Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia
Jakarta, 2013
Pola Tarif Jasa Medis PelayananTimTerapiGizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik
Edisi pertama, --- Jakarta, 2013
I …..+ …… halaman
21 cm X 29,74 cm
Balai Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), Jakarta 2013
Bibliografi
ISBN……….
Penerbit:
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin tim penyusun dan penerbit
Kata Pengantar
Pelayanan gizi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS) atau di dalam
masyarakat. Pelayanan ini meliputi dua pelayanan yang terkait erat yaitu pelayanan gizi klinik
(clinical nutrition service) dan pelayanan penyelenggaraan makan (hospital food service).
Pelayanan gizi klinik diselenggarakan oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) dalam
bentuk konsultatif atau dalam bentuk pelayanan Tim Terapi Gizi (TTG), sedangkan pelayanan
penyelenggaraan makan meliputi pengadaan, produksi, distribusi makanan pasien yang
diselenggarakan oleh Unit Produksi Makanan (UPM).
Kelancaran pelayanan gizi klinik, penyediaan formula diet/makanan sesuai dengan terapi gizi
yang dibutuhkan pasien, perlu ada kebijakan yang mengatur pembiayaan formula, pangan
fungsional dan makanan individual yang dibayar sesuai tarif formula/makanan RS. Dengan
demikian preskripsi individual pasien sesuai kondisi pasien dapat terlaksana. Selain itu, pada
pelayanan gizi klinik yang merupakan sistem pelayanan TTG diperlukan pengaturan jasa medik
dan remunerasi paramedik, pembiayaan sarana dan prasarana diagnostik medik gizi klinik.
Atas dasar tersebut diatas Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI)
mempunyai tangung jawab untuk mempersiapkan pola dasar perhitungan jasa medik pelayanan
TTG, tarif jasa medik dan remunerasi paramedik yang merupakan panduan perhitungan tariff
pelayanan TTG, dan jasa medik bagi pelayanan gizi rumah sakit/klinik yang perlu disesuaikan
dengan kondisi RS/klinik masing-masing.
Buku ini masih perlu disempurna, asupan berbagai pihak sejawat sangat dibutuhkan.
Tim Penyusun
Surat Keputusan PP-PDGKI
No. …………………….
Tentang
Tim Penyusun Pola Tarif Jasa Medis
pelayanan Tim Terapi Gizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik
Tim Penyusun
Ketua : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK
Wakil Ketua : dr. Niken Puruhita, M.Med,Sc, SpGK
Anggota : Dr. dr. Meilani Kumala, MS. SpGK
dr. Victor Tambunan, MS, SpGK
dr. Ida Gunawan, MS, SpGK
dr. Cindyawati, MS, SpGK
Dr dr. Gaga Irawan Nugraha, M.Gizi, SpGK
dr. Elvi Manurung, MS, SpGK
dr. Tirta Prawita Sari, MSc., SpGK
DAFTAR ISI
No hal
Kata Pengantar
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan dokter spesilasi gizi klinik
Daftar Isi
Latar Belakang
Penutup
LATAR BELAKANG
Masalah gizi masyarakat yang kompleks, malnutrisi akibat kurang atau tidak seimbangnya
asupan nutrien, meningkatnya kebutuhan akibat penyakit infeksi merupakan masalah yang belum
dapat diatasi. Disisi lain, perubahan pola makan dan hidup mengakibatkan penyakit non infeksi
seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler dan dampak gizi
salah meningkat secara tajam. Hal ini akan menambah tingkat kesulitan dalam manajemen terapi
gizi. Agar dapat memberi pelayanan yang adekuat, efektif dan efisien, pelayanan medik gizi
klinik oleh dokter spesialis Gizi Klinik dan sistem penyediaan diet pasien yang professional
mutlak dibutuhkan. Disamping itu, masalah gizi perlu terdeteksi secara dini, untuk mencegah
komplikasi menurunkan masa dan biaya perawatan yang menjadi beban masyarakat dan rumah
sakit
Pelayanan Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) baik dalam bentuk sistem pelayanan TTG
maupun praktek pribadi telah berlansung di sejumlah layanan masyarakat dan rumah sakit.
Untuk mendukung kelanjutan pelayanan ini perlu ada pola pentarifan yang sesuai dengan
pelayanan yang diberikan. Selain jasa medik pelayanan, pembiayaan penyediaan makanan,
formula khusus, pangan fungsional merupakan faktor penentu terpenuhinya preskripsi gizi
pasien di mayarakat dan rumah sakit (RS).
Sejalan dengan akan diberlakukannya pendanaan pelayanan kesehatan melalui Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, perlu adanya pola pentarifan jasa medik Dr SpGK, jasa
pelayanan TTG, dan remunerasi jasa pengawasan penyediaan makanan/formula makanan pasien.
Agar dapat tercapainya pelayanan yang berkesinambungan selain pola tarif jasa medik, jasa
pelayanan TTG, juga perlu didukung oleh dasar biaya makan yang terpisah secara individual dari
tarif ruang rawat.
Atas dasar tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) sebagai
organisasi profesi perlu menyusun pola tarif pelayanan TTG, konsultatif dan tindakan medik
pelayanan Gizi Klinik, dengan mengacu kepada kompetensi spesialistik yang diberikan kepada
pasien.
I. Tarif pelayanan gizi rumah sakit
Dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan gizi klinik, perlu adanya anggaran memenuhi
pembiayaan makan pasien atau formula terapi gizi, jasa medik, jasa pelayanan TTG. Tersedianya
makanan pasien dan formula terapi sesuai kebutuhan individu pasien diperlukan upaya
pengawasan/supervisi dokter dengan keahlian khusus. Untuk tenaga/jasa pelayanan TTG dan
jasa pengawasan makanan pasien, maka selain jasa medik perlu memperoleh basic salary.
Salary ini diperoleh dari sektor pelayanan RS baik RS pemerintah atau swasta dasar anggaran RS
atau dibayar oleh pihak ketiga (perusahaan atau asuransi atau BPJS) untuk pelayanan gizi klinik.
Besarnya jasa pelayanan atau basic salary diperhitungan berdasarkan proporsi biaya makan.
Sedangan jasa medik diperhitungkan berdasarkan bobot/point keahlian, waktu, dan beban kerja.
Untuk kesinambungan pelayanan GK perlu adanya kebijakan peraturan tarif jasa medik SpGK,
yang terpisah dari basic salary untuk pelayanan TTG dan pengawasi makanan pasien, Jasa
medik dokter SpGK diperhitungkan berdasarkan pelayanan TTG (Dr SpGK, atau Dr mempunyai
kompetensi bidang gizi klinik, Dietisien, Perawat dan administrasi).
Jasa pelayanan medik Gizi Klinik, merupakan jasa penatalaksanaan terapi gizi (assessment,
penyesuaian terapi gizi, preskripsi gizi, pemantauan, dan evaluasi), jasa medik bagi pasien yang
berisiko malnutrisi atau malnutrisi. Jasa medik dibagi dalam dua jenis jasa (1) Jasa medik
assessment gizi lanjut pasien bermasalah gizi serta penyesuaian terapi gizi dan preskripsi gizi,
jasa medik ini sesuai tarif satu kali tarif konsultasi, (2) Jasa medik pemantauan dan evaluasi gizi.
Dengan demikian pola tarif pelayanan gizi rumah sakit dapat dibagi menjadi 3 pola utama yaitu :
1. Basic salary pelayanan Gizi Klinik adalah salary yang dibayarkan untuk
Pelayanan TTG untuk diskusi, pengawasan/ supervise makanan, penilaian skrining dan
manajemen. Diperhitungkan berdasarkan beban kerja pengawasan dan tanggung jawab
merupakan 80% dari remunerasi biaya makan (10% dari unit cost makanan pasien) dengan
asumsi biaya makan/terapi gizi perkasus antara Rp. 30.000,-- perhari. Dengan jumlah 100
pasien per SpGK ( 3 juta,- perhari kali 10% kali 80%) = Rp. 300.000,- kali 80% per hari =
Rp 240.000,- kali 30 hari ≈ Rp. 7.500.000,- perbulan
II. Satuan uang yang dijadikan perkalian seluruh Indonesia berbeda, akan tetapi hak dokter
tetap proporsional dan rasional karena skornya tetap untuk setiap penyakit. Satuan dapat berubah
sesuai dengan :
a. Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pusat atau Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
b. Laju Inflasi
c. Daya beli lokal
d. Persetujuan Perhimpunan Profesi.
e. Satuan uang pengali skor ditetapkan bersama dengan Perhimpunan Profesi dibedakan :
f. Pemeriksaan pertama (assessment gizi awal)
g. Visite biasa tanpa evaluasi data-data baru (pemantauan atau visit kedua, minimal tiap 2 hari)
h. Pemeriksaan ulang baik berupa follow up yang berupa penilaian keadaan penderita dan
pemeriksaan tambahan sebagai akibat perubahan keadaan penderita (visit ketiga)
i. Tindakan dapat berupa :
Tindakan diagnostik pada pemeriksaan penunjang
Tindakan pengobatan khusus
III. Faktor yang mempengaruhi kinerja dinilai dalam menentukan total skor, terdiri atas empat
faktor (F1-4), khusus untuk faktor kedua (F2) masih dirinci dengan subfaktor 1 dan 2.
1. Faktor kualifikasi pelayanan kedokteran ( F1)
a. Non dokter
b. Dokter Umum
c. Dokter spesialis sampai 6 semester
d. Dokter spesialis 7-10 semester
e. Dokter spesialis >10 semester.
Dokter yang masih dalam masa pendidikan spesialis dihitung sebagai dokter umum .
Tenaga pelayanan kesehatan ini dibedakan sesuai dengan pendidikannya.
2. Tingkat kesukaran (F2). Dalam hal ini tingkat kesukaran dibagi dalam 2 subfaktor, yang
pertama pelayanan dikerjakan oleh tenaga kesehatan minimal kualifikasi ijazahnya D3,
yang kedua adalah tingkat kesulitan lain yang dapat diukur, yaitu yang berkaitan dengan
cara tindakan. Tindakan tingkat pertama dapat dianalogikan dengan pemeriksaan memakai
alat sebagai bagian dari kemajuan teknologi seperti pemeriksaan EKG, EMG, EEG, alat
diagnostik atau alat yang senilai, body composition (BIA)
2.1. Tingkat Pencapaian Kompetensi (F2.1) :
a. Bisa dilakukan non-dokter
b. Bisa dilakukan dokter umum
c. Harus dilakukan spesialis
d. Harus dilakukan spesialis dengan pendidiksn khusus
e. Harus dilakukan beberapa jenis spesialis secara kelompok
4. Waktu (F4)
Lama pelayanan merupakan beban yang harus dipertimbangkan. Undang-undang mengatur kerja
terus-menerus tidak boleh melebihi 8 jam, dengan demikian disusun pengelompokan berdasar
waktu sebagai berikut :
Pelayanan tindakan
Pelayanan non tindakan
Tindakan diagnostik, pengobatan dan Konsultasi spesialis gizi untuk setiap 30 menit diberikan
skor 5.
IV Pertimbangan skor
Pertambahan skor dalam tiap faktor dapat berupa deret hitung, dalam hal ini diterapkan pada
faktor Kualifikasi dan Waktu. Perkalian dengan angka tertentu ( dua atau tiga ) dipergunakan
pada faktor Kesulitan dan Tanggung Jawab ( Faktor 2 dan faktor 3 ). Dalam faktor Kesulitan
dipertimbangkan ekstra skor terhadap adanya penyulit, tiap 30 menit waktu kerja diberikan
angka (skor) 5
C Menentukan total skor kita mngacu pada tabel perhitungan skor sebagai berikut.
Dalam faktor tingkat kesulitan dipertimbangkan adanya penyulit yang timbul dalam pelayanan,
pemberian untuk kelompok ini mengacu pada skor pada kelompok tingkat kesulitan F2.1 yaitu :
Tingkat Penyulit Skor
Penyulit Ringan F 2.1 x 10 %
Penyulit Sedang (kosultasi gizi: MST skor ≥3) F 2.1 x 25 %
Penyulit Berat gizi diagnosis ≥2 penyakit F 2.1 x 50 %
F3 : Tanggung Jawab ( Perkalian angka 3 dan 2 )
Tak perlu pengawasan pasca tindakan 5
Perlu pengawasan sederhana Gizi Klinik 15
Modifikasi dari sistim ini harus dibuat untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya penunjang
diagnostik meupun penunjang tindakan seperti :
- Pelayanan Radiologi
- Pelayanan Pathologi klinik
- Pelayanan Pathologi Anatomi
- Pelayanan Anestesi
- Pelayanan Gizi Klinik
Untuk Spesialis konsultasi gizi dikenal satu jenis pelayanan analisis asupan dan konseling
diberikan kepada 1 pasien setara dengan 4 pasien spesialis lain. Untuk ini diciptakan suatu faktor
tambahan sebagai pengganti tingkat kesulitan F 2.2,
Setiap pelayanan dihitung skor dari tiap faktor, kemudian dijumlahkan maka didapat total skor
untuk pelayanan tersebut.
Konsultasi dokter ( Umum dan spesialis bisa dilihat pada tabel berikut :
Keterangan F1 F2.1 F2.2 F3 F4 Jumlah
Pemeriksaan dokter umum 10 15 5 - 5 35
Pemeriksaan spesialis Gizi Klinik 20 45 5 30 10 120
Untuk Spesialis Penunjang berlaku ketentuan :
- Segala Tindakan, perhitungan biaya dokter yang mengerjakan dapat dihitung sesuai dengan
sistim diatas.
- Untuk pemeriksaan-pemeriksaan rutin yang tidak dikerjakan dokter dan dokter hanya
membuat ekspertise, dapat diusulkan biaya dokter dapat dihitung dari prosentase total biaya
atau prosentase dari harga jual. Contoh adalah pemeriksaan foto thorax yang ditentukan oleh
PDSRI, untuk SpGK remunerasi superfisi menu, formula, dan pembuatan preskripsi :
persentase dari biaya makan
- Dibedakan antara pemeriksaan yang memerlukan tanggung jawab atau sangat berarti dalam
menentukan prognosa penderita
Untuk Patologi anatomi dan Patologi Klinik :
- Biaya pelayanan harus mendapat kendali dari perhimpunan
- Dapat dimungkinkan adanya perbedaan skor untuk pelayanan yang berbeda :
1. Pemeriksaan rutin
2. Pemeriksaan ulangan yang bersifat verifikatif
3. Pemeriksaan yang memerlukan beberapa pendapat dokter ahli atau pewarnaan ulang
4. Hasil pemeriksaan menjadi penentu nasib penderita.
Tarif Jasa medik ada SpGK, Non SJSN disesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit skor
antara Rp. 1250 sampai Rp 5000 per skor: diagnostic Rp. 5000, perskor
Bagi RS yang belum tersedia SpGK, adalah sesuai tarif Dokter Umum atau Dr Keluarga
4 Penutup
Usulan tarif jasa medik dapat merupakan pertimbangan BPJS, rumah sakit pengguna jasa
Dokter Spesialis Gizi Klinik dan asuransi untuk menetapkan jasa pelayanan gizi yang
memadai untuk pelayanan