INSTALASI GIZI
Menimbang :
Mengingat :
Ditetapkan di Cileungsi,
Pada tanggal : 1 Agustus 2018
Direktur RSUD Cileungsi,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resiko kurang gizi akan mucul secara klinik pada orang sakit, terutama pada penderita
anoreksia, kondisi mulut / gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit saluran
cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, tidak sadar pada waktu lama,
kegagalan fungsi saluran pencernaan dan pasien mendapat kemoterapi. Hasil penelitian
menunjukkan 20% - 60% pasien menderita kurang gizi pada saat dirawat di rumah
sakit.
Selain dari itu , di RSUD Cileungsi Pelayanan Gizi Rumah Sakit bukan saja diberikan
kepada pasien tetapi juga bagi para karyawan dan dokter yang diharapkan dapat
memberikan pelayanan secara optimal (service excelent) kepada pasien ketika mereka
melakukan tugasnya.
Sejalan dengan visi dan misi RSUD Cileungsi Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang
diberikan harus dikelola secara profesional agar mutunya tetap terjamin sehingga dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan dan dapat pula memenuhi kebutuhan
gizi. Dampaknya adalah hari perawatan pasien menjadi lebih pendek dan biaya
perawatannya berkurang, sedangkan bagi karyawan akan berdampak terhadap
meningkatnya produktifitas kerja.
Agar pelayanan gizi rumah sakit dapat dilaksanakan secara optimal dan berdasarkan
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), diperlukan suatu ”Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Gizi Rumah Sakit” bagi setiap Rumah sakit yang dapat dipakai sebagai
acuan bagi para petugas dan manajemen rumah sakit agar kebutuhan gizi pasien,
karyawan maupun dokter dapat dipenuhi.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan pokok pelayanan gizi rumah sakit di RSUD Cileungsi terdiri
dari Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap, Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan dan
Penyelenggaraan Makanan. Untuk meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien
dibentuk Tim Terapi Gizi yang bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi di Rawat
Inap, Rawat Jalan termasuk di klinik gizi rawat jalan.
C. Batasan Operasional
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan
pasien berdasarkan keadaan klinik, status gizi dan status metabolisme tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya
proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Seiring
kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya harus
diperhatikan agar pemberian tidak melebihi organ tubuh untuk melaksanakan fungsi
metabolisme. Pemberian diet pasien harus selalu dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan
perubahan klinik pasien, hasil pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya.
Upaya pelayanan gizi di RSUD Cileungsi yang diberikan bagi pasien, karyawan, maupun
dokter merupakan tugas dan tanggung jawab Pelayanan Gizi dan Tata Boga.
A. Visi
Pelayanan Gizi RSUD Cileungsi merupakan unit pelayanan profesional yang
berorientasi kepada kebutuhan gizi pelanggan (pasien, dokter, karyawan) untuk
menjaga terciptanya pelayanan kesehatan yang efektif, aman dan ekonomis
B. Misi
1. Menyelenggarakan produksi dan distribusi makanan yang dapat menunjang aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam mewujudkan program
keselamatan pasien, dokter dan karyawan RSUD Cileungsi.
2. Menyelenggarakan pelayanan gizi di rawat inap yang berorientasi pada kebutuhan
gizi pasien guna mempercepat proses penyembuhan.
3. Melakukan penyuluhan dan konsultasi gizi untuk pasien di Instalasi Rawat Jalan
dan Rawat Inap
4. Melakukan kegiatan gizi terapan untuk meningkatan mutu pelayanan gizi
5. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas agar dapat memberikan
pelayanan yang profesional
C. Tujuan
1. Terselenggaranya produksi dan distribusi makanan yang aman sehingga
menunjang program keselamatan pasien
2. Terselenggaranya penerjemahan dan evaluasi diet pasien sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien rawat inap
3. Terselenggaranya penyuluhan dan konsultasi gizi kepada pasien rawat jalan dan
rawat inap tentang manfaat diet
4. Terlaksananya kegiatan gizi terapan melalui survei pelayanan gizi.
5. Terciptanya profesionalisme dalam mengelola pelayanan gizi sesuai dengan
standar pelayanan gizi rumah sakit
2) Tersedia fasilitas ruangan dan alur kerja yang efisien dan peralatan untuk :
Ruang Konsultasi Gizi
Ruang Peralatan
Pembuangan Sampah
4) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang lebih tinggi untuk
mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya dihindarkan
meletakkan gudang di kaki tangga / elevator, ruang peralatan atau ruang-ruang
yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
5) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran / pipa air (air bersih
maupun air limbah) untuk mencegah kebocoran dari saluran tersebut. Hendaknya
tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk menghindari saluran balik /
meluapnya saluran pada saat macet.
6) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25 cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infestasi serangga.
7) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22 0 C untuk
mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng. Suhu didalam
ruang pendingin antara –100 C sampai 50 C.
8) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu perlu dipasang
kaca, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
9) Fasilitas sesuai dengan persyaratan gedung dan peraturan yang berlaku ditekankan
pada :
a. Lantai, dinding dan langit-langit yang mudah dibersihkan
b. Penerangan yang memenuhi persyaratan kondisi kerja
c. Ventilasi yang cukup, suhu dan kelembaban
d. Memenuhi persyaratan anti kebakaran
10) Ada ruang penerimaan dengan fasilitas pemeriksaan mutu dan jumlah bahan
makanan yang langsung dipindahkan ke tempat penyimpanan.
Gambar 1
MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Pasien Masuk
Perlu tindak lanjut
Permintaan, Pembatalan,
Perubahan Diet
Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Penjelasan :
Gambar 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses pengkajian
gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan makanan,
penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan
makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
B. Sasaran
Pasien
Keluarga
Mekanisme Kegiatan
Skrining dilakukan pada pasien baru 1 x24 jam setelah pasien masuk RS.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko malnutrisi, maka dilakukan
pengkajian/assesmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan
gizi terstandar oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik atau tidak berisiko
malnutrisi, dianjurkan skrining ulang setelah 1 minggu. Jika hasil skrining ulang
bersiko malnutrisi maka dilakukan proses gizi terstandar.
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan Gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang bersiko kurang gizi, sudah
mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, proses ini
merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (siklus) sebagai berikut:
Gambar.2
Proses Asuhan Gizi di Rumah Sakit
Pasien Masuk
Tidak Tujuan
Berisiko Tercapai
Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Langkah PAGT:
a. Assesmen/ Pengkajian Gizi
Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu 1) Anamnesis riwayat gizi;
2) Data Biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data laboratorium); 3) Pengukuran
antropometri; 4) Pemeriksaan fisik klinis; 5) Riwayat personal.
1. Anamnesa/Pengkajian Gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk komposisi, pola
makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu diperlukan data kepedulian pasien
terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga dan ketersediaan makanan di
lingkungan klien.
Gambaran asupan makanan dapat melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif.
Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kebiasaan
makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Anamnesis
secara kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari melalui
“recall makanan 24 jam dengan alat bantu ‘food model’. Kemudian dilakukan analisis zat
gizi yang merujuk kepada daftar makanan penukar, atau daftar komposisi zat gizi
makanan.
2. Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium pemeriksaan yang berkaitan
dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap
timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium terkait masalah
gizi harus selaras dengan data assesmen gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap,
termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses
penyakit, tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat mempengaruhi
perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu menjadi pertimbangan.
3. Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain pengukuran tinggi badan (TB); berat badan (BB). Pada
kondisi tinggi lutut (TL), rentang lengan atau separuh rentang lengan. Pengukuran lain
seperti Lingkar Lengan Atas (LILA). Lingkar pergelangan tangan, lingkar pinggang dan
pinggul dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Keterangan:
MAC (Lingkar Lengan Atas)
CC (Lingkar Pergelangan Tangan)
C. INDIKATOR PERTUMBUHAN
1. Indeks Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu dan masa kini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (TB/BB)
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang).
d. Indeks Massa Tubuh
1) IMT Anak (IMT/U)
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan kelebihan berat badan
dan kegemukan. Pada bayi IMT naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan
secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT menurun
pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun.
2) IMT Dewasa
Rumus IMT:
IMT = BB (kg)
TB (m²)
Tabel.6. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5
ringan
Normal >18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman praktis pemantauan status gizi orang dewasa, Jakarta.
e. Z-Score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk
menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar
deviasi (SD) populasi rujukan.
Z-score = (nilai yang diamati – nilai referensi median)
Z score populasi referensi (SD)
Untuk menarik kesimpulan mengenai status gizi seseorang harus menyimpulkan dari
ketiga indikator yang telah diukur.Cara pertama adalah melihat indikator yang bermasalah.
Contoh:
BB/U : Sangat Kurang
TB/U : Pendek
BB/TB : Normal
Kesimpulan : Anak ini pendek, oleh karenanya berat badan dibawah berat badan
sesusianya (klasifikasi lama dinyatakan sebagai gizi buruk). Namun, berat
badan berdasarkan tinggi badannya tergolong normal. Sehingga apabila
anak ini diberi PMT merupakan kesalahan karena anak ini bisa menjadi
gemuk.
4. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan
dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi. Pemeriksaan fisik terkait gizi
merupakan kombinasi dari, tanda vital dan antropometri yang dapat dikumpulkan dari
catatan medik pasien serta wawancara.
5. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen yang sering
dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit; data umum pasien.
a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi
b) Sosial budaya
c) Riwayat penyakit
d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
b. Diagnosis Gizi
Pada langkah dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan kemungkinan
penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah gizi
secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.
Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi dan
Sign/Syptomps.
Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu:
1. Domain Asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi,
zat gizi , cairan substansi bioaktif dari makanan baik melalui oral maupun
parenteral dan enteral.
2. Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau
fisik/fungsi sorgan.
3. Domain Perilaku/Lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan dengan
pengetahuan, perilaku/kepercayaan , lingkungan fisik dan akses dan keamanan
makanan.
c. Intervensi Gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi.
1) Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat berdasarkan gizi diagnosis gizi yang ditegakkan. Tetapkan tujuan
dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (Problem), rancang strategi
intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat
diintervensi maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi gejala/tanda (sign &
symptom).
Perencanaan tujuan intervensi:
a. Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya
b. Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi
zat gizi, frekuensi makan.
1) Perhitungan kebutuhan gizi
Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada pasien/klien atas dasar
diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya.
2) Jenis Diet
Pada pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan makanan
berdasarkan pesanan/order diet awal dari dokter jaga/ DPJP. Dietisien
bersama tim atau secara mandiri akan menetapkan jenis diet berdasarkan
diagnosis gizi.
Bila jenis diet tidak sesuai dengan akan dilakukan usulan perubahan jenis
diet dengan mendiskusikannya terlebih dahulu bersama DPJP.
3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan dalam konsistensi;
meningkatkan/menurun nilai energi; menambah/mengurangi jenis bahan
makanan atau zat gizi yang dikonsumsi;dsb.
4) Jadwal Pemberian Diet
Jadwal pemberian diet/makanan ditulis sesuai dengan pola makan
5) Jalur Makanan
Jalur makanann yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau
parenteral.
2) Implementasi Intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien melaksanakan
dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan atau
tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus menggambarkan dengan jelas :
“apa, dimana, kapan, dan bagaimana” intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga
termasuk pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan
respons pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.
F. Koordinasi Pelayanan
Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang
terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus
berkolaborasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang
terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu mengetahui
peranan masing-masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan.
2. Perawat
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan atau
kondisi khusus ke dietisien
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan, tinggi
badan/panjang badan secara berkala
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis
klien/pasien terhadap diet yang diberikan dn menyampaikan informasi
kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian
makanan melalui oral/enteral dan perenteral.
3. Dietisien
a. Mengkaji hasil skrining perawat dan order diet awal dari dokter
b. Melakukana assesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko
malnutrisi; malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa
dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan terkait
gizi.
c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil assesmen dan
menetapkan prioritas diagnosis gizi.
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet
yang lebih terperinci untuk menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang lebih
terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan
edukasi/konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter, terkait dengan diet definitive
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga lain dalam
pelaksanaan intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi
i. Melakukan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien dan
keluarganya
j. Mencatat ronde pasien bersama tim kesehatan
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum tercapai
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan
m. Berpatisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat,
anggota tim asuhan gizi lain, klien/pasien dan keluarganya dalam rangka
evaluasi keberhasilan pelayanan gizi
4. Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait vitamin, mineral, elektrolit dan
nutrisi parenteral
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan
parenteral oleh klien/pasien bersama perawat
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan
makanan
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi obat
dan makanan.
5. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan terapi wicara
berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi pada pasien dengan
gangguan menelan yang berat.
BAB IV
KEGIATAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
A. Penyelenggaraan Makanan
a Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen,
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet
yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi.
b Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen / pasien
maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input)
meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan, sedangkan standar
proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan, pembelian bahan
makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan
makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu mekanan dan kepuasan
konsumen.
c Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi gizi
atau unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan yang
dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri secara penuh, dikenal juga sebagai
swakelola. Kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan oleh pihak lain,
dengan memanfaatkan jasa catering atau perusahaan jasa boga.
Jika penyelenggaraan makanan dilakukan dengan sistem swakelola maka instalasi
atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan
penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Seperti yang dilakukan oleh pelayanan gizi di RSUD Cileungsi.
d Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
1. Penyusunan Anggaran Belanja Makanan
Pengertian :
Penyusunan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran yang
meliputi anggara pengengembangan sarana, fasilitas, sumber daya manusia, serta
anggaran rutin untuk pengadaan bahan makanan basah dan kering.
Tujuan
Tersedianya taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan bagi konsumen
atau pelanggan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi.
Proses
a. Anggaran belanja untuk bahan basah dibuat setiap hari sesuai kebutuhan
berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan, dokter, pasien yang
dirawat.
b. Anggaran belanja untuk bahan kering dibuat setiap 1 bulan sesuai kebutuhan
berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan, dokter serta asumsi
pasien yang dirawat.
Tujuan
Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan
Meningkatkan nilai cerna
Mempertahankan rasa, warna, tekstur dan penampilan makanan
Aman dari mikroorganisme dan benda asing
Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
Proses
a . Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai dengan
ketentuan
b . Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar peralatan
c . Dahulukan memasak makanan yang tahan lama
d . Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat
e . Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji citarasa.
f . Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara sentralisasi.
c . Proses
Tentukan diet pasien oleh dokter yang merawat / dokter ruangan pada saat pasien
pertama kali masuk di ruang perawatan
Informasikan diet yang diberikan dokter kepada Ahli gizi atau Penanggung jawab
pelayanan pelayanan gizi ( diluar jam kerja ahli gizi )
Lakukan pengkajian riwayat gizi dari pola makan, variasi, frekuensi serta pantangan
makan
Ahli gizi akan menerjemahkan diet yang diberikan dokter kedalam bentuk menu
makanan
Juru masak akan mengolah makanan sesuai dengan petunjuk diet yang telah
diberikan oleh Ahli gizi
Sajikan makanan yang sudah matang dan distribusikan
Lakukan konsultasi gizi ( pendidikan kesehatan ) dengan memberikan penjelasan
kepada pasien tentang diet yang harus dijalankan dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan
Lakukan pemantauan / evaluasi terhadap perubahan diet dan sisa makanan
Tindak lanjuti apa yang didapat dari hasil evaluasi
Lakukan konsultasi oleh Ahli Gizi atau Dokter Gizi untuk menjelaskan tujuan diet
yang harus diljalankan oleh pasien
a . Pengertian
Adalah kegiatan pemberian informasi tentang pelayanan gizi di rawat jalan yang
dilakukan oleh perawat/bidan, ahli gizi.
b . Tujuan
Membuat perubahan prilaku makan pada pasien rawat jalan
c . Proses
Dirawat jalan penyuluhan diberikan kepada pasien, sedangkan konsultasi dilakukan
secara perorangan oleh ahli gizi klinik. Sebagai wacana akan diadakan penyuluhan
dengan membuat pojok gizi.
BAB V
ORGANISASI DAN KETENAGAAN
A. Struktur Organisasi
Gambar 2
STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTUR
Ahli Gizi
Tenaga
Tenaga Pengolah Pramusaji
Agar pelayanan gizi dan tata boga di RSUD Cileungsi. dapat berjalan dengan lancar dan
optimal, maka perlu didukung dengan adanya sarana, peralatan dan perlengkapan yang
memadai baik untuk kegiatan pelayanan gizi di Instalasi Rawat Jalan, Rawat Inap maupun
ruang di Pelayanan Gizi.
A. Sanitasi Makanan
1. Pengertian
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan
pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahan yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari
sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan,
penjualan sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk
dikonsumsikan kepada konsumen. (Direktorat Hygiene dan Sanitasi, Ditjen
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).
Jadi hendaknya upaya ini harus dilakukan di Pelayanan Gizi. sesuai dengan
prosedur yang ada mengenai sanitasi.
2. Tujuan
Kegiatan ini ditujukan agar RSUD Cileungsi. dapat :
a. Menyediakan makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan pasien,
keluarga pasien, karyawan dan dokter.
b. Menurunkan angka kejadian penularan penyakit atau gangguan kesehatan
melalui makanan.
c. Mewujudkan perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.
3. Pelaksanaan sanitasi makanan dalam penyelenggaraan makanan
a. Ruang pengolahan/ dapur harus dipelihara kebersihannya sesuai dengan
ketentuan.
b. Tersedianya saluran limbah, sebagai pembuangan limbah makanan yang aman
dari binatang pengganggu.
c. Tersedianya air bersih dalam jumlah yang mencukupi sesuai standar mutu air
dengan melakukan kontrol air dan pest secara rutin sesuai ketentuan.
d. Alat pengangkut makanan dan minuman harus tertutup dan bahan mudah
dibersihkan.
e. Rak penyimpanan bahan makanan harus mudah dipindahkan untuk
memudahkan proses pembersihan.
f. Peralatan yang kontak dengan makanan harus mudah dibersihkan, tidak mudah
rusak akibat zat asam/basa atau garam-garaman dan tidak terbuat dari logam
yang berat dapat menimbulkan keracunan.
g. Bahan makanan harus bermutu baik, masih segar, aman, utuh, tidak busuk,
tidak kotor, cukup matang (untuk buah).
h. Penanganan bahan makanan harus memperhatikan cara penanganan yang baik
dan tepat dengan memperhatikan pula persyaratan hygiene baik tenaga
penjamah dan dalam melakukan prosedur kerja.
4. Pengawasan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan
a. Dilakukannya pemeriksaan kesehatan dan usap dubur/kulit secara berkala
sesuai dengan ketentuan terhadap tenaga penjamah makanan dan juga peralatan.
b. Melakukan kontrol kualitas bahan makanan melalui pest-control.
c. Dilakukan bongkar kecil dan bongkar besar secara rutin terhadap kebersihan
ruangan / lingkungan sekitar Pelayanan Gizi.
B. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam
rangka menghindari keselakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun
kelalaian/kesengajaan.
2. Tujuan
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja.
b. Memberi pertolongan kecelakaan dan perlindungan bagi karyawan.
c. Menciptakan keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja.
d. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja seperti
keracunan, infeksi dan penularan penyakit.
3. Prinsip keselamatan kerja dalam proses penyelenggaraan
a. Gunakan alat pelindung diri pada saat melakukan proses pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
b. Lakukan proses kerja sesuai dengan petunjuk dan prosedur yang berlaku.
c. Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
d. Tidak diperkenankan merokok di ruang penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan dan selama proses pengolahan.
e. Lakukan pembersihan dan pemeliharaan alat kerja dan sarana pendukung.
f. Lakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara teratur.
BAB VIII
PEMBIAYAAN MAKANAN
2. Tujuan
a. Memudahkan dalam proses penyusunan anggaran belanja bahan makanan.
b. Adanya pengawasan dan pengendalian terhadap biaya bahan makanan.
c. Dapat melakukan penilaian terhadap prestasi kerja dalam proses pengadaan
bahan makanan.
Biaya bahan makan merupakan biaya variabel langsung, karena berhubungan langsung
dalam rangka proses produksi makanan yang dipengaruhi oleh jumlah porsi makanan
yang dihasilkan atau jumlah pasien yang akan dilayanani.
Penghitungan biaya bahan makanan di RSUD Cileungsi. telah diatur dalam prosedur
perencanaan kebutuhan bahan makanan dan penyusunan anggaran belanja.
C. Pengendalian Biaya
Pengendalian biaya dimaksud adalah proses dimana RSUD Cileungsi. mengatur biaya
guna mencegah adanya pemborosan dari biaya yang dikeluarkan, dalam hal ini biaya
bahan makanan.
Pelayanan Gizi dan Tata Boga harus pintar dalam mengelola pemakaian bahan
makanan dimana cara menukar, mengubah atau mengganti makanan dengan bahan lain
merupakan salah satu cara pengendalian biaya dalam kegiatan perencanaan menu,
pembelian, penerimaan dan pengolahan.
Buku Panduan Pelayanan Gizi Ruman Sakit di RSUD Cileungsi. bertujuan untuk
memberikan acuan yang jelas dan profesional dalam mengelola dan melaksanakan
pelayanan gisi yang tepat bagi pasien sesuai tuntutan masyarakat. Untuk itu panduan ini
betul-betul dijadikan acuan bagi pelayanan gizi di RSUD Cileungsi .
Materi-materi lain yang perlu dan dianggap dapat menjadi acuan dan belum
terdapat dalam panduan ini dapat diajukan melalui hirarki dan ketentuan yang berlaku
untuk dimasukkan dalam tambahan buku panduan ini.