Anda di halaman 1dari 91

PENGARUH STRES KERJA DAN KECERDASAN

EMOSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA


PEGAWAI PADA BADAN PUSAT STATISTIK
PROVINSI BENGKULU

DRAFT
OLEH

RAJA ALI HAJI


NPM : C1B016058

HALAMAN SAMPUL

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi organisasi, karena

merupakan sumber daya yang mengarahkan organisasi dalam berbagai tuntutan

masyarakat. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus selalu diperhatikan, dijaga

dan dikembangkan (Hidayahati dkk, 2008). Menurut Gupta (2013) karyawan yang

terpuaskan menguntungkan bagi organisasi, karena karyawan tersebut termotivasi

dan berkomitmen, sehingga kualitas kinerja yang dihasilkan semakin meningkat.

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk

mendapatkan kerja yang optimal. Javed, et al., (2014), menyebutkan bahwa

kepuasan karyawan adalah ukuran yang menceritakan tentang emosi umum

karyawan di tempat kerja dan pekerjaan, serta mengukur pendekatan terhadap

pekerjaan dan sejauh mana pekerjaan yang memuaskan karyawan.

Praptini (2000) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh

faktor-faktor yaitu stres kerja dan beban kerja. Hal senada juga diungkapkan dalam

penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa kepuasan kerja mempunyai

hubungan dengan gaji, stres kerja, pemberdayaan, perusahaan dan kebijakan

administrasi, prestasi, pertumbuhan pribadi, hubungan dengan orang lain, dan

kondisi kerja sama keseluruhan (Waheed et al., 2011). Stres kerja mengganggu

keadaan emosional dan fisik karyawan serta melemahkan ketahanan bahkan dapat

merusaknya (Mansoor et al., 2011).

2
2

Menurut Handoko, (2011) stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi fisik seseorang. Stres kerja

menimbulkan masalah psikologis yang relevan dengan ketidakpuasan kerja,

anteseden stres atau disebut stresor yang mempengaruhi karyawan lain dan

karyawan itu sendiri. (Riza dan Noermijati, 2015). Stres kerja yang dialami oleh

karyawan yang terjadi karena gangguan fisik, lingkungan ataupun sosial dapat

berdampak pada kondisi internal karyawan sehingga mempengaruhi kepuasan

kerjanya. Senada dengan pendapat tersebut, Sutalaksana (2003) mengungkapkan

bahwa stres kerja dan beban kerja yang berat membuat karyawan merasa tertekan

sehingga tidak mengalami kepuasan kerja.

Penelitian yang berhubungan dengan stres kerja yaitu stres terhadap kepuasan

kerja menurut Yahaya et al. (2010) meneliti tentang The Effect of Various Modes

of Occupational Stress, Job Satisfaction, Intention to Leave and Absentism

Companies Commission of Malaysia menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh

negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil yang sama juga ditemukan pada

penelitian Mansoor et al. (2011) dengan penelitian tentang The Impact of Job Stress

on Employee Job Satisfaction A Study on Telecommunication Sector of Pakistan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres berhubungan negatif dengan

kepuasan kerja karyawan.

Namun hal ini dibantah oleh hasil penelitian dari Tunjungsari (2011) yang

meneliti tentang Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada

Kantor Pusat Pt. Pos Indonesia (Persero) Bandung. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif atau signifikan antara stres
3

kerja dengan kepuasan kerja karyawan, karena stres kerja yang dialami karyawan

PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung dalam kondisi stres yang tidak terlalu tinggi.

Berbeda dengan penelitian oleh Hakim (2014) dengan judul The Influence of

Organizational Culture and Work Stress on Work Satisfaction of The Employee

(Study of University of Brawijaya Malang, penelitian tersebut mengemukakan

bahwa stres kerja secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja.

Selain stres kerja, berdasarkan penelitian oleh Waheed, faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja yaitu hubungan dengan orang lain. Menurut

Goleman (2005), kecerdasan emosional memiliki 5 indikator yaitu kesadaran diri,

pengaturan diri, memotivasi, empati dan keterampilan sosial. Indikator

keterampilan sosial berkaitan dengan hubungan dengan orang lain yang merupakan

faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja berdasarkan penelitian Waheed.

Abraham (1999) mengatakan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional

dengan kepuasan kerja. Ditemukan bahwa kecerdasan emosional yang lebih tinggi

akan memprediksi kepuasan kerja yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih kuat

dengan rekan kerja dan supervisor.

Dalam penelitiannya, Sharma & Pandey (2015) menemukan bahwa

kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam situasi kerja, dimana

kecerdasan emosional memiliki keterkaitan positif yang signifikan terhadap

kepuasan kerja serta prestasi kerja. Dengan memiliki kontrol emosi yang lebih baik

maka seseorang akan lebih puas dalam pekerjaannya. Temuan ini senada dengan

pendapat dari Abdulazim et al., (2011), dimana ia berpendapat bahwa kecerdasan


4

emosional memiliki peran penting dalam mengatur emosi seseorang serta emosi

karyawan lain sehingga tercapai performa kerja yang baik dan meningkatkan

kemampuan dalam mengenali emosi dan tekanan psikologis sehingga akan tercipta

performa kerja dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Hulya Gunduz (2012) dalam

penelitiannya Effects of Emotional Intelligence on Job Satisfaction: An Empirical

Study on Call Center Employees, Procedia - Social and Behavioral Sciences

menemukan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan positif dengan

kepuasan internal karyawan. Karyawan dengan kecerdasan emosional yang tinggi

cenderung akan merasa lebih puas dibandingan dengan karyawan dengan tingkat

kecerdasan emosional yang lebih rendah.

Kecerdasan emosional tersusun dari salah satunya kemampuan seseorang

dalam mengenali emosi dan mengatur emosi (Reus & Liu, 2004). Kemampuan

dalam mengenali emosi dan mengatur emosi dapat digunakan untuk memprediksi

hasil keluaran kerja seperti kepuasan kerja dan performa kerja (Sy et al., 2006).

Kemampuan dalam menyadari emosi dan mengatur emosi akan membantu dalam

bersosialiasi di lingkungan kerja, sehingga akan mempengaruhi pengalaman emosi

dan stres yang terjadi pada kerja. Kafetsios & Zampetakis (2008) berpendapat

bahwa dengan menyadari emosi dan dapat mengatur emosi maka dapat mengurangi

stres dan emosi negatif sehingga seseorang dapat bekerja lebih baik dan merasa

lebih puas dengan pekerjaannya.

Suharsono (2004) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan

mengetahui diri sendiri yaitu mengetahui potensi-potensi dan kemampuan yang

dimiliki, mengetahui kelemahan-kelemahan perasaan dan emosi. Sedangkan


5

Goleman (2000) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang untuk mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage

our emotional life with intelligency), menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.

Studi yang dilakukan Goleman (1998) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional dapat membantu dalam memperbaiki perasaan negatif dan

mengembalikan kepuasan hidup. Kecerdasan emosional dapat memprediksi

motivasi karyawan, komitmen organisasi, organizational citizenship (Viswesvaran,

2004), dan life satisfaction (Martinez-Pons 1997). Emma (2017) mengatakan

bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Senada dengan pernyataan tersebut, Virk (2011) juga menemukan bahwa

kecerdasan emosional memiliki hubungan positif terhadap kepuasan kerja. Dalam

penelitian tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja terhadap

Kepuasan Kerja dan Dampaknya terhadap Komitmen Organisasi Frontliner Bakti

PT Bank Central Asia Tbk Kcu Jambi oleh (Emma & Anna, 2017), menemukan

bahwa kecerdasan emosional dan stres kerja secara bersama- sama berpengaruh

terhadap kepuasan kerja.

Obyek pada penelitian ini yaitu Pegawai pada Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu dipilih karena merupakan pusat

pengolahan data statistik tingkat provinsi Bengkulu dimana memiliki muatan kerja

yang padat serta memiliki kompetensi pegawai yang memadai untuk mengelola
6

data-data tingkat provinsi. Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

memiliki jadwal kerja yang padat dalam perminggu dimana harus mengelola

pengumpulan data, administrasi dan pengelolaan data. Pegawai rentan mengalami

stres kerja akibat tekanan dari pekerjaan serta dituntut memiliki kecerdasan

emosional yang tinggi agar dapat mengendalikan emosi dan motivasinya dalam

bekerja. Stres kerja negatif yang tinggi akan menyebabkan rendahnya kepuasan

kerja pegawai dan kecerdasan emosional yang rendah akan menyebabkan

rendahnya kepuasan kerja.

Tabel 1.1
Jadwal Kerja Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

Hari Jam Kerja Jam Istirahat


Senin 7:30 – 16:00 12:00-13:00
Selasa 7:30 – 16:00 12:00-13:00
Rabu 7:30 – 16:00 12:00-13:00
Kamis 7:30 – 16:00 12:00-13:00
Jumat 7:30 – 16:00 11:30-13:00
Sumber: Kasubbag Kepegawaian dan Hukum Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

Untuk mengidentifikasi masalah dan fenomena lebih jelas di Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu maka dilakukan prasurvei melalui wawancara kepada

kasubbag kepegawaian dan hukum , salah satu pegawai tetap dan pegawai honorer

di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu . Berdasarkan hasil wawancara kepada

Kassubag Kepegawaian dan Hukum mendapatkan bahwa berberapa pegawai di

Badan Pusat statistik provinsi Bengkulu ada yang mengeluh terkait dengan

pekerjaannya sehingga mengalami tekanan ataupun stres. Laporan yang dikeluhkan

pegawai berkaitan dengan tuntutan tugas yang mengharuskan karyawan mengolah


7

data yang banyak dan rumit dengan waktu yang terbatas sehingga memberikan

beban lebih kepada fisik dan psikis pegawai. Pada wawancara dengan salah satu

pegawai tetap juga membenarkan bahwa tugas yang mereka dapatkan terkhusus

dalam pengolahan data sangat memberatkan fisik dan pikiran karena hampir setiap

hari selalu berhadapan dengan data dan pengolahan data. Stres kerja lebih terasa

ketika tugas untuk mengolah data sensus tingkat provinsi karena data yang perlu

diolah dalam jumlah banyak. Pada karyawan honorer merasa biasa saja dengan

tugasnya, mengatakan bahwa tugas honorer tidak terlalu berat tetapi merasakan

tekanan pekerjaan dari pengawasan atasan karena dalam bekerja sangat dituntut

untuk disiplin dan tekun. Menunjukkan bahwa stres kerja pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu belum terlalu tinggi dan terlalu rendah.

Selanjutnya terkait dengan kecerdasan emosional, berdasarkan wawancara

dengan salah satu pegawai tetap dan pegawai honorer mengatakan bahwa mereka

dapat menyadari emosi dirinya dan rekan kerja. Ketika merasa lelah ataupun sedang

dalam emosi buruk tetap menjalankan tugas dengan baik dan sesuai arahan serta

menjaga agar emosi buruk tersebut tidak mempengaruhi rekan kerja lain,

menunjukkan bahwa narasumber memiliki kesadaran emosi dan pengendalian

emosi yang baik. Pegawai dengan kecerdasan emosional tinggi akan cenderung

bekerja dengan baik, disiplin dan mengikuti ketentuan yang berlaku. Saat bertanya

kepada Kepala Kasubbag Kepegawaian dan Hukum selaku narasumber

membenarkan bahwa pegawai di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu memiliki

tingkat disiplin yang tinggi dan kompeten dalam menyelesaikan tugasnya, hal

tersebut juga diakui oleh pegawai tetap dan honorer yang mengaku bahwa
8

kedisiplinan dan penyelesaian tugas sangat dijunjung tinggi di Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu dan diterapkan di lingkungan kerja dan rekan kerja. Dalam

bekerja pegawai dituntut untuk teliti dalam mengerjakan tugas dan mengikuti

perintah atasan, karena dalam bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi.

Bengkulu menerapkan rantai perintah Top-Down untuk menjamin keakuratan

data. Data pencapaian kinerja sasaran Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

Tahun 2019 menunjukkan tingkat pencapaian yang tinggi, mencerminkan bahwa

kedisiplinan dan penyelesaian tugas oleh pegawai yang baik. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu cukup tinggi.

Tabel 1.2
Tingkat Pencapai Kinerja Sasaran Badan Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu 2019

Rata -Rata Tingkat


No. Sasaran Strategis
Pencapaian
Meningkatnya kepercayaan pengguna
1 terhadap kualitas data BPS 101.434

Meningkatnya kualitas hubungan


2 dengan pengguna data 114.22

Meningkatnya koordinasi dan


3 kerjasama dalam penyelenggaraan SSN 100

Meningkatnya pengawasan dan


4 akuntabilitas kinerja BPS 103,86

Meningkatnya kualitas saran dan


5 prasarana BPS 105.28
Sumber: LAKIN Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu 2019
9

Untuk kepuasan kerja pegawai, berdasarkan hasil wawancara prapenelitian

yang dilakukan kepada Kepala Kasubbag Kepegawaian dan Hukum pada Badan

Pusat Statistik Provinsi Bengkulu bahwa belum menemukan laporan tentang

ketidakpuasan kerja selain keluhan keluhan kecil berkaitan dengan kepuasan kerja

pegawai. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu telah mencoba memenuhi

kebutuhan prasana dan sarana dalam bekerja serta menerapkan sistem tunjangan

yang berdasarkan perpres No.110 tahun 2012 tentang tunjangan kinerja pegawai

dan peraturan kepala BPS No. 76 dan No. 77 tahun 2012. Agar mendapatkan data

yang lebih mendalam maka peneliti mengumpulkan data melalui penyebaran

kuesioner prapenelitian kepada 8 pegawai Badan Pusat Statisik Provinsi Bengkulu

terkait kepuasan kerja dengan memberikan skor terhadap dimensi atau aspek

kepuasan kerja menurut Bheer et al., (2006), ditemukan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.3
Hasil kuesioner prapenelitian terkait kepuasan kerja kepada pegawai

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

Rentang

Sangat Puas Ragu- Tidak Sangat


No Dimensi
Puas ragu Puas Tidak puas
1 Gaji 1 2 3 2 -
2 Atasan 1 1 3 3 -
3 Rekan kerja 1 4 1 1 1
4 Promosi 1 1 3 3 -
5 Pekerjaan itu - 2 2 4 -
sendiri
Jumlah 4 10 12 13 1
Sumber: Hasil Kuesioner Prapenelitian
10

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dikumpulkan kembali dapat

dijelaskan bahwa skor paling minim yaitu pada rentang sangat puas dengan 4

jawaban dan jumlah skor yang dominan adalah rentang tidak puas dengan 13

jawaban. Jawaban tidak puas terbanyak adalah pada dimensi pekerjaan itu sendiri

dengan 4 jawaban. Dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil kuesioner bahwa

karyawan dominan merasa tidak puas dimana dimensi yang dirasa tidak puas paling

banyak adalah dimensi pekerjaan itu sendiri.

Selanjutnya melalui wawancara kepada salah satu pegawai di Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu mengaku bahwa merasa kurang puas dengan pekerjaan

yang diberikan. Pegawai merasa bahwa dalam bekerja terkadang mendapatkan

waktu yang kurang atau deadline tugas yang sempit untuk menyelesaikan pekerjaan

yang diberikan. Menurut pegawai beban kerja yang dimiliki cukup berat dan

terkadang menimbulkan tekanan dalam bekerja, tetapi ia mengaku tetap dapat

menjaga emosinya agar tidak mempengaruhi hasil kerja dan tetap bertanggung

jawab untuk menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas. Jawaban ini menvalidasi

pernyataan dari Kafetsios dan Zampetakis (2008) bahwa pegawai dengan

kecerdasan emosional yang tinggi dapat mengidenfitifkasi emosi positif dan negatif

serta sumber dari stres kerja (Brotheridge Grandey, 2002). Menunjukkan pegawai

memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Hasil wawancara tersebut juga dapat dikaitkan dengan pendapat Goleman

(2009) yang medefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan-

kemampuan yang mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan dan

kemampuan untuk memotivasi diri. Ditunjukkan dengan pegawai yang merasa


11

tidak puas dengan pekerjaannya terutama pada beban kerja yang diterima tetapi

tetap dapat mengendalikan emosinya dan menunjukkan sikap bertanggung jawab

atas pekerjannya. Tetapi hal tersebut bersinggungan dengan pendapat yang

diungkapkan oleh Suharsono (2012) dimana stres yang salah satu dimensinya

adalah beban kerja akan mempengaruhi proses pikiran seseorang saat bekerja dan

Shukla Sunita (2018) yang berpendapat pegawai dengan kecerdasan emosional

yang tinggi akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi pula.

Berdasarkan hasil identifikasi masalah pada Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu dan research gap pada penelitian terdahulu menjadi alasan sehingga

peneliti mengambil topik Pengaruh Stres Kerja dan Kecerdasan Emosional terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu untuk diteliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dan pertanyaan

penelitian ini dapat dirumuskan yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja pada

Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu?

2. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja

pada Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu?

3. Apakah terdapat pengaruh stres kerja dan kecerdasan emosional secara

simultan terhadap kepuasan kerja pada Pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu?
12

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penulis melakukan

penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui apakah terdapat pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja

pada Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

2. Mengetahui apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap

kepuasan kerja pada Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

3. Mengetahui apakah terdapat pengaruh stres kerja dan kecerdasan

emosional secara simultan terhadap kepuasan kerja pada Pegawai Badan

Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat

yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi, rujukan

ataupun data pembanding untuk penelitian selanjutnya, memberikan

sumbangsih pemikiran, menambah pengetahuan serta wawasan dan

memberikan bukti empiris dari penelitian-penelitian sebelumnya

mengenai Pengaruh Stres Kerja dan Kecerdasan Emosional terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia berhubungan dengan


13

stress kerja karyawan, kecerdasan emosional dan kepuasan kerja Pegawai

pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

Spector (1997) mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap yang terkait

dengan tingkat dimana orang menyukai atau tidak menyukai pekerjaan mereka.

Robbins dan Judge (2013) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap

umum individu terhadap pekerjaannya. Senada dengan pendapat Robbins dan

Judge, Schemerhorn (2005) mengungkapkan kepuasan kerja adalah perasaan

positif atau negatif individu terhadap pekerjaan mereka, sikap umum atau respon

emosional terhadap pekerjaannya. Mathis dan Jackson (2001), mengemukakan

kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman

kerja seseorang. Rahayuningsih (2005) mengartikan bahwa kepuasan kerja

merupakan kepuasan perasaan puas, senang dan lega akan sesuatu hal. Hasibuan

(2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap emosional yang

menyenangkan dan mencintai pekerjaan. Handoko (2001) berpendapat bahwa

kepuasan kerja adalah respon emosional yang menunjukkan perasaan yang

menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.

Menurut Robbins (2001), ada faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja yaitu:

1. Pekerjaan yang Secara Mental Menantang

Pekerjaan memberikan kesempatan untuk menggunakan kreativitas,

kebebasan, kemampuan dan keahlian dalam menyelesaikan tugas.

14
15

2. Imbalan yang Pantas

Imbalan yang didapatkan dari organisasi dirasa adil dengan kontribusi

yang diberikan.

3. Kondisi yang Mendukung

Kondisi yang mendukung mencakup lingkungan kerja yang baik dan

nyaman sehingga akan lebih mudah dalam menjalankan tugas dan

nyaman dengan pekerjaan.

4. Rekan Kerja yang Mendukung

Rekan kerja yang bersahabat, kompeten dan mendukung akan

memberikan kepuasan kerja pada karyawan.

5. Kesesuaian Kepribadian Pekerjaan

Kesesuaian antara kepribadian karyawan dengan pekerjaan yang dimiliki

dalam organisasi. Dengan kecocokan yang tinggi cenderung memiliki

kepuasan yang tinggi pula.

2.1.1 Dimensi Kepuasan Kerja

Sharma et al., (2017) menjelaskan ada enam aspek kepuasan kerja

yaitu:

1. Pembayaran

Bayaran yang didapatkan atas penyelesaian pekerjaan dalam

organisasi dapat memberikan pengaruh pada kepuasan kerja

karyawan. Karyawan yang mendapatkan pembayaran terhadap

pekerjaannya yang sesuai dengan usaha dan waktu yang diberikan

cenderung merasa lebih puas terhadap pekerjaannya. Kebalikannya


16

jika pembayaran yang diterima tidak sesuai dengan usaha dan waktu

yang diberikan maka karyawan akan cenderung merasa tidak puas.

2. Pelatihan

Pelatihan meliputi penyediaan teknologi pendukung pekerjaan serta

proses pelatihan dalam peningkatan keahlian karyawan. Karyawan

yang diberikan fasilitas penunjang pekerjaan yang memadai akan

merasa didukung oleh tempatnya bekerja sehingga merasa lebih

bersemangat dalam bekerja. Karyawan yang mendapatkan

pelatihan akan cenderung lebih percaya diri dalam bekerja karena

telah memiliki kesiapan dalam menjalankan pekerjaan.

3. Promosi

Promosi merupakan kesempatan karyawan untuk mendapat

kenaikan ke posisi jabatan yang lebih tinggi dari yang dimiliki

sekarang. Mendapatkan kesempatan promosi memberikan motivasi

karyawan untuk bekerja lebih giat serta memberikan kepuasan jika

mendapatkan promosi yang diinginkan.

4. Pengawasan

Pengawasan yang dilakukan oleh atasan dalam organisasi dapat

memberikan efek positif terhadap kepuasan karyawan. Memiliki

atasan yang perhatian dan baik membuat karyawan merasa nyaman

bekerja sehingga merasa puas terhadap pekerjaannya.


17

5. Pengakuan

Mendapatkan pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan

memberikan kepuasan terhadap karyawan. Bentuk pengakuan dapat

berupa insentif ataupun pujian personal terhadap karyawan. Hal

tersebut memberikan efek positif terhadap rasa percaya diri serta

pengakuan diri karyawan terhadap dirinya sehingga memberikan

kepuasan kerja.

6. Keamanan Kerja

Perasaan aman dalam bekerja dan berada dalam lindungan

organisasi atas pekerjaannya dapat memberikan kepuasan kerja

kepada karyawan. Perasaan aman dapat dicapai dengan perusahaan

memberikan asuransi kesehatan, jaminan dana pensiun dan

lingkungan kerja yang nyaman.

Sedangkan menurut Luthans (2006) ada berberapa dimensi dari

kepuasan kerja yang dibagi menjadi 6 dimensi yaitu:

1. Pekerjaan Itu Sendiri

Kepuasan yang berasal dari pekerjaan merupakan kepuasan yang

timbul dari aspek-aspek yang berkaitan pekerjaan itu sendiri, hal hal

yang berkaitan tersebut adalah bagaimana dalam pekerjaan pegawai

menerima tugas yang menarik, mendapatkan kesempatan untuk

belajar dan menerima tanggung jawab.


18

2. Gaji yang Adil

Jumlah gaji yang diterima akan mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan, sejauh mana jumlah gaji yang diterima sesuai dengan

harapan dan tuntutan pekerjaan. Gaji juga merupakan simbol dari

pencapaian dan penghargaan atas pekerjaan.

3. Kesempatan Promosi

Kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda terhadap

kepuasan kerja berdasarkan bentuk kesempatan promosi tersebut.

Kesempatan promosi dapat timbul dari hasil kinerja dan atas

senioritas tempat kerja. Karyawan yang mendapat kesempatan

promosi atas senioritas memiliki kepuasan kerja yang cenderung

lebih tinggi.

4. Pengawasan

Dalam pengawasan penyelia memberikan bantuan teknis dan

dukungan perilaku. Sikap penyelia terhadap karyawan dapat

mempengaruhi kepuasan kerja, penyelia dapat bersikap personal

dan peduli terhadap karyawan atau dapat melibatkan karyawan

dalam pengambilan keputusan. Bentuk sikap peduli dan melibatkan

karyawan dalam pengambilan keputusan dapat memberikan

kepuasan kerja terhadap karyawan.


19

5. Rekan Kerja

Memiliki rekan kerja yang kooperatif dapat memberikan kepuasan

kerja terhadap karyawan. Bentuk dukungan supportif, motivasi dan

perhatian secara personal akan memberikan hubungan positif dalam

interaksi karyawan yang menghasilkan kepuasan kerja.

6. Kondisi Kerja

Kondisi lingkungan kerja yang mendukung akan memberikan

kepuasan kerja terhadap karyawan. Ruangan yang rapi dan tertata,

suhu dan cahaya yang cukup serta sarana dan prasarana pendukung

kerja yang dipenuhi akan meningkatkan semangat kerja karyawan

dan memberikan kepuasan kerja.

Wijono (2012) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:

1. Karekteristik Individu

Karakteristik individu merupakan karakteristik dasar individu yang

termasuk kedalamnya yaitu usia, pendidikan, jenis kelamin dan

jabatan.

2. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik terkait dari pekerjaan yaitu supervisi, lingkungan

kerja, variasi pekerjaan, penghasilan, keamanan dan organisasi.

Hampir senada dengan Wijono, Mangkunegara (2005) mengungkapkan

bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:


20

1. Faktor pada Pegawai

Faktor pada pegawai mencakup faktor faktor seperti kecerdasan,

skill, umur, jenis kelamin, fisik, pendidikan, kepribadian, emosi,

persepsi, cara berpikir, sikap kerja dan pengalaman kerja.

2. Faktor Pekerjaan

Merupakan faktor terkait pekerjaan yaitu struktur organisasi,

kedudukan atau pangkat, jenis pekerjaan, hubungan dengan rekan

kerja, keamanan pekerjaan dan kesempatan promosi.

Sedangkan Bheer et al., (2006) mengungkapkan ada 5 dimensi dari

kepuasan kerja yaitu Work-itself (Pekerjaan itu Sendiri), Supervision

(Atasan), Coworkers (Rekan Kerja), Pay (Gaji) dan Promotional

Opportunities (Kesempatan promosi):

1. Gaji

Gaji merupakan sejumlah upah yang diterima setiap bulan untuk

pekerjaan dan dapat dibandingkan dengan orang lain di dalam

organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari

bagaimana manajemen menilai kontribusi mereka terhadap

organisasi.Indikator yang digunakan yaitu dibayar sebanding

dengan pekerjaan yang dilakukan, gaji dibayar tepat waktu, puas

dengan kesempatan kenaikan gaji dan senang dengan banyak uang

yang dihasilkan.
21

2. Pekerjaan Itu Sendiri

Pekerjaan itu sendiri merupakan sejauh mana karyawan merasa

puas dengan pekerjaan yang dimiliki dan diberikan oleh organisasi.

Semakin puas dengan pekerjaan yang dimiliki semakin

meningkatkan kepuasan karyawan dalam bekerja. Indikator yang

digunakan yaitu puas dengan pekerjaan saat ini, lebih puas dengan

pekerjaan jika pekerjaan itu diberikan dan puas dengan hal-hal yang

dilakukan di tempat kerja.

3. Promosi

Promosi merupakan ada atau tidaknya kesempatan karyawan untuk

mendapatkan peningkatan karier selama didalam organisasi.

Karyawan melihat promosi sebagai kesempatan untuk

meningkatkan posisinya di dalam organisasi dan mendapatkan lebih

banyak upah. Indikator yang digunakan yaitu menyukai peluang

promosi yang dilakukan, lebih puas dengan pekerjaan jika peluang

promosi tidak terlalu buruk, puas dengan promosi saat ini dibanding

yang pernah ada.

4. Atasan

Atasan adalah seseorang yang memberikan bantuan teknis dan

arahan perilaku terhadap karyawan dibawahnya yang sedang

mengalami kesulitan ataupun membutuhkan bantuan terkait

pekerjaan di dalam organisasi. Indikator yang digunakan yaitu


22

senang dengan cara atasan mengawasi, puas dengan atasan saat ini

dan lebih suka bekerja untuk beberapa atasan di tim lain.

5. Rekan Kerja

Rekan kerja merupakan sejawat di lingkungan kerja, dimana rekan

kerja yang dapat diandalkan dan memberikan dukungan sosial

menjadi pendukung dalam hubungan antar karyawan dengan

karyawan serta karyawan dengan atasan. Indikator yang digunakan

yaitu senang bekerja dengan rekan kerja, puas dengan rekan kerja

saat ini dan lebih suka bekerja dengan beberapa rekan kerja dengan

pekerjaan jenis lain.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Copper et al., (1989) dalam

penelitiannya bahwa stressor pekerjaan memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan

kerja .Sedangkan pada penelitian oleh Fletcher & Payne (1980) menemukan bahwa

ketidakpuasan kerja dapat menjadi sumber dari munculnya stres kerja dan dengan

kepuasan kerja yang tinggi akan memudarkan rasa stres. Terry et al., (1993)

mengungkapkan bahwa tingkat stres kerja yang tinggi memiliki hubungan dengan

kepuasan kerja yang rendah. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun yang sama

oleh Waheed et al., (2011) dan Mansoor et al., (2011) juga menemukan bahwa

kepuasan kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh stres kerja yang dialami oleh

karyawan. Hasil temuan dan teori yang dikemukakan oleh para ahli menunjukkan

bahwa adanya keterkaitan antara kepuasan kerja dan stres kerja.


23

Penelitian oleh Abraham (1999) menemukan bahwa terdapat hubungan

antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja dimana kecerdasan emosional

yang tinggi dapat memprediksi kepuasan kerja yang lebih tinggi dan hubungan yang

lebih kuat dengan rekan kerja dan pengawas. Kafetsios & Zampetakis (2008)

berpendapat bahwa dengan menyadari emosi dan dapat mengatur emosi maka dapat

mengurangi stres dan emosi negatif sehingga seseorang dapat bekerja lebih baik

dan merasa lebih puas dengan pekerjaannya. Sharma & Pandey (2015) dalam

penelitiannya juga menemukan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran

penting dalam situasi kerja, dimana kecerdasan emosional memiliki keterkaitan

positif yang signifikan terhadap kepuasan kerja serta prestasi kerja. Penelitian para

ahli menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kecerdasan emosional dengan

kepuasan kerja.

Pada penelitian ini dimensi kepuasan kerja yang akan digunakan yaitu

dimensi kepuasan kerja yang diungkapkan oleh Bheer et al., (2006).

2.2 Stres Kerja

Mangkunegara (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai sebuah perasaan

tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Sedangkan menurut

Robbins (2006) menyatakan stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi

antara manusia dan pekerjaan serta dikarakteristik oleh perubahan manusia yang

memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Sedarmayanti

(2011) menyatakan bahwa stres kerja adalah kelebihan tuntutan atas kemampuan

individu dalam memenuhi kebutuhan. Masalah yang terdapat dalam lingkungan


24

kerja di kantor maupun yang ada hubungannya dengan orang lain akan

menimbulkan beban berlebih. Handoko (2011) menyebutkan bahwa stres kerja

adalah tuntutan tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-

obyek dalam lingkungan ataupun stimulus yang secara obyektif berbahaya. Adapun

stres juga dapat diartikan sebagai suatu tekanan, ketegangan atau gangguan yang

tidak menyenangkan bagi seseorang. Luthans (2005) mendefinisikan stres kerja

sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan

penyimpangan fisik , psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Andre

(2008) menyatakan bahwa stres kerja adalah respon fisik dan emosional berbahaya

yang terjadi ketika persyaratan kerja tidak memenuhi kapabilitas , sumber daya dan

kebutuhan karyawan.

Sunyoto (2012) menyatakan bahwa stres mempunyai arti berbeda-beda bagi

masing masing individu. Stres kerja yang dialami karyawan akan mempengaruhi

kinerja dan kepuasan kinerjanya. Stres kerja mempengaruhi emosi, proses pikiran

dan kondisi fisik seseorang saat bekerja (Suharsono, 2012).

2.2.1 Dimensi Stres Kerja

Michael et al (2009) berpendapat bahwa indikator yang dapat

digunakan untuk mengukur stres kerja yaitu:

1. Beban Kerja

Ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan , waktu yang

diberikan serta sumber daya yang tersedia merupakan hal yang

mempengaruhi beban kerja karyawan. Jika terjadi

ketidakseimbangan pada ketiganya maka tugas akan sulit


25

diselesaikan dengan baik dan akhirnya akan menyebabkan

karyawan mengalami stres.

2. Konflik Peran

Konflik peran yaitu adanya ketidaksesuaian konsep antara

karyawan dengan atasan mengenai tugas-tugas yang perlu

dilakukan. Dapat terjadi jika terdapat dua atau lebih tekanan yang

secara simultan akan menyebabkan pemenuhan terhadap salah satu

tuntuan peran akan berakibat pemenuhan tuntutan peran yang lain

menjadi sulit. Atasan dapat memiliki penilaian bahwa suatu

pekerjaan tim dapat diselesaikan oleh satu karyawan, karyawan

kesulitan menyelesaikannya karena diluar kemampuan dan berakhir

dengan pekerjaan yang tidak selesai dan mengalami stres.

3. Ambiguitas Peran

Ambiguitas peran merupakan ketidakjelasan peran atau tugas tugas

yang perlu dilaksanakan karyawan sesuai dengan perannya yang

dapat diakibatkan oleh deskripsi tugas dan perintah atasan yang

kurang jelas sehingga karyawan kesulitan mengetahui apa tugas

yang harus dijalankan serta apa tujuan yang hendak dicapai atas

keberhasilan tugas tersebut.

Sementara itu, Robbins (2007) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi stres kerja yaitu:


26

1. Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas berkaitan dengan pekerjaan dan tugas karyawan

tersebut, hal yang berkaitan ini meliputi keragaman tugas dan

otonomi yang diberikan serta kondisi kerja dan kondisi ruangan

kerja. Indikator yang digunakan untuk mengukur yaitu Kelancaran

pekerjaan, wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan dan peralatan

penunjang pekerjaan.

2. Tuntutan Peran

Tuntutan peran berkaitan dengan ekspetasi dari atasan terhadap

karyawan. Atasan memiliki ekspetasi tugas , peran dan pencapaian

kepada karyawan mengenai fungsinya dalam organisasi. Jika

ekspetasi ini tak terpenuhi dapat memicu konflik ketidakpuasan dan

membuat karyawan merasa ketidakjelasan peran. Indikator yang

digunaka untuk mengukur yaitu kesiapan karyawan dalam

melaksanakan tugas, keterbatasan waktu dalam pelaksanaan tugas

dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan.

3. Tuntutan Pribadi

Karyawan memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. Atasan yang

kurang memberikan dukungan terhadap karyawan, rekan kerja yang

kurang dalam memberikan dukungan serta adanya konflik sosial

antar para karyawan dapat memberikan tekanan sehingga karyawan

dapat mengalami stres. Indikator yang digunakan yaitu hubungan

dengan sesama pegawai, hubungan dengan sesama karyawan,


27

hubungan dengan keluarga dan pengawasan yang dilakukan oleh

atasan.

Wooten dan Kim (2011) berpendapat bahwa terdapat lima faktor dari

stres kerja yaitu:

1. Ketidakjelasan Peran

Ketidakjelasan peran terjadi ketika karyawan kesulitan untuk

mengetahui apa peran yang perlu dilakukan dan diharapkan oleh

atasan. Penyebab terjadinya ketidakjelasan peran adalah struktur

organisasi yang tidak jelas serta atasan yang tidak dapat

menjelaskan deskripsi pekerjaan yang jelas kepada karyawan.

Karyawan akan kesulitan dalam menjalankan pekerjaan sehingga

tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan sehingga merasa

tertekan dan mengalami stres.

2. Konflik Kerja

Konflik kerja terjadi ketika karyawan mengalami masalah

komunikasi dengan rekan kerja, atasan atau organisasi. Masalah

komunikasi dapat terjadi karena kesalahpahaman, perbedaan nilai

dan tujuan, ketidakselarasan dan perbedaan sudut pandang terkait

pribadi, pekerjaan, perilaku dan nilai. Konflik kerja yang berlarut-

larut dapat menyebabkan karyawan mengalami stres.

3. Beban Pekerjaan

Beban pekerjaan meliputi jumlah pekerjaan, waktu yang tersedia

untuk menyelesaikan pekerjaan dan kemampuan pekerja yang


28

sesuai dengan pekerjaan. Beban pekerjaan yang terlalu berat dapat

memicu stres kerja pada karyawan.

4. Ketersediaan Sumber Daya

Tersedianya sumber daya yang dapat membantu menyelesaikan

tugas sangat membantu karyawan dalam bekerja. Sumber daya

dapat berupa waktu yang tersedia dan fasilitas yang menunjang

pekerjaan. Jika sumber daya tidak memadai maka pekerjaan akan

sulit diselesaikan.

5. Tingkat Bahaya Pekerjaan

Kondisi pekerjaan yang memberikan rasa aman cenderung

mengurangi kemungkinan karyawan mengalami stres. Rasa aman

didapatkan dari lingkungan pekerjaan yang dapat menjamin

keselamatan karyawan serta jaminan yang diberikan oleh

perusahaan jika terjadi kecelakaan kerja.

Sedangkan pada Robbins dan Judge (2009) memaparkan bahwa ada

tiga sumber utama yang dapat menyebabkan stres kerja yaitu:

1. Faktor Individu

Faktor individu mencakup karakteristik pribadi, masalah ekonomi

pribadi dan masalah dalam keluarga. Karakteristik pribadi

seseorang dapat menjadi penyebab stres pada watak alami sehingga

gejala gejala stres yang dapat timbul dapat berbeda dari satu

individu ke individu lain.


29

2. Faktor Organisasi

Hal yang dapat menyebabkan stres kerja pada faktor organisasi

mencakup tuntutan peran, tuntutan antarpersonal serta gaya

kepemimpinan. Tuntutan peran yang kurang jelas akan

membingungkan karyawan dalam memposisikan serta menjalankan

perannya dalam organisasi. Hubungan dengan sesama karyawan

yang tidak baik akan mempengaruhi kondisi pekerjaan sehingga

membuat pekerja tidak nyaman dan mengalami stres. Gaya

kepemimpinan sangat mempengaruhi bagaimana karyawan bekerja,

pemimpin yang dekat dan perhatian terhadap karyawan cenderung

membuat karyawan betah dalam bekerja dan menurunkan tingkat

stres yang dialami.

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan mencakup keadaan ekonomi, politik dan

teknologi. Perubahan yang terjadi pada lingkungan membuat

organisasi harus melakukan penyesuaian yang dapat menimbulkan

stres pada karyawan. Perubahan pada ekonomi dan politik yang

buruk bagi perusahaan dapat mengakibatkan mendorong terjadinya

penyesuaian jumlah pekerja dan menimbulkan stres. Perubahan

teknologi yang pesat dapat mengakibatkan keahlian karyawan dapat

digantikan oleh mesin sehingga dapat kehilangan pekerjaannya.

Pada penelitian ini dimensi stres kerja yang akan digunakan yaitu dimensi

yang dikemukakan oleh Michael et al.,(2009).


30

2.3 Kecerdasan Emosional

Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional atau

Emotional Intelligence (EI) yaitu himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang

melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan

pada orang lain, memilah milah semuanya dan menggunakan informasi untuk

membimbing pikiran dan tindakan. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf

(2002:147) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan

secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,

informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.

Menurut Patton (2001), kecerdasan emosional memiliki arti yang sederhana

yaitu keterampilan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai sebuah

tujuan dan mampu membangun hubungan yang baik serta mampu meraih

kesuksesan ditempat kerja. Lebih detail, Goleman (2009) medefinisikan

Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan kemampuan yang mencakup

pengendalian diri, semangat, ketekunan dan kemampuan untuk memotivasi diri.

Lalu memperbaharui definisi tersebut, Kecerdasan emosional adalah kemampuan

untuk mengenali perasaan diri kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri

sendiri dan untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan dalam hubungan

kita (Goleman, 2011).

Goleman (2002) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosional yaitu:


31

1. Pengalaman

Kecerdasan emosional seseorang akan semakin meningkat seiring terus

belajar dan menambah pengalaman. Dengan banyak pengalaman maka

dapat semakin baik dalam menangani suasana hati , menangani emosi dan

lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain.Pengalaman juga

berkaitan dengan pendidikan , dengan pendidikan yang semakin tinggi

cenderung memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik dengan

pendidikan yang rendah.

2. Usia

Semakin bertambah usia semakin bertambah pengalaman , orang dengan

umur yang lebih tua dapat memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik

atau sama baik dengan orang dengan usia yang lebih muda.

3. Jenis kelamin

Baik pria ataupun wanita memiliki kemampuan kecerdasan emosional

yang kurang lebih sama. Tetapi wanita cenderung memiliki keterampilan

dalam mengelola emosi yang lebih baik daripada pria , walaupun secara

statistik data tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

4. Jabatan

Dengan jabatan yang semakin tinggi, keterampilan dalam mengelola

emosi, memahami orang lain dan bersosialisasi menjadi lebih

penting.Seseorang dengan jabatan yang tinggi cenderung memiliki

kecerdasan emosional yang lebih baik dari orang dengan jabatan yang

lebih rendah.
32

2.3.1 Dimensi Kecerdasan Emosional

Goleman (2016) mengungkapkan bahwa ada 5 dimensi kecerdasan

emosional seorang individu, yaitu:

1. Kesadaran Diri

Merupakan kemampuan individu yang memiliki fungsi untuk

memantau perasaan dari waktu ke waktu serta mencermati perasaan

yang muncul. Ketidakmampuan seseorang untuk mencermati

perasaan yang sesungguhnya menandakan bahwa seseorang

tersebut berada dalam kekuasaan emosi atau tidak memiliki

kesadaran diri.

2. Pengaturan Diri

Pengaturan diri berkaitan dengan kemampuan untuk menghibur diri

sendiri , melepas kecemasan , kemurungan atau ketersinggungan

dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan keterampilan

emosi dasar. Seseorang yang mempunyai kemampuan rendah

dalam mengelola emosi akan sulit keluar dari perasaan murung.

Kebalikannya , seseorang dengan kemampuan yang tinggi dalam

mengelola emosi akan dengan cepat bangkit dari perasaan murung.

Pengaturan diri meliputi kemampuan seseorang dalam penguasaan

diri dan kemampuan dalam menenangkan diri.

3. Motivasi Diri

Motivasi diri yaitu kemampuan untuk mengatur emosi menjadi alat

untuk mencapai tujuan dan menguasai diri. Seseorang yang dapat


33

memotivasi diri cenderung menjadi lebih produktif dan efektif

dalam kegiatannya. Kemampuan motivasi diri meliputi kemampuan

menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati.

4. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan ini merupakan keterampilan dasar dalam hidup

bersosial dan bergantung pada kesadaran. Seseorang yang dapat

mengenali emosi orang lain (berempati) lebih mampu menangkap

sinyal-sinyal sosial yang terisyarat tentang apa yang dibutuhkan

atau dikehendaki orang lain.

5. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial yaitu kemampuan yang berkaitan dengan

mengelola emosi orang lain, mempertahankan hubungan dengan

orang lain melalui keterampilan sosial, kepemimpinan dan

keberhasilan hubungan antar pribadi.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan berkaitan dengan stres kerja,

kecerdasan emosional dan kepuasan kerja yang mendukung penelitian ini disajikan

pada tabel berikut:


34

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu Pada Stress Kerja, Kecerdasan Emosional
dan Kepuasan Kerja

Populasi dan
No Judul Peneliti Hasil
sampel
1 The Effect of Yahaya 1. Penelitian Penelitian
Various Modes etal. dilakukan pada 100 menunjukkan
ofOccupational (2010) karyawan pada bahwa stres
Stress, Job Companies kerja
Satisfaction, Commision of berpengaruh
Intention to Malaysia negatif secara
Leaveand 2. Menggunakan langsung
Absentism metode analisis terhadap
Companies Regresi Linear kepuasan kerja
Commission of berganda
Malaysia
2 The Impact of Mans 1. Penelitian Hasil
Job Stress on ooret dilakukan pada penelitian
EmployeeJob al. karyawan sektor menunjukkan
Satisfaction A (2011) telekomunikasi bahwa stres
Study on Rawalpindi dan kerja
Telecommunicati Islamabad di berhubungan
o n Sector of Pakistan negatif
Pakistan. 2. Penelitian dengan
menggunakan kepuasan
instrumen kerja
kuesioner karyawan
3. Menggunakan
MSQ untuk
mengukur
kepuasan kerja
3 Pengaruh Tunjun 1. Metode penelitian Hasil
Stres Kerja gsari yaitu deskriptif penelitian
Terhadap (2011) dengan pendekatan menunjukkan
Kepuasan kuantitatif terdapat
Kerja 2. Populasi yaitu hubungan
Karyawan Pada karyawan kantor yang positif
Kantor Pusat Pt. pusat PT. Pos atau
Pos Indonesia Indonesia Bandung signifikan
(Persero) bejumlah 410 antara stres
Bandung karyawan. kerja dengan
3. Metode analisis kepuasan
yang digunakan kerja
yaitu regresi linear karyawan,
sederhana karena stres
kerja yang
dialami
35

Populasi dan
No Judul Peneliti Hasil
sampel
karyawan PT.
Pos Indonesia
(Persero)
Bandung
dalam
kondisistres
yang tidak
terlalu
tinggi
4 The Influence of Hakim 1. Sampel sejumlah Hasil
Organizational (2014) 104 responden penelitian
Culture and Work yaitu karyawan menemukan
Stress on Work Universitas bahwa stres
Satisfaction of Brawijaya Malang kerja secara
The Employee 2. Metode analisis simultan dan
(Study of yang digunakan parsial
University of yaitu regresi linear berpengaruh
Brawijaya berganda. signifikan
Malang) terhadap
kepuasan
kerja
5 Relationship Agbolou, 1. Populasi 200 Hasil
between (2011) karyawan full-time penelitian
emotional ,digunakan random menunjukkan
intelligence and sampling sehingga bahwa dari 12
job satisfaction: A mendapat 80 (dua belas)
correlational sampel kompetensi
analysis of a 2. Menggunakan hanya 1 (satu)
retailorganization metode analsis kompetensi
korelasi kecerdasan
emosional
yang
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kepuasan kerja
dan
kompetensi
lain
berhubungan
tetapi tidak
signifikan
6 Impact Of Virk, 1. Studi mengadopsi Kecerdasan
Emotional (2011) metode korelasi emosional
Intelligence On dan regresi memiliki
Job Satisfaction, 2. Populasi yaitu dampak positif
Organizational manajer yang yang
36

Populasi dan
No Judul Peneliti Hasil
sampel
Commitment And bekerja di signifikan
Perceived Success organisasi terhadap
telekomunikasi di kepuasan kerja
India Utara
3. Sampel berjumlah
320 responden
yang diambil
melalui metode
simple random
sampling
7 Pengaruh Emma 1. Penelitian Hasil penelitian
Kecerdasan dan menggunakan menemukan bahwa
Emosional dan Anna, analisis path 1. kecerdasan
Stres Kerja (2017) 2. Menggunakan emosional
terhadap sampling berpengaruh
KepuasanKerja sensus dengan positif dan
dan Dampaknya populasi signifikan terhadap
terhadap frontliner bakti kepuasan kerja,
Komitmen PTBank 2. stres kerja
Organisasi Central Asia berpengaruh
Frontliner Bakti tbk Kcu jambi negatif dan
PT Bank Central sejumlah 60 signifikan terhadap
Asia Tbk Kcu orang kepuasan kerja,
Jambi kecerdasan
emosional dan
stres kerja secara
bersama sama
berpengaruh
secara signifikan
terhadap kepuasan
kerja
8 Pengaruh Andi , 1. Penelitian Hasil
Kecerdasan (2016) menggunakan penelitian
Emosional dan pendekatan menemukan bahwa
Stres Kerja kuantitatif kecerdasan
terhadap 2. Metode analisis emosional
KepuasanKerja yang digunakan berpengaruh
Karyawan pada adalah analisis positif dan
Kantor Pelayanan regresi sederhana signifikan terhadap
WilayahIII 3. Metode sampling kepuasan kerja,
Perusahaan yang digunakan sedangkan stres
Daerah Air yaitu teknik kerja tidak
Minum(PDAM) sampling jenuh berpengaruh dan
Kota Makassar dengan anggota tidak signifikan
populasi 123 orang terhadap
kepuasan kerja
37

2.5 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kerangka penelitian di atas maka peneliti merumuskan bahwa

hipotesis penelitian ini yaitu sebagai berikut:

2.5.1 Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

Waheed et al., (2011) mengemukakan bahwa stres kerja memiliki

hubungan dengan kepuasan kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yahya

et al., (2010) tentang The Effect of Various Modes of Occupational Stress,

Job Satisfaction, Intention to Leave and Absentism Companies Commission

of Malaysia menemukan stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan

kerja, senada dengan penelitian Yahya, Mansoor et al., (2011) dalam

penelitiannya tentang The Impact of Job Stress on Employee Job Satisfaction

A Study on Telecommunication Sector of Pakistan juga menemukan stres

kerja berpengaruh negatif dengan kepuasan kerja.

Berbeda dengan hasil tersebut, penelitian yang dilakukan Tunjungsari

(2011) tentang Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Pada Kantor Pusat Pt. Pos Indonesia (Persero) Bandung menemukan stres

kerja memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja dan penelitian Hakim

(2014) tentang The Influence of Organizational Culture and Work Stress on

Work Satisfaction of The Employee (Study of University of Brawijaya

Malang) menemukan stres kerja secara simultan dan parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang disusun yaitu:

H1 : Stres kerja berpengaruh sginifikan terhadap kepuasan kerja.


38

2.5.2 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kepuasan Kerja

Abraham (1999) mengungkapkan bahwa ada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja. Agbolou (2011) dalam

penelitiannya tentang Relationship between emotional intelligence and job

satisfaction: A correlational analysis of a retail organization menemukan

bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan

kerja .Senada dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Virk,

(2011) tentang Impact Of Emotional Intelligence On Job Satisfaction,

Organizational Commitment And Perceived Success juga menemukan bahwa

kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap

kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang disusun yaitu:

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja.

2.5.3 Pengaruh Stres Kerja dan Kecerdasan Emosional terhadap

Kepuasan Kerja

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Emma dan Anna (2017) tentang

Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

dan Dampaknya terhadap Komitmen Organisasi Frontliner Bakti PT Bank

Central Asia Tbk Kcu Jambi menemukan bahwa kecerdasan emosional dan

stres kerja secara bersama sama memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja.

Sedangkan penelitian oleh Andi (2016) tentang Pengaruh Kecerdasan

Emosional dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Kantor
39

Pelayanan Wilayah III Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota

Makassar menemukan bahwa Kecerdasan emosional berpengaruh secara

positif terhadap kepuasan kerja sedangkan stres kerja tidak berpengaruh

terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang disusun yaitu:

H3 : Stres kerja dan kecerdasan emosional secara simultan

berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

2.6 Kerangka Penelitian

Kerangka analisis adalah gambaran mengenai hubungan antar variabel

independen dan dependen yang disusun berdasarkan berberapa teori.

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Stres Kerja
(X1) H1
H3 KepuasanKerja
Kecerdasan H2 (Y)
Emosional
(X2)

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Sumber: Waheed et al., (2011), Abraham (1999), Virk (2011)


Keterangan:

1. Stres kerja (X1) adalah variabel independen yang mempengaruhi

kepuasan kerja (Y) sebagai variabel dependen.

2. Kecerdasan emosional (X2) adalah variabel independen yang

mempengaruhi kepuasan kerja (Y) sebagai variabel dependen.


40

3. Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka stres kerja dan kecerdasan

emosional ditetapkan sebagai variabel independent (X1, X2) dan

kepuasan kerja sebagai variabel dependent (Y).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian berjenis pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian yaitu

survei. Penelitian kuantitatif umumnya ditunjukkan untuk membuat generalisasi

dari hasil analisis dan penelitiannya dapat direplesikan. Zikmund (2010)

menyatakan bahwa metode penelitian survei adalah satu bentuk teknik penelitian

kuantitatif dimana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang,

melalui sejumlah pertanyaan-pertanyaan. Senada dengan pernyataan tersebut,

Creswell (2009:12) mengatakan bahwa metode penelitian survei merupakan satu

metode yang teknik pengambilan datanya dilakukan melalui pertanyaan-

pertanyaan tertulis atau lisan.

3.2 Definisi Operasional

Sugiyono (2013) mendefinisikan operasional variabel sebagai suatu atribut

atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Definisi

operasional pada penelitian ini yaitu:

1. Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu dalam menghadapi pekerjaannya. Dimensi

stres kerja diadopsi dari pendapat Michael et al., (2009) yaitu beban kerja,

konflik peran dan ambiguitas peran. Dengan skala pengukuran jawaban

menggunakan skala likert 1-5.

41
42

2. Kecerdasan emosional adalah kemampuan pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu dalam mengendalikan diri, semangat dan memotivasi

diri sendiri. Aspek-aspek kecerdasan emosional diadopsi dari pendapat

Goleman (2016) yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, mengenali emosi

orang lain dan keterampilan sosial. Dengan skala pengukuran jawaban

menggunakan skala likert 1-5.

3. Kepuasan kerja adalah respon emosional yang positif atau menyenangkan

yang dirasakan oleh pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

terhadap pekerjaan mereka. Aspek-aspek kepuasan kerja diadopsi dari

pendapat Bheer et al., (2006) yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi,

atasan dan rekan kerja. Dengan skala pengukuran jawaban menggunakan

skala likert 1-5.


43

Tabel 3.1
Variabel dan Indikator Penelitian

No Variabel Dimensi Indikator Sumber


1 Stres Kerja Beban kerja 1. Waktu kerja yang Michael et
(X1) Proporsional al., (2009)
2. Pekerjaan sesuai
kemampuan
3. Fasilitas pekerjaan
memadai
Konflik Peran 1. Kesamaan penilaian
pekerjaan
2. Tugas kelompok
dikerjakan sebagai
individu
Ambiguitas 1. Instruksi kerja
Peran kurang jelas
2. Komunikasi
ke atas
terjalin baik
2 Kecerdasan Kesadaran Diri 1. Mengenali perasaan Goleman
Emosional diri sendiri (2016)
(X2) 2. Menyadari potensi
diri
3. Kepercayaan diri
dalam bekerja
Pengaturan 1. Dapat mengelola
Diru emosi.
2. Berpikir Positif
3. Bertanggung jawab
4. Dapat diandalkan
Motivasi Diri 1. Suka Tantangan
2. Fokus dengan
sasaran perusahaan
3. Kegigihan
4. Tidak takut gagal
Mengenali 1. Memiliki rasa
Emosi Orang empati
lain 2. Dapat menerima
sudut pandang baru
3. Bergaul dengan
orang lain
Keterampilan 1. Pemberian
Sosial informasi yang jelas
2. Mampu
menyelsaikan
perselisihan
44

No Variabel Dimensi Indikator Sumber


3. Mampu memahami
hal-hal yang
berpotensi konflik
4. Mampu
bekerjasama
3 Kepuasan Pekerjaan Itu 1. Puas dengan tugas Bheer et al.,
Kerja (Y) Sendiri yang dimiliki (2006)
2. Mendapatkan
kesempatan belajar
3. Kesesuaian
tanggung jawab
Gaji 1. Sistem penggajian
memuaskan
2. Penggajian yang
adil
Kesempatan 1. Peluang promosi
Promosi yang objektif
2. Menyukuai peluang
promosi
3. Puas dengan
promosi saat ini
Atasan 1. Senang dengan
kepemimpinan
atasan
2. Puas dengan atasan
saat ini
Rekan Kerja 1. Rekan kerja saling
mendukung
2. Senang bekerja
dengan rekan kerja
3. Puas dengan rekan
kerja saat ini

3.3 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel


Sugiyono (2006) mendefinisikan populasi yaitu wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan.

Sedangkan menurut Santoso dan Tjiptono (2002) populasi merupakan sekumpulan

orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau berberapa hal dan yang

membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Pada penelitian ini yang
45

menjadi populasi yaitu seluruh pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi (BPS)

Bengkulu yang berjumlah 72 orang.

Tabel 3.2
Jumlah Pegawai di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

No Keterangan Jumlah
1 Pegawai tetap 60 orang
2 Pegawai tak tetap / Honorer 12 orang
Total 72 orang

Setelah menentukan populasi, selanjutnya adalah menentukan sampel

penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti (Dwi Priyatno,

2009). Menurut Puguh Suharso (2009) sampel adalah suatu himpunan bagian dari

populasi yang anggotanya disebut sebagai subjek. Sedangkan Sugiyono (2007)

berpendapat bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Sampling digunakan pada penelitian jika populasi yang akan

diteliti dalam jumlah besar, dengan alternatif teknik yang sesuai dengan tujuan

penelitian (Sekaran, 2010). Teknik pengambilan sampel atau sampling yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode sensus. Metode sensus yaitu metode

pengumpulan data dimana seluruh populasi dijadikan sampel (Sekaran, 2006). Pada

penelitian ini yang menjadi sampel yaitu seluruh pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu yang berjumlah 72 orang.

3.4 Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer

merupakan data atau informasi yang diperoleh langsung dari obyek penelitian tanpa

melalui media perantara terkait variabel penelitian (Sekaran, 2006). Pengumpulan


46

data akan dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner adalah daftar

pertanyaan atau pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan

responden jawab yang biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas

(Sekaran, 2010). Metode penyebaran kuesioner untuk pengumpulan data menjadi

metode paling efisien jika peneliti mengetahui dengan pasti variabel yang akan

diukur dan mengetahui apa yang dapat diharapkan dari responden.

Metode yang akan digunakan dalam pendistribusian kuesioner adalah metode

drop-off /pick-up. Menurut Zikmund et al., (2013) metode drop-off/pick-up yaitu

metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan sendiri pendistribusian dan

pengambilan kembali kuesioner penelitian dari responden guna mendapatkan

tingkat pengembalian kuesioner yang tinggi. Periode pengisian kuesioner yang

ditetapkan oleh penulis adalah selama dua minggu (14 hari) kerja di Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu, apabila kuesioner yang kembali belum mencapai 50%,

maka waktu pengisian kuesioner akan ditambah sebanyak satu minggu (7 hari)

kerja lagi.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan

data yang akurat yaitu dengan menggunakan skala likert. Sugiyono (2014)

menyatakan bahwa skala likert digunakan untuk mengukur suatu sikap, pendapat

dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert dengan pemberian skor

sebagai berikut:
47

Tabel 3.3
Keterangan Skala Likert

No Deskripsi Bobot Skor


1 SS : Sangat Setuju 5
2 S : Setuju 4
3 RG : Ragu-ragu 3
4 TS : Tidak Setuju 2
5 ST : Sangat Tidak Setuju 1

3.5 Uji Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan harus diuji untuk mengetahui kesahihan dan

kehandalan dari instrumen tersebut, maka diperlukan uji kesahihan (validitas) dan

kehandalan (realibilitas).

3.5.1 Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya

terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti

(Sugiyono, 2013). Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut

dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sekaran

,2010). Uji validitas akan digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya

kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Jenis uji validitas yang akan

digunakan pada penelitian ini adalah construct validity, dimana construct

validity digunakan untuk menunjukkan seberapa besar hasil yang diperoleh

dari penggunaan ukuran sesuai dengan teori yang mendasari desain tes.

Construct validity akan diuji dengan menggunakan koefisien korelasi

yang di kembangkan Pearson (Sekaran, 2017) yakni pearson product moment


48

dimana analyst correlate bivariate untuk mencari correlation coefficient dari

product moment pearson dengan menggunakan bantuan software SPSS versi

20. Responden untuk uji valididas berjumlah 72 orang. Uji validitas dilakukan

dengan menggunakan metode person correlation (Santoso, 2000).

Hasil pengujian validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada

masing-masing tabel berikut:

Tabel 3.4

Hasil Pengujian Validitas Variabel Stres Kerja

No Pernyataan Pearson Sig. Ket


correlation
Beban Kerja
1. Saya merasa mendapatkan waktu yang 0,661 0,000 Valid
proporsional (cukup sesuai jumlah)
untuk menyelesaikan pekerjaan
2. Pekerjaan yang diberikan kepada saya 0,428 0,000 Valid
sesuai dengan kemampuan saya.
3. Saya merasa fasilitas penunjang 0,535 0,000 Valid
pekerjaan saya tersedia
Konflik Peran
4. Saya memiliki penilaian terhadap 0,402 0,001 Valid
pekerjaan yang sama dengan atasan saya
5. Saya sering diberikan pekerjaan yang 0,532 0,000 Valid
seharusnya merupakan pekerjaan
kelompok untuk dikerjakan sendiri
Ambiguitas Peran
6. Saya merasa arahan yang diberikan 0,457 0,000 Valid
atasan tentang pekerjaan kurang jelas
7. Komunikasi saya dengan atasan terjalin 0,562 0,000 Valid
dengan baik

Pada Tabel 3.4 hasil uji validitas pada variabel kecerdasan emosional

diukur dengan tingkat signifikasi 0.000 < 0,05. Artinya koefisien korelasi dari

semua indikator variabel stres kerja secara keseluruhan harus lebih kecil dari
49

taraf signifikasi. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa seluruh data

item pernyataan pada variabel stres kerja adalah valid.

Tabel 3.5

Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional

No Pernyataan Pearson Sig. Ket


correlation
Kesadaran Diri
1. Saya dapat mengenali perasaan saya 0,484 0,000 Valid
sendiri
2. Saya menyadari potensi yang saya 0,543 0,000 Valid
miliki
3. Saya merasa percaya diri dalam 0,660 0,000 Valid
pekerjaan saya
Pengaturan Diri
4. Saya dapat mengelola emosi saya 0,350 0,003 Valid
5. Saya dapat menjaga pikiran saya untuk 0,328 0,006 Valid
berpikir positif
6. Saya merasa bahwa saya orang yang 0,524 0,000 Valid
bertanggung jawab
7. Saya merasa bahwa saya dapat 0,391 0,001 Valid
diandalkan
Motivasi Diri
8. Saya menyukai tantangan baru 0,313 0,008 Valid
9. Saya setuju dan ingin meraih tujuan dari 0,085 0,008 Valid
tempat saya bekerja
10. Saya merasa bahwa saya orang yang 0,378 0,001 Valid
gigih
11. Saya tidak takut akan kegagalan 0,202 0,001 Valid
Mengenali Emosi Orang Lain
12. Saya berempati terhadap orang lain 0,639 0,000 Valid
13. Saya terbuka terhadap sudut pandang 0,450 0,000 Valid
baru
14. Saya suka berbincang dengan orang lain 0,592 0,000 Valid
dan mengenal orang baru
Keterampilan Sosial
15. Saya dapat menyampaikan informasi 0,439 0,000 Valid
kepada orang lain dengan jelas
16. Saya dapat menyelesaikan perselisihan 0,490 0,000 Valid
50

yang saya miliki dengan orang lain


17. Saya menghindari melakukan sesuatu 0,495 0,000 Valid
yang berpotensi konflik
18. Saya merasa saya dapat diajak bekerja 0,595 0,000 Valid
sama dengan orang lain

Pada tabel 3.5 ditunjukkan bahwa hasil uji validitas pada variabel

kecerdasan emosional diukur dengan tingkat signifikasi 0.000 < 0,05. Artinya

koefisien korelasi dari semua indikator variabel stres kerja secara keseluruhan

harus lebih kecil dari taraf signifikasi. Hasil pengolahan data menunjukkan

bahwa seluruh data item pernyataan pada variabel kecerdasan emosional

adalah valid.

Tabel 3.6

Hasil Pengujian Validitas Variabel Kepuasan Kerja

No Pernyataan Pearson Sig. Ket


correlation
Pekerjaan Itu Sendiri
1. Saya merasa puas dengan tugas yang 0,396 0,001 Valid
diterima
2. Saya mendapat kesempatan belajar 0,387 0,001 Valid
dipekerjaan saya
3. Saya mendapat tanggung jawab yang 0,368 0,002 Valid
sesuai dengan yang saya harapkan
Gaji
4. Saya menyukai sistem penggajian yang 0,447 0,000 Valid
diterapkan
5. Saya merasa bahwa penggajian yang 0,263 0,028 Valid
berlaku telah adil
Kesempatan Promosi
6. Saya merasa bahwa peluang promosi 0,560 0,000 Valid
yang ada telah obyektif
7. Saya menyukai peluang promosi yang 0,311 0,009 Valid
ada
8. Saya lebih menyukai peluang promosi 0,399 0,001 Valid
yang sekarang dibandingkan dengan
51

peluang promosi sebelumnya


Atasan
9. Saya senang dengan gaya 0,262 0,028 Valid
kepemimpinan atasan saya
10. Saya merasa senang berada dibawah 0,313 0,008 Valid
atasan saya
Rekan Kerja
11. Saya memiliki rekan kerja yang saling 0,298 0,012 Valid
mendukung
12. Saya merasa senang ketika bekerja 0,466 0,000 Valid
dengan rekan kerja saya sekarang
13. Saya merasa rekan kerja saya sangat 0,636 0,005 Valid
membantu saya dalam bekerja

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur.

Sekaran (2010) mendefinisikan reliabilitas sebagai ukuran yang

menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian mempunyai

keandalan sebagai alat ukur, diantaranya diukur melalui konsistensi hasil

pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah.

Pengukuran yang digunakan untuk mengukur realibilitas yaitu menggunakan

Cronbach alpha. Reliabilitas instrumen menunjukkan tingkat konsistensi.

Instrumen diuji dengan Cronbach’s alpha dan dikatakan reliabel jika

mempunyai koefisien alpha lebih besar atau sama dengan 0,4 (≥ 0,4)

(Thorndike & Hagen, 1997). Sementara itu, indikator pengukuran reliabilitas

menurut Sekaran (2006) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria

sebagai berikut :

1. 0,8 – 1,0 = Reliabilitas baik.

2. 0,6 – 0,799 = Reliabilitas diterima.


52

3. Kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik

Pengujian akan dilakukan dengan alat bantu program SPSS (Statistical

Package for Sosial Science). Ringkasan output hasil ujj reliabilitas

ditampilkan melalui tabel 3.7.

Tabel 3. 1 Hasil Uji Reliabilitas

No. Variabel Cronbach Alpha Keterangan

1. Stres Kerja 0,691 Reliabel

2. Kecerdasan Emosional 0,718 Reliabel

3. Kepuasan Kerja 0,635 Reliabel

Melalui tabel 3.7 diperlihatkan masing-masing variabel pada penelitian

ini memiliki cronbach’s alpha > 0,6 sehingga masing-masing variable

tersebut pun memiliki reliabilitas yang dapat diterima.

3.6 Metode Analisis

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan

setelah data dari seluruh responden dan sumber lain terkumpul. Pada penelitian ini

akan digunakan metode analisis yaitu:

3.6.1 Metode Analisis Deskriptif

Penulis melakukan analisis deskriptif atas persepsi responden terhadap

variabel yang diteliti dengan menggunakan mean.

3.6.2 Metode Kuantitatif

Penelitian ini akan menggunakan metode analsis kuantitatif yaitu

metode analsis regresi linear berganda untuk mengukur pengaruh dari


53

variabel independent terhadap variabel dependent. Stres Kerja dan

Kecerdasan emosional sebagai variabel independent (X1, X2) dan Kepuasan

Kerja sebagai variabel dependent (Y).

Regresi linear berganda dinyatakan dalam bentuk regresi linear

berganda (Sugiyono, 2013).

Y=a+bX1+b2X2+e

Keterangan:

Y : Kepuasan Kerja

a : nilai konstanta

X1 : Stres Kerja

X2 : Kecerdasan Emosional

b1 : koefisien regresi Stres Kerja (X1)

b2 : koefisien regresi Kecerdasan Emosional (X2)

e : error

Pengolahan data yang dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan penelitian

akan diolah secara statistik menggunakan alat bantu berupa aplikasi statistik

Statistical Package for Service Solution (SPSS).

3.7 Pengujian Hipotesis

Menurut Sugiyono (2013) Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan

benar dan salah dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat penulis yang

menyusun dan mengujinya. Dalam penelitian ini, uji hipotesis yang digunakan yaitu

uji t, uji F dan analisis koefisiensi determinasi.


54

3.7.1 Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F)

Uji F dikenal juga sebagai Uji Anova. Uji F pada dasarnya

menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimaksudkan dalam model

mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (Ghozali,

2013). Derajat tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 0,05. Penerimaan atau

penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikan >0,05, maka hipotesis ditolak. Variabel

independen secara simultan tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikan <0,05, maka hipotesis diterima. Variabel

independen secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen.

3.7.2 Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t)

Menurut Ghozali (2006: 183) Uji t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara invidiual

menerangkan variasi variabel dependen. Uji t menunjukkan ukuran

signifikansi korelasi parsial dari variabel-variabel yang terdapat dalam model.

Derajat tingkat kesalahan yang digunakan adalah 0,05 (Sekarang, 2006).

Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai

berikut:
55

1. Jika nilai signifikan >0,05, maka hipotesis ditolak.Variabel

independen secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikan >0,05, maka hipotesis diterima.Variabel

independen secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen.

3.7.3 Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi atau adjusted R digunakan untuk mengukur

seberapa besar presentasi kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variasi peningkatan atau penurunan variabel dependen (Ghozali,

2012). Nilai R2 adalah diantara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil menunjukkan

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati 1, menunjukkan bahwa

variabel variabel memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variasi variabel dependen.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Gambaran umum perusahaan memuat tentang sejarah berdirinya Badan Pusat

Statistik (BPS), visi yang merupakan gambaran seperti apa Badan Pusat Statistik

nantinya, misi dan makna logo Badan Pusat Statistik.

4.1.1 Sejarah Badan Pusat Statistik (BPS)

Kegiatan statistik di Indonesia sudah dilaksanakan sejak masa

Pemerintahan Hindia Belanda oleh. suatu lembaga yang didirikan oleh

Direktur Pertanian. Kerajinan, dan Perdagangan (Directeur Van Landbouw

Nijverheld en Handel) di Bogor. Pada Februarl 1920. Lembaga tersebut

bertugas mengolah dan mempublikasikan data statistik. Pada 24 September

1924, kegiatan statistik pindah ke Jakarta dengan nama Centraal Kantoor

Voor De Statistiek (CKS) dan melaksanakan Sensus Penduduk pertama di

Indonesia pada tahun 1930. Pada masa Pemerintahan Jepang di Indonesia

pada tahun 1942-1945, CKS berubah nama menjadi Shomubu Chosasitsu

Gunseikanbu dengan kegiatan memenuhi kebutuhan perang/militer.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perekonomian Nomor P/44,

KPS bertanggungjawab kepada Menteri Perekonomian. Selanjutnya, melalui

SK Menteri Perekonomian tanggal 24 Desember 1953 Nomor IB.099/M

kegiatan KPS dibagi dalam dua bagian yaitu Afdeling A (Bagian Riset) dan

Afdeling B (Bagian penyelenggaraan dan Tata Usaha). Berdasarkan Keppres

56
57

X nomor 172 tanggal 1 Juni 1957, KPS berubah menjadi Biro Pusat Statistik

dan bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri.

Sesuai dengan UU No.6/1960 tentang Sensus, BPS menyelenggarakan

Sensus Penduduk serentak di pada tahun 1961. Sensus Penduduk tersebut

merupakan Sensus Penduduk pertama setelah Indonesia merdeka. Sensus

Penduduk di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Kantor Gubernur, dan di

tingkat Kabupaten/Kotamadya dilaksanakan oleh kantor Bupati/Walikota,

sedangkan pada tingkat Kecamatan dibentuk bagian yang melaksanakan

Sensus Penduduk. Selanjutnya Penyelenggara Sensus di Kantor Gubernur

dan Kantor Bupati/Walikota ditetapkan menjadi Kantor Sensus dan Statistik

Daerah berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor Aa/C/9 Tahun

1965.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.16/1968 yang mengatur tentang

Organisasi dan Tata Kerja BPS di Pusat dan Daerah serta perubahannya

menjadi PP No.6/1980, menyebutkan bahwa perwakilan BPS di daerah

adalah Kantor Satistik Provinsi dan Kantor Statistik Kabupaten atau

Kotamadya. Tentang Organisasi BPS ditetapkan kembali pada PP No. 2

Tahun 1992 yang disahkan pada 9 Januari 1992. Selanjutnya, Kedudukan,

Fungsi, Tugas, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja BPS diatur dengan

Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1992.

Pada tanggal 19 Mei 1997 ditetapkan UU Nomor 16 Tahun 1997

tentang Statistik, dimana Biro Pusat Statistik diubah namanya menjadi

“Badan Pusat Statistik”. Pada Keputusan Presiden No.86 Tahun 1998 tentang
58

Badan Pusat Statistik, menetapkan bahwa perwakilan BPS di daerah

merupakan Instansi Vertikal dengan nama BPS Provinsi, BPS Kabupaten,

dan BPS Kotamadya. Serta pada tanggal 26 Mei 1999, ditetapkan PP Nomor

51 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik di Indonesia.

4.1.2 Visi dan Misi Badan Pusat Statistik (BPS)

Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, memperhatikan aspirasi

masyarakat, potensi dan permasalahan, serta mewujudkan Visi Presiden dan

Wakil Presiden maka visi Badan Pusat Statistik untuk tahun 2020-2024

adalah “Penyedia Data Statistik Berkualitas untuk Indonesia Maju”

(Provider of Qualified Statistical Data for Advanced Indonesia).

Dalam visi yang baru tersebut berarti bahwa BPS berperan dalam

penyediaan data statistik nasional maupun internasional, untuk menghasilkan

statistik yang mempunyai kebenaran akurat dan menggambarkan keadaan

yang sebenarnya, dalam rangka mendukung Indonesia Maju.

Dengan visi baru ini, eksistensi BPS sebagai penyedia data dan

informasi statistik menjadi semakin penting, karena memegang peran dan

pengaruh sentral dalam penyediaan statistik berkualitas tidak hanya di

Indonesia, melainkan juga di tingkat dunia. Dengan visi tersebut juga,

semakin menguatkan peran BPS sebagai pembina data statistik.

Misi BPS dirumuskan dengan memperhatikan fungsi dan kewenangan

BPS, visi BPS serta melaksanakan Misi Presiden dan Wakil Presiden yang

Ke-1 (Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia), Ke-2 (Struktur Ekonomi


59

yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing) dan yang Ke-3 Pembangunan

yang Merata dan Berkeadilan, dengan uraian sebagai berikut:

1.1 Menyediakan statistik berkualitas yang berstandar nasional dan

internasional

2.1 Membina K/L/D/I melalui Sistem Statistik Nasional yang

berkesinambungan

3.1 Mewujudkan pelayanan prima di bidang statistik untuk

terwujudnya Sistem Statistik Nasional

4.1 Membangun SDM yang unggul dan adaptif berlandaskan nilai

profesionalisme, integritas dan amanah

4.1.3 Tugas, Fungsi dan Wewenang Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Bengkulu

Tugas, fungsi dan kewenangan BPS Provinsi telah ditetapkan

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2007 tentang Badan Pusat

Statistik dan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 10 Tahun 2017

tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 121

Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Pusat

Statistik di Daerah.

1.4 Tugas

BPS Provinsi mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan

statistik dasar di provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.


60

2.4 Fungsi

a. Penyelenggaraan statistik dasar di provinsi;

b. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPS

Provinsi;

c. Memperlancar dan pembinaan terhadap kegiatan instansi

pemerintah di bidang kegiatan statistik di provinsi; dan

d. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tata laksana, kepegawaian dan hukum, keuangan, kearsipan,

persandian, pengadaan barang/jasa, perlengkapan dan rumah

tangga BPS Provinsi.

3.4 Kewenangan

a. Penyusunan rencana daerah di provinsi secara makro di bidang

statistik;

b. Perumusan kebijakan di bidang statistik untuk mendukung

pembangunan daerah di provinsi;

c. Penetapan sistem informasi statistik di provinsi;

d. Penetapan dan penyelenggaraan statistik nasional di provinsi;

e. Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


61

4.1.4 Teknis Pengolahan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Bengkulu

Tahap pengolahan data sangat menentukan seberapa jauh tingkat

keakuratan dan ketepatan data statistik yang dihasilkan. BPS merupakan

instansi perintis dalam penggunaan komputer karena telah memulai

menggunakannya sejak sekitar 1960. Sebelum menggunakan komputer, BPS

menggunakan kalkulator dan alat hitung sipoa dalam mengolah data.

Teknologi komputer yang diterapkan di BPS selalu disesuaikan dengan

perkembangan teknologi informasi dan juga mengacu kepada kebutuhan.

Personal komputer yang secara umum lebih murah dan efisien telah dicoba

digunakan untuk menggantikan mainframe. Sejak 1980-an, personal

komputer telah digunakan di seluruh kantor BPS provinsi, diikuti dengan

penggunaan komputer di seluruh BPS kabupaten dan kota sejak 1992.

Dengan menggunakan personal komputer, kantor statistik di daerah

dapat segera memproses pengolahan data, yang merupakan rangkaian

kegiatan yang dimulai dari pengumpulan data, kemudian memasukkan data

mentah ke dalam komputer dan selanjutnya data tersebut dikirim ke BPS

pusat untuk diolah menjadi data nasional. Pengolahan data menggunakan

personal komputer telah lama menjadi contoh pengolahan yang diterapkan

oleh direktorat teknis di BPS pusat, terutama jika direktorat tersebut harus

mempublikasikan hasil yang diperoleh dari survei yang diselenggarakan.

Pengolahan data Sensus Penduduk tahun 2000 telah menggunakan

mesin scanner, tujuannya untuk mempercepat kegiatan pengolahan data. Efek


62

positif dari penggunaan komputer oleh direktorat teknis yaitu selain lebih

cepat, juga dapat memotivasi pegawai yang terlibat turut bertanggung jawab

untuk menghasilkan sebanyak mungkin data statistik dan indikator secara

tepat waktu dan akurat dibanding sebelumnya. Selain itu, penggunaan

computer sangat mendukung BPS dalam menghasilkan berbagai data statistik

dan indikator-indikator yang rumit seperti kemiskinan, Input-Output (I-O)

table, Social Accounting Matrix (SAM), dan berbagai macam indeks

komposit dalam waktu yang relatif singkat. Pada 1993, BPS mulai

mengembangkan sebuah sistem informasi statistik secara geografis

khususnya untuk pengolahan data wilayah sampai unit administrasi yang

terkecil yang telah mulai dibuat secara manual sejak 1970. Data wilayah ini

dibuat khususnya untuk menyajikan karakteristik daerah yang menonjol yang

diperlukan oleh para perumus kebijakan dalam perencanaan pembangunan.

Dalam mengolah data, BPS juga telah mengembangkan berbagai

program aplikasi untuk data entry, editing, validasi, tabulasi dan analisis

dengan menggunakan berbagai macam bahasa dan paket komputer. BPS

bertanggung jawab untuk mengembangkan berbagai perangkat lunak

komputer serta mentransfer pengetahuan dan keahliannya kepada staf BPS

daerah. Pembangunan infrastruktur teknologi informasi di BPS didasarkan

pada tujuan yang ingin dicapai yaitu mengikuti perkembangan permintaan

dan kebutuhan dalam pengolahan data statistik; melakukan

pembaharuan/inovasi dalam hal metode kerja yang lebih baik serta


63

memberikan kemudahan kepada publik dalam mendapatkan informasi

statistik.

4.1.5 Arti Logo Badan Pusat Statistik (BPS)

Logo pada Badan Pusat Statistik memiliki warna biru, hijau dan orange

dan disetiap warna memiliki arti khusus, yaitu:

1.3 Biru

Biru melambangkan kegiatan sensus penduduk yang dilakukan

sepuluh tahun sekali pada setiap tahun yang berakhiran angka 0

(nol).

2.3 Hijau

Hijau melambangkan kegiatan sensus pertanian yang dilakukan

sepuluh tahun sekali pada setiap tahun yang berakhiran angka 3

(tiga).

3.3 Orange

Orange melambangkan kegiatan sensus ekonomi yang dilakukan

sepuluh tahun sekali pada setiap tahun yang berakhiran angka 6

(enam).

4.2 Tingkat Pengembalian Kuesioner

Kuesioner disebarkan dengan dibantu salah satu kepala yang ada di Badan

Pusat Statistik dengan melakukan drop-off kuesioner oleh penulis, kemudian

disebarkan kepada karyawan yang ada disana. Kuesioner awalnya disebarkan

selama 14 hari kerja, namun dikarenakan belum mencapai tingkat pengembalian


64

sebesar 50 persen, maka kuesioner kembali disebarkan selama satu minggu hari

kerja lagi. Berdasarkan Tabel 4.1, sebanyak 95,83 persen kuesioner diisi, dan semua

responden memenuhi karakteristik yang ditetapkan. Sebanyak 6,2 persen kuesioner

yang tidak kembali dikarenakan beberapa karyawan yang sedang cuti kerja

Tabel 4.1 Deskripsi Tingkat Pengembalian Kuesioner

Frekuensi Persentase
No. Deskripsi (%)
(Orang)
1. Kuesioner yang disebarkan 72 100

2. Kuesioner yang kembali 70 97,23

3. Kuesioner yang tidak kembali 2 2,77

4.3 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dikumpulkan, diperoleh gambaran

mengenai karakteristik dari 70 responden. Karakteristik dari responden tersebut

meliputi jenis kelamin, umur, lama bekerja, dan status pernikahan di Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu. Frekuensi dan persentase dari setiap karakteristik

disajikan pada Tabel 4.2.


65

Tabel 4.2 Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi Frekuensi Persentase


(oraag) (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 46 65,71
Perempuan 24 34,29
Total 70 100
Umur
≤ 25 tahun 6 8,57
26-35 tahun 29 41,41
36-45 tahun 24 34,27
46-55 tahun 9 12,9
≥ 56 thn 2 2,85
Total 70 100
Lama Bekerja
<1 - 3 Tahun 23 32,86
4 – 6 Tahun 28 40,00
7 – 9 Tahun 14 20,00
10 – 12 Tahun 5 7,14
70 100
Total
Status Pernikahan
Lajang 22 31,43
Menikah 48 68,57
Lainnya 0 -
Total 70 100

Karaterisrik pertama adalah jenis kelamin. Jenis kelamin dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu pria dan wanita. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas

karyawan Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu adalah laki-laki (65,71%).

Banyaknya jumlah laki-laki ini bukan karena perlakuan perbedaan jender.

Berdasarkan kelompok umur, dapat diketahui bahwa rata-rata umur pegawai Badan

Pusat Statistik Provinsi Bengkulu berada pada usia produktif (bps.go.id). Total

sebanyak 29 orang (41,41%) karyawan Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

berada pada golongan yang muda (26 sampai 35 tahun) dan memiliki orientasi

karirnya sendiri. Lebih lanjut, total sebanyak 24 orang (34,27%) karyawan Badan
66

Pusat Statistik Provinsi Bengkulu berada pada golongan yang lebih berumur (26

sampai 35 tahun).

Lamanya karyawan bekerja di Lamanya karyawan bekerja di Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu dibagi menjadi 4 kelompok. Rata-rata pegawai

memiliki masa kerja yang cukup lama. Sebanyak 28 orang (40,00%) masing-

masing telah bekerja selama empat sampai enam tahun, diikuti dengan sebanyak 23

orang (32,86%) telah bekerja terhitung kurang dari satu sampai dengan 3 tahun.

Karakteristik yang dianalisis selanjutnya adalah mengenai status pernikahan

karyawan Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Tabel 4.2, dapat

dilihat bahwa para pegawai di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu didominasi

oleh karyawan yang telah menikah (berkeluarga), yaitu sebanyak 48 orang

(68,57%) dan sebanyak 22 orang (31,43) masih berstatus lajang.

4.4 Deskripsi Stress Kerja atas Tanggapan Pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu

Rangkuman atas tanggapan pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

mengenai variabel stres kerja dirangkum pada tabel 4.3 – tabel 4.6.
67

Tabel 4.3 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Beban Kerja


Rata-
Beban Kerja Ket.
Rata
Saya merasa mendapatkan waktu yang proporsional (cukup 4,16 Baik
sesuai jumlah) untuk menyelesaikan pekerjaan
Pekerjaan yang diberikan kepada saya sesuai dengan 4,13 Baik
kemampuan saya
Saya merasa fasilitas penunjang pekerjaan saya tersedia 4,06 Baik
Rata-Rata Total 4,11 Baik
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Stress
1,80-2,59 Stress
2,60-3,39 Cukup Stress
3,40-4,19 Baik
4,20-5,00 Sangat Tidak Stress

Melalui tabel 4.3, dapat dilihat bahwa pegawai di Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu secara rata-rata memiliki tingkat stress yang rendah. Hal tersebut

didukung dengan nilai rata – rata dimensi mencapai 4,11 yang bermakna baik,

dimana waktu yang diberikan akan suatu tugas adalah memadai, memiliki

kesesuaian kemampuan terhadap tugas yang didapatkan dan tersedianya penunjang

pekerjaan secara memadai.

Tabel 4.4 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Konflik Peran

Rata-
Konflik Peran Ket.
Rata
Saya memiliki penilaian terhadap pekerjaan yang sama 4,07 Baik
dengan atasan saya
Sangat
Saya sering diberikan pekerjaan yang seharusnya
4,24 Tidak
merupakan pekerjaan kelompok untuk dikerjakan sendiri
Stress
Rata-Rata Total 4,16 Baik
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Stress
1,80-2,59 Stress
2,60-3,39 Cukup Stress
3,40-4,19 Baik
4,20-5,00 Sangat Tidak Stress
68

Pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu secara umum tidak terjadi

konflik peran pada karyawannya sebagaimana yang ditampilkan melalui tabel 4.4.

Para pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu lebih berorientasi pada kerja

sama kelompok dimana pekerjaan yang memang dikerjakan secara berkelompok

tetap dikerjakan secara bersama-sama tanpa harus dikerjakan secara sendiri. Lebih

lanjut, para pegawai dan atasan juga memiliki penilaian yang sama akan suatu

pekerjaan sehingga dalam dimensi ini memiliki nilai rata – rata 4,16 yang bermakna

baik.

Tabel 4.5 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Ambiguitas Peran

Rata-
Ambiguitas Peran Ket.
Rata
Saya merasa arahan yang diberikan atasan tentang Cukup
3,01
pekerjaan kurang jelas Stress
Komunikasi saya dengan atasan terjalin dengan baik 3,89 Baik
Rata-Rata Total 3,45 Baik
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Stress
1,80-2,59 Stress
2,60-3,39 Cukup Stress
3,40-4,19 Baik
4,20-5,00 Sangat Tidak Stress

Peran yang dimiliki oleh pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

tergolong tidak ambigu dimana respon mereka atas dimensi ini memiliki nilai rata

– rata sebesar 3,45 yang memiliki makna baik. Hanya saja tidak semua arahan yang

diberikan atasan tentang pekerjaan di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

dapat langsung dipahami oleh pegawai. Namun, meski terjadi demikian komunikasi

dengan para atasan tetap terjalin dengan baik sehingga dapat menopang atas adanya

arahan pekerjaan yang kurang jelas.


69

Tabel 4.6 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Stres Kerja

Rata-
Stres Kerja Ket.
Rata
Beban Kerja 4,11 Baik
Konflik Peran 4,16 Baik
Ambiguitas Peran 3,45 Baik
Rata-Rata Total 3,91 Baik
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Stress
1,80-2,59 Stress
2,60-3,39 Cukup Stress
3,40-4,19 Baik
4,20-5,00 Sangat Tidak Stress

Secara keseluruhan, pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu tidak

memiliki stres kerja yang cukup berarti. Hal tersebut dapat dilihat melalui tabel 4.6

dimana nilai rata – rata keseluruhan dimensi yang ada pada stres kerja yakni beban

kerja, konflik peran dan ambiguitas peran sebesar 3,91 dan memiliki makna yang

baik. Dengan makna tersebut, maka mencerminkan bahwa pekerjaan yang

diberikan pada pegawai memiliki waktu dan fasilitas yang memadai untuk

diselesaikan, pekerjaan yang sesuai kemampuan, kesamaan penilain dengan para

atasan terhadap pekerjaan dan terjalinnya komunikasi vertikal yang baik antara

pegawai dengan para atasannya. Hasil dari tanggapan responden ini mencerminkan

apa yang dikemukakan oleh Michael et al., (2009) dimana beban kerja, konflik

peran dan ambiguitas peran akan menentukan tingkat stres karyawan/pegawai.

4.5 Deskripsi Kecerdasan Emosional atas Tanggapan Pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu

Rangkuman atas tanggapan pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

mengenai variabel kecerdasan emosional dirangkum pada tabel 4.7 – tabel 4.12.
70

Tabel 4.7 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kesadaran Diri


Rata-
Kesadaran Diri Ket.
Rata
Sangat
Saya dapat mengenali perasaan saya sendiri 4,29
Cerdas
Saya menyadari potensi yang saya miliki 4,19 Cerdas
Saya merasa percaya diri dalam pekerjaan saya 4,13 Cerdas
Sangat
Rata-Rata Total 4,20
Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
2,60-3,39 Cukup Baik
3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas

Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu memiliki tingkat kesadaran

diri yang sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7 dimana nilai rata –

rata kesadaran diri pegawai mencapai nilai 4,20 yang bermakna sangat cerdas

dimana pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu sangat dapat mengenali

perasaan mereka sendiri, mampu menyadari potensi yang dimiliki serta memiliki

kepercayaan diri yang tinggi dalam pekerjaan mereka.

Tabel 4.8 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pengaturan Diri


Rata-
Pengaturan Diri Ket.
Rata
Sangat
Saya dapat mengelola emosi saya 4,34
Cerdas
Sangat
Saya dapat menjaga pikiran saya untuk berpikir positif 4,29
Cerdas
Sangat
Saya merasa bahwa saya orang yang bertanggung jawab 4,37
Cerdas
Saya merasa bahwa saya dapat diandalkan 4,14 Cerdas
Sangat
Rata-Rata Total 4,29
Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
2,60-3,39 Cukup Baik
71

3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas

Pengelolaan diri pada pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

tergolong sangat baik. Dengan nilai rata – rata tanggapan pengaturan diri yang

mencapai 4,29 sehingga bermakna sangat cerdas, maka sudah pasti para pegawai

mampu mengelola emosi, menjaga pikiran agar dapat berpikir positif, dapat

bertanggung jawab dan dapat diandalkan perihal pekerjaannya.

Tabel 4.9 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Motivasi Diri

Rata-
Motivasi Diri Ket.
Rata
Sangat
Saya menyukai tantangan baru 4,23
Cerdas
Saya setuju dan ingin meraih tujuan dari tempat saya Sangat
4,24
bekerja Cerdas
Sangat
Saya merasa bahwa saya orang yang gigih 4,23
Cerdas
Saya tidak takut akan kegagalan 4,07 Cerdas
Rata-Rata Total 4,19 Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
2,60-3,39 Cukup Baik
3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas

Motivasi diri yang timbul dalam benak pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu termasuk motivasi yang baik dimana nilai rata – rata tanggapan

yang ditunjukkan melalui tabel 4.9 memiliki nilai sebesar 4,19 (bermakna cerdas).

Hal tersebut mencerminkan bahwa para pegawai merupakan pegawai yang gigih,

menyukai tantangan baru ingin meraih tujuan dan tidak takut akan kegagalan.
72

Tabel 4.10 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Mengenali Emosi


Orang Lain
Rata-
Mengenali Emosi Orang Lain Ket.
Rata
Saya berempati terhadap orang lain 3,89 Cerdas
Saya terbuka terhadap sudut pandang baru 4,04 Cerdas
Saya suka berbincang dengan orang lain dan mengenal 4,16 Cerdas
orang baru
Rata-Rata Total 4,03 Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
2,60-3,39 Cukup Baik
3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas

Selain mampu mengenali diri sendiri dan mampu mengatur diri, pegawai

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu juga mampu mengenali emosi orang

disekitarnya sebagaimana yang ditampilkan melalui tabel 4.10. Dengan nilai rata –

rata mencapai 4,03 maka dapat diinterpretasikan bahwa pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu memiliki empati terhadap orang lain, dapat menerima

sudut pandang baru dan suka berinteraki dengan orang baru.

Tabel 4.11 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Keterampilan Sosial


Rata-
Keterampilan Sosial Ket.
Rata
Saya dapat menyampaikan informasi kepada orang lain Sangat
4,50
dengan jelas Cerdas
Saya dapat menyelesaikan perselisihan yang saya miliki Sangat
4,36
dengan orang lain Cerdas
Saya menghindari melakukan sesuatu yang berpotensi Sangat
4,20
konflik Cerdas
Saya merasa saya dapat diajak bekerja sama dengan orang
4,11 Cerdas
lain
Sangat
Rata-Rata Total 4,29
Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
73

2,60-3,39 Cukup Baik


3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas
Didukung dengan kemampuan untuk dapat memahami orang lain dengan

baik, maka pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu juga memiliki

keterampilan social yang juga sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dengan

tanggapan mereka terhadap dimensi keterampilan sosial yang memiliki nilai rata –

rata mencapai 4,29 sehingga tergolong sangat cerdas. Dengan nilai rata – rata

keterampilan social yang tinggi, maka pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu memiliki kemampuan untuk dapat menyampaikan informasi dengan baik

pada orang lain, menghindari sesuatu yang dapat memicu konflik, dapat

menyelesaikan perselisihan dan mampu diajak bekerja sama.

Tabel 4.12 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Kecerdasan Emosional


Rata-
Kecerdasan Emosional Ket.
Rata
Kesadaran Diri 4,20 Sangat Cerdas
Pengaturan Diri 4,29 Sangat Cerdas
Motivasi Diri 4,19 Cerdas
Mengenali Emosi Orang Lain 4,03 Cerdas
Keterampilan Sosial 4,29 Sangat Cerdas
Rata-Rata Total 4,20 Sangat Cerdas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Cerdas
1,80-2,59 Tidak Cerdas
2,60-3,39 Cukup Baik
3,40-4,19 Cerdas
4,20-5,00 Sangat Cerdas
Secara keseluruhan, pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi sebagaimana yang ditampilkan

pada tabel 4.13 dengan nilai rata – rata tanggapan mencapai 4,20 yang bermakna

sangat cerdas. Dengan nilai rata-rata tersebut, pegawai Badan Pusat Statistik
74

Provinsi Bengkulu teridentifikasi memiliki kecerdasan yang tinggi mengenai

pemahaman dirinya sendiri, pengaturan dirinya, pemahaman emosi orang lain dan

keterampilan dalam bersosialisasi dengan orang lain.

4.6 Deskripsi Kepuasan Kerja atas Tanggapan Pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu

Rangkuman atas tanggapan pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

mengenai variabel kepuasan kerja dirangkum pada tabel 4.13 – tabel 4.18.

Tabel 4.13 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pekerjaan Itu Sendiri

Rata-
Pekerjaan Itu Sendiri Ket.
Rata
Sangat
Saya merasa puas dengan tugas yang diterima 4,31
Puas
Sangat
Saya mendapat kesempatan belajar dipekerjaan saya 4,34
Puas
Saya mendapat tanggung jawab yang sesuai dengan yang Sangat
4,29
saya harapkan Puas
Sangat
Rata-Rata Total 4,31
Puas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Puas
1,80-2,59 Tidak Puas
2,60-3,39 Cukup Puas
3,40-4,19 Puas
4,20-5,00 Sangat Puas

Kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu termasuk kedalam kategori sangat puas dengan nilai rata-rata

4,31. Hal ini berarti bahwa pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

merasa puas dengan tugas yang diterimanya dimana mereka mendapatkan

kesempatan belajar dan mendapat tanggung jawab yang sesuai dengan yang mereka

harapkan.
75

Tabel 4.14 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Gaji

Rata-
Gaji Ket.
Rata
Sangat
Saya menyukai sistem penggajian yang diterapkan 4,31
Puas
Sangat
Saya merasa bahwa penggajian yang berlaku telah adil 4,23
Puas
Sangat
4,27
Rata-Rata Total Puas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Puas
1,80-2,59 Tidak Puas
2,60-3,39 Cukup Puas
3,40-4,19 Puas
4,20-5,00 Sangat Puas

Dimensi gaji sebagai salah satu yang diperhitungkan dalam menilai kepuasan

kerja pegawai ternyata juga memiliki nilai rata – rata tanggapan yang sangat tinggi

mencapai 4,27 sehingga pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu memiliki

rasa yang sangat puas dengan sistem penggajian yang diterapkan dan mereka juga

merasa bahwa penggajian yang ada di Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

telah berlaku adil.

Tabel 4.15 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kesempatan Promosi

Rata-
Kesempatan Promosi Ket.
Rata
Saya merasa bahwa peluang promosi yang ada telah 4,09 Puas
obyektif
Saya menyukai peluang promosi yang ada 4,07 Puas
Saya lebih menyukai peluang promosi yang sekarang 4,06 Puas
dibandingkan dengan peluang promosi sebelumnya
Rata-Rata Total 4,07 Puas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Puas
1,80-2,59 Tidak Puas
2,60-3,39 Cukup Puas
3,40-4,19 Puas
4,20-5,00 Sangat Puas
76

Tanggapan pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu mengenai

dimensi kesempatan promosi ditunjukkan melalui tabel 4.15. Melalui tabel 4.15

dapat dilihat bahwa dengan adanya peluang promosi yang objektif dan peluang

promosi yang ada saat ini lebih disukai maka tingkat kepuasan pegawai mencapai

pada tingkat rasa puas dengan nilai rata – rata mencapai 4,07.

Tabel 4.16 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Atasan

Rata-
Atasan Ket.
Rata
Sangat
Saya senang dengan gaya kepemimpinan atasan saya 4,21
Puas
Saya merasa senang berada dibawah atasan saya 4,11 Puas
Rata-Rata Total 4,16 Puas
Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Puas
1,80-2,59 Tidak Puas
2,60-3,39 Cukup Puas
3,40-4,19 Puas
4,20-5,00 Sangat Puas

Atasan yang ada pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu telah

memberikan kepuasan bagi para pegawainya sebagaimana tanggapan yang diterima

dengan nilai rata – rata sebesar 4,16. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan atasan di

Badan Pusat Statistik Provinsi saat ini disukai oleh pegawai sehingga mereka

meresa senang berada di bawah atasannya.

Tabel 4.17 Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Rekan Kerja

Rata-
Rekan Kerja Ket.
Rata
Saya memiliki rekan kerja yang saling mendukung 4,19 Puas
Saya merasa senang ketika bekerja dengan rekan kerja saya 3,96 Puas
sekarang
Saya merasa rekan kerja saya sangat membantu saya dalam 4,07 Puas
bekerja
Rata-Rata Total 4,07 Puas
77

Keterangan:
1,00-1.79 Sangat Tidak Puas
1,80-2,59 Tidak Puas
2,60-3,39 Cukup Puas
3,40-4,19 Puas
4,20-5,00 Sangat Puas

Selain daripada atasan yang menjadi salah satu penentu kepuasan pegawai,

maka rekan kerja juga berpengaruh. Melalui tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai

rata – rata pada dimensi rekan kerja adalah sebesar 4,07 yang bermakna puas.

Dalam hal ini, pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu telah memiliki

rekan kerja yang saling mendukung dan membantu dalam pekerjaan sehingga

mereka merasa senang ketika bekerja dengan rekan kerja saat ini.

Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Kepuasan Kerja

Rata-
Kepuasan Kerja Ket.
Rata
Pekerjaan Itu Sendiri 4,31 Sangat Puas
Gaji 4,27 Sangat Puas
Kesempatan Promosi 4,07 Puas
Atasan 4,16 Puas
Rekan Kerja 4,07 Puas
Rata-Rata Total 4,18 Puas

Secara keseluruhan, tingkat kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu termasuk ke dalam kategori puas dengan nilai rata – rata

kepuasan mencapai 4,18. Hal ini mencerminkan bahwa pegawai merasa puas atas

pekerjaan yang mereka jalankan saat ini, merasa bahwa gaji yang berlaku telah adil,

puas dengan kesempatan promosi yang objektif, puas dengan gaya kepemimpinan

atasan saat ini, dan puas dengan rekan kerja yang telah mendukung saat ini.
78

4.7 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam rangka menganalisis pengaruh stress kerja dan kecerdasan emosional

terhadap kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu maka

digunakan analisis regresi linear berganda guna mengestimasi pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen yang mana data tersebut dikumpulkan dari

responden kemudian diolah dan dihitung menggunakan Statistical Package for

Social Science (SPSS) 20. Hasil pengolahan data secara singkat dapat dilihat pada

tabel 4.17 berikut:

Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 6,634 5,821 1,140 ,258
1 SK ,944 ,210 ,464 4,502 ,000
KE ,253 ,085 ,306 2,963 ,004
a. Dependent Variable: KK

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditunjukkan melalui tabel 4.17 maka

melalui Standardized Coefficients, hasil dari analisis regresi berganda dapat ditulis

dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 0,464X1 + 0,306X2

Keterangan:

Y = Kepuasan Kerja

X1 = Stress Kerja

X2 = Lingkungan Kerja
79

Hasil persamaan analisis regresi berganda tersebut memiliki interpretasi yaitu

sebagai berikut:

1. Koefisien regresi variabel stress kerja (X1) adalah beta sebesar 0,464 dan

tingkat signifikansi sebesar 0,000 sehingga < α (0,05). Dengan demikian,

hal tersebut menunjukkan bahwa stress kerja (X1) mempunyai pengaruh

yang positif dan siginifikan terhadap kepuasan kerja (Y) pegawai Badan

Pusat Statistik Provinsi Bengkulu, yang artinya tingkat stress kerja

pegawai yang dapat terkelola dengan semakin baik maka semakin baik

juga tingkat kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu.

2. Koefisien regresi variabel kecerdasan emosional (X2) adalah beta sebesar

0,306 dan tingkat signifikansi sebesar 0,004 sehingga < α (0,05). Dengan

demikian, hal tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (X2)

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

(Y) pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu yang artinya tingkat

kecerdasan emosional yang semakin tinggi, maka semakin tinggi pula

tingkat kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Hasil analisis ini menggunakan standardized karena data telah

dikelompokkan dan di standarisasi secara otomanis dengan program SPSS 20.

Selain itu, penelitian ini juga menggunkan skala Likert sehingga dapat menjelaskan

serta membandingkan secara langsung pengaruh antar variabel independen

terhadap variabel dependen, dimana dapat dilihat variabel independen yang mana

yang lebih besar atau dominan berpengaruh terhadap variabel dependen yang bisa
80

dilihat langsung dari besar kecilnya masing-masing koefosien (beta) (Ghozali,

2006).

Atas hal tersebut, dilihat dari hasil regresi variabel stres kerja sebesar 0,464

dan variabel kecerdasan emosional sebesar 0,306 memiliki pengaruh terhadap

kepuasan kerja, yang artinya apabila stress kerja dapat terkelola dengan baik dan

dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka kepuasan kerja pegawai

akan ada pada tingkat yang baik. Lebih lanjut, dilihat dari besarnya koefisien regresi

yang diperoleh dari hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa variabel stres

kerja memiliki koefisien regresi yang paling besar, sehingga dapat disimpulan

bahwa variabel stres kerja merupakan variabel yang paling dominan dalam

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

4.8 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang

sempurna atau tidak, yang ditunjukan pada apakah perubahan variabel bebas stres

kerja (X1), kecerdasaran emosional (X2) akan diikuti oleh variabel terikat kepuasan

kerja (Y) pada proporsi yang sama. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai R

Square (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1.

Selanjutnya R2 yang berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 memiliki arti

bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Adapun hasil uji koefisien

determinasi (R2) penelitian ini ditampilkan melalui tabel 4.18.


81

Tabel 4.18 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
1 ,663a ,440 ,423 3,511
a. Predictors: (Constant), KE, SK

Pada tabel 4.18, atas hasil pengolahan data yang dilakukan penulis maka

ditunjukkan bahwa koefisien determinasi memiliki R2 sebesar 0,440. Hasil ini

menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai (Y) yang dapat dijelaskan oleh

variabel stres kerja dan variabel kecerdasan emosional adalah sebesar 44%,

sedangkan sisanya (100% - 44% = 56%) dijelaskan oleh variabel-variabel lain di

luar model yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Ghozali (2013) yang menyatakan bahwa koefisien determinasi pada

intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel

dependen, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

4.9 Hasil Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis dapat diterima

atau ditolak di dalam penelitian. Dalam hal ini, penulis menggunakan program

SPSS versi 20 guna mengetahui hasil dari hipotesis yang dirumuskan. Adapun

hipotesis yang ada pada penelitian ini telah diuji menggunakan metode analisis uji

F dan uji t dengan hasil sebagai berikut:

4.9.1 Hasil Uji F

Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji apakah model

regresi yang penulis rumuskan adalah baik (signifikan) atau tidak baik (non
82

signifikan). Jika model yang dirumuskan adalah signifikan, maka bisa

digunakan untuk prediksi atau peramalan, sebaliknya jika tidak signifikan

maka model regresi tidak bisa digunakan untuk peramalan. Jika signifikan uji

F < α 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima (model regresi yang digunakan

baik atau signifikan). Hasil uji F ditampilkan melalui tabel 4.19.

Tabel 4.19 Hasil Uji F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 649,261 2 324,631 26,341 ,000b
1 Residual 825,725 67 12,324
Total 1474,986 69
a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), KE, SK

Berdasarkan tabel 4.19, maka diketahui bahwa nilai F hitung sebesar

26,341 dengan tingkat signifikasi 0,000. Dengan demikian, maka nilai

signifikasi < α (0,05) sehingga menunjukkan bahwa model regresi pada

penelitian ini baik atau signifikan dan bisa digunakan untuk prediksi atau

peramalan. Lebih lanjut, dengan signifikansi 0,000 < α (0,05) maka H3 pada

penelitian ini diterima dengan interpretasi bahwa variabel stres kerja (X1)

dan variabel kecerdasan emosional (X2) secara simultan berpengaruh

terhadap variabel kepuasan kerja (Y).

4.9.2 Hasil Uji t

Uji t digunakan untuk menguji signifikasi regresi linier berganda secara

parsial. Uji signifikasi ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai

signifikasi uji t terhadap probabilitas Alpha. Jika nilai signifikasi uji t < α
83

(0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima (Sekaran,2009). Adapun hasil uji t

yang telah dilakukan dirangkum sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.6, nilai

t hitung untuk variabel stress kerja yaitu sebesar 4,502 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,000 sehingga < α (0,05). Dengan

demikian, H1 pada penelitian ini diterima yang berarti bahwa

variabel stres kerja berpengaruh signifikan terhadap variabel

kepuasan kerja. Dalam hal ini stres kerja berpengaruh secara positif

terhadap kepuasan kerja yang memiliki makna bahwa semakin

terkelola stress kerja dengan baik maka semakin baik pula tingkat

kepuasan kerja.

2. Lebih lanjut, tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk

variabel kecerdasan emosional adalah sebesar 2,963 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,004 sehingga < α (0,05). Dengan demikian,

maka H2 pada penelitian ini diterima yang berarti bahwa variabel

kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap variabel

kepuasan kerja. Dalam hal ini kecerdasan emosional berpengaruh

sevata positif terhadap kepuasan kerja yang memiliki makna bahwa

semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional maka semakin tinggi

pula tingkat kepuasan kerjanya.

4.10 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis pengolahan yang telah dilakukan, maka pada sub-

bab ini diberikan penjelasan mengenai hasil-hasil analisis statistik tersebut untuk
84

dapat memahami lebih mendalam mengenai pengaruh stress kerja dan kecerdasan

emosional terhadap kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu.

4.10.1 Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa variabel stress kerja

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dan memiliki

tingkat signifikansi dibawah 0,05 yaitu 0,000 dan nilai t sebesar 4,502,

sehingga kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Hasil uji t ini berarti menerima hipotesis 1 (H1) penelitian yaitu

stres kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

Stres bagi karyawan (personel) dapat merupakan tantangan, rangsangan

dan pesona, namun bisa pula berarti kekhawatiran, konflik, ketegangan dan

ketakutan tergantung bagaimana karyawan memandangnya. Stres dapat

timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidak

selarasan antara seseorang dengan lingkungannya. Dengan perkataan lain,

apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan

kemampuan seseorang, ia akan mengalami stres.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mendukung hasil

penelitian yang dilakukan oleh Franly & Bernhard (2021) yang berjudul

Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja Fisik Dan Stres Kerja Terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Tropica Coco Prima di Lelema

Kabupaten Minahasa Selatan dimana pada penelitian ini menerima hipotesis


85

bahwa Stress kerja secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap

kepuasan kerja pada PT. Tropica Coco Prima di Lelema Kabupaten Minhasa

Selatan. Lebih lanjut, Potale dan Uhing (2015) dalam penelitian yang berjudul

Pengaruh Kompensasi dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

pada PT. Bank Sulut Cabang Utama Manado juga menemukan hasil bahwa

stres kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja sehingga

juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Ridho &

Febsri (2019) berdasarkan hasil uji regresi linear berganda nilai koefisien

regresi stres kerja terhadap kepuasan kerja - 0,293 yang berarti apabila stres

kerja berkurang maka kepuasan kerja akan bertambah dan dilihat juga hasil

nilai thitung variabel stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja pada karyawan Bank Mandiri Cabang Padang. Selain itu,

Putro, Riana & Surya (2015) juga mengemukakan bahwa stres kerja memiliki

pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja.

Meskipun demikian, pada dasarnya perbedaan pengaruh yang terjadi

secara positif dan negative tetap mengarah pada satu hal yang sama dimana

stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat mempengaruhi apa yang mereka

rasakan baik itu menyangkut pekerjaan maupun hasil yang mereka terima.

Hal ini mengacu kembali pada sarana dan tuntutan tugas yang apabila tidak

selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami

stress. Pada penelitian ini, kuesioner yang digunakan mengacu pada dimensi-

dimensi stres kerja yang dikemukan oleh Michael et al., (2009) dimana
86

kuesioner yang diberikan kepada responden di Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu disusun sedemikian rupa sehingga didapatlah respon misalnya

mengenai beban kerja dan konflik peran, apakah pegawai Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu mendapatkan waktu yang proporsional untuk

menyelesaikan pekerjaannya, apakah fasilitas penunjang pekerjaannya telah

sepenuhnya tersedia dan apakah pegawai memiliki penilaian yang sama

dengan atasan mengenai pekerjaannya. Hal tersebut, dengan tingkat

penerimaan hasil respon yang dalam kategori baik maka mencerminkan

tingkat stres kerja yang terkelola dengan baik sehingga dapat mempengaruhi

tingkat kepuasan kerja para pegawai, sehingga dalam hal ini mendukung hasil

penelitian ini yang menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh secara positif

terhadap kepuasan kerja sebagaimana yang juga dikemukakan oleh I Gede

Redita Yasa (2016) yang menemukan hasil penelitian yang sama.

4.10.2 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan

emosional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dan

memiliki tingkat signifikansi dibawah 0,05 yaitu 0,004 dan nilai t sebesar

2,963, sehingga kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Hasil uji t ini berarti menerima hipotesis 2 (H2) penelitian yaitu

kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Virk (2011), Gunduz (2012) yang

juga menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan pada variabel


87

kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Selain itu, Putu & Surya

(2015) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif

terhadap kepuasan kerja. Dengan demikian, semakin meningkat tingkat

kecerdasan emosional, maka kepuasan kerja akan semakin meningkat

sebagaimana koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan semakin

meningkat tingkat kecerdasan emosional, maka akan mengakibatkan semakin

meningkat pula kepuasan kerja.

Hasil penelitian oleh penulis dan hasil penelitian sebelumnya

mendukung teori peristiwa afektif dimana kecerdasan emosional dalam

bekerja sangat berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja

merupakan sikap emosional yang menyenangkan, dimana karyawan merasa

senang dengan tempat kerjanya dan memiliki hubungan baik dengan rekan

kerja. Hasil tersebut menunjukkan implikasi bahwa karyawan dengan

kecerdasan emosional lebih tinggi akan menumbuhkan rasa kepuasan kerja

yang juga tinggi dan kesempatan mereka untuk meninggalkan perusahaan

lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja

yang rendah (Pradnya, 2021).

4.10.3 Pengaruh Stres Kerja dan Kecerdasan Emosional terhadap

Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil analisi data yang dilakukan oleh penulis, maka

diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 26,341 dengan tingkat signifikasi

0,000. Dengan demikian, maka nilai signifikasi < α (0,05) sehingga

menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian ini baik atau signifikan
88

dan bisa digunakan untuk prediksi atau peramalan. Lebih lanjut, dengan

signifikansi 0,000 < α (0,05) berarti hipotesis 3 (H3) pada penelitian ini

diterima dengan interpretasi bahwa variabel stres kerja (X1) dan variabel

kecerdasan emosional (X2) secara simultan berpengaruh terhadap variabel

kepuasan kerja (Y).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, mendukung hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rachmelya & Suryani (2017) dimana

Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja secara bersama-sama memiliki total

pengaruh terhadap Kepuasan Kerja sebesar 72,5% dimana angka tersebut

menjelaskan bahwa secara langsung Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja

memberikan kontribusi terhadap Kepuasan Kerja sebesar 72,5% pada

frontliner Bakti BCA KCU Jambi. Dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa secara simultan kecerdasan emosional dan stres kerja

berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja, maka hal ini juga

mendukung penelitian terkait dari Ismail et al., (2010).

Banyak ahli berpendapat bahwa stres kerja, kecerdasan emosional dan

kepuasan kerja adalah konstruksi yang berbeda, tetapi sangat saling terkait.

Misalnya kemampuan karyawan untuk mengelola emosi mereka dengan

benar dan mengelola lainnya emosi karyawan akan sangat meningkatkan

kemampuan mereka untuk mengatasinya tekanan fisiologis dan psikologis

dalam melaksanakan pekerjaan. Sebagai Akibatnya, hal itu dapat mengarah

pada kepuasan kerja yang lebih tinggi dalam organisasi (Ismail et al., 2010).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan yang telah dikaji secara empiris,

serta menggunakan teori-teori yang mendukung mengenai stres kerja, kecerdasan

emosional dan kepuasan kerja, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai t hitung untuk variabel stress kerja yaitu sebesar 4,502 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,000 sehingga < α (0,05). Dengan demikian,

H1 pada penelitian ini diterima yang berarti bahwa variabel stres kerja

berpengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.

2. Nilai t hitung untuk variabel kecerdasan emosional adalah sebesar 2,963

dengan tingkat signifikansi sebesar 0,004 sehingga < α (0,05). Dengan

demikian, maka H2 pada penelitian ini diterima yang berarti bahwa

variabel kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap variabel

kepuasan kerja.

3. Nilai F hitung sebesar 26,341 dengan tingkat signifikasi 0,000. Dengan

demikian, maka nilai signifikasi < α (0,05) sehingga menunjukkan bahwa

model regresi pada penelitian ini baik atau signifikan dan bisa digunakan

untuk prediksi atau peramalan. Lebih lanjut, dengan signifikansi 0,000 <

α (0,05) maka H3 pada penelitian ini diterima dengan interpretasi bahwa

variabel stres kerja (X1) dan variabel kecerdasan emosional (X2) secara

simultan berpengaruh terhadap variabel kepuasan kerja (Y).

89
5.2 Saran

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi saran atau rekomendasi untuk penelitan yang akan

datang serta pihak Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Berikut beberapa saran atau

rekomendasi berdasarkan hasil penelitian ini:

1. Stres kerja dan kecerdasan emosional pegawai merupakan salah satu faktur penting agar

senantiasa dapat dijaga dan dikelola dengan baik oleh Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu, mengingat bahwa kedua hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap

tingkat kepuasan para pegawai, dengan harapan bahwa setiap pegawai yang bekerja di

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu dapat memiliki tingkat kepuasan kerja yang

tinggi dan mampu mendongkrak lebih baik lagi teruntuk kinerja kedepannya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh penulis masih cukup terbatas pada pengujian secara

langsung antara satu variabel dengan variabel lainnya, maka dari itu penulis

merekomendasikan untuk kedepannya dengan topik penelitian yang sama agar dapat

menambahkan hal baru seperti penambahan variabel mediasi atau moderasi pada topik

penelitian ini.

90

Anda mungkin juga menyukai