Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk

melindunginya dari beberapa penyakit tertentu dalam upaya untuk

mencegah penyakit lewat peningkatan kekebalan seorang tubuh

(Khalidatunnur, 2016).

Imunisasi adalah proses dimana individu dibuat kebal terhadap

penyakit menular. Hal ini dapat dicapai melalui kekebalan aktif yang

disebabkan oleh vaksinasi, pengiriman antigen kepada individu atau

dapat dicapai dengan kekebalan pasif, pemberian antibodi kepada

individu.

2.2 Konsep Dasar Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT)

2.2.1 Pengertian Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT)

Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT) adalah proses untuk

membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi

tetanus (Idanati, 2016). Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus

yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan (Setiawan, 2018).

Pemberian imunisasi Tetanus Toxsoid (TT) artinya pemberian

kekebalan terhadap penyakit tetanus kepada ibu hamil dan bayi yang

dikandungnya (Mandriwati, 2016).

9
10

2.2.2 Jenis Imunisasi

1. Imunisasi Aktif

Keimunan aktif diperoleh dengan memberikan vaksin secara

suntikan atau melalui mulut. Kebanyakan vaksin memberi

perlindungan dari pada penyakit dengan merangsang system

keimunan badan untuk menghasilkan antibody. Vaksin BSG

memberikan perlindungan melalui sel.

2. Imunisasi Pasif

Keimunan pasif diperoleh melalui suntikan dengan

immunoglobulin manusia. Walaupun perlindungan yang diberi

adalah segera, tetapi hanya berguna untuk beberapa minggu saja

(Proverawati, 2016).

2.2.3 Manfaat Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT)

1. Mencegah penderita yang disebabkan oleh penyakit dan

kemungkinan cacat atau kematian

2. Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit

3. Melindungi tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara serta

memperbaiki citra bangsa (Mandriwati, 2018)

4. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum

(BKKBN, 2005). Tetanus neonatoeum adalah penyakit tetanus

yang terjadi pada neonatus (bayi <1 bulan) yang disebabkan oleh
11

clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin yang

menyerang system saraf pusat (Sudarti, 2016).

5. Melindungi ibu terhadap kemungkunan tetanus apabila terluka.

2.2.4 Tujuan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT)

1. Pencegahan penyakit pada ibu hamil dan bayi kebal terhadap kuman

tetanus.

2. Memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus toxsoid terhadap

ibu dan janin yang dikandungnya sehingga pada saat melahirkan ibu

dan bayi terhindar dari penyakit tetanus.

3. Pencegahan penyakit dan kesehatan bayi serta anak yang disebabkan

oleh wabah yang sering terjangkit.

4. Menurunkan angka kematian bayi (Sudarti, 2016).

2.2.5 Konsep imunisasi TT

Konsep imunisasi TT adalah life long imunization yaitu pemberian

imunisasi imunisasi TT 1 sampai dengan TT 5. Skema life long

immunization adalah sebagai berikut:

1. TT 0, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.

2. TT 1, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.

3. TT 2, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.

4. TT 3, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah)

pada kelas satu.

5. TT 4, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah)

pada kelas dua.


12

6. TT 5, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah)

pada kelas tiga.

Kajian status imunisasi ibu hamil meliputi:

a. Skrining status imunisasi pada ibu hamil ketika melakukan

pengkajian data ibu hamil. Melengkapi bila belum terlindungi

imunisasi TT.

b. Skrining status imunisasi TT pada calon pengantin. (Kemenkes

RI,2015)

2.2.6 Jadwal Pemberian Imunisasi TT

a. Sesuai dengan WHO, jika seorang ibu yang tidak pernah diberikan

imunisasi tetanus maka ia harus mendapatkan paling sedikitnya dua

kali (suntikan) selama kehamilan (pertama pada saat kunjungan

antenatal dan kedua pada saat empat minggu kemudian).

b. Jarak pemberian (interval) imunisasi TT 1 dengan TT 2 minimal 4

minggu (Saifuddin dkk, 2016).

Tabel 2.1
Jadwal pemberian imunisasi tetanus toxsoid (TT)
Antigen Interval Lama %
perlindungan Perlindungan
TT 1 kunjungan antenatal - -
pertama,
TT 2 4 minggu setelah TT 3 tahun, 80
1,
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun, 95
TT 4 1 tahun setela TT 3 10 tahun, 99
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun, 99
Keterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan,maka bayi
yang dilahirkan akan terlindungi dari tetanus neonatorum (Saifuddin,2016)
Sedangkan, program imunisasi TT pada ibu hamil di Indonesia,

biasanya diberikan 2 kali, karena dianggap belum terimunisasi secara


13

lengkap (6 kali) WUS yang sekarang adalah generasi yang belum

menjalani imunisasi lengkap tetanus. TT pertama dapat diberikan sejak

diketahui positif hamil dan TT yang kedua minimal 4 minggu setelah

TT yang pertama.Sedangkan batas terakhir pemberian TT yang kedua

adalah minimal 2 minggu sebelum melahirkan (Kusmarjadi, 2019).

2.2.7 Efek Samping Imunisasi TT

a. Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan

dan pembengkakan pada tempat suntikan. Efek samping tersebut

berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak perlukan

tindakan/pengobatan (Saifuddin, 2016).

b. TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita

hamil.tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan

imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak

didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan atau pun abortus dengan

mereka yang tidak mendapatkan imunisasi (Saifuddin, 2016).

2.2.8 Tempat Pelayanan Untuk Mendapatkan Imunisasi TT

1. Puskesmas/ puskesmas pembantu

2. Rumah sakit pemerintah/ swasta

3. Rumah bersalin

4. Polindes

5. Posyandu

6. Dokter/ bidan praktik (Kemenkes RI, 2017).


14

2.3 Konsep Dasar Antenatal Care

2.3.1 Pengertian ANC

Asuhan antenatal care (ANC) adalah pengawasan sebelum

persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan

janin dalam rahim (Yulaikhah, 2008).

Antenatal care adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu

hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya yang

meliputi pemeriksan kehamilan, upaya koreksi terhadap penyimpangan

dan intervensi dasar yang dilakukan (Pantikawati et al, 2015).

Sedangkan Antenatal care atau sering disebut ANC merupakan

salah satu pelayanan asuhan ibu hamil untuk menyelamatkan ibu. ANC

ini meliputi pemeriksaan fisik, mendeteksi dini, pemantauan ibu hamil

dengan resiko serta follow up atau evaluasi pada ibu hamil selama

kehamilan untuk mempersiapkan persalinan yang normal (Bidanku,

2010).

2.3.2 Tujuan Pelayanan Antenatal Care

Saifuddin (2016), menjelaskan bahwa pelayanan antenatal bertujuan

untuk :

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang janin.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mentak dan

sosial pada ibu dan bayi.


15

3. Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi

yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit

secara umum, kebidanan dan pembedahan.

4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan

selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan

pemberian ASI eksklusif

6. Mempersiapkan peran bu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.3.3 Periksa Kehamilan

Segera kedokter atau kebidan jika terlambat datang bulan. Periksa

kehamilan paling sedikit 4 kali selama kehamilan :

1. 1 Kali pada usia kandungan sebelum 3 bulan

2. 1 kali usia kandungan 4 – 6 bulan

3. 2 kali pada usia kandungan 7 – 9 bulan

2.3.4 Pastikan ibu hamil mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan

yang meliputi (10 T) :

1. Pengukuran tinggi badan cukup satu kali yaitu bila tinggi badan

<145cm, maka faktor resiko panggul sempit, kemungkinan sulit

melahirkan secara normal. Penimbangan berat badan setiap kali

periksa yaitu sejak bulan keempat pertambahan BB paling sedikit

1kg/bulan
16

2. Pengukuran tekanan darah atau tensi yaitu tekanan darah normal

120/80mmHg. Bila tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90

mmHg, ada faktor resiko hipertensi (tekanan darah tinggi) dalam

kehamilan.

3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu bila kurang 23,5 cm

menunjukan ibu hamil menderita kurang energi kronis ( Ibu hamil

KEK) dan beresiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

4. Pengukuran Tinggi Rahim berguna untuk melihat pertumbuhan janin

apakah sesuai dengan usia kehamilan.

5. Penentuan Letak Janin (Presentasi Janin) dan perhitungan denyut

jantung janin yaitu apa bila trimester III bagian bawah janin bukan

kepala atau kepala belum masuk panggul, kemungkinan ada kelainan

letak atau ada masalah lain. Bila denyut jantung janin kurang dari

120x/menit atau lebih dari 160x/menit menunjukan ada tanda gawat

janin, segera dirujuk.

6. Penentuan (Skrining) status imunisasi Tetanus (T) yaitu oleh petugas

kesehatan pada saat pelayanan antenatal untuk memutuskan apakah ibu

hamil sudah lengkap status imunisasi tetanus nya (T5). Jika belum

lengkap, maka ibu hami harus diberikan imunisasi tetanus difteri (Td)

untuk mencegah penyakit tetanus pada ibu dan bayi.


17

Tabel Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)

Status T Interval Masa Perlindungan


Minimal
Pemberian
T1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit tetanus
T2 1 bulan setelah 3 Tahun
T1
T3 6 bulan setelah 5 Tahun
T2
T4 1 tahun setelah 10 Tahun
T3
T5 1 Tahun setelah Lebih dari 25 Tahun
T4
Catatan pemberian imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila

status T sudah mencapai T5 yang harus dibuktikan dengan buku KIA,

kohort dan atau rekam medis.

7. Pemberian Tablet Tambah Darah yaitu ibu hamil sejak awal kehamilan

minum 1 tablet tambah darah setiap hari minimal selama 90 hari. Tablet

tambah darah diminum pada malam hari untuk mengurangi rasa mual.

8. Tes Laboratorium

a. Tes Golongan Darah, untuk mempersiapkan donor bagi ibu hamil

bila diperlukan

b. Tes Hemoglobin, untuk mengetahui apakah ibu kekurangan darah

(Anemia).

c. Tes Pemeriksaan Urin (Air Kencing).

d. Tes Pemeriksaan darah lainnya, seperti HIV, sifilis, Hepatitis

B(Triple Eliminasi) sementara pemeriksaan malaria dilakukan

didaerah endemis.
18

9. Konseling atau penjelasan yaitu tenaga kesehatan memberi penjelasan

mengenai perawatan kehamilan, pencegahan kelainan bawaan,

persalinan dan inisiasi menyusu dini (IMD), nifas, perawatan bayi

baru lahir, ASI ekslusif, keluarga berencana dan imunisasi pada bayi.

Penjelasan ini diberikan secara bertahap pada saat kunjungan ibu

hamil.

10. Tata Laksana atau mendapatkan pengobatan yaitu jika ibu mempunyai

masalah kesehatan pada ibu hamil. (Kemenkes RI,2017).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan Imunisasi Tetanus

Toxsoid (TT) pada ibu hamil

2.4.1 Pengetahuan

1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia

sebagai hasil penggunaan panca indra nya. Pengetahuan sangat

berbeda dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstasion) dan

penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). pengetahuan

adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang

didapatkan oleh setiap manusia (Mubarok, 2011).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderan terhadap objek tertentu. Penginderan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihat,

pendengar, penciuman, raba, dan rasa. Sebagaian besar


19

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoadmodjo,2018).

Menurut Mubarok (2011), pengetahuan merupakan hasil

mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang

pernah dialami secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi

setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu

objek tertentu. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam

diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :

1. Kesadaran (awareness) subjek menyadari atau mengetahui

tentang asi stimulasi

2. Ketertarikan (interst) subjek merasa tertarik terhadapat

stimulasi/objek tersebut

3. Evaluasi (evaluation) yaitu subjek memprtimbangkan baik dan

tidak nya stimulus tersebut bagi dirinya, saat ini menunjukkkan

kemajuan sikap responden.

4. Percobaan (trial), yaitu subjek mulai mencoba melakukan

sesuatu sesuai dangan apa yang di kehendaki oleh stimulus.

5. Adopsi (adoption), dimana subjek telah berprilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Apabila penerimaan prilaku baru atau adopsi prilaku

melalui proses seperti ini, di mana di dasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif, maka prilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila prilaku itu


20

tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak

berlangsung lama (Notoatmodjo, 2018).

2. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018), pengetahuan yang

termasuk kedalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang di

pelajari sebelumnya.Termasuk dalam pengetahuan ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang di pelajari atau rangsang yang telah di

terima.Oleh sebab itu “Tahu” ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang telah di kertahui,

dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah di

pelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk

mengunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau


21

kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat di artikan

aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metoda,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis

adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi didalam suatu

stuktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.Analisis (Analyis)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau meghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

untuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakuakan justifikasi atau penelitian, terhadap suatu materi

atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang di tentukan sendiri, atau mengunakan kriteri-kriteria yang

sudah ada.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan

wawancara atau angka yang menanyakan isi materi yang ingin di


22

ukur dari subjek penelitian atau responden. Menurut Budiman &

Riyanto (2014) pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua

kelompok jika yang diteliti adalah masyarakat umum, yaitu :

a. Pengetahuan dikatakan baik jika seseorang mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan dengan skor benar >50%

b. Pengetahuan dikatakan kurang jika seseorang mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan dengan skor benar <50%.

Penelitian yang dilakukan oleh Laly Prima (2017) yang

berjudul Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Hamil Dalam

Melengkapi Imunisasi Tt (The Correlation of Knowledge and

Attitude of Pregnant Mother’s in Tetanus Toxoid Immunization)”

didapatkan bahwa setengah lebih responden (64,7%)

berpengetahuan cukup dan berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa

sebagian besar responden (58,8%) bersikap positif. Berdasarkan uji

statistik Chi Square didapatkan p-value = 0,013. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya hubungan pengetahuan tentang

imunisasi TT dengan sikap pelaksanaan imunisasi TT pada ibu

hamil. Namun ada terdapat (35,3%) responden sudah

berpengetahuan baik dan (41,2%) yang mempunyai sikap negatif,

hal ini disebabkan oleh perbedaan umur, kecerdasan dan

penerimaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Alexander (2019) berjudul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Dalam Melakukan


23

Imunisasi Tetanus Toxoid Di Puskesmas Siantan Hilir Kota

Pontianak Tahun 2019” dimana responden dengan pengetahuan

baik yang melakukan imunisasi sebanyak 18 responden (90,0%),

dan responden dengan pengetahuan kurang yang melakukan

imunisasi tetanus toxoid sebanyak 7 (38,9%) responden. Hasil uji

statistik chi suare kuadrat dengan nilai p= 0,003 α = 0,05 p < a.

Hasil ini menunjukan bahwa faktor pengetahuan mempengaruhi

ibu hamil dalam melakukan imunisasi tetanus toxoid. Dari hasil

analisis diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 14,143 dengan nilai

lower = 2,479 dan nilai upper = 80,682 artinya ibu hamil yang

memiliki pengetahuan rendah mempunyai resiko 14 kali untuk

tidak melakukan imunisasi tetanus toxoid dibanding dengan ibu

hamil dengan pengetahuan rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2019)“The

Correlation Between Knowledge Level, Parity and Husband's

Support Towards Tetanus Toksoid Immunization Status for

Pregnant Women in Temindung Samarinda Health Center 2019”

Hasil analisa hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status

imunisasi Tetanus Toksoid pada ibu hamil di Puskesmas

Temindung yang dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square

dengan taraf signifikan α = 5% di dapatkan hasil probability value

(p value) = 0,07. Sehingga 0,07 lebih besar dari 0,05 (0,07 > 0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yaitu tidak ada


24

hubungan tingkat pengetahuan dengan status imunisasi tetanus

toksoid pada ibu hamil di Puskesmas Temindung Samarinda Tahun

2019.

2.4.2 Sikap Ibu

Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak

terhadap objek tertentu. Individu yang dalam hal ini adalah ibu hamil

yang memiliki sikap mendukung terhadap suatu stimulus atau objek

kesehatan maka ia akan mempunyai sikap yang menerima, merespon,

menghargai dan bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi. Sebaliknya, bila ibu memiliki sikap yang tidak

mendukung terhadap suatu objek maka ia akan menyatakan sikap yang

menunjukkan atau memperlihatkan penolakan.

Menurut Wijayanti, (2018) menunjukkan bahwa sikap ibu hamil

tentang imunisasi mempunyai sikap positif terhadap imunisasi tetanus

toksoid. Terutama pada sikap mengenai pemberian imunisasi tetanus

toksoid, hal ini terjadi karena beberapa faktor eksternal seperti faktor

lingkungan dan sosial budaya.Dari dua faktor tersebut meskipun ibu

memiliki pengetahuan yang cukup namun karena sikap ibu positif maka

status imunisasi tetanus toksoid lengkap.

Menurut Turhsione didalam bukunya Ahmad, (2009)

menjelaskan sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat

positif dan negative yang berhubungan dengan objek psikolog sikap


25

postif apabila ia suka sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap

negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka. Truston

mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif dan afek negatif

terhadap suatu objek psikologis (Edwar dalam azwar, 2013).

a. Cara ukur sikap

Skala Likert atau Likert Scale adalah skala penelitian yang

digunakan untuk mengukur sikap dan pendapat. Dengan skala

likert ini, responden diminta untuk melengkapi kuesioner yang

mengharuskan mereka untuk menunjukkan tingkat persetujuannya

terhadap serangkaian pertanyaan. Pertanyaan atau pernyataan yang

digunakan dalam penelitian ini biasanya disebut dengan variabel

penelitian dan ditetapkan secara spesifik oleh peneliti. Nama Skala

ini diambil dari nama penciptanya yaitu Rensis Likert, seorang ahli

psikologi sosial dari Amerika Serikat. Dengan skala Likert, maka

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau

pertanyaan, baik bersifat favorable (positif) bersifat bersifat

unfavorable (negatif). Tingkat persetujuan yang dimaksud dalam

skala Likert ini terdiri dari 5 pilihan skala yang mempunyai gradasi

dari Sangat Setuju (SS) hingga Sangat Tidak Setuju (STS). 5

pilihan tersebut diantaranya adalah :


26

1) Sangat Setuju (SS)

2) Setuju (S)

3) Tidak Setuju (TS)

4) Sangat Tidak Setu (STS)

Agar dapat dihitung dalam bentuk kuantitatif, jawaban-

jawaban dari Responden tersebut dapat diberi bobot nilai atau skor

likert seperti dibawah ini :

SS = Sangat Setuju, diberi nilai 4 S = Setuju, diberi nilai 3 TS =

Tidak Setuju, diberi nilai 2 STS = Sangat Tidak Setuju, diberi nilai

1 Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative.

Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:

1). Item Favorable: sangat setuju/baik (4), setuju/baik (3), , tidak

setuju/baik (2), sangat tidak setuju/baik (1)

2). Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ,

tidak setuju/ baik (3), sangat tidak setuju/ baik (4).

Sikap atau yang disebutkan dalam bahasa inggris attitude

merupakan suatu cara berekasi terhadap suatu perangsang, merupakan

suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap

suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.14Sikap ialah merupakan

suatu respon psikologi dari ibu terhadap pelaksanaan pemberian

Imunisasi TT. Karena disini ibu menunjukan positif (mendukung),

maka sikap yang ditunjukan oleh seorang ibu hamil yang


27

mendapatkan imunisasi TT satu kali, ibu akan tahu dan mau untuk

mendapatkan imunisasi TT yang selanjutnya dan apabila ibu

menunjukan negatif, ini menjelaskan bahwa ibu tidak akan mau

mengerti dan tidak mau untuk dilakukannya imunisasi TT pada

saat kehamilannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wine Frida

Indriyani (2020) didapatkan hasil uji statistik chi square diperoleh nilai

p-value 0.009 lebih kecil dibandingkan nilai signifikasi 0.05 (0.000 <

0.05) dan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada

hubungan antara sikap ibu dengan pelaksanaan imunisasi TT ibu

hamil dan didapatkan nilai OR 6.4 (1.7-23.8) dapat disimpulkan

bahwa ibu dengan sikap baik berpeluang 6.4 kali melakukan imunisasi

TT.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baktianita Ratna

Etnis (2020) yang berjudul “Sikap Ibu Hamil dengan Kepatuhan

Imunisasi Tetanus Toxoid di Puskesmas Waisai Kabupaten Raja

Ampat” didapatkan hasil uji chi square dengan nilai p-value= 0,001, hal

ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

sikap ibu hamil dengan kepatuhan imunisasi TT (p-value < 0,005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil di

Puskesmas Waisai Kabupaten Raja Ampat memiliki sikap baik dan

patuh.
28

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariyana

(2021) didapatkan hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p

value= 0,008 (< 0,05) dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya ada

hubungan antara sikap ibu hamil dengan pemberian imunisasi tetanus

toxoid di Puskesmas Sungai Panas Kota Batam Tahun 2019.

2.4.3 Dukungan Suami

Dukungan adalah mengadakan atau menyediakan sesuatu

untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan sosial sebagai

dukungan emosi yang berupa simpati, yang merupakan bukti

adanya rasa saling perhatian dan juga keinginan untuk

mendengarkan keluh dankesah dari orang lain. Sumber dukungan

sosial adalah orang-orang berarti yang ada disekitar individu.

Dukungan tersebut biasanya diinginkan dari orang-orang penting

yang memiliki drajat keterlibatan erat dengan individu seperti

dukungan dari suami (Juliani, 2019).

Dukungan suami adalah sebuah sikap, tindakan dan

penerimaan suami terhadap anggotanya yang diwujudkan berupa

dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,

serta dukungan informative.

a. Alat Ukur (Blue Print)

Untuk mengungkap variable dukungan suami, peneliti

akan menggunakan skala dukungan suami yang diadaptasi dan

dikembangkan 43 dari teori House. Dan Aspek-aspek yang


29

digunakan untuk mengukur dukungan suami adalah dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, serta

dukungan informatif.

Pengukuran dukungan suami dapat di lakukan dengan

wawancara atau angka yang menanyakan isi materi yang ingin di

ukur dari subjek penelitian atau responden. Menurut Notoadmodjo

(2018) pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok

jika yang diteliti adalah masyarakat umum, yaitu :

b. Positif, jika nilai ≥ mean /median

c. Negatif, jika < mean/median.

Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2019)“The Correlation

Between Knowledge Level, Parity and Husband's Support Towards

Tetanus Toksoid Immunization Status for Pregnant Women in

Temindung Samarinda Health Center 2019” Hasil analisa hubungan

antara dukungan suami dengan status imunisasi Tetanus Toksoid pada

ibu hamil di Puskesmas Temindung yang dilakukan dengan

menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikan α = 5% di

dapatkan hasil probability value (p value) = 0,111. Sehingga 0,111 lebih

besar dari 0,05 (0,111 > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0

diterima yaitu tidak ada hubungan dukungan suami dengan status

imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil di Puskesmas Temindung

Samarinda Tahun 2019.


30

Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eneng Daryanti

(2019) “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan

Imunisasi Tetanus Toxoid pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Cilimus Kabupaten Garut Tahun 2019” hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan

kelengkapan imunisasi TT di Wilayah Kerja Puskesmas Cilimus

Kabupaten Garut dengan p value sebesar 0,001. Dukungan

keluarga merupakan suatu upaya yang diberikan kepada orang lain,

baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam

melaksanakan kegiatan. Suami atau keluargamempunyai peran

memberi dukungan dan ketenangan bagi ibu yang sedang hamil

terutama dalam mempersiapkan kehamilannya, agar ibu dan bayi

yang dikandungnya sehat.

Penelitian yang dilakukan oleh Wine Frida Indriyani (2020) yang

berjudul “sikap Ibu, Dukungan Suami dan Peran Tenaga Kesehatan

Berhubungan dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu Hamil” Penelitian

ini menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner.Hasil analisis

menunjukkansikap ibu (P=0,009), Dukungan Suami (P=0,026), dan

Peran Tenaga Kesehatan (P=0,028) bahwa H0 ditolakdikarenakan 3

variabel independen mempunyai nilai p-value< 0.005 yang berarti

ada hubungan antara Sikap Ibu, Dukungan Suami, dan Peran

Tenaga Kesehatan terhadap Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu Hamil.

Diharapkan dapat melakukan advokasi dan kunjungan secara


31

langsung untuk memberikan konseing kepada ibu tentang melakukan

imunisasi TT ibu hamil.

2.4.4 Jarak Tempuh

Jarak adalah tempat yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda

dengan benda yang lainnya melalui suatu lintasan tertentu (Sarawati,

2017).

Dalam penelitian ini menunjukkan persepsi ibu tentang seberapa

jauh rumah ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan. Konsep jarak tempat

tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Semakin jauh jarak antara

tempat tinggal dengan tempat kegiatan akan semakin menurunkan motivasi

seseorang dalam melakukan aktivitas. Sebaliknya semakin dekat jarak

tempat tinggal dengan tempat kegiatan dapat meningkatkan usaha.

Pengaruh jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan tak terlepas dari

adanya besarnya biaya yang digunakan dan waktu yang lama. Kaitannya

dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah,

sehingga jarak antara rumah tinggal dan tempat pelayanan kesehatan

mempengaruhi perilaku mereka (Azwar, 2018).

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat

tinggal tentu tidak mudah dicapai, sehingga membutuhkan transportasi

untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan, apabila keadaan ini sampai

terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien, maka disebut suatu pelayanan
32

kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai

jasa pelayanan kesehatan itu (Razak, 2017).

Faktor tingkat pelayanan kesehatan merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kesehatan masyarakat. Seorang ibu hamil, untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan harus melintasi jarak berkilo-kilo meter

dengan jalan kaki. Artinya pusat pelayanan kesehatan sangat berpengaruhi

dari segi jarak pemukiman, kelengkapan alat-alat dan obat yang tersedia

serta tenaga ahli yang terampil dan menguasai teknologi kesehatan

(Syafrudin, 2016)

2.4.5 Peran Petugas Kesehatan

Peran adalah perilaku individu yang diharapkan sesuai dengan

posisi yang dimiliki. Peran yaitu suatu pola tingkah laku, kepercayaan,

nilai, dan sikap yang diharapkan dapat menggambarkan perilaku yang

seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam

situasi yang umumnya terjadi (Sarwono, 2016).

Peran merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat untuk

mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang

menjalankan berbagai macam peranan di dalam hidupnya, seperti dokter,

perawat, bidan atau petugas kesehatan lain yang mempunyai kewajiban

untuk menjalankan tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya

masing-masing (Muzaham, 2016).

Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang


33

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu

yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga

kesehatan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat

mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

sehingga mampu mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomi. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas

yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat,

bidan, dan ketenagaan medis lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun

1996).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya

perlu pengetahuan dan sifat positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuab) dari para tokoh masyarakat, tokoh

agama dan para petugas lebih-lebih para petugas kesehatan (Notoadmodjo,

2016).

Tercapainya pelayanan kebidanan yang optimal, perlu adanya

tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan

pelayanan kebidanan berdasarkan kaidah-kaidah profesi, antara lain

memiliki pengetahuan yang adekuat, menggunakan pendekatan asuhan

kebidanan (Syafrudin, 2016).


34

Membina seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang

ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saya

memperoleh / mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang

digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil tersebut

segera meminta imunisasi adalah dengan pendekatan secara perorangan.

Perorangan disini tidak hanya berarti harus hanya pada ibu-ibu yang

bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut

(Notoatmodjo, 2016)

Peran tenaga kesehatan sebagai pendidik dan sebagai pelaksana

masih belum optimal. Diantaranya kurangnya edukasi mengenai imunisasi

TT, petugas kesehatan yang tidak menganjurkan ibu untuk melengkapi

status imunisasi TT, petugas kesehatan yang tidak mengingatkan ibu untuk

jadwal imunisasi selanjutnya. (Azizah, 2016).

Mewujudkan target pencapaian status imunisasi TT lengkap yaitu

80% target perncapaian TT 5 diperlukan peran dan dukungan tenaga

kesehatan. Peran atau dukungan oleh tenaga kesehatan (Bidan) kepada

klien, yaitu memberikan informasi tentang imunisasi tentang hal-hal yang

berkaitan dengan imunisasi TT, menganjurkan ibu kembali datang untuk

imunisasi baik secara lisan maupun tulisan kembali dibuku KIA maupun

kartu TT. Sehingga diharapkan akan tahu, memahami dan melaksanakan

program imunisasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (Azizah,

2016).
35

Hal ini juga didukung dengan teori yang menjelaskan bahwa peran

tenaga kesehatan memainkan peran yang sangat penting dalam imunisasi

TT (Anand, 2007). Tenaga kesehatan memiliki beberapa peran diantaranya

sebagai pendidik dan pelaksana. Sebagai pendidik dan pelaksana tenaga

kesehatan diharapkan mampu mewujudkan pencapaian target status

imunisasi TT lengkap 5 dosis 80%, sehingga dapat meningkatkan status

kesehatan masyarakat atau ibu hamil dengan memberikan pelayanan

imunisasi TT untuk mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (Depkes RI, 2008). Sebagai pendidik dan pelaksana dalam

pelayanan imunisasi TT, tenaga kesehatan diharapkan mampu melakukan

pemberian imunisasi TT, melakukan skrining status TT ibu hamil dengan

benar, pengkajian data hingga pendokumentasian tindakan (IDAI, 2016).

2.4.6 Kepatuhan Ibu Hamil

Dibandingkan dengan target pemerintah, cakupan kepatuhan

imunisasi TT pada penelitian ini masih berada di bawah target 100%

imunisasi TT yang ditetapkan pemerintah pusat (Kemenkes RI, 2014).

Sementara itu jika dibandingkan dengan target Pemerintah Kabupaten

Bantul, cakupan kepatuhan imunisasi TT pada penelitian ini juga masih

berada di bawah target 95% imunisasi TT yang ditetapkan Pemerintah

Kabupaten Bantul (Dinkes Bantul, 2016). Cakupan kepatuhan imunisasi

TT pada penelitian ini juga berada di bawah cakupan imunisasi TT

Kabupaten Bantul pada tahun 2015 sebesar 100% pada tahun 2015

(Dinkes Bantul, 2016). Akan tetapi cakupannya berada di atas cakupan


36

Kabupaten Bantul pada tahun 2014 yakni sebesar 68,45% (Dinkes

Bantul, 2015). Melihat kecenderungan data cakupan imunisasi TT ibu

hamil di wilayah Bantul tahun 2010 sampai 2015, peningkatan cakupan

sempat terjadi pada tahun 2010 sampai 2011, kemudian menurun pada

tahun 2012 dan kembali terus meningkat sampai dengan tahun 2015.

Demikian juga dengan data cakupan imunisasi TT ibu hamil di wilayah

kerja Puskesmas Kasihan II Bantul juga sempat meningkat pada tahun

2011 kemudian menurun pada 49 tahun 2012 dan kembali meningkat

hingga tahun 2015 (Dinkes Bantul, 2012- 2016).

Menurut Wijayanti, dkk (2018) menunjukkan bahwa sikap ibu

hamil tentang imunisasi mempunyai sikap positif terhadap imunisasi

tetanus toksoid. Terutama pada sikap mengenai pemberian imunisasi

tetanus toksoid, hal ini terjadi karena beberapa faktor eksternal seperti

faktor lingkungan dan sosial budaya.Dari dua faktor tersebut meskipun

ibu memiliki pengetahuan yang cukup namun karena sikap ibu positif

maka status imunisasi tetanus toksoid lengkap.


37

2.5 Kerangka Teori


Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Karateristik

Pendidikan
Pengetahuan
Sikap Ibu
Sosial Ekonomi/Pendapatan
Keluarga
Kelengkapan Imunisasi TT
Pekerjaan
pada Ibu hamil

Faktor Pendorong

Dukungan Suami
Dukungan Petugas
Kesehatan
Peralatan Imunisasi
Kepatuhan Ibu

Menurut (Ambarwati & Safitri, 2016)

Anda mungkin juga menyukai