
pekerjaan berskala besar, peningkatan penggunaan sumber daya dalam negeri serta
meningkatkan perekonomian nasional dengan menghubungkan pusat-pusat
ekonomi yaitu pusat produksi, pusat distribusi dan pusat pemasaran. Pelayanan
jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan dapat terpenuhi jika lebar jalan yang
cukup, tikungan-tikungan yang ada dibuat berdasarkan persyaratan teknis
geometrik jalan raya maupun menyangkut tebal perkerasan jalan itu sendiri,
sehingga kendaraan yang melewati jalan tersebut dengan beban dan kecepatan
rencana tertentu dapat melaluinya dengan aman dan nyaman.
Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik
beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sehingga dapat menghasilkan bentuk
jalan yang dapat dimanfaatkan untuk operasi lalu lintas dengan cepat, lancar, aman,
nyaman dan efisien. Dasar perancangan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan (dimensi dan berat), sifat pengemudi dan karakteristik arus (kecepatan,
kerapatan dan volume) lalu lintas. Serta perancangan perkerasan jalan merupakan
perancangan jalan yang berfokus pada jenis perkerasan(lentur atau kaku), tebal
perkerasan, dan material pada tiap jenis perkerasan yang berdasar pada jumlah dan
berat sumbu kendaraan.
Pertumbuhan jalan yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas harus mampu
mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Tetapi
dalam kenyataannya terjadi ketidakseimbangan antar keduanya sehingga kapasitas
jalan yang ada tidak sesuai lagi.
1. 2 Tujuan Studi
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah supaya dapat merencanakan suatu
geometrik jalan yang baik serta dapat menghitung tebal perkerasan yang dibuuhkan
dari suatu pembangunan jalan. Sedangkan manfaat dari penulisan laporan ini adalah
agar mahasiswa dapat menganalisa, mengolah data, dan dapat mendesain geometrik
yang efisien berdasarkan peraturan dan standar serta merencanakan tebal
perkerasan yang ekonomis.
1. 4 Lokasi Studi
Data kami menggunakan kontur, data tanah, data curah hujan, dan data kendaraan
yang berlokasi di daerah proyek pembangunan jalan tol Cisundawu yaitu daerah
Cileunyi – Sumedang Sta 0+000 – Sta 5+000, Provinsi Jawa Barat.
Geometrik jalan adalah perencanaan sebuah bentuk jalan diatas permukaan tanah
baik secara vertical Maupun horizontal dengan meninjau beberapa komponen jalan
yang di rancang berdasarkan data yang di dapatkan dari sebuah hasil survey
lapangan, kemudian hasil data tersebut dianalis berdasarkan acuan persyaratan
geometric yang berlaku di Indonesia. Parameter-parameter yang menjadi dasar
perencanaan geometric jalan adalah ukuran kendaraan, kecepatan rencana, volume,
kapasitas, dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan yang akan dibuat hal ini
harus menjadi bahan peninjauan dalam perencanaan agar menghasilkan geometric
jalan yang memenuhi tingkat keamanan dan kenyamanan.
Jalan raya adalah sebuah sarana infrastuktur yang dibangun untuk menghubungkan
suatu kawsan dengan kawasan yang lainya. Jalan raya digunakan oleh masyarakat
umum sebagai tempat melajunya transportasi kendaraan bermotor dan tidak
bermotor untuk berpergian ke wilayah terntentu dengan akses yang mudah.
Sedangkan menurut Menurut UU RI no. 38 Tahun 2004 pasal 1 ayat (4) jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada
pada permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta
api, jalan lori, dan jalan kabel .
Geometrik jalan adalah perencanaan sebuah bentuk jalan diatas permukaan tanah
baik secara vertical Maupun horizontal dengan meninjau beberapa komponen jalan
yang di rancang berdasarkan data yang di dapatkan dari sebuah hasil survey
lapangan, kemudian hasil data tersebut dianalis berdasarkan acuan persyaratan
geometric yang berlaku di Indonesia. Parameter-parameter yang menjadi dasar
perencanaan geometric jalan adalah ukuran kendaraan, kecepatan rencana, volume,
kapasitas, dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan yang akan dibuat hal ini
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan C >25
1. Jalan Nasional
Jalan nasional terdiri atas :
a. Jalan arteri primer ;
b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi ;
c. Jalan Tol ; dan
d. Jalan strategis nasional.
2. Jalan Provinsi
Jalan provinsi terdiri atas :
a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi degan ibu
kota kabupaten atau kota ;
b. Jalan kolektor primer yang mehubungkan antar ibukota kabupaten atau
kota
c. Jalan strategis provinsi ; dan
d. Jalan di daerah khusus ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.
3. Jalan kabupaten
Jalan Kabupaten terdiri atas :
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi
;
b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota
kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa antar desa ;
c. Jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan
nasional dan jalan provinsi.
4. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota
5. Jalan desa
Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak
termasuk jalan kabupaten di dalam Kawasan pedesaan dan merupakan jalan
umum yang menghubungkan Kawasan dan/ atau antar pemukiman di dalam
desa
Kendaraan
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
(Sumber : SNI Perencanan Geometrik Jalan Antarkota 1997)
Satuan mobil penumpang (SMP) adalah angka satuan kendaraan dalam hal
kapasitas jalan, dimana dalam mobil ditetapkan memiliki satu SMP. SMP untuk
jenis-jenis kendaraan dapat dilihat dalam tabel 1.4
Volume lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
Harian pada akhir tahun rencana lalu lintas yang dinyatakan dalam SMP/hari
Volume jam rencana (adalah) prakiraan volume pada jam sibuk tahun rencana lalu
lintas dinyatakan dalam SMP/hari, dihitung dengan rumus :
𝐾
𝑉𝐽𝑅 = 𝑉𝐿𝐻𝑅 ×
𝐹
Dimana :
F = factor variasi tingkat lalu lintas perempatan jam dalam satu jam
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur dan fasilitas lalu lintas yang di
perlukan. Penentuan factor-K dan factor-F berdasarkan VLHR-Nya pada Tabel
Untuk medan sulit VR dapat diturunkan dengan syarat penurunan tidak lebih dari
20 km/jam. Kecepatan rencana untuk setiap fungsi jalan dapat di tetapkan pada
tabel
Jarak pandang adalah suatu jarak yang di perlukan seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman. Jarak pandang di bagi menjadi dua yaitu jarak pandang henti
dan jarak pandang mendahului.
𝑉𝑅
𝑣 (3,6)2
𝐽ℎ = 𝑇 +
𝑟 2𝑔𝑓
Dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tangggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi 9,8 meter/detik²
f = koefisien gesek memanjang perkersan jalan aspal ditetapkan 0,35-0,55
𝑉𝑅 2
JBhb = 0,694 VBRB + 0,004
𝑓
VR 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/Jam )
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bemuatan penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan tidak lebih dari separuh kecepatan semula.
Kelandaian 3 3 4 5 8 9 10 10
maksimum
Panjang kritis yaitu Panjang landai maksimum yang harus di sediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatan sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak Lebih dari separuh VR. lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak
lebih dari satu menit.
Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lurus dan bagian
lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometric pada bagian lengkung
dimaksud untuk mengimbangi gaya entrifugal yang diterima oleh kendaraan yang
berjalan pada kecepatan VR. Untuk keselamatan pemakaian jalan jarak pandang
dan daerah bebas samping jalan harus diperhitungkan.
Jalur lalu lintas adalah jalan yang di pergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang
secara fisik berupa perkerasan jalan :
1. Median ;
2. Bahu ;
3. Trotoar ;
4. Pulau jalan ; dan
5. Separator
Keterangan
TB = Tak Terbagi
B = Terbagi
2.1. 15 Stationing
Stationing adalah penomoran jalan berdasarkan jarak jalan dari titik 0 jalan hingga
titik terakhir jalan, stationing penomoran jalan biasanya di berikan pada jarak per
50 m atau 100 m. stationing ini selain untuk memberi penomoran berfungsi sebagai
pembagian wilayah kerja, titik pengecekan kelandaian kontur/jalan dan apabila
jalan telah dioperasikan stationing dapat dijadikan informasi jarak yang telah di
tempuh oleh pengguna jalan.
2.1. 16 Superelevasi
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertical dapat berupa landai
positif (tanjakan) atau landau negative (turunan), atau landai nol (datar). Bagian
lengkung vertical dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.
Pada saat kendaraan menajak, menurun atau pun berbelok akan ada gaya sentrifugal
sehingga kendaraan mengalami perngurangan setengah kecepatan yang tak berarti,
oleh karena itu perlu diberikan kelandaian dan belokan yang pas dengan kondisi
pengemudi sehingga pengurangan kecepatan kendaraan yang tak berarti dapat di
kurangi.
2. 2 Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis
konstruksi tertentu. Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah
dasar yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi untuk memikul beban
lalu lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horizontal maupun vertikal
dan akhirnya meneruskan beban ketanah dasar (Subgrade) sehingga beban pada
tanah dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan. Lapis perkerasan
suatu jalan terdlri dari satu ataupun beberapa lapis material batuan dan bahan ikat.
Bahan batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi batuan yang direncanakan
sedemikian sehingga memenuhi persyaratan yang dituntut.
Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri atas: lapis pondasi bawah (subbase
course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).
1. Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Modulus resilien (MR) sebagai
parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien
(MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau
nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom
& Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-
grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
3. Lapis Pondasi
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis
pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung
di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan
penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil
pecah yang distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.
4. Lapis Permukaan
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis
pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal
sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda.
California Bearing Ratio (CBR) adalah sebuah metode (cara) untuk menentukan
besaran nilai daya dukung tanah dalam menahan/mendukung beban yang bekerja
diatasnya, yaitu beban yang bekerja di atas perkerasan jalan.
Setiap segmen jalan mempunyai nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar
dan diunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan segmen tersebut. Nilai
CBR segmen dapat ditentukan dengan menggunakan cara grafis berdasarkan Bina
Marga.
Metode AASHTO 1993 yaitu metode perencanaan untuk perkerasan jalan yang
sering digunakan. Metode ini digunakan diberbagai negara sebagai perencanaan
dan diadopsi untuk standart perencanaan. Pada dasarnya Metode AASHTO 1993
yaitu metode perencanaan yang didasakan pada metode empiris.
Dimana :
𝑊18 = pengulangan beban lalin sampai umur rencana (UR)
LHRT𝑖 = lalulintas harian rata − rata tahunan
E𝑖 = angka ekivalen jenis kendaraan i
D𝐴 = faktor distribusi arah rencana
D𝐿 = faktor distribusi rencana
365 = hari dalam 1 tahun
3. Lalu Lintas
Prosedur perencanaan unutk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif
beban gandar standar ekivalen (cumulative Equivalent Standard Axle, CESA).
Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat
terhadap beban gandar 8,16 kN dan mempertimbangkan umur rencana,
volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor pertumbuhan lalu lintas
(growth factor).
4. Umur Rencana
Umur rencana memiliki fungsi sebagai angka yang digunakan untuk
menghitung repetisi lalu lintas.
6. Reliability
Reliability diartikan untuk kemungkinan jika tingkat pelayanan tercapai di
tingkat tertentu dari sisi pandang para penguna jalan sepanjang umur
rencana(UR).
Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reability adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan klasifikasi dari ruas jalan yang akan direncanakan, klasifikasi
ini mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau
jalan antar kota (rural).
b. Tentukan tingat reability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel
yang ada pada metode perencanaan AASHTO’93. Semakin tinggi tingkat
reability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang
dibutuhkan.
c. Memilih nilai standar deviasi (So) berdasarkan data dari jalan percobaan
ASHTO, untuk rigid sebesar 0,25 dan 0,35 untuk flexible pavement. Hal
ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0,35 dan 0,45 untuk
lalu lintas jenis perkerasan rigid dan flexible.
7. Serviceability
Serviceability yaitu nilai penentu pada tingkat pelayanan fungsional pada
salah satu sistem perkerasan jalan. Nilai serviceability ini diberikan dalam
beberapa tingkatan antara lain:
a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini
diberikan sebesar 4,0 – 4,2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan
diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po).
b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai
serviceability ini diberikan sebesar 2,0. Nilai ini dalam terminologi
perkerasandiberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).
c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai
serviceability ini akan diberikan sebesar 1,5. Nilai ini diberikan dalam
terminology failure serviceability (Pf).
8. Drainase
Merencanakan tebal perkerasan jalan, pengaruh kualitas drainase dinyatakan
menggunakan koefisien drainase Tabel 1 berikut:
2. 3 Perencanaan Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah,
baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam bahasa Indonesia,
drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong – gorong dibawah
tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan
banjir.
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen penting dalam
perencanaan kota(perencanaan infrastruktur khususnya).
Selain itu dapat meminimalkan dampak negatif dari aliran limpasan untuk kualitas
air sungai. Mengurangi genangan yang dapat menjadi sarang nyamuk-nyamuk
penyebab penyakit juga merupakan fungsi penting adanya drainase. Dengan ini
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar dapat terjamin.Pedoman
perencanaan drainase jalan, dimaksudkan sebagai acuan atau tatacara perencanaan
drainase jalan di perkotaan maupun antarkota tetapi bukan untuk drainase witayah.
Drainase alami ini merupakan drainase yang dibentuk secara alami atau
tidak ada campur tangan manusia. Saluran ini dibentuk karena adanya
gerusan air yang memiliki gerakan karena disebabkan proses gravitasi
bumi. Karena sering dilewati air, secara alami terbentuklah saluran air
seperti sungai misalnya.
b. Drainase Buatan
Berbeda dengan drainase alami, drainase buatan ini dibuat oleh manusia
dengan maksud dan tujuan mengalirkan air. Sistem Drainase buatan ini
membutuhkan beberapa bangunan khusus, yakni selokan pasangan beton
atau batu, gorong-gorong pipa saluran air, dan sebagainya.
2. Berdasarkan Fungsi
a. Single Purpose
b. Multi Purpose
Seperti namanya, saluran ini memiliki fungsi mengalirkan ragam jenis air
yang akan dibuang. Contohnya mengalirkan air buangan pada rumah
tangga dan saluran air hujan yang digunakan secara bersamaan.
3. Berdasarkan Konstruksi
a. Saluran Terbuka
Karakteristik saluran ini adalah memiliki bagian atas yang terbuka dan
keterkaitan dengan udara luar. Saluran ini biasanya digunakan pada
drainase hujan dengan lokasi yang cukup luas.
b. Saluran Tertutup
Saluran ini memiliki bagian atas yang tertutup sehingga tidak memiliki
hubungan dengan udara luar.
4. Berdasarkan Pola Jaringan
a. Bentuk Siku
Pembuatan saluran ini biasanya berada di wilayah dengan kondisi
permukaan lebih tinggi dibandingkan sungai. Biasa digunakan sebagai
pembuangan akhir yang terletak di tengah kota.
b. Bentuk Paralel
Saluran utamanya berada sejajar dengan saluran cabang, sehingga jika
terjadi proyek pengembangan kota, maka saluran ini bisa disesuaikan
dengan keadaan.
c. Bentuk Grip Iron
Jika sungai di berada di pinggiran kota, drainase grid iron ini sengaja
dibangun untuk membuat saluran-saluran sekunder yang dapat
dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulannya.
d. Bentuk Alamiah
Drainase dengan bentuk alamiah ini hampir menyerupai sudut siku-siku.
Namun, beban sungainya lebih besar dibandingkan dengan bentuk
drainase lainnya.
e. Bentuk Radial
Bentuk drainase ini biasanya ada di daerah perbukitan, sehingga
bentuknya memancar ke segala arah.
f. Bentuk Jaring-Jaring
Drainase ini merupakan pembuangan yang memiliki arah mengikuti alam.
Biasanya drainase ini dibangun untuk wilayah yang daerahnya memiliki
topografi mendatar.
Suatu sistem drainase jalan pada daerah yang memiliki perkerasan yang bersifat
lolos air ataupun retak yang memungkinkan air untuk terserap ke dalam badan jalan.
tanah dengan tingkat erosi permukaan. Secara visual akan nampak pada
daerah yang menunjukkan alur-alur pada permukaan.
6. Faktor Limpasan (fk)
a. Merupakan faktor atau angka yang dikalikan dengan koefisien runoff biasa
dengan tujuan agar kinerja saturan tidak melebihi kapasitasnya akibat
daeiah pengatiran yang terlalu luas. Harga faktor limpasan (fk) disesuaikan
dengan kondisi permukaan tanah.
Tabel 2. 11 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga factor limpasan (Fk)
(sumber : pedoman-perencanaan-drainase-jalan-2006)
b. Bila daerah pengaliran atau daerah layanan terdiri dari beberapa tipe
kondisi permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata-
rata ditentukan dengan persamaan berikut.
C1 A1 + C2 A2 + C3 A3fk3
𝐶=
A1 + A2 + A3
Dimana :
C1 𝐶2 C3 koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe
kondisi permukaan
(sumber : pedoman-perencanaan-drainase-jalan-2006)
8. Analisa hidrologi
a. Data curah hujan
1) Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun
dinyatakan dalam mmlhari. Data curah hujan ini diperoleh dari Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) yaitu stasiun curah hujan yang
tedetak pada daerah layanan saluran samping jalan.
2) Jika daerah layanan tidak memiliki data curah hujarr, maka dapat
digunakan data dari stasiun di luar daerah layanan yang dianggap masih
dapat mewakili. Jumlah data curah hujan yang diperlukan minimal 10
tahun terakhir.
b. Periode ulang
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu. Periode ulang untuk pembangunan
saluran drainase ditentukarr"S tahun, disesuaikan dengan peruntukannya.
c. Intensitas curah hujan
Adalah ketinggian curah hujan yang tedadi pada suatu kurun waktu dimana
air tersebut berkonsentrasi. Intensitas curah hujan (!) mempunyai satuan
mm/jam, berarti tinggi air persatuan waktu, misalnya mm dalam kurun
waktu menit, jam, atau hari.
d. Formulasi perhitungan intensitas curah hujan
Perhitungan ini dilakukan sesuai SNI 03-241*1991, Metode perhitungan
Debit Banjir.
Distribusi curah hujan merupakan data curah hujan harian maksimum dalam
setahun yang dinyatakan dalam mm/hari. Data curah hujan yang terletak pada
daerah layanan saluran samping jalan. Jumlah data curah hujan yang diperlukan
minimal 10 tahun terakhir.
Hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai periode ulang
tertentu. Periode ulang untuk pembangunan saluran drainase ditentukan 5 tahun,
disesuaikan dengan peruntukannya.
Dengan metode distribusi hujan yang dipilih dalam analisa frekuensi yaitu ditinjau
dari persyaratan nilai Skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) yang dihitung
sebagai berikut :
𝑛
𝐶𝑠 = x Σ (𝑋 − 𝑋)3
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑠 3
𝑛2
𝐶𝑘 = x Σ (𝑋 − 𝑋)4
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)(𝑛 − 3)𝑠 4
Ada beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling
banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu :
Dimana :
P(X) = fungsi densitas peluang normal
μ = rata-rata nilai
X = variabel acak continue
Xσ = simpangan baku dari nilai X
𝑋𝑇 − 𝑋
𝐾𝑇 =
𝑆
Dimana :
𝐾𝑇 = factor frekunesi
Dimana :
P(X) = peluang Log normal
X = nilai variasi
σY = standar deviasi nilai variat Y
μY = nilai rata-rata populasi Y
Dimana :
𝑌𝑇 = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan
𝐾𝑇 = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang Y
4. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan untuk setiap data
merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat
didekati dengan persamaan :
Dimana:
X = harga rata-rata sampel
S = nilai variasi pengaman X
Dimana:
Merupakan besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya
intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan
baik secara statistik maupun secara empiris.
Metode yang sering digunakan adalah metode mononobe yaitu apabila data hujan
jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum
yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam
dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
Dimana:
Dimana:
3
Q = debit aliran air (𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 )
Penentuan dimensi saluran dilakukan dengan trial & error sehingga mendapatkan
dimensi saluran dengan debit saluran (𝑄𝑠) lebih besar dari debit air dipenampang
jalan (𝑄𝑝), tabel penentuan dimensi saluran disajikan pada tabel di bawah ini.
1. Perencanaan saluran terbuka secara hidraulika, jenis aliran yang terjadi adalah
aliran terbuka, yaitu pengaliran air dengan permukaan bebas. Perencanaan ini
digunakan untuk perencanaan saluran samping jalan maupun gorong-gorong.
2. Bahan bangunan saluran ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran
air yang mengalir disaluran samping jalan tersebut.
2.3. 10 Gorong-Gorong
1. Pipa kanal air utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian hulu
ke bagian hilir secara langsung.
2. Apron (dasar) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya erosi dan
dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur.
3. Bak penampung diperlukan pada kondisi: Pertemuan antara gorong-gorong
dan saluran tepi ; Pertemuan lebih dari dua arah aliran.
Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter. Untuk daerah
pegunungan besarnya bisa dua kali lebih besar. Kemiringan gorong-gorong antara
0,5% - 2% dengan pertimbangan faktor-faktor lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya pengendapan erosi di tempat air masuk dan pada bagian pengeluaran.
Kemiringan gorong-gorong yang permanen dengan desain umur rencana untuk
periode umur rencana untuk periode ulang atau kala ulang hujan untuk perencanaan
gorong-gorong disesuaikan dengan fungsi jalan tempat gorong-gorong berlokasi.
1. Menentukan Kontur
2. Mendapatkan data Lalu lintas Harian Rata-Rata
3. Pembuataan Trase jalan
4. Menentukan korrdonat patok koordinat untuk perhitungan azimuth, jarak, dan
sudut tiap tikungan
5. Menentukan jenis tikungan (FC,SCS,SS)
6. Pembuatan Profil Memanjang
7. Pembuatan Alinemen vertical
8. Profil Melintang
9. Menghitung Galian dan Timbunan
3. 2 Diagram Alir
Diagram Alir adalah penguraian dari Metologi yang digunakan dalam pembuatan
jalan antar kota adalah menggunakan flowchart diagram alir sebagai berikut :
Mulai
Tidak
Perhitungan
Jumlah kendaraan
azimuth,jarak
pada umur rencana
dan sudut
tikungan
Kriteria desain
Penentuan
jenis tikungan
Lengkung horizontal
Lengkung vertikal
Cross section
Selesai
3. 3 Ketentuan Teknik
3.3. 1 Peraturan yang Digunakan
9665500,000
9665000,000
9664500,000
9664000,000
9663500,000
9663000,000
9662500,000
9662000,000
9661500,000
9661000,000
9660500,000
335000,000 335500,000 336000,000 336500,000 337000,000
= √269,8652 + 469,5762
= 541,60 m
jarak
No. titik Stationing X Y (m)
1 A 0+000 335153,903 9660978,775 541,60
2 P1 0+541.60 335423,768 9661448,351 539,30
3 P2 1+080.90 335911,668 9661678,129 863,84
4 P3 1+944.74 336374,902 9662407,267 874,22
5 P4 2+818.97 336338,861 9663280,747 1143,62
6 P5 3+962.59 336608,436 9664392,145 436,34
7 P6 4+398.93 336481,894 9664809,734 278,48
8 P7 4+677.415 336554,637 9665078,549 338,76
9 B 5+016.171 336392,733 9665376,110 0,00
TOTAL JARAK = 5016
∆𝑋
αA-P1 = 𝐴𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 (∆𝑌 )
𝑋𝑃2−𝑋𝑃1
= 𝐴𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 ( 𝑌𝑃2−𝑌𝑃1 )
487,9
= 𝐴𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 ( )
229,779
= 180° + 64,782°
= 244,782°
=│244,782°-209,887°│
= 34,90°
titik X Y ∆X ∆Y Kwadran α ∆
P1 335423,768 9661448,351 487,900 229,778 III 180 - ALPHA 64,78176541 244,7817654 34,90
P2 335911,668 9661678,129 463,234 729,138 III 180 + ALPHA 32,42850212 212,4285021 32,35
P4 336338,861 9663280,747 269,575 1111,398 III 180 + ALPHA 13,63406374 193,6340637 16,00
P6 336481,894 9664809,734 72,743 268,815 III 180 + ALPHA 15,14194179 195,1419418 32,00
B 336392,733 9665376,110
(𝐾𝐴𝑁𝐴𝑁−𝐾𝐼𝑅𝐼)
Klasifikasi medan = × 100
𝑅𝑂𝑊
(672−672)
= × 100
20
=0
Berdasarkan tabel 3.4 didapatkan kelandain rata-rata medan jalan pada kontur di
dapatkan nilai sebeser 11,039%. Dalam penentuan jenis kelandaia terdapat tabel
dari sni jalan antar kota.
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan C >25
Dari tabel diatas maka klasifikasi medan jalan adalah perbukitan karena besar
kelandaian rata-rata 11,039% yaitu di antara 3%-25%
Maka :
𝐾 1
VJR = 𝑉𝐿𝐻𝑅 × 100 × 𝐹
6 1
VJR = 24736,027 × 100 × 0,8
Maka berdasarkan tabel dari mkji didapatkan besar emp sebagai berikut :
MHV = 2 LT =4
LB =2 MC = 0,6
Volume lalu lintas harian diambil dari data lalu lintas di lapangan, volume lalu lintas
ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan geometric jalan agar nantinya jalan
yang akan didesain dapat memenuhi kapasitas kendaraan yang lewat. Dengan
adanya data volume lalu lintas yang nantinya akan di cocokan dengan standar SNI
dan MKJI 1997 diharapkan jalan yang didesain dapat melayani penggunaan jalan
secara maksimal.
Jumlah
Klasifikasi Kendaraan
Jenis Kendaraan Kendaraan Kend/hari EMP SMP/Hari
Sepeda
Motor,Skuter,
Sepeda Kumbang &
Roda 3 MC 10137 0,6 6082,2
Sedan, Jeep, &
Station wagon LV 2079 1 2079
Opelet, Pick Up
Opelet, Combi &
MiniBus MHV 750 2 1500
Micro Truck &
Mobil Hantaran MHV 249 2 498
Bus Kecil MHV 9 2 18
Jumlah
Klasifikasi Kendaraan
Jenis Kendaraan Kendaraan Kend/hari EMP SMP/Hari
Bus Besar LB 34 2 68
Truck Ringan 2
Sumbu LT 15 4 60
Truck Sedang 2
Sumbu LT 170 4 680
Truck 3 Sumbu LT 55 4 220
Truck Gandengan LT 14 4 56
Truck Semitrailer LT 7 4 28
Kendaran Tak
Bermotor UM 1 0 0
Jumlah 13520 11289,2
Dari perhitungan data di atas didapatkan besar VLHR sebrsar 11289,2 smp/hari.
Jalan yang akan didesain memilik umur rencana selama 20 tahun dan factor
pertumbuhan pulau jawa sebesar 4%. Maka dari itu perlu diperhitungan besar
VLHRT berdasarkan umur rencana dan factor pertumbuhan. Berikut perhitungan
VLHRT :
= 11289,2 × (1 + 4%)^20
= 24736,02739 Smp/Hari
VJR atau disebut Volume Jam Rencana adalah prakiraan volume lalu lintas per jam
pada saat jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dengan satuan smp/jam.
Diketahui
e. k = 6%
f. f = 0,8%
Menghitung VJR
𝐾 1
VJR = 𝑉𝐿𝐻𝑅 × 100 × 𝐹
6 1
VJR = 24736,027 × 100 × 0,8
Penentuan lebar dan bahu jalan adalah untuk menentukan besar row, yang mana
row ini akan di gunakan untuk mentukan medan jalan. Untuk menentukan lebar
jalur dan bahu jalan dapat di tentukan dengan melihat tabel di bawah ini dengan
acuan VLHR.
Arteri Kolektor
VLHR Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
(SMP/Hari Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
) jalur Bahu jalur Bahu jalur Bahu jalur Bahu jalur Bahu jalur Bahu
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
< 3.000 6 1,5 4,5 1 6 2 4,5 1 6 1 5 1
3.000-
7 2 6 1,5 7 2 6 2 7 1,5 6 1
10.000
10.000-
7 2 7 2 7 2 **) **) - - - -
25.000
2n x
2n x 2x7,0
>25.000 2,5 2 3,5 2 **) **) - - - -
3,5 *) *)
*)
Keterangan :
- = tidak di tentukan
Didapatkan
Menghitung ROW
ROW = (1 x 2) + 2 + 7 + 2 + (3,5 x 2)
= 20 meter
Dari hasil perhitungan maka didapatkan total lebar jalan sebesar 20 meter, oleh
karena itu tipe jalan yang di gunakan adalah 2/2UD (2lajur-2arah)
Diketahui :
Menghitung kapasitas
= 3000 x 1 x 1 x 1,02
= 3060 smp/jam
2164,402
= 3060
Kecepatan rencana dipilih berdasarakn medan jalan dan fungsi jalan, kecepatan
rencana sudah di tentukan berdasarakan tabel berikut :
Dari tabel diatas kecepatan rencana yang digunakan adalah 60-80 km/jam, dalam
penrencanaan ini diambil 60 km/jam
Diketahui :
a. VR = 60 km/jam
b. T = di tentukan 2,5 detik
c. g = 9,81 m/detik³
d. f = 0,35 – 0,55 diambil 0,42
Menghitung Jh
𝑉𝑅 𝑉𝑅
Jh = 3,6 × 𝑇 + ( 3,6 )2
2𝑔𝑓
60 60
= 3,6 × 2,5 + ( 3,6 )2
2×9,81×0,42
= 75 meter
Jarak pandang henti juttga dapat ditentukan berdasarkan tabel ataupun hasil
perhitungan yaitu 75 m
Menghitung Jd
Jd = d1 +d2 +d3 + d4
a. Menghitung d1
𝑎 𝑡1
d1 = 0,278 × 𝑡1 × (𝑉𝑅 − 𝑚 + )
2
2,268 17,72
= 0,278 × 3,68 × (60 − 15 + )
2
= 320,66 meter
b. Menghitung d2
d2 = 0,278 × 𝑉𝑅 × 𝑡2
= 0,278 × 60 × 9,44
= 157,459 meter
c. Menghitung d3
d3 = antara 30-100
= diambil 50 meter
d. Menghitung d4
2
d4 = 3 × 𝑑2
2
= 3 × 157,937
= 104,937 meter
Jd = d1+d2+d3+d4
= 633,098 m
Jarak pandang henti juga dapat ditentukan berdasarkan tabel yaitu 350 m.
Berdasarkan tabel di atas diaman fungsi jalan adalah arteri dan medan kontur jalan
perbukitan makan Panjang lurus maksimum adalaj 2500 m atau 2,5 km
<40 1 20-30
Dari tabel diatas didapatkan Panjang lengkung vertical minimum adalah 40-80
meter.
Diketahui
a. VR = 60 km/jam
b. emask = di tetapkan 10%
c. f = 0,14-0,24
Menghitung Rmin
𝑉𝑅 2
Rmin = 1,27(𝑒𝑚𝑎𝑠𝑘+𝑓)
602
= 1,27(10%+0,14)
= 118,10
VR 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/Jam )
Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15
(Sumber : SNI Perencanan Geometrik Jalan Antarkota 1997)
Rmin juga dapat di tentukan menggunakan tabel diatas berdasarkan besar kecepatan
rencana, dari tabel tersebut di dapatkan Rmin yang di bulatkan sebesar 110 meter.
Maka besar Ls
𝑉𝑅
Ls = 3,6 × 𝑇
60
= 3,6 × 3
= 50 m
Rmin = 110
C = 1,5
emaks = 10%
Maka besar Ls
𝑉𝑅 3 𝑉𝑅×𝑒
Ls = 0,022 × 𝑅×𝐶 − 2,727 × 𝐶
603 60×0,1
= 0,022 × 110×1,5 − 2,727 × 1,5
= 17,89 m
Maka Besar Ls
(𝑒𝑚 −𝑒𝑛 )×𝑉𝑅
Ls = 3,6 ×𝑟𝑒
10%−2%)×60
= 3,6 ×0,035
= 38,0952381
Maka dari ketiga Perhitungan Ls gunakan Nilai Ls yang terbesar jika tikungan
harus mempunyai Lengkung Peralihan
Panjang landai kritis bisa didapatkan berdasarkan tabel di bawah ini yang mengacu
pada SNI Jalan Antar Kota 1997.
Berdasarkan kecepatan pada awal tanjakan dan persen kelandaian dapat diambil
Panjang landai kriris untuk kecepatan awal 60 km/jam:
4% = 320 m 7% = 120 m
5% = 210 m 8% = 110 m
6% = 160 m
Dari tabel berdasarkan SNI Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota tahun 1997
didapatkan factor kenyamanan berdasarkan besar kecepatan rencana yang telah
direncanakan yaitu sebesar 60 km/jam maka didapatkan factor penampilan
kenyamanan atau bisa disungkat Y adalah sebesar 3.
Kriteria desain adalah rangkuman dalam bentuk tabel. Kriteria yang digunakan
dalam mendesain bentuk jalan seperti alinemen horizontal dan alinemen vertical.
Dalam menentukan kriteria desain ini digunakan peraturan SNI Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota 1997. Tujuan dari menentuka kriteria desain sendiri
adalah agar jalan yang dibuat dapat memberikan layanan yang terbaik hingga
mencapai umur rencana dengan geometric jalan yang nyaman untuk digunakan.
Tikungan
Spiral-Circle-Spiral
Tidak
Ya Tikungan
LC < 25
m Spiral--Spiral
Tidak
Spiral-
Circle- Ya Tikungan
PSpiral
< 0,25
Full Circle
Tidak Spiral-
Circle-
Ya
Spiral
e < 0,04 Tikungan
Spiral-Circle-Spiral
3.3. 22 Tikungan
1. Tikungan Pertama di rencanakan Full Circel (FC) dengan Ls
Diketahui :
∆1 = 34,90° Ls = 38 m
VR = 60 km/jam enormal = 2%
R = 300 m emaks = 10%
Rmin = 110 m e = 6,3%
Ls desain = 50 m
Perhitungan tikungan FC
∆
Lc = 360 × 2𝜋 × 𝑅
34,90
= × 2𝜋 × 300
360°
= 182,712 m
TC = 𝑅 × 𝑇𝑎𝑛(1⁄2 ∆)
= 14,468 m
Pembuktian tikungan adalah Full Circel Jika Menggunakan
𝐿𝑠 180
θs = 2𝑅 × 𝜋
38 180
= 2 𝑥 300 × 𝜋
= 3,629°
∆c = ∆ − 2𝜃𝑠
= 34,90° − 2 × 3,69
= 27,638°
∆𝑐
Lc = 360 × 2𝜋𝑅
27,638
= × 2𝜋. 300
360
= 144,712 m
𝐿𝑠3
Xc = Ls - 40𝑅2
383
= 38 - 40×3002
= 37,985m
𝐿𝑠2
Yc = 6𝑅
382
= 6×300
= 0,802 m
P = Yc – R (1-cos 𝜃𝑠)
θs ∆c
e Ls SPIRAL ∆ CIRCEL Lc Yc Xc k P Ts Es L Total
0 0 0,000 34,90 34,895 4263,282 0,000 0,000 0 0 2200,071 337,596 4263,282
0 0 0,000 34,90 34,895 3045,202 0,000 0,000 0 0 1571,48 241,14 3045,202
0 0 0,000 34,90 34,895 1827,121 0,000 0,000 0 0 942,8878 144,684 1827,121
0 0 0,000 34,90 34,895 1522,601 0,000 0,000 0 0 785,7398 120,57 1522,601
0 0 0,000 34,90 34,895 1218,081 0,000 0,000 0 0 628,5919 96,45599 1218,081
0 0 0,000 34,90 34,895 913,5605 0,000 0,000 0 0 471,4439 72,34199 913,5605
0 12 0,246 34,90 34,404 840,6565 0,017 12,000 5,999996 0,004286 446,0156 67,52368 864,6565
0 12 0,264 34,90 34,367 779,7525 0,018 12,000 5,999996 0,004615 414,5861 62,70123 803,7525
0 12 0,286 34,90 34,322 718,8484 0,020 12,000 5,999995 0,005 383,1567 57,87883 742,8484
2,2 13 0,372 34,90 34,151 596,0404 0,028 13,000 6,499991 0,007042 320,7981 48,23538 622,0404
2,5 15 0,477 34,90 33,941 533,1363 0,042 15,000 7,499983 0,010417 290,3696 43,41611 563,1363
2,7 16 0,573 34,90 33,750 471,2323 0,053 16,000 7,999973 0,013334 259,4409 38,59637 503,2323
3,1 19 0,778 34,90 33,340 407,3282 0,086 19,000 9,499942 0,021489 229,5138 33,78212 445,3282
3,6 21 1,003 34,90 32,890 344,4242 0,123 20,999 10,49989 0,030627 199,0871 28,9689 386,4242
4,2 25 1,432 34,90 32,031 279,5202 0,208 24,998 12,49974 0,052091 169,6641 24,1686 329,5202
5 30 2,149 34,90 30,598 213,6161 0,375 29,996 14,9993 0,093783 140,7471 19,3895 273,6161
6,3 38 3,629 34,90 27,638 144,7121 0,802 37,985 18,99746 0,200757 113,3493 14,67884 220,7121
7,1 43 4,927 34,90 25,041 109,2601 1,233 42,968 21,49469 0,308736 100,1657 12,38062 195,2601
8,2 49 7,019 34,90 20,858 72,80807 2,001 48,926 24,4877 0,502084 87,50469 10,1719 170,8081
8,8 53 8,676 34,90 17,543 53,58206 2,675 52,878 26,47963 0,672641 81,69282 9,14498 159,5821
9,4 56 10,695 34,90 13,505 35,35605 3,484 55,805 27,9672 0,878691 75,38775 8,155267 147,3561
θs ∆c
e Ls SPIRAL ∆ CIRCEL Lc Yc Xc k P Ts Es L Total
9,6 58 11,868 34,90 11,159 27,26565 4,005 57,751 28,95808 1,011915 73,27755 7,812637 143,2656
9,8 59 13,002 34,90 8,892 20,17525 4,463 58,696 29,44871 1,130044 70,66235 7,454183 138,1752
10 60 14,324 34,90 6,248 13,08484 5,000 59,625 29,93652 1,269491 68,05103 7,118075 133,0848
10 60 15,626 34,90 3,643 6,994439 5,455 59,554 29,92424 1,38893 64,93333 6,760995 126,9944
Perhitungan FC
Tikungan R e Ls ∆ Ls desain LC TC Ec
P1 300 6,3 38 35 50 182,71 94,29 14,47
P2 900 2,5 15 32 50 508,20 261,08 37,10
P3 300 6,3 38 35 50 182,17 93,99 14,38
P5 800 2,7 16 30 50 425,75 218,05 29,18
= 5,730°
∆c = ∆ − 2𝜃𝑠
= 16° − 2 × 3,69
= 4,538°
∆𝑐
Lc = 360 × 2𝜋𝑅
4,538
= × 2𝜋. 250
360
= 19,799 m
𝐿𝑠3
Xc = Ls - 40𝑅2
503
= 50 - 40×2502
= 49,950 m
𝐿𝑠2
Yc =
6𝑅
502
= 6×250
= 1,667 m
P = Yc – R (1-cos 𝜃𝑠)
θs ∆c
R e Ls SPIRAL ∆ CIRCEL Lc Yc Xc k P Ts Es L Total
7000 0 0 0,000 16,00 15,997 1954,381 0,000 0,000 0,000 0,000 983,588 68,766 1954,381
5000 0 0 0,000 16,00 15,997 1395,987 0,000 0,000 0,000 0,000 702,563 49,118 1395,987
3000 0 0 0,000 16,00 15,997 837,592 0,000 0,000 0,000 0,000 421,538 29,471 837,592
2500 0 0 0,000 16,00 15,997 697,993 0,000 0,000 0,000 0,000 351,281 24,559 697,993
2000 0 0 0,000 16,00 15,997 558,395 0,000 0,000 0,000 0,000 281,025 19,647 558,395
1500 0 0 0,000 16,00 15,997 418,796 0,000 0,000 0,000 0,000 210,769 14,735 418,796
1400 0 12 0,246 16,00 15,506 378,876 0,017 12,000 6,000 0,004 202,718 13,757 402,876
1300 0 12 0,264 16,00 15,468 350,956 0,018 12,000 6,000 0,005 188,667 12,775 374,956
1200 0 12 0,286 16,00 15,424 323,037 0,020 12,000 6,000 0,005 174,616 11,793 347,037
1000 2,2 13 0,372 16,00 15,252 266,197 0,028 13,000 6,500 0,007 147,014 9,831 292,197
900 2,5 15 0,477 16,00 15,042 236,278 0,042 15,000 7,500 0,010 133,963 8,852 266,278
800 2,7 16 0,573 16,00 14,851 207,358 0,053 16,000 8,000 0,013 120,412 7,872 239,358
700 3,1 19 0,778 16,00 14,442 176,438 0,086 19,000 9,500 0,021 107,862 6,898 214,438
600 3,6 21 1,003 16,00 13,991 146,518 0,123 20,999 10,500 0,031 94,812 5,925 188,518
500 4,2 25 1,432 16,00 13,132 114,599 0,208 24,998 12,500 0,052 82,763 4,964 164,599
400 5 30 2,149 16,00 11,700 81,679 0,375 29,996 14,999 0,094 71,218 4,024 141,679
300 6,3 38 3,629 16,00 8,739 45,759 0,802 37,985 18,997 0,201 61,179 3,150 121,759
250 7,1 43 4,927 16,00 6,142 26,799 1,233 42,968 21,495 0,309 56,666 2,768 112,799
200 8,2 49 7,019 16,00 1,959 6,839 2,001 48,926 24,488 0,502 52,661 2,472 104,839
175 8,8 53 8,676 16,00 -1,356 -4,140 2,675 52,878 26,480 0,673 51,164 2,398 101,860
150 9,4 56 10,695 16,00 -5,394 -14,120 3,484 55,805 27,967 0,879 49,168 2,361 97,880
140 9,6 58 11,868 16,00 -7,740 -18,912 4,005 57,751 28,958 1,012 48,772 2,397 97,088
130 9,8 59 13,002 16,00 -10,007 -22,704 4,463 58,696 29,449 1,130 47,874 2,418 95,296
120 10 60 14,324 16,00 -12,651 -26,496 5,000 59,625 29,937 1,269 46,976 2,461 93,504
110 10 60 15,626 16,00 -15,255 -29,288 5,455 59,554 29,924 1,389 45,576 2,483 90,712
Perhitungan S-C-S
Tikungan R e Ls θs ∆ ∆c Lc Yc Xc k P Ts Es L Total
P4 250 7,1 50 5,730 16,00 4,538 19,799 1,667 49,950 24,992 0,418 60,178 2,878 119,799
P6 175 8,8 53 8,676 32,00 14,648 44,73943 2,675 52,878 26,47963 0,672641 76,85349 7,752298 150,74
P7 120 10 60 14,324 43,69 15,045 31,5098 5,000 59,625 29,93652 1,269491 78,55471 10,65228 151,51
3.3. 24 Stationing
Stationing adalah pemberian tanda sepanjang alinemen jalan yang mana tanda
tersebut diberikan setiap penambahan jarak per 50 meter. Lalu ada pula stationing
yang perlu di beri pada setiap tikugan. Sebelum pemberian stationing pada tikungan
diharuskan bentuk alinemen horizontal sudah di tentukan dan perhitungan tikungan
sudah selesai. Berikut perhitungan stationing tikungan FC dan SCS :
Sta PC = Sta P1 - TC
= 541,60-94,29
= 447,31
= 0+447.31
Sta PT = Sta PC + LC
= 447,31 + 182,71
= 630,02
= 0+630,02
2. Perhitungan Stationing Tikungan Spira-Circel-Spiral
Sta P4 = 2818,97
Sta TS = Sta P4 - TS
= 2818,97 – 60,178
= 2758,79
= 2+758.79
Sta SC = Sta TS + LS
= 2758,79 +50
= 2808,79
= 2+808.79
Sta CS = Sta SC + LC
= 2808,79 + 19,80
= 2828,59
= 2+828.59
Sta ST = Sta CS + LS
= 2828,59 + 50
= 2878,59
= 2+878,59
Maka :
A untuk Perhitungan
A = │g2 – g1│
= │ 0,87% - 1,99 % │
= 1,12%
A = g2 – g1
= 0,87% - 1,99 %
= 16 𝑚
b. Lengkung Vertikal jika S>LV
405
LV = 2𝑆 −
𝐴
405
= 2 × 75 − 1,12
= −211,6 m
c. Lengkung Vertikal Kenyamanan
LV =𝐴×𝑌
= 1,12 × 3
= 3,36 m
d. Lengkung Vertikal Minimum
𝑆2
LV = 405
742
= 405
= 13,889 𝑚
Dari perhitungan LV di atas gunakan Lengkung vertical cembung
Terbesar yaitu sepanjang 16 m
𝐴
EV = × LV
800
1,12
= × 16
800
= 0,02 m
Maka :
A untuk Perhitungan
A = │g2 – g1│
= │ 7,52% - 0,87 % │
= 6,65%
A = g2 – g1
= 7,52% - 0,87 %
= 92 𝑚
b. Lengkung Vertikal jika S>LV
405
LV = 2𝑆 − 𝐴
405
= 2 × 75 − 6,65
= 89,1 m
c. Lengkung Vertikal Kenyamanan
LV =𝐴×𝑌
= 6,65 × 3
= 19,95 m
d. Lengkung Vertikal Minimum
𝑆2
LV = 405
742
= 405
= 13,889 𝑚
Dari perhitungan LV di atas gunakan Lengkung vertical ckung Terbesar
yaitu sepanjang 16 m
𝐴
EV = × LV
800
6,65
= × 92
800
= 0,77 m
A Jh Lengkung Vertikal
G1 G2 Jenis
No A A atau S< LV LV EV
% % S > LV Lv LV Tikungan
hitung Jenis S LV kenyamana minimum
1 1,99 0,87 1,12 -1,12 75 16 -211,6 3,36 13,889 16 16 0,02 Cembung
2 0,87 7,52 6,65 6,65 75 92 89,1 19,95 13,889 92 92 0,77 Cekung
3 7,52 1,57 5,95 -5,95 75 83 81,9 17,85 13,889 83 83 0,61 Cembung
4 1,57 0,00 1,57 -1,57 75 22 -108,0 4,71 13,889 22 22 0,04 Cembung
5 0,00 2,70 2,70 2,70 75 38 0,0 8,1 13,889 38 38 0,13 Cekung
6 2,70 5,95 3,25 3,25 75 45 25,4 9,75 13,889 45 45 0,18 Cekung
7 5,95 3,93 2,02 -2,02 75 28 -50,5 6,06 13,889 28 28 0,07 Cembung
8 3,93 3,11 0,82 -0,82 75 11 -343,9 2,46 13,889 14 14 0,01 Cembung
9 3,11 7,14 4,03 4,03 75 56 49,5 12,09 13,889 56 56 0,28 Cekung
10 7,14 3,06 4,08 -4,08 75 57 50,7 12,24 13,889 57 57 0,29 Cembung
11 3,06 7,16 4,10 4,10 75 57 51,2 12,3 13,889 57 57 0,29 Cekung
12 7,16 3,57 3,59 -3,59 75 50 37,2 10,77 13,889 50 50 0,22 Cembung
= (383,34) – (½ x 16)
= 375,34 m
= 0+375.34
Sta PTV 1 = Sta PVI 1+ (½ x LV)
= 383,34 + (½ x 16)
= 391,34 m
= 0+391.34
Jenis
Sta Ke 1 LV Stationing
Tikungan
Diketahui
X (R) = 175 Y =?
Maka :
𝑋−𝑋1
Y = 𝑌1 + 𝑋2−𝑋1 (𝑌2 − 𝑌1)
175−200
= 0,7 + 150−200 (0,8 − 0,7)
= 0,75