Anda di halaman 1dari 10

JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.

2, Oktober 2017

PENGARUH PENAMBAHAN UREA PADA GLIFOSAT UNTUK MENINGKATKAN


EFEKTIVITAS DALAM PENGENDALIAN GULMA

Andreas Bhara Wolo1, Abdul Mu’in2, Heryy Wirianata2


1
Mahasiswa Fakultas Pertanian INSTIPER
2
Dosen Fakultas Pertanian INSTIPER

ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk Memperoleh dosis aplikasi yang efektif dari
kombinasi herbisida dan aktifator herbisida (urea) dalam pengendalian gulma di piringan, pasar
pikul dan TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) di perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini Penelitian
dilakukan di Perkebunan Sinramas Sungai Air Jernih Estate, PT. Bahana Karya Semesta, Divisi
4,Blok (D04, D03 dan D01) dengan bahan tanam yang digunakan adalah Dami Mas Perkebuan ini
berada di Desa Pauh, Kecamatan Pauh, Kebupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Penelitian ini
dilaksakan selama 2 bulan dari tanggal 20 Februari 2017 sampai tanggal 17 April 2017 bersamaan
dengan kegiatan magang kampus. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan
faktorial yang terdiri dari dua factor yaitu herbisida Glifosat yang terdiri dari 4 aras dan pupuk
Urea yang terdiri dari 4 aras, sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuaan. Kombinasi perlakuaan
disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan setiap perlakuan diulang 3 kali.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tidak terjadi interaksi nyata antara Isopropilamina glifosat dan
urea terhadap tingkat keracunan gulma. Setiap perlakuan dosis Isopropilamina glifosat tunggal dan
setiap perlakuan dosis Isopropilamina glifosat + urea menunjukan tingkat keracunan gulma yang
sama pada 8 minggu setelah apliaksi. Perlakuan Isopropilamina glifosat 0,3 l/ha efektif untuk
mengendalikan gulma di piringan dan pasar pikul pada perkebunan kelapa sawit, sedangkan
aplikasi Isopropilamina glifosat 0,25 l/ha belum efektif untuk pengendalian gulma pada 8 minggu
setelah aplikasi dan penamabahan dosis urea 0,5 kg/ha mampu mempercepat kematian gulma hanya
pada 2 minggu setelah aplikasi.

Kata kunci: Herbisida, Glifosat, Urea, Gulma

PENDAHULUAN perkembangan industri kelapa sawit sangat


Komoditi perkebunan memiliki peran pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah
yang nyata dalam memajukan perekonomian produksi kelapa sawit. Seiring meningkatnya
dan pertanian di Indonesia. Kelapa Sawit ( kebutuhan masyarakat, dan meningkatnya
Elaeis guineensis Jacq.) merupakan produksi kelapa sawit tidak lepas dari kultur
primadona ekspor non migas, oleh karena itu teknis yang dilakukan dalam suatu
komoditi ini selalu menjadi pilihan banyak perkebunan salah satunya adalah
pengusaha untuk menanamkan modalnya pengendalian gulma yang dilakukan baik
(Mangunsoekarjo dan Tojib, 2003). secara manual, hayati atau kimia.
Indonesia saat ini merupakan negara Gulma merupakan salah satu masalah
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di utama dalam budidaya tanaman perkebunan.
dunia. Luas Areal Perkebunan Kelapa sawit di Secara umum penurunan hasil tanaman
Indonesia pada tahun 2012 mencapai 9,27 juta budidaya akibat kehadiran gulma dapat
ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) mencapai 20 – 80% bila gulma tidak
sebesar 23,63 juta ton (Anonim, 2013). dikendaliakan, kerenanya upaya pengendalian
Industri kelapa sawit merupakan salah satu gulma perlu dilakukan. Dengan demikian
industri strategis yang bergerak pada sektor secara tidak langsung turut berpengaruh pada
pertanian (agro based industry) yang banyak pertumbuhan dan produksi buah kelapa sawit.
berkembang di negara tropis seperti Masalah gulma merupakan kendala di dalam
Indonesia, Malaysia dan Thailand. Prospek budidaya tanaman, karena adanya pengaruh
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

persaingan atau kompetisi antara lain D03 dan D01) dengan bahan tanam yang
mengurangi ketersediaan unsur hara, digunakan adalah Dami Mas Perkebuan ini
menimbulkan efek alelopati, menurunkan berada di Desa Pauh, Kecamatan Pauh,
potensi produksi, menyulitkan pemanen, Kebupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
menyulitkan pengawasan dan mengganggu Penelitian ini dilaksakan selama 2 bulan dari
kelancaran drainase. Tidak disangsikan lagi tanggal 20 Februari 2017 sampai tanggal 17
bahwa kehadiran gulma di lahan perkebunan April 2017.
dapat menimbulkan kerugian baik secara Bahan dan Alat Penelitian
langsung maupun tidak langsung (Pahan, 1. Bahan
2012) Herbisida Isopropilamina Glifosat dan
Menurut Mangoensoekarjo (2007), pupuk Urea
permasalahan mengenai gulma dapat diatasi 2. Alat
dengaan penggunaan herbisida, herbisida Kap SA dengan kapasitas 15 liter serta
yang digunakn memiliki dua sifat yaitu perlengkapan standar semprot, nozzel
kontak dan sistemik, herbisida kontak adalah cone, kerangka frame ( 1 m x 1 m),
herbisida yang langsung mematikan bagian gelas ukur, ember plastik, jerigen,
tumbuhan yang terkena sedangkan herbisida stopwatch, meteran dan lain-lain.
sistemik adalah herbisida yang hanya dapat Metode Penelitian
mematikan tumbuhan apabila sudah masuk Penelitian ini dilakukan dengan
dalam tubuh tumbuhan. Penggunaan hebrisida menggunakan rancangan faktorial yang
memiliki hambatan, lebih khususnya pada terdiri dari dua factor yaitu herbisida Glifosat
herbisida sistemik. Hambatan ini dikarenakan yang terdiri dari 4 aras dan pupuk Urea yang
hebrisida sistematik yang diberikan pada terdiri dari 4 aras, sehingga diperoleh 16
tumbuhan, harus masuk sampai kedalam kombinasi perlakuaan. Kombinasi perlakuaan
tubuh tumbuhan. Herbisida sistemik umumya disusun dalam Rancangan Acak Kelompok
disemprotkan melalui daun. Herbisida Lengkap dengan setiap perlakuan diulang 3
sistematik memiliki hambatan untuk kali. Faktor I adalah dosis Glifosat, yang
mematikan gulma karena beberapa faktor terdiri dari dari 4 aras yaitu 0,25 l/ha (G1),
antara lain anatomi dan morfologi gulma yang 0,20 l/ha (G2), 0,30 l/ha (G3) dan 0,35 l/ha
berbeda-beda antara gulma yang satu dengan (G4). Factor II adalah dosis pupuk Urea, yang
yang lainnya, bentuk sifat herbisida serta terdiri dari 4 aras yaitu tanpa pupuk (P0), 400
lingkungan yang mempengaruhi tumbuhan g/ha (P1), 500 g/ha (P2) dan 600 g/ha (P3).
gulma tersebut. Pelaksanaan Penelitian
Permasalahan di atas dapat dibantu 1. Tahap awal dari pelaksanaan percobaan
dengan penambahan urea sebagai campuran adalah menentukan blok dengan tahun
herbisida untuk menambah efektifitas kerja tanam yang sama. Areal penelitian
herbisida. Berdasarkan observasi pada saat terletak di perkebunan kelapa sawit
dilakukan pemupukan urea di piringan, urea dengan kerapatan gulma pada piringan
mampu mematikan gulma dipiringan karena dan pasar pikul yang koefisien
pemberian urea dengan kosentrasi tinggi komunitasnya menunjukan vegetasi
secara kontak langsung menyebabkan gulma yang seragam.
plasmolisis pada tumbuhan dengan gejala 2. Menentukan 3 blok sebagai ulangan (1
layu sampai terbakar pada tumbuhan ( pasar pikul untuk setiap perlakuan).
Dwidjosaputro, 1973). Pada masing-masing blok tersebut
diacak 16 perlakuan.
METODE PENELITIAN 3. Melakukan penandaan pada batas area
Waktu dan Tempat Penelitian semprot (dengan ukuran plot 1x10
Penelitian dilakukan di Perkebunan meter).
Sinramas Sungai Air Jernih Estate, PT. 4. Agar dosis herbisida yang diaplikasi
Bahana Karya Semesta, Divisi 4,Blok (D04, sesuai dengan yang dikehendaki, maka
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

dilakukan kalibrasi alat semprot semua jenis gulma yang ada di


terlebih dahulu. Disiapkan alat semprot dalam petak contoh.
kap SA. c. Berdasarkan angka kerapatan dan
V= (F x 10.000)/(v x a) frekuensi, dapat dihitung :
Keterangan :  Kerapatan mutlak (KM) =
V = Volume semprot /ha efektif (liter) Jumlah individu gulma dari
F = Flowrate ( cc/meit) : jumlah air seluruh sampel.
yang keluar dalam waktu 1  Frekuensi mutlak (FM) = Jumlah
menit petak contoh yang berisi
v = kecepatan jalan (m/menit) gulma itu.
a = lebar semprotan (m)  Kerapatan Nisbi (KN) =
5. Menyiapkan larutan herbisida. KM Jenis gulma itu
x 100%
Membuat larutan induk glifosat dengan KM Semua jenis
konsentrasi sesuai dengan dosis  Frekuensi Nisbi (FN)
FM Jenis gulma itu
masing-masing perlakuan. Dibuat = x 100%
FM semua jenis
larutan urea dengan mencampurkan KN+FN
masing-masing aras dengan 1 liter air  SDR = 3
untuk melarutkan urea. Larutan urea  Koefisiensi komunitas gulma
kemudian dicampurkan kedalam 2xW
C= 𝑥 100%
larutan induk glifosat sesuai dengan a+b
masing-masing kombinasi perlakuan. Keterangan :
6. Melakukan aplikasi penyemprotan C = Koefisiensi Komunitas
sesuai perlakuan pada masing-masing Gulma
petak pengamatan. W= Jumlah SDR yang kecil dari
7. Melakukan pengamatan berdasarkan setiap pasang jenis gulma dari
tingkat keracunan gulma. perlakuan yang dibandingkan
Pengamatan a = Jumlah SDR semua jenis
1. Sebelum aplikasi gulma pada perlakuan A
Sebelum aplikasi herbisida b = Jumlah SDR semua jenis
dilakukan analisis vegetasi pada blok gulma pada perlakuan B
percobaan, tujuan untuk mengetahui Bila C > 75% → seragam
komposisi jenis gulma yang ada. Bila C < 75% → tidak seragam
a. Analisis vegetasi gulma dilakukan 2. Setelah aplikasi
pada setiap perlakukan yang ada di Pengama tan yang dilakukan
dalam blok pada penelitian ini adalah pengamatan
b. Letakkan kerangka frame ukuran 1 visual warna daun dan ciri keseluruhan
m x 1 m pada lahan yang mau tumbuhan. Adapun parameter yang
diamati vegetasinya, dan dicatat digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis dan jumlah gulma yang ada di pemberian nilai pada setiap kriteria
dalam kerangka. Hitung jumlah keracunan gulma pada 2, 4, 6 dan 8
minggu setelah aplikasi (MSA).
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Tabel 1. Scoring visual keracunan gulma


Nilai
Kriteria Keracunan Gulma
Scoring
1 Daun masih segar
2 Daun mulai Layu atau berubah warna tidak normal
3 Daun mulai menguning atau hitam pada tepi daun.
4 Daun mulai hitam terbakar atau kuning kecoklatan
5 Daun mulai kering
6 Daun kering 0-25%
7 Daun kering 25-50%
8 Daun kering 50-80%
9 Daun rontok > 80 % atau daun kering > 90%

HASIL DAN ANALISIS HASIL


Sebelum aplikasi
Hasil perhitungan SDR setiap petak percobaan sebelum aplikasi ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Sum Dominant Ratio (SDR) petak sampel.
Ulangan
No Jenis Gulma Rerata
B1 B2 B3
1 Digitaria adcendens 26.1 28.6 31.6 28.7
2 Paspalum conjugatum 27.1 28.9 26.7 27.5
3 Panicum brevifolium 30.5 26.1 27.6 28.1
4 Asistasia intrusa 16.4 16.4 14.2 15.7
Jumlah 100 100 100 100

Pada petak percobaan sebelum Selanjutnya untuk mengetahui tingkat


aplikasi herbisida dilakukan ada empat jenis keseragaman gulma di masing-masing petak
gulma yang diamati yaitu Digitaria percobaan maka dilanjutkan dengan Uji
adscendens, Panicum brevifolium, Paspalum Koefisien Komunitas (C). Hasil perhitungan
conjuga tum dan Asistasia intrusa. Dari tabel koefisien komunitas antar blok percobaan
2 dapat dilihat bahwa jenis gulma yang paling ditampilkan pada Tabel 3.
dominan adalah Digitaria adccendens dengan
rerata SDR sebesar 28,7.

Tabel 3. Koefisien komunitas gulma antar blok penelitian.


No Komunitas Gulma yang dibandingkan Nilai C antar Blok
1 B1 >< B2 98.1
2 B1 >< B3 94.9
3 B2 >< B3 87.8

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai Setelah Aplikasi


koefisien dari semua komunitas gulma yang Tingkat Keracunan Gulma 2 minggu
dibandingkan adalah > 75 %, hal ini setelah aplikasi.
menunjukan bahwa vegetasi gulma antarpetak Hasil sidik ragam (Lampiran 1) tingkat
percobaan seragam. keracunan gulma pada 2 minggu setelah
aplikasi menunjukan tidak terjadi interaksi
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

antara pengaruh penambahan urea pada masing memberikan pengaruh nyata terhadap
glifosat terhadap tingkat keracunan gulma, tingkat keracunan gulma. Hasil penelitian
sedangkan pengaruh perlakuan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.
Isopropilamina glifosat dan urea masing-

Tabel 4. Tingkat keracunan gulma 2 minggu setelah aplikasi

Dosis Urea Isopropilamina Glifosat (l/ha)


Rerata
(kg/ha) 0,25(k) 0,20 0,30 0,350
0(k) 2,0 1,7 2,3 2,0 2,0r
0,4 2,7 2,0 3,3 3,0 2,8q
0,5 3,0 2,3 2,3 3,3 2,8q
0,6 3,3 3,3 3,0 4,0 3,4p
Rerata 2,8b 2,3c 2,8b 3,1a (-)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
pada jenjang 5%.
(-) : Interaksi tidak nyata
(k) : Perlakuan kontrol.

Tabel 4 menunjukan bahwa tingkat Tingkat Keracunan Gulma 4 minggu


keracunan gulma tertinggi untuk perlakuan setelah aplikasi.
Isopropilamina glifosat terjadi pada perlakuan Hasil sidik ragam (Lampiran 2)
Isopropilamina glifosat 0,35 l/ha. Sedangkan menunjukan tidak terjadi interaksi nyata
tingkat keracunan gulma terendah untuk antara pengaruh penambahan urea pada
perlakuan Isopropilamina glifosat terjadi pada Isopropilamina glifosat terhadap tingkat
perlakuan dosis 0,2 l/ha. Pada perlakakuan keracunan gulma pada 4 minggu setelah
kontrol Isopropilamina glifosat 0,25 l/ha aplikasi, tetapi perlakuan dosis
menunjukan adanya gejala keracunan gulma Isopropilamina glifosat dan perlakuan
dengan nilai rata-rata 2,8. Pengaruh penambahan urea masing-masing
penambahan urea terhadap tingkat keracunan memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat
gulma tertinggi terjadi pada perlakuan urea keracunan gulma. Hasil penelitian dapat
0,6 kg/ha, sedangkan pengaruh terendah dilihat pada Tabel 5.
terjadi pada perlakuan urea 0,4 kg/ha

Tabel 5. Tingkat keracunan gulma 4 minggu setelah aplikasi


Dosis Urea Isopropilamina Glifosat (l/ha)
Rerata
(kg/ha) 0,25 0,20 0,30 0,350
0(k) 3,7 2,7 4,0 4,7 3,8q
0,4 4,0 3,0 5,0 6,0 4,5r
0,5 4,0 3,7 5,0 5,7 4,6r
0,6 4,7 4,3 5,7 6,0 5,2p
Rerata 4,1c 3,4d 4,9b 5,6a (-)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
selang kepercayaan 95 % dan tanda (-) menunjukan interaksi tidak nyata

Pada Tabel 5 menunjukan bahwa tingkat Isopropilamina glifosat terjadi pada perlakuan
keracunan gulma tertinggi untuk perlakuan dosis Isopropilamina glifosat 0,35 l/ha.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Sedangkan tingkat keracunan gulma terendah Hasil sidik ragam (Lampiran 3)


untuk perlakuan Isopropilamina glifosat menunjukan tidak terjadi interaksi nyata
terjadi pada perlakuan dosis 0,2 l/ha. antara pengaruh penambahan urea pada
Pengaruh penambahan urea terhadap Isopropilamina glifosat terhadap tingkat
tingkat keracunan gulma tertinggi terjadi keracunan gulma pada 6 minggu setelah
pada perlakuan urea 0,6 kg/ha, sedangkan aplikasi, tetapi perlakuan dosis
pengaruh terendah terjadi pada perlakuan urea Isopropilamina glifosat dan perlakuan
0,4 kg/ha dan perlakuan 0,5 kg/ha. penambahan urea masing-masing
Tingkat Keracunan Gulma 6 minggu memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat
setelah aplikasi. keracunan gulma. Hasil penelitian dapat
dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat keracunan gulma 6 minggu setelah aplikasi.


Dosis Urea Isopropilamina Glifosat (l/ha)
Rerata
(kg/ha) 0,25 (k) 0,20 0,30 0,350
0(k) 5,0 5,0 5,7 6,3 5,5c
0,4 5,0 5,0 6,0 8,0 6,0b
0,5 5,7 5,3 6,7 8,0 6,4a
0,6 6,3 5,7 7,0 8,0 6,8a
Rerata 5,5c 5,5c 6,3b 7,6a (-)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
selang kepercayaan 95 % dan tanda (-) menunjukan tidak ada interaksi antara kedua factor

Pada Tabel 6 menunjukan bahwa tingkat Tingkat Keracunan Gulma 8 minggu


keracunan gulma tertinggi untuk perlakuan setelah aplikasi.
Isopropilamina glifosat terjadi pada perlakuan Hasil sidik ragam (Lampiran 4)
dosis Isopropilamina glifosat 0,35 l/ha. menunjukan tidak terjadi interaksi nyata
Sedangkan tingkat keracunan gulma terendah antara pengaruh penambahan urea pada
untuk perlakuan Isopropilamina glifosat Isopropilamina glifosat terhadap tingkat
terjadi pada perlakuan dosis 0,2 l/ha dan keracunan gulma pada 8 minggu setelah
perlakuan kontrol pada dosis 0,25 l/ha. aplikasi, tetapi perlakuan dosis
Perlakuan penambahan urea pada Isopropilamina glifosat dan perlakuan
perlakuan urea 0,6 kg/ha dan perlakuan urea penambahan urea masing-masing
0,5 kg/ha memberikan pengaruh terbaik memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat
terhadap tingkat keracunan gulma, sedangkan keracunan gulma. Hasil penelitian dapat
pengaruh terendah terjadi pada perlakuan urea dilihat pada Tabel 7.
0,4 kg/ha.

Tabel 7. Tingkat keracunan gulma 8 minggu setelah aplikasi


Dosis Urea Isopropilamina Glifosat (l/ha)
Rerata
(kg/ha) 0,25 0,20 0,30 0,350
0(k) 7,0 6,0 8,3 8,7 7,5b
0,4 7,0 6,0 8,0 9,0 7,5b
0,5 8,0 6,0 8,7 9,0 7,9a
0,6 8,0 6,7 8,7 8,7 7,9a
Rerata 7,5b 6,2c 8,4a 8,8a (-)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
selang kepercayaan 95 % dan tanda (-) menunjukan tidak ada interaksi antara kedua factor.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Pada Tabel 7 menunjukan bahwa Berkembang biak dengan biji dan stek batang,
tingkat keracunan gulma tertinggi untuk bunga bulir bercabang dua. Tumbuh di tempat
perlakuan Isopropilamina glifosat terjadi pada ternaung atau agak terbuka dan tidak tahan
perlakuan dosis Isopropilamina glifosat 0,35 kering. Asistasia intrusa merupakan gulma
l/ha dan Isoropilamina glifosat 0,3 l/ha yang hidup di ketinggian 500 mdpl, tumbuh
Sedangkan tingkat keracunan gulma terendah dengan cepat memiliki batang lunak, daun
untuk perlakuan Isopropilamina glifosat berpasangan berbentuk lonjong dengan ujung
terjadi pada perlakuan dosis 0,2 l/ha. Untuk runcing dan tangkai daun bulat. Perkembang
perlakuan penambahan urea terbaik terjadi biakan gulma ini melalui biji dan tunas pada
pada perlakuan urea 0,6 kg/ha dan perlakuan ruas batang (Zaenudin 1997).
urea 0,5 kg/ha Berdasarkan hasil perhitungan nilai
koefisien komunitas gulma pada tabel 3
PEMBAHASAN semua komunitas yang dibandingkan
Analisis vegetasi gulma yang dilakukan memiliki nilai koefisien komunitas > 75%,
sebelum aplikasi herbisida terdapat 4 jenis sehingga dapat dikatakan bahwa komunitas
gulma yaitu Digitaria adscendens, Panicum gulma antar petak percobaan sebelum aplikasi
brevifolium, Paspalum conjugatum dan homogen (Tjitrosoedirjo et all, 1984).
Asistasia inntrusa. Berdasarkan hasil sidik ragam
Berdasarkan nilai SDR, gulma yang mengenai pengaruh penambahan urea pada
paling mendominasi pada petak perlakuan glifosat terhadap tingkat keracunan gulma
adalah gulma daun sempit Panicum selama 8 minggu setelah aplikasi menunjukan
brevifolium diikuti oleh Paspalum bahwa tidak interaksi nyata. Tetapi masing-
conjugatum dan Digitaria adscendens. masing perlakuan dosis Isopropilamina
Sedangkan gulma daun lebar adalah Asistasia glifosat memberikan pengaruh nyata terhadap
inntrusa. Panicum brevifolium merupakan tingkat keracunan gulma.
rumput menjalar dan memiliki banyak cabang Hasil pengamatan 2 minggu setelah
yang berakar, hanya ujungnya menanjak aplikasi pada tabel 4 menunjukan bahwa
hingga 120 cm, batangnya berbulu panjang, tingkat keracunan gulma tertinggi untuk
daun bundar telur, hingga bundar panjang, perlakuan Isopropilamina glifosat terjadi pada
dengan pangkal asimetris, ujungnya lancip, perlakuan Isopropilamina glifosat 0,35 l/ha
pinggir bagian ujung berbulu, panjang daun yang ditandai dengan adanya perubahan
hingga 10 cm, lidah daun pendek dan warna daun yang menguning pada gulma
berbunga bulir. Berkembang biak dengan biji. daun sempit dan pada gulma daun lebar
Gulma ini biasanya tumbuh di tempat agak ditandai dengan adanya perubahan warna
terlindung hingga 1000 mdpl (Zaenudin daun yang menguning serta pada tepi daun
1997). menghitam. Tingkat keracunan gulma
Digitaria adscendens merupakan terendah untuk perlakuan Isopropilamina
gulma semusim atau tahunan, kelompok glifosat terjadi pada perlakuan dosis 0,2 l/ha.
rerumputan tumbuh menjalar dan tegak pada Pada perlakakuan kontrol Isopropilamina
ujung batang. Daun berbentuk garis, ujungnya glifosat 0,25 l/ha menunjukan adanya gejala
runcing dan permukaannya berambut. Bunga keracunan gulma yang di tandai dengan
bulir menjari, anak bulir berpasangan dua- adanya perubahan pada daun yang mulai layu
dua. Berkembang biak dengan biji, anakan atau warna daun tidak normal. Penyebab
dan stek batang. Tumbuh di tempat terbuka perbedaan tingkat keracunan pada masing-
atau agak ternaungi hingga ketinggian 900 masing perlakuan tersebut mungkin
mdpl. Paspalum conjugatum merupakan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi yang
gulma tahunan kelompok rumputan, tumbuh digunakan, hal ini sesuai dengan pernyataan
menjalar atau menanjak hingga 50 cm. Daun (Moenandir (1990), yang menyatakan bahwa
berbentuk lanset, benga rbulu, pangkal dan pada umumnya semakin meningkatnya
pelepah daun berwarna lembayung.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

konsentrasi maka semakin meningkat juga rontok pada gulma Asistasia intrusa dan pada
penekanannya. gulma Digitaria adccendens, Paspalum
Berdasarkan hasil analisis pengaruh conjugatum dan Panicum brevifolium
penambahan urea terhadap tingkat keracunan mongering atau secara visual dengan
gulma tertinggi terjadi pada perlakuan urea perubahan warna daun yang coklat.
0,6 kg/ha, yang ditandai dengan adanya Sedangkan tingkat keracunan gulma terendah
perubahan warna daun yang menguning untuk perlakuan Isopropilamina glifosat
kecoklatan pada gulma daun sempit dan pada terjadi pada perlakuan dosis 0,2 l/ha, hal ini
gulma daun lebar ditandai dengan adanya ditandai dengan adanya daun mengering pada
perubahan warna daun yang menguning serta ujung daun.
pada tepi daun menghitam, sedangkan tingkat Untuk perlakuan penambahan urea
keracunan terendah terjadi pada perlakuan terbaik terjadi pada perlakuan urea 0,6 kg/ha
urea 0,4 kg/ha. Pengaruh urea ini dapat dilihat dan perlakuan urea 0,5 kg/ha yang ditandai
dengan membandingkan tingkat keracunan dengaan sebagian daun yang mulai
gulma antara Isopropilamina glifosat tanpa mengering. Pada pengamatan 8 minggu
urea dan Isopropilamina glifosat yang diberi setelah aplikasi semua perlakuan menunjukan
tambahan urea. Pada perlakuan adanya respon gulma terhadap semua dosis
Isopropilamina glifosat tanpa urea tingkat herbisida yang diaplikasikan meskipun ada
keracunnanya lebih rendah dibandingkan yang menunjukan perubahan yang lambat
dengan perlakuan Isopropilamina glifosat atau dengan kata lain tingkat keracunan
yang diberi tambahan urea. Pada perlakuan gulma bergantung pada perlakuan dosis
Isopropilamina glifosat yang diberi urea Isopropilamina glifosat.
semuanya menunjukan gejala yang hamper Menurut Moenandir (1988), herbisida
sama. Hal ini sesuai dengan pernyatan glifosat merupakan herbisida yang cukup baru
Moenandir (1988), yang menyatakan bahwa di pasaran sehingga semua tumbuhan akan
gejala yang khas akibat perlakuan urea peka padanya. Hanya terdapat dua biotippe
tergantung pada spesies tanaman, dosis, Agropyron repens yang toleran terhadap
kondisi lingkungan. Laju transpirasi tinggi herbisida. Pada umumnya semakin
mempercepat perkembangan gejala. Gejala meningkatnya konsentrasi maka semakin
tersebut meliputi layu petiol, batang lemah, meningkat juga penekanannya.
cepat menguning, absisi dan khlorosis Pengaruh pemberian urea hanya terjadi
sebagian. Gejala akut diawali dengan daerah pada bagian gulma yang terkena dan pada
yang hijau muda. Gejala kronis meliputi layu, perlakuan urea dengan dosis tinggi, hal ini
batang lemah, cepat menguning dan absisi. ditunjukan melalui tingkat kematian gulma
Gejala akut bila konsentrasi tinggi dalam pada minnggu ke 8 bahwa tingkat keracunan
daun muncul dalam beberapa hari, dengan gulma pada perlakuan penambahan urea sama
mula-mula berwarna hijau muda dan akhirnya dengan pada perlakuan Isopropilamina
nekrosis. Segala gejala kronik terjadi pada glifosat saja. Urea mampu diaplikasikan
konsentrasi rendah dan perlu beberapa hari sebagai pupuk cair dan dapat disemprotkan
untuk berkembang, daun layu, warna daun melalui daun dengan kosentrasi rendah
keputihan dan keabu-abuan lalu menguning sebesar 1-2 gr/liter air (Sastrowiratmo dan
secara cepat. Hal ini menunjukan bahwa Gunawan 2012). Pada penelitian ini urea yang
setiap penambahan urea pada setiap perlakuan digunakan adalah 6,6 gr/liter air, 5,5 gr/l air
Isopropilamina glifosat menunjukan adanya dan 4,4 gr/l air. Pemberian pupuk yang terlalu
kenaikan tingkat keracunan gulma. banyak dapat membahayakan tumbuhan
Pada Tabel 7 menunjukan bahwa apabila ditempatkan pada lingkungan
tingkat keracunan gulma tertinggi untuk hipertoni, seperti ketika ditambahkan pupuk
perlakuan Isopropilamina glifosat terjadi pada (NPK, KCL atau Urea) secara berlebihan
perlakuan dosis Isopropilamina glifosat 0,35 maka dapat menyebabkan keluarnya air dari
l/ha, pada perlakuan ini hamper semua daun dinding sel, hal inilah yang dinamakan
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

plasmolysis potensial turgor menurun hingga KESIMPULAN


dapat mencapai nol mengakibatkan kelayuan Berdasarkan hasil analisis dan
bahkan plasmolisis, jika kehilangan air dari pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
tanaman berlangsung terus menerus diluar sebagai berikut :
batas kendalinya (Naiola 1996, dalam Sinaga, 1. Tidak terjadi interaksi nyata antara
2008). Isopropilamina glifosat dan urea terhadap
Menurut Dwidjosaputro (1973), larutan tingkat keracunan gulma.
pupuk yang terlalu pekat akan menyebabkan 2. Setiap perlakuan dosis Isopropilamina
plasmolisis yaitu pristiwa lepasnya membran glifosat tunggal dan setiap perlakuan
plasma dari dinding sel karena larutan dalam dosis Isopropilamina glifosat + urea
sel keluar sel akibat perbedaan konsentrasi menunjukan tingkat keracunan yang
larutan di dalam sel lebih kecil dibandingkan sama pada 8 minggu setelah apliaksi
konsentrasi larutan di luar ssel-sel sehingga 3. Perlakuan Isopropilamina glifosat 0,3
sel yang kehilangan cairan menjadi mati. l/ha efektif untuk mengendalikan gulma
Pada penelitian ini tidak terjadi di piringan dan pasar pikul pada
interaksi antara kedua factor ini karena perkebunan kelapa sawit.
penggunan urea sebagai campuran sama 4. Aplikasi Isopropilamina glifosat 0,25 l/ha
sekali tidak membantu penyerapan belum efektif untuk pengendalian gulma
Isopropilamina glifosat karena penggunanan pada 8 minggu setelah aplikasi.
urea menyebabkan plasmolisis yang Penamabahan dosis urea 0,5 kg/ha mampu
berdampak pada kerusakan sel tumbuhan mempercepat kematian gulma hanya pada 2
sampai matinya sel. Penyerapan atau absorbsi minggu setelah aplikasi.
herbisida maupun air tidak dapat terjadi pada
bagian gulma yang sel-selnya telah mati atau DAFTAR PUSTAKA
rusak. Anonim. 2012. Standar Operasional
Sedangkan pada perlakuan Pekerjaan Perkebunan Sinar
Isopropilamina glifosat tunggal ketika larutan Mas.Jakarta.
herbisida disemprotkan bersaman dengan air Lubis, R.E. & A. Widanarto. 2011. “Buku
maka tumbuhan akan membuka stomata Pintar Kelapa Sawit”. Jakarta Selatan:
karena tumbuhan membutuhkan air untuk PT. Agro Media Pustaka.
proses fotosintesis, pada saat yang bersaman Mangoensoekarjo dan T. Soejono. 2015. “
dengan air Isopropilamina glifosat juga akan Ilmu Gulma dan Pengelolaan pada
masuk ke dalam jaringan tumbuhan atau yang Budi Daya Perkebunan”. Yogyakarta:
disebut absorbsi herbisida. Gadjah Mada University Press.
Absorbsi sendiri berarti penyerapan. Moenandir, J. 1988. “Fisiologi Herbisida”.
Tumbuhan menyerap air nutrisi, mineral dan Jakarta: Rajawali Pers.
ion-ion melalui peristiwa osmosis, difusi dan Pahan, I. 2006. “Management Agribisnis dari
imbibisi, kebanyakan peristiwa ini lewat akar, Hulu Hingga Hilir”. Jakarta: Penebar
daun dan kadang-kadang lewat batang. Begitu Swadaya.
pula herbisida diabsorbsi lewat tempat dan Sastroutomo, S.S.1990. “Ekologi Gulma”.
cara yang serupa dengan air dan lain-lain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Glifosat meracuni gulma dengan cara Sastrowiratmo dan S. Gunawan. 2012.
menghambat enzim 5 enolpiruvil – shikimat 3 “Budidaya dan Pengelolaan Kelapa
fosfat sintase yang memiliki peran dalam Sawit”. Yoyakarta:
pembentukan asam amino aromatic Sembodo, Dad, R.J. 2010. “Gulma dan
(Moenandir, 1988). Pengelolaanya”. Yogyakarta: Graha
Ilmu.ikatan Nisbah Tajuk akar dan
Efisiensi Penggunaan Air pada
Rumput Gajah dan Rumput Raja
Akibat Penurunan Ketersedian Air
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Tanah”. Jurnal Biologi, Sumatra, Gulma di Perkebunan”. Jakarta:


Januari 2008. Hlm 29-35 ISSN 1997- Penerbit Gramedia.
5537 Vol. 3, No. 1. Zaenudin. 1997. “ Panduan Identifikasi dan
Sinaga, Riyanto. 2008. Keter Analisis Vegetasi Gulma”. Jember:
Tjitrosoedirjo, S. I. H, Utomo dan J. Pusat Penelitian
Wiroadmojo. 1984. “Pengelolaan

Anda mungkin juga menyukai