Anda di halaman 1dari 105

IDENTIFIKASI RISIKO JATUH PADA PRA LANSIA DAN

LANSIA DITINJAU DARI FAKTOR LINGKUNGAN


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WUA-WUA
KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

OLEH :

ROSLIANA ARIZAL
NIM. P00320014042

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
HALAMAN PERSETUJUAN

II}ENTIFIKASI RISIKO JATTIH PADA PRA LAI\SIA DAN LANSIA


DITINJAU DARI FAKTOR LINGKUNGAIT DI WILAYAII
KERJA PUSKESMAS WUA.WIIA KOTA KENDARI

Disusun dan Iliajukan 0leh :

ROSLIANA ARIZAL
P00320014042

Telah Mendapatkan Persetujuan dari Tim Pembimbing

Menyetujui:

Pembimbing I

199803 I 001 Nip. 19800620 201402 2 002

Mengetahui:

198106 1 001
IIALAMAN PENGESAIIAII

MENTIF'IKASI RISIKO JATUII PADA PRA LANSIA DAN LANSIA


DITINJAU DARI FAI(TOR LINGKUNGA}I DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS WUA-WIIA KOTA KENDARI

Disusun dan Iliajukan Oleh I

ROSLIANA ARIZAL
P00320014042

Telah Dipertahankan Dihadapan newan penguji pada Tanggal 27 Juli20l7

Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat

Menyetujui:
1. H. TaamurA.Kep.rS,Pd.,M.Kes

, Reni Ilevianti UsmanJVI.Kep.rSp.Kep.MB

3. NurfantrirS.Kep.rN s.rM.Sc (

4. Abdul Syukur BaurS.Kep.rNs.rMM (

). Dian Yuniar Syanti RahayurSKM.rM.Kep (

198106 1 001

111
RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

a. Nama : Rosliana Arizal

b. Tempat tanggal lahir : Wakangka, 02 Desember 1995

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Suku / Bangsa : Buton / Indonesia

e. Agama : Islam

f. Alamat : Kec. Kapontori Kab. Buton

II. JENJANG PENDIDIKAN

a. SD Negeri 2 Waondowolio Kab. Buton, Tamat Tahun 2008

b. SMP Negeri 1 Kapontori Kab. Buton, Tamat Tahun 2011

c. SMA Negeri 2 Kapontori Kab. Buton, Tamat Tahun 2014

d. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2014 –

sekarang

iv
Motto
Maka Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

Maka Apabila Engkau Telah Selesai (Dari Sesuatu Urusan),


Tetaplah Bekerja Keras (Untuk Urusan Yang Lain)

Dan Hanya Kepada Tuhanmulah Engkau Berharap

(QS. Al-Insyirah Ayat : 5-8)

v
ABSTRAK

Rosliana Arizal (P00320014042). Identifikasi Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan
Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari Tahun 2017 di bimbing oleh Abdul Syukur dan Dian Yuniar. (xiii
+ VI Bab +79 Halaman + 11 Tabel + 11 Lampiran). Jatuh merupakan suatu
kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan
tanah. Variabel bebas adalah lingkungan rumah meliputi: kamar mandi, kamar
tidur, dapur, ruang tamu dan luar rumah dan variabel terikat adalah risiko jatuh.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi penelitian ini berjumlah 74 orang dan
sampel berjumlah 37 orang dengan tehnik Simple Random Sampling. Data yang
diambil berupa data primer dengan instrumen penelitian lembar observasi. Tehnik
analisis data adalah deskriptif disajikan dengan tabel distribusi frekuensi dan
dinarasikan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa: risiko jatuh ditinjau dari
lingkungan rumah yang berkategori berisiko sebanyak 35 responden (94,59%)
sedangkan yang berkategori tidak berisiko 2 responden (5,41%) sehingga
disimpulkan bahwa lingkungan rumah merupakan faktor risiko jatuh. Saran: agar
petugas kesehatan Puskesmas Wua-Wua lebih meningkatkan program penyuluhan
tentang rumah sehat bagi lansia, sehingga para lansia ataupun keluarga dapat
memahami dengan memodofikasi lingkungan tempat tinggalnya.

Kata kunci : Lingkungan Rumah dan Risiko Jatuh.


Daftar pustaka : 24 buah (1998-2017) dan 6 dari internet

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan berkat

dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul

"Identifikasi Risiko Jatuh Pada Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari". Penelitian ini disusun dalam rangka

melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III

(D III) pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan.

Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada

Ibu tercinta Arniati dan Bapak tercinta La Baabu, yang telah melahirka n,

membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, pengorbanan,

kesabaran yang tiada henti, semua bantuan moril maupun material, motivas i,

dukungan dan cinta kasih yang tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang

penulis jalani selama menuntut ilmu di jenjang pendidikan sampai selesainya karya

tulis ilmiah ini, proses penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang,

dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terima kasih kepada

Bapak Abdul Syukur Bau, S.Kep.,Ns.,MM selaku pembimbing I dan Ibu Dian

Yuniar Syanti Rahayu, SKM.,M.Kep sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, kesabaran dalam membimbing dan atas segala

pengorbanan waktu dan pikiran selama menyusun karya tulis ilmiah ini.

vii
Ucapan terima kasih penulis juga tujukan kepada :

1. Bapak Petrus, SKM.M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari

2. Kepala Kantor Badan Riset Sulawesi Tenggara yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis

3. Ibu dr. Andi Nurmawanti selaku Kepala Puskesmas Wua-Wua Kota

Kendari

4. Bapak Muslimin L.A.Kep.,S.Pd.,M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari

5. Bapak Taamu, A.Kep.,S.Pd.,M.Kes selaku penguji I, Ibu Reni Devianti

Usman, M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku penguji II dan Ibu Nurfantri,

S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku penguji III Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan

serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik

yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.

7. Terima kasih kepada kakak saya tercinta Lili Arizal serta adik-adik

kesayangan saya Almin Arizal, Rahmawati dan Anita yang telah

memotivasi, mendukung, memberi semangat selama menuntut ilmu serta

telah menghibur dikala penulis merasa jenuh, capek dan bosan dalam

menjalani kuliah dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Terima kasih kepada kakak tercinta Nening, Jusri, Inang, Asrun, dan Afid

yang telah memberikan dukungan baik material maupun moril selama

menuntut ilmu di jenjang pendidikan serta ponakan tercinta Alya, Icha,

Nova dan Alfat yang telah menghibur dikala penulis merasa jenuh.

viii
9. Untuk sahabat-sahabatku kelas A dan B mahasiswa Jurusan Keperawatan

Angkatan Tahun 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kendari, Juli 2017

Penulis

ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pra Lansia dan Lansia..................................... 9
B. Tinjauan Tentang Risiko Jatuh ................................................... 24
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ......................................................................... 38
B. Kerangka Pikir Penelitian .......................................................... 39
C. Variabel Penelitian ..................................................................... 40
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 40
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................... 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 44
C. Populasi dan Sampel .................................................................. 44
D. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 46
E. Instrumen Penelitian .................................................................. 47
F. Jenis Data ................................................................................... 48

x
G. Pengoalahan Data ...................................................................... 48
H. Analisa Data .............................................................................. 49
I. Penyajian Data .......................................................................... 49
J. Etika Penelitian ......................................................................... 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Letak Geografis Penelitian ........................................................ 51
B. Hasil Penelitian ......................................................................... 56
C. Pembahasan ............................................................................... 61
BAB VI PENUTUP .
A. Kesimpulan ............................................................................... 78
B. Saran ......................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
Tabel 5.1 Jumlah Dan Jenis Sarana Kesehatan Per-Kelurahan
Tahun 2016 53

Tabel 5.2 Jenis Dan Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Wua-Wua


Tahun 2016 55

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pra Lansia Dan Lansia Berdasarkan Jenis
Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari
Tahun 2017 56

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pra Lansia Dan Lansia Berdasarkan Umur
Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari
Tahun 2017 57

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pra Lansia Dan Lansia Berdasarkan


Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari Tahun 2017 57

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 58

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Kamar Mandi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 58

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Kamar Tidur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 59

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Dapur Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 59

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Ruang Tamu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 60

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Luar Rumah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017 60

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul
Lampiran I Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran II Surat Permintaan Menjadi Responden
Lampiran III Surat Pernyataan Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran IV Lembar Observasi Penelitian
Lampiran V Surat Izin Penelitian Dari Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari
Lampiran VI Surat Izin Penelitian Dari Badan Riset Provinsi Sulawesi
Tenggara
Lampiran VII Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran VIII Master Tabulasi Penelitian
Lampiran IX Master Tabel Penelitian
Lampiran X Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran XI Dokumentasi Penelitian

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses tumbuh kembang manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua

tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.

Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang disaat mereka mencapai usia

tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses

alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan

mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir. Di masa ini seseorang akan mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.

Penurunan fungsi tubuh dapat menimbulkan kemunduran fisik

pada lanjut usia yang mengakibatkan kelambatan gerak, kaki tidak dapat

menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah, susah/terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti tersandung, terpeleset

sehingga lanjut usia mudah jatuh. Masalah tersebut dapat terlihat atau

teridentifikasi pada pra lansia. Berbagai keluhan fisik telah dirasakan pada

masa pra lansia dan dapat bertambah keluhannya saat memasuki usia

lansia. Berbagai keluhan yang dapat ditemui pada pra lansia meliputi

kelemahan otot, punggung terasa berat dan penurunan kemampuan

sensori. Hal ini dapat menyebabkan risiko jatuh, utamanya jika lingkungan

tempat tinggal rawan untuk menyebabkan jatuh.

1
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia

adalah mudah jatuh. Hal ini tidak dapat dibantah, bila seseorang

bertambah tua kemampuan fisik hidupnya pun akan perlahan-lahan

menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh yang pada

akhirnya akan dapat mengurangi kesigapan, sehingga jatuh sering terjadi

atau dialami oleh usia lanjut (Nugroho, 2000).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek

yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak

termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.

Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan

konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar

mengalami jatuh (Stanley & Beare, 2007).

Jatuh biasanya dianggap sebagai konsekuensi alami menjadi tua.

Kita memahami bahwa jatuh bukan merupakan bagian normal dari proses

penuaan, tetapi setiap tahunnya sekitar 30% lansia yang tinggal di

komunitas mengalami jatuh. Insiden jatuh setiap tahunnya di antara lansia

yang tinggal di komunitas meningkat dari 25% pada usia 70 tahun menjadi

35% setelah berusia lebih dari 75 tahun. Setiap tahun, sekitar 50% lansia

yang tinggal di institusi mengalami jatuh dan banyak dari orang-orang ini

mengalami jatuh beberapa kali (Beare & Stanley, 2007).

Data World Population Prospects The 2015 Revision, pada tahun

2015 ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau lebih yang terdiri atas

12% dari jumlah populasi global. Pada tahun 2015 dan 2030 , jumlah

2
orang berusia 30 tahun atau lebih diproyeksikan akan tumbuh sekitar 56

%, dari 901 juta menjadi1,4 milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia

diproyeksikan lebih dari 2 kali lipat tahun 2015, yaitu mencapai 2,1 milyar

(United Nations, 2015).

Berdasarkan survei masyarakat di Amerika Serikat didapatkan

sekitar 30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Separuh

dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di masyarakat

Amerika Serikat pada umur lebih dari 65 tahun dengan rata-rata jatuh

0,6/orang, sekitar 1/3 lansia umur lebih dari 65 tahun menderita jatuh

setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan dirumah sakit.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (2014), populsi lansia di

Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari seluruh

penduduk Indonesia. Secara implisit berarti bahwa total penduduk hanya

tumbuh pada tingkat 0,5% per tahun. Sedangkan penduduk 60 tahun ke

atas tumbuh pada tingkat 2,9% per tahun.

Insiden jatuh di Amerika Serikat pada masa pra lansia atau middle

age, sebesar 21% dengan rata-rata lebih tinggi pada wanita daripada pria,

risiko jatuh pada populasi tersebut dihubungkan dengan pekerjaan dan

keluarga.

Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti

sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian jatuh

pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya

berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan

3
dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata,

tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang

dan lain-lain (Darmojo, 2004).

Berdasarkan data Statistik Penduduk Lanjut Usia (2016), jumlah

penduduk lansia di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 sebanyak 14.552

jiwa (5,83%), Dri jumlah penduduk sebanyak 2.494.711 jiwa. Sedangkan

untuk Kota Kendari dengan jumlah penduduk 304.862 jiwa, terdapat usia

lanjut sebanyak 12.015 jiwa (3,94%).

Berdasarkan data Sensus Penduduk (2015) jumlah populasi lanjut

usia (45 tahun – 75 tahun ke atas) di Kecamatan Wua-Wua, sebanyak

4.528 dari total penduduk. Sedangkan data lansia yang datang mengikuti

senam lansia setiap minggu sebanyak 74 orang.

Lansia memiliki ketakutan yang sangat realistis untuk mengalami

jatuh. Hanya sekitar 5 sampai 6% jatuh terjadi dalam suatu cedera serius,

tetapi konskuensi dari jatuh mungkin lebih daripada sekedar cidera serius.

Lansia yang telah mengalami jatuh dan perlu untuk ditangani di rumah

sakit memiliki kemungkinan meninggal sebanyak 17 sampai 50%.

Mengungkap fenomena yang terjadi mengapa lansia mudah terjatuh

sehingga dapat menyebabkan berbagai komplikasi dari patah tulang

sampai terjadinya kematian (Beare & Stanley, 2007).

Banyak faktor yang berperan di dalamnya, baik faktor instrinsik

dari dalam diri lanjut usia tersebut seperti gaya berjalan, kelemahan otot

ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan dizziness serta faktor

4
ekstrinsik seperti lantai licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,

penglihatan kurang terang, dan sebagainya (Darmojo, 2004).

Kejadian jatuh harus dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-

ulang. Salah satunya adalah dengan cara identifikasi faktor risiko, di

antaranya adalah kondisi lingkungan fisik rumah yang berbahaya. Faktor-

faktor lingkungan fisik rumah yang berbahaya tersebut adalah lantai yang

licin atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan),

alat-alat rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di

bawah, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk

pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser

(Darmojo, 2004).

Sekitar 30% di antara para lansia mengalami jatuh. Faktor-faktor

penyebab yang dapat dikurangi adalah faktor lingkungan di antaranya

penerangan di berbagai kawasan. Faktor penyebab adalah gelap atau silau,

akses ke titik sakelar di pintu masuk (ruangan/kamar/toilet/gang) juga

dibuat penerangan. Faktor lingkungan lain adalah lantai, faktor penyebab

adalah licin, lipatan karpet, halangan di tempat lalu lalang, benda-benda

kecil, pakaian/sepatu yang digunakan (Tamher,2009).

Sekitar 70% jatuh pada lanjut usia terjadi di rumah. Sebesar 10%

terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak

dibanding saat naik tangga, yang lainnya terjadi karena

tersandung/menabrak benda perlengkapan rumah tangga, tempat

5
berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang, lantai yang licin atau

tidak rata dan penerangan yang kurang (Darmojo, 2004).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari dari 5 rumah yang

dikunjungi 4 (80%) rumah berpotensi mengalami kejadian jatuh pada

lansia bahkan sudah mengalami kejadian jatuh berulang 2 (40%). Hal ini

dikarenakan kondisi lingkungan rumah berisiko terhadap jatuh pada lansia,

diantaranya penerangan rumah yang kurang baik, hal ini terlihat ketika

observasi tidak bisa melihat jelas ketika membaca tulisan, lantai rumah

terlihat licin ketika berjalan lansia harus ekstra hati-hati apalagi lembab

dan basah, kesed kaki menggunakan kain baju dan celana bekas yang

mudah bergeser ketika berpijak, tidak terdapat pegangan pada tangga dan

kamar mandi di rumah lansia, serta ada keterlibatan anggota keluarga

dalam membantu aktivitas lansia.

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

Identifikasi Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor

Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana

Identifikasi Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor

Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari "?

6
C. Tujuan Peneltian

1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengidentifikasi Risiko

Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek kamar

mandi Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

b. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek kamar tidur

Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

c. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek dapur Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

d. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek ruang tamu

Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

e. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek di luar

rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Penelitian

a. Bagi Institusi

Masukan bagi institusi pendidikan yaitu menambah referensi

penelitian tentang Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia

Ditinjau Dari Faktor Lingkungan.

7
b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti dan dijadikan bahan

acuan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

bagi pra lansia dan lansia tentang bahaya kondisi lingkungan fisik

rumah yang tidak aman bagi perubahan fisik serta masalah

kesehatan yang dialami. Lingkungan yang membahayakan dapat

mengakibatkan kejadian jatuh yang berdampak pada aspek fisik

diantaranya cedera bahkan kematian dan aspek psikologis yang

mengakibatkan lanjut usia mengalami falafobia atau takut jatuh

lagi.

b. Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Puskesmas Wua-

Wua Kota Kendari tentang Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan

Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PRA LANSIA DAN LANSIA

1. Definisi Pra Lansia dan Lansia

Rentang usia pra lansia atau yang disebut juga dewasa madya

pada umumnya berkisar antara 40-60 tahun, dimana pada usia ini

ditandai dengan berbagai perubahan fisik maupun mental (Hurlock,

1980;320).

Masa pra lansia diartikan sebagai suatu masa menurunnya

keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab, suatu

periode dimana orang menjadi sadar atas polaritas muda tua dan

semakin berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan,

suatu masa ketika orang mencapai dan mempertahankan kepuasan

dalam karier, dan suatu titik ketika individu berusaha meneruskan

suatu yang berarti pada generasi berikutnya.

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.

Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua tetapi berkembang dari

bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal,

dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang

terjadi pada semua orang disaat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses

alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan

mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup

9
manusia yang terakhir. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran

fisik, mental dan sosial secara bertahap.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud

lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dra.

Ny. Jos Masdani; Nugroho, 2000 mengemukakan bahwa lansia

merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi

menjadi 4 bagian pertama fase iufentus, antara 25 dan 40 tahun, kedua

fase verilitas, antara 40 dan 50 tahun ketiga, fase prasenium antara 55

dan 65 tahun dan ke empat fase senium, antara 65 hingga tutup usia.

Pengertian lansia beragam bergantung kerangka pandang

individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi

anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusian 65 tahun

mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia

(Brunner dan Suddart, 2001). Menurut Surini & Utomo (2003), lanjut

usia bukan suatu penyakit, namum merupakan tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007),

mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat

yang menganggap bahwa orang telah tua menunjukan ciri fisik

seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran

masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa,

10
seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif,

dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria

simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam

kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai

kepala dari garis keturunan keluarganya.

Glascock dan Friedman (1981); Stanley and Beare (2007),

menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara didunia dan

menemukan bahwa kriteria lansia yang paling umum adalah gabungan

antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan

diikuti oleh perubahan fungsional seseorang.

2. Batasan Pra Lansia dan Lansia

Mengenai kapan seseorang disebut lanjut usia sulit dijawab

secara memuaskan karena dari berbagai literatur, terkesan bahwa tidak

ada batasan yang pasti tentang lanjut usia. Umur yang dijadikan

patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara

60-65 tahun. Berikut di kemukakan beberapa pendapat para ahli

mengenai batasan umur. Berikut ini kemukakan beberapa pendapat

para ahli mengenai batasan umur:

1) Menurut Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam

kategori berikut:

a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

11
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya bergantung pada orang lain (Dewi,

2014).

2) Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, ada empat tahapan

yakni:

a. Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)

b. Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)

c. Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)

d. Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)

Namun, di Indonesia, batasan lanjut usia dalah 60 tahun ke

atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998

tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2.

3. Teori Proses Menua

Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000 : 13)

menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

empertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga dapat bertahan

12
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita.

Oswari (1997) mengemukakan bahwa proses menua adalah titik

balik di dalam kehidupan manusia, yang ada hubungannya dengan

berlalunya waktu dan akhirnya akan menuju pada kematian.

Sebenarnya proses kemunduran itu terjadi tidak pada satu alat saja

tetapi terjadi pasa seluruh komponen tubuh. Makin panjang umur

kehidupan seseorang berarti makin lama ia meninggal, maka semua

bagian tubuh akan mengalami kemunduran, kekuatan berkurang, daya

tahan tubuh berkurang, sehingga lanjut usia lebih besar kemungkinan

jatuh sakit. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus

(berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami

pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi

merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupaun demikian,

memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering

menghinggapi kaum lanjut usia (Nugroho, 2000 : 12)

Proses menua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3

fase antara lain ; (1) fase progresif, (2) fase stabil dan (3) fase regresif.

Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang

dimulai dari sel sebagai komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel

menjadi haus karena lama berfungsi dan mengakibatkan kemunduran

dalam sel yang berlangsung secara alamiah dan berkesinambungan

13
yang pada gilirannya akan menyebabkan perubahananatomis,

fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh, sehingga mempengaruhi

fungsi dan kemampuan badab secara keseluruhan (Depkes RI, 2000).

Ada beberapa teori tentang proses menua (Nugroho, 2000 : 16) yaitu :

a. Teori Biologi

1) Teori "Genetic Clock" yaitu Menurut teori (Darmojo, 2000) ini

menua telah diprogramkan secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Teori ini merupakan teori intrinsik yang

menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang

mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Teori

genetik mengakui adanya mutasi somatik (somatic mutation),

yang mengakibatkan kegagalan atau kesalahan di dalam

penggandaan deoxyrbonucleic acidi atau DNA. Sel tubuh

sendiri membagi diri maksimal 50 kali (Hayflick Limit)

(Hardywinato & Setiabudhi, 1999).

2) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe) yaitu lingkungan,

radiasi dan zat kimia merupakan faktor penyebab terjadinya

mutasi somatik yang dapat memperpendek usia seseorang.

Teori ini menerangkan bahwa mutasi yang progresif pada

DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan

kemampuan fungsional sel tersebut.

3) Reaksi dari kekebalan sendir (Auto Immune Theory) yaitu di

dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu

14
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan

terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah

dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang

pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah

kelainan autoimun (Goldteris dan Brocklehurst, 1989) dalam

Nugroho (2000 : 17)

4) Teori Immunologi Slow Virus (Immunology Slow Virus

Theory) yaitu sistem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh.

5) Teori Stres yaitu menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang

biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan

usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

6) Teori Radikal Bebas yaitu teori radikal bebas yang dipercaya

sebagai teori yang dapat menjelaskan terjadinya proses menua.

Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya

kerusakan fungsi sel. Berbagai radikal bebas seperti

superoksida anion, hidroksil, peroksil, radikal purin dihasilkan

selama metabolisme sel normal. Radikal bebas dapat

menyebabkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada

proses menua.

15
7) Teori rantai silang yaitu sel-sel yang tua atau usang, reaksi

kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,

kekacauan, dan hilangnya fungsi.

8) Teori Program yaitu kemampuan organisme untuk menetapkan

jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori Kejiwaan Sosial

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) yaitu ketentuan akan

meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara

langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang

sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam

kegiatan sosial, ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada

cara hidup dari lanjut usia, dan mempertahankan hubungan

antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia

pertengahan ke lanjut usia.

2) Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory) yaitu perubahan

yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat

dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory) yaitu putusnya

pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran

individu dengan individu lainnya. Pada lanjut usia pertama

diajukan oleh Cumming And Henry 1961. Teori ini

menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang

16
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan disekitarnya.

Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia

menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga

sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yaitu: (1)

Kehilangan peran (Loss of Role), (2) Hambatan kontak sosial

(Rof Contacts and Rela estraction tion Ships); (3)

Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social

Mores and Values)

4. Perubahan yang Terjadi pada Sistem Tubuh Lansia

Menurut Nugroho (2000:21), ada empat macam perubahan-

perubahan yang terjadi pada lanjut usia yaitu :

a. Perubahan fisik

1) Sel yaitu lebih sedikit jumlahnya dan ukurannya lebih besar,

jumlah cairan tubuh dan intraseluler berkurang.

2) Sistem pernafasan yaitu cepatnya penurunan hubungan

persyarafan, lambatnya dalam respon dan waktu untuk

bereaksi dengan stres, mengecilnya syaraf panca indera,

berkurangnnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

mengecilnnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive

terhadap perubahan suhu dan rendahanya ketahan dingin.

3) Sistem pendengaran, yaitu prebiakusis : hilannya kemampuan

(daya) pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap

17
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,

surut mengarti kata-kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65

tahun.

4) Sistem penglihatan yaitu sfingter pupil timbul sklerosis dan

hilannya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis

(bola), lensa lebih suram, meningkatnya ambang pengamatan

sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah

melihat dalam cahaya gelap hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangan.

5) Sistem kardiovaskuler yaitu katup jantung menebal,

kemmapuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas

pembuluh darah; kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi, perubahan posisi tidur ke duduk (duduk ke

berdiri) bila menyebabkan tekanan darah turun 65 mmHg atau

hipotensi orthestatik (mengakibatkan pusing-pusing

mendadak) tekanan darah meninggi diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. Stroke

normal kurang lebih 150 mmHg dan diastole kurang lebih

sekitar 95 mmHg (WHO).

6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh yaitu pada pengaturan

suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat,

18
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran yang terjadi

berbagai faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemui,

antara lain temperatur tubuh menurun, dan keterbatasan refleks

mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7) Sistem Respirasi yaitu otot-otot pernafasan kehilangan

kekuatannya dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari

silia, paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas, residu

meningkat, menarik nafas lebih berat, kapsitas pernafasan

maksimum menurun, dan kedalam bernafas menurun.

8) Sistem Gastrointestinal yaitu kehilangan gigi penyebaba utama

adanya. Periodonial disease yang biasa terjadi setelah umur

30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk

dan gizi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap

menurun; adanya iritasi yang kronis dan selaput lendir, atropi

indera pengecap kurang dari lebih 80 %. Hilangnya sensifitas

dari saraf pengencap tentang rasa asin, asam, dan pahit.

Lambung rasa lapar menurun (sensifitas lapar menurun), asam

lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun.

9) Sistem Genitourianaria yaitu ginjal mengecil dan nefron

menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %,

fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang kemampuan

mengkonsentrasi urin, berat jenis menurun, proteinuria, BUN

19
(Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg %, nilai

ambang ginjal terhadap glukosa meningkat sampai 21 mg%,

nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

10) Sistem Endokrin yaitu produksi dari semua hormon menurun,

fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, menurunnya

aktivitas tiroid, menurunnya BMR, menurunnya daya

pertukaran zat, menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya:

progeteron, estrogen, dan testosteron.

11) Sistem kulit yaitu kuku jari menjadi tebal dan rapuh, kuku kaki

tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat

kulit mengkerut atau keriput akibat kehlangan jaringan lemak,

kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu

(ubanan), rambut dalam hidung dan telinga menebal,

berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan

faskularisasi

12) Sistem musculoskeletal yaitu tulang kehilangan density

(cairan) dan makin rapuh, kifosis, discus intervertebralis

menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian

besar dan menjadi kaku, tendon mengkerut dan mengalami

sklerosis, atropis serabut otot, pergerakan menjadi lambat, otot

kram, dan menjadi tremor.

20
b. Perubahan Mental

Perubahan kepribadian yang drastic yaitu keadaan ini jarang

terjadi, lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari seseorang,

kekakuan mungkin karena factor lain seperti penyakit-penyakit.

1) kenangan (memori)

a) Kenangan jangka pendek atau seketika, 0-10 menit, kenangan

buruk.

b) Kenangan jangka panjang; berjam-jam sampai berhari-hari yang

lalu, mencakup beberapa perubahan.

2) IQ (Intelegentia Quantion) tidak berubah dengan informasi

matematika atau perkataan verbal dan berkurangnya penampilan,

persepsi dan keterampilan psikomotorik.

c. Perubahan Psikososial

1) Pensiun; nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya,

identitasnnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.

2) Merasakan atau sadar akan kematian.

3) Perubahan dalam cara hidup memasuki rumah perawatan bergerak

lebih sempit.

4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

5) penyakit kronis dan ketidakmampuan.

6) kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

21
Banyak faktor yang tergabung sehingga membuat usia lanjut

merasa terisolasi dan kesepian, faktor-faktor tersebut adalah :

a) Faktor fisik, makin menurunnya kualitas organ indera yang

mengakibatkan ketulian dan penglihatan kabur membuat usia

lanjut merasa terputus hubungan dengan orang lain.

b) menurunnya kualitas output intelektual, membuat usia lanjut sulit

menyesuaikan diri dengan cara berfikir generasi muda.

c) Menurunnya kemampuan dan konsentrasi serta daya ingat yang

lemah terhadap peristiwa-peristiwa yang baru terjadi membuat

usia lanjut tampak kaku dan repetitive

d) Perubahan social, kesulitan-kesulitan yang dialami usia lanjut dan

kurangnya kontak membuat ia berpaling kemasala lalu untuk

memperoleh penghiburan. Mereka akan menceritakan tentang

kejayaan dimasa lalu yang diulang- ulang.

7) Kecemasan. Adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau

ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Kondisi ini terjadi sebagai reaksi

terhadap sesuatu yang dialami seseorang.

8) Depresi. Sikap depresi atau kemuraman hati sering timbul pada usia

lanjut. Mereka sakan-akan merasa tertinggal dan tidak berdaya

terhadap keadaan sekelilingnya.

9) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

10) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

22
11) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-

teman dan family.

12) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri.

d. Perubahan spiritual atau keagamaan

Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, mengikuti ritual agama,

meningkatkan ibadah keagamaan. Menurut Maslow 1970 (dalam

Nugroho, 2000:29) agama atau kepercayaan makin terintegrasi kedalam

kehidupannya. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer

(1978) (dalam Nugroho:29). Universalizing, perkembangan yang dicapai

pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan

contoh, cara mencintai, dan keadilan.

5. Dampak Kemunduran

Kemunduran-kemunduran yang telah disebutkan itu mempunyai

dampak terhadap tingah laku dan terhadap perasaan orang yang memasuki

lanjut usia. Jelas jika berbicara menjadi tua, kemunduranlah yang akan

paling banyak dikemukakan tetapi di samping berbagai macam

kemunduran, ada sesuatu yang dapat dikatakan justru meningkat dalam

proses penuaan, yaitu: sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya

menjadi sumber banyak masalah pada masa menua. Coba dilihat sepintas

mengenai beberapa dampak dari kemunduran-kemunduran tersebut dari

sifat semakin perasanya orang yang memasuki lanjut usia, misalnya :

kemunduran-kemunduran fisik yang berpengaruh terhadap penampilan

23
seseorang. Pada umumnya usia dewasa, seseorang dianggap tampil paling

cakap, tampan, atau paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi pada

dirinya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan bahwa kecantikan

ataupun ketampanannya yang mereka miliki mulai menghilang. Ini

banginya berarti kehilangan daya tarik dirinya. Wanita biasanya menjadi

risau dan merasa tertekan karena keadaan tersebut sebab biasanya wanita

dipuja orang karena kecantikan dan keindahan fisiknya. Tetapi tidak berarti

bahwa pria pada masa ini tidak mengalami atau merasakan hal-hal yang

serupa. Pada pria yang sedang mengalami proses menua, tetap

menginginkan dirinya menarik bagi lawan jenisnya (Nugroho, 2015 : 37).

B. TINJAUAN UMUM TENTANG RISIKO JATUH

1. Pengertian

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek

yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan

tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau

kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik

yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam

keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley & Beare, 2007)

Menurut Reuben, 1996 (Dalam buku Ajar Geriatri, Prof. Dr.

Boedhi Darmojo, 1999) mengatakan bahwa jatuh adalah suatu

kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat

kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk

24
di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka (Azizah, 2011).

2. Faktor Risiko

a) Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan

mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang

lain dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006).

Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan

muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan,

kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu

kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh

berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah,

penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing

(Lumbantobing, 2004).

b) Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar

(lingkungan sekitarnya) diantaranya cahaya ruangan yang kurang

terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda (Nugroho,

2000). Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan

yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang

terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak

stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang

25
rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat

bantu berjalan (Darmojo, 2004).

3. Lingkungan Fisik Rumah

a) Pengertian

Lingkungan mencakup semua faktor fisik dan psikososial

yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan

kelangsungan hidup. Definisi yang luas tentang lingkungan ini

menggabungkan seluruh tempat terjadinya interaksi misalnya

rumah (Potter, 2005).

Rumah adalah tempat dimana segala sesuatu tidak asing dan

tidak berubah, dimana orang menjaga perasaan memiliki

otonomi dan kontrol sedangkan Lingkungan fisik rumah

adalah tempat-tempat yang spesifik dimana individi-individu

dan keluarga-keluarga terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang

spesifik dan peran-peran mikrosistem atau penyusunan perilaku.

Dalam bahasa sistem, mikrosistem merujuk pada sistem-

sistem yang berinteraksi. Terdapat konteks fisik dekat

dan pertemuan tatap muka antara anggota keluarga dan yang

lainnya berlangsung (Friedman, 1998).

b) Kriteria rumah sehat dan aman untuk lanjut usia

Menurut Kandzani (1981), yang dikutip oleh Friedman

(1998), salah satu bidang kajian yang paling berharga, yang

berhubungan dengan rumah adalah pengkajian terhadap kondisi

26
keamanan dan bahaya-bahaya potensial dan aktual, baik di

dalam maupun di luar rumah. Khususnya yang ada di dalam

rumah, kecelakaan merupakan satu ancaman utama terhadap

status kesehatan keluarga. Setiap anggota keluarga terbuka

terhadap ancaman kecelakaan yang berhubungan dengan tahap

perkembangannya. Meningkatnya kesadaran keluarga akan

masalah- masalah kecelakaan utama, dimana hal ini memberikan

informasi faktual, dan cara-cara keluarga memperbaiki tingkat-

tingkat keamanan yang sehat adalah tujuan bagi perawat.

Menurut Budiman (2006), kriteria rumah sehat dan aman

adalah harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya.

Menurut Miller (1995), Pedoman untuk penilaian keamanan

lingkungan untuk lanjut usia adalah:

1) Penerangan

Pencahayaan yang memadai tetapi tidak silau, tombol

cahaya mudah dijangkau, terdapat pencahayaan di tempat-

tempat yang sesuai.

2) Bahaya

Terdapat karpet atau penutup lantai berbahaya lainnya, tepi

karpet tidak dilem dan ditempelkan ke lantai, ada hambatan

lain di jalur tempat lalu.

27
3) Mebel

Tinggi kursi mudah dijangkau, meja stabil dan

ketinggian sesuai, perabot rumah tangga ditempatkan jauh

dari daerah berjalan

4) Tangga

Pencahayaan cukup, terdapat lampu di bagian atas dan

bawah tangga, terpasang pegangan tangan di kedua sisi

tangga, terdapat warna untuk menandai tepi tangga, terutama

bagian atas dan bawah tangga.

5) Kamar mandi

Tinggi dari kursi toilet sesuai, terdapat pegangan di daerah

kamar mandi dan mudah dicapai bila diperlukan, permukaan

lantai pancuran di kamar mandi tidak licin, belakang kesed

berlapis karet yang tidak bisa licin, pembuangan air baik

sehingga mencegah lantai licin setelah dipakai.

6) Kamar tidur

Ketinggian tempat tidur sesuai, tempat tidur yang terdapat

roda terkunci dengan aman, pencahayaan cukup di jalur

antara kamar tidur dan kamar mandi terutama pada malam

hari.

7) Dapur

Tempat penyimpanan yang digunakan mudah untuk

dijangkau, lantai terbuat dari bahan yang tidak licin,

28
tumpahan-tumpahan cepat dibersihkan untuk mencegah

terpeleset, tempat penyimpanan dapat dijangkau dengan

mudah, tersedia tempat pijakan yang stabil untuk mencapai

barang yang letaknya tinggi.

8) Keseluruhan keselamatan

Bagaimana orang mendapatkan benda yang sulit untuk

dijangkau, Apakah pintu cukup lebar untuk menampung

alat-alat bantu, Apakah telepon diakses, khususnya untuk

panggilan darurat.

Menurut Darmojo & Martono, (2004) lingkungan rumah

yang aman untuk lanjut usia adalah lingkungan di dalam rumah

dan di luar rumah. Lingkungan di dalam rumah meliputi kamar

mandi yaitu terdapat pegangan di daerah kamar mandi dan mudah

dicapai bila diperlukan, permukaan lantai pancuran di kamar

mandi tidak licin, belakang keset berlapis karet yang tidak bisa

licin, pembuangan air baik sehingga mencegah lantai licin setelah

dipakai. Kamar tidur yaitu kesed tidak merupakan hambatan yang

memungkinkan terpeleset atau tergelincir, terdapat meja di

samping tempat tidur untuk meletakkan kacamata atau barang lain.

Dapur yaitu lantai terbuat dari bahan yang tidak licin, tumpahan-

tumpahan cepat dibersihkan untuk mencegah terpeleset, tempat

penyimpanan dapat dijangkau dengan mudah, tersedia tempat

pijakan yang stabil untuk mencapai barang yang letaknya tinggi.

29
Ruang tamu yaitu kesed-kesed tidak terletak di atas karpet,

perabotan diletakkan sedemikian rupa sehingga jalan lalu lebar,

tinggi kursi dan sofa cukup sehingga mudah bagi lanjut usia untuk

duduk atau bangkit kursi. Tangga yaitu terdapat ril pegangan yang

kuat dikedua sisi anak tangga, lantai anak tangga tidak licin,

barang-barang tidak diletakkan di lantai anak tangga anak, anak

tangga terbawah dan teratas diwarnai dengan warna terang untuk

menandai awal dan akhir tangga.

1) Kamar mandi

Kamar mandi adalah suatu ruangan yang berfungsi untuk

membersihkan badan termasuk didalamnya adalah aktivitas

seperti mandi, buang air besar dan buang air kecil, cuci tangan

dan cuci muka, serta sikat gigi. Kamar mandi yang tidak

berisiko terhadap jatuh terdapat pegangan di daerah kamar

mandi dan mudah dicapai bila diperlukan, permukaan lantai

pancuran di kamar mandi tidak licin, belakang keset

berlapis karet yang tidak bisa licin, pembuangan air baik

sehingga mencegah lantai licin setelah dipakai.

2) Kamar tidur

Kamar tidur adalah tempat pribadi di mana orang bersantai atau

tidur di siang hari dan tidur pada malam hari. Kamar tidur yang

tidak berisiko jatuh yaitu kesed tidak merupakan hambatan

yang memungkinkan terpeleset atau tergelincir, terdapat

30
meja di samping tempat tidur untuk meletakkan kacamata

atau barang lain.

3) Dapur

Dapur adalah suatu ruangan atau tempat khusus yang

memiliki perlengkapan dan peralatan untuk mengolah

makanan untuk siap disajikan. Dengan syarat dapur lantai

terbuat dari bahan yang tidak licin, tumpahan-tumpahan

cepat dibersihkan untuk mencegah terpeleset, tempat

penyimpanan dapat dijangkau dengan mudah, tersedia

tempat pijakan yang stabil untuk mencapai barang yang

letaknya tinggi.

4) Ruang tamu

Ruang tamu adalah tempat untuk menerima tamu sekaligus

untuk berkomunikasi dengan orang luar. Ruang tamu

biasanya terletak di bagian depan susunan bangunan rumah

tinggal sehingga ruang tamu menjadi ruangan pertama yang

dimasuki. Furnitur yang biasa ada di ruang tamu adalah meja

dan kursi tamu. Syarat ruang tamu yaitu kesed-kesed tidak

terletak di atas karpet, perabotan diletakkan sedemikian

rupa sehingga jalan lalu lebar, tinggi kursi dan sofa cukup

sehingga mudah bagi lanjut usia untuk duduk atau bangkit

kursi.

31
5) Tangga

Tangga adalah sebuah konstruksi yang dirancang untuk

menghubungi dua tingkat vertikal yang memiliki jarak satu

sama lain. Syrat tangga yaitu terdapat ril pegangan yang kuat

dikedua sisi anak tangga, lantai anak tangga tidak licin,

barang-barang tidak diletakkan di lantai anak tangga

anak, anak tangga terbawah dan teratas diwarnai

dengan warna terang untuk menandai awal dan akhir

tangga.

6) Lingkungan di luar rumah

Lingkungan di luar rumah adalah lingkungan yang berada di

luar ruamah meliputi pintu masuk depan dan belakang dalam

keadaan baik, jalan lalu bebas dari lumpur atau air di musim

hujan, sehingga mencegah terpeleset, anak tangga/ril

pegangan harus terpasang kuat.

4. Penyebab Jatuh Dari Lingkungan Rumah

Faktor -faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah

penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang

licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah

dipegang dan alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak

stabil dan tergeletak di bawah. (Darmojo, 2004). Menurut Friedman,

1998 adalah kondisi interior rumah meliputi bagaimana ruangan-

ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot, kelayakan perabot,

32
penerangan yang tidak memadai dan eksterior rumah meliputi lantai,

tangga, jeruji dalam keadaan buruk, tempat obat-obatan tidak

terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke rumah tidak terdapat

penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari rumah,

kabel listrik telanjang di lantai, kolam renang yang tidak di pagari

secara memadai.

5. Akibat Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan

fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari

kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang

sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan

atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis

adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan

rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi

termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam

aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh (Stanley & Beare,

2007)

6. Komplikasi

Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo (2004),

komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

a) Perlukaan (injury)

Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang

terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot,

33
robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur

pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

b) Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan

dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu

kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

c) Kematian

7. Pencegahan

Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004),

ada 3 usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :

a) Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk

mencari adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan

assessment keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan

penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus

cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin,

bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan

rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser

sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya

diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu

jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak

34
licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang

mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi

pegangan di dinding.

b) Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana

keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat,

pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat

berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi

medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan

cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah

goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat

berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup

untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila

terdapat kelainan/penurunan.

c) Mengatur/ mengatasi faktor situasional.

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang

diderita lanjut usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin

kesehatan lanjut usia secara periodik. Faktor situasional bahaya

lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan

lingkungan, faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat

dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas

tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehgkan

baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan

35
lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan

atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk

tiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama

mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut

penangananya menjadi lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung

bisa menghilangkan penyebab jatuh secara efektif. Tetapi lebih

banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga

diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan

lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus lain

intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,

misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu

gerak.

Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah

dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan

kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya.

Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat

sewaktu penderita mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan

secara terus-menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan

status fungsional.

Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan

keseimbangan difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang

36
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam progam gait training

dan pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini

dipimpin oleh fisioterapis.

Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada

penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat

yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan

antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki

lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di

pencegahan jatuh (Darmojo, 2004).

37
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang

sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak

termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.

Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan

konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar

mengalami jatuh (Stanley & Beare, 2007)

Menurut Reuben, 1996 (Dalam buku Ajar Geriatri, Prof. Dr.

Boedhi Darmojo, 1999) mengatakan bahwa jatuh adalah suatu kejadian

yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang

mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka (Azizah, 2011).

Secara teoritik faktor risiko Jatuh Pada lanjut usia itu dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh

lanjut usia sendiri) dan faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan)

(Darmojo, 2004).

38
B. Kerangka Pikir Penelitian

Skema kerangka pikir penelitian sebagai berikut :

Faktor intrinsik :

1. Gangguan gaya
berjalan
2. Kelemahan
ekstremitas
bawah
3. Kekakuan sendi
4. Sinkope
5. penglihatan
gelap,
pusing
Risiko jatuh pra lansia dan
Faktor ekstrinsik :
lansia dilingkungan rumah

1. Kamar mandi
2. Kamar tidur
3. Dapur
4. Ruang tamu
5. Luar rumah

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

39
C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (Bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel

terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor ekstrinsik

risiko jatuh lingkungan rumah yang meliputi : kamar mandi, kamar

tidur, dapur, ruang tamu dan lingkungan luar rumah.

2. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel terikat adalah yang dapat dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah risiko jatuh pada pra lansia

dan lansia.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Menurut Reuben, 1996 (Dalam buku Ajar Geriatri, Prof. Dr.

Boedhi Darmojo, 1999) mengatakan bahwa jatuh adalah suatu kejadian

yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang

mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka (Azizah, 2011).

Responden yang dimaksud dalam penelitian ini yakni:

1. Pre lansia seorang yang berusia 45-59 tahun, yang dihitung dari hari ia

lahir

2. Lansia dalam penelitian ini adalah seorang yang berusia 60 tahun atau

lebih yang dihitung dari hari ia lahir.

40
Dalam penelitian ini rumah pra lansia dan lansia yang berada Di Wilayah

Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam

rumah yang terdiri dari kamar mandi, kamar tidur, dapur, ruang tamu

dan lingkungan diluar rumah.

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

1. Kamar mandi adalah suatu ruangan yang berfungsi untuk

membersihkan badan termasuk didalamnya adalah aktivitas seperti

mandi, buang air besar dan buang air kecil, cuci tangan dan cuci muka,

serta sikat gigi. Kamar mandi yang tidak berisiko terhadap jatuh yaitu

lantai kamar mandi tidak licin, terdapat keset berlapis karet didepan

pintu kamar mandi, drainase kamar mandi baik sehingga air tidak

tergenang.

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

2. Kamar tidur adalah tempat pribadi di mana orang bersantai atau tidur di

siang hari dan tidur pada malam hari. Kamar tidur yang tidak berisiko

jatuh terdapat keset berlapis karet di depan pintu kamar tidur dan

terdapat tempat atau wadah untuk meletakkan barang untuk keperluan

41
sehari-hari di samping tempat tidur (mis: kacamata, HP, air minum

dan lain-lain)

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

3. Dapur adalah suatu ruangan atau tempat khusus yang memiliki

perlengkapan dan peralatan untuk mengolah makanan untuk siap

disajikan. Dapur yang tidak berisiko terhadap jatuh lantai tidak

terbuat dari bahan tidak licin, tidak terdapat tumpahan makanan dan

minuman dilantai, bahan untuk membersihkan dan memasak

diletakkan di tempat yang mudah dijangkau, tersedia tempat pijakan

yang stabil untuk mencapai barang yang letaknya agak tinggi.

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

4. Ruang tamu adalah tempat untuk menerima tamu sekaligus untuk

berkomunikasi dengan orang luar. Ruang tamu biasanya terletak di

bagian depan susunan bangunan rumah tinggal sehingga ruang tamu

menjadi ruangan pertama yang dimasuki. Furnitur yang biasa ada di

ruang tamu adalah meja dan kursi tamu. Syarat ruang tamu yaitu keset

tidak terletak diatas karpet atau letaknya berserakan, mebel atau

perabotan diletakkan sedemikian sehingga terdapat ruang untuk

berjalan yang cukup lebar, tinggi kursi dan sofa cukup sehingga

42
mudah bagi lansia untuk duduk atau bangkit, pencahayaan yang

cukup tidak gelap atau menyilaukan.

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

5. Lingkungan di luar rumah adalah lingkungan yang berada di luar

ruamah dimana jalan lalu harus bebas dari lumpur atau air di musim

hujan, sehingga mencegah terpeleset atau jatuh.

Kriteria Objektif :

Berisiko : jika skor yang diperoleh ≥ 1

Tidak berisiko : jika skor yang diperoleh < 1

43
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskritif. Metode penelitian dekskritif

adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk membuat gambaran atau dekskritif tentang suatu keadaan secara

obyektif. Metode penelitian deskritif digunakan untuk memecahkan

atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi

sekarang (Notoatmodjo, 2002).

Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi Risiko Jatuh Pada

Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

B. Tempat dan Waktu penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah pra lansia dan lansia Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal April 2017 s/d 19

Juli 2017.

C. Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau obyek

yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi adalah wilayah

44
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia sebanyak

74 orang di Wilayah Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

2. Sampel

Sampel menurut Arikunto (2006), menyatakan bahwa sampel

adalah bagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dalam

penelitian ini adalah sebagian dari lansia yang datang mengikuti

senam lansia setiap minggu di Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

Untuk menentukan besarnya sampel peneliti menentukan

berdasarkan teori yang dikemukakan Arikunto (2006) apabila

jumlah populasi >100 maka sampel dapat diambil 10% - 30 % dan

apabila jumlah populasi < 100 maka sampel dapat diambil 40% -

100%. Peneliti akan mengambil 50% dari seluruh populasi yang

ada. Jumlah sampel adalah sebagai berikut :

Jumlah sampel = 50% X jumlah populasi

= 50% X 74 orang

= 37 responden

Kriteria sampel :

a) Kriteria Inklusi

1) Yang tinggal dan menetap di Wilayah Kerja

Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari

45
2) Yang mengikuti kegiatan senam setiap minggu

3) Bersedia menjadi responden

b) Kriteria Eksklusi

1) Lansia yang sedang sakit (baik penyakit/gangguan

tubuh)

2) Setelah 3 kali datang di rumah, lansia tidak ada di

tempat

3) Tidak bersedia menjadi responden

3. Tehnik Pengambilan Sampel

Probability sampling adalah tehnik sampling dimana setiap

anggota popolasi memiliki peluang sama dipilih menjadi sampel.

Dengan kata lain, semua anggota tunggal dari populasi memiliki

peluang tidak nol. Tehnik ini melibatkan pengambilan acak

(dikocok) dari suatu populasi. Dengan menggunakan Sampling

Acak Sederhana (Simple Random Sampling) adalah metode paling

dekat dengan definisi probability sampling. Pengambilan sampel

dari populasi secara acak berdasarkan probabilitas semua nggota

populasi (Sugiyono, 2012).

D. Prosedur Pengumpulan Data

1. Izin Penelitian

Penelitian dapat dilakukan setelah mendapat izin dari institusi

tempat penelitian.

46
2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri.

3. Informed Concent

Masing-masing responden diberikan penjelasan tentang

maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan dan diberikan

kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang penelitian

ini. Responden yang bersedia diminta untuk tanda tangan disurat

yang menyatakan bahwa ia bersedia menjadi responden.

4. Prosedur Pelaksanaan

Setelah responden ditetapkan sesuai dengan kriteria sampel

kemudian peneliti melakukan pengumpulan data untuk

mengidentifikasi Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau

Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua

Kota Kendari yang terdiri dari kamar mandi, kamar tidur, dapur,

ruang tamu dan lingkungan luar rumah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehingga lebih mudah

diolah. Jenis instrument penelitian berupa angket, checklist, pedoman

wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan laboratorium, dan

lain-lain. (Saryono, 2011; hal. 85).

47
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

observasi untuk mengumpulkan data untuk mengidentifikasi Risiko

Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

F. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari observasi

langsung menggunakan lembar observasi lingkungan pada lansia.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data demografi dan data lansia yang ada Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.

G. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpul dari responden menggunakan lembar

wawancara diolah dengan langkah- langkah sebagai berikut :

1. Editing, untuk memeriksa data yang telah dikumpulkan

2. Coding, memberi kode setiap data yang ada dengan maksud

memudahkan dalam analisa data.

3. Scoring, adalah memberi scor pada data yang telah dikumpulkan

4. Tabulating, menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

setelah dilakukan perhitungan data secara manual.

48
H. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara analisis deskriptif berupa distribusi

frekuensi dan menggunakan tabel untuk memberi gambaran tentang

variabel-variabel yang akan diteliti.

Untuk menentukan kategori pada setiap responden maka akan

dianalisa dengan rumus :

𝑓
𝐹𝑟 = x 100%
𝑛

Keterangan:

Fr = Persentase hasil yang dicapai

f = Frekuensi kategori variabel yang diamati

n = Jumlah sampel penelitian

100% Konstanta (Sugiyono, 2010).

I. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini yaitu dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi yang kemudian dinarasikan secara deskriptif

(memaparkan) variabel yang akan diteliti.

J. Etika Penelitian

Ada beberapa prinsip-prinsip etika yang harus diperhatikan oleh

peneliti menurut Joel (2004) yaitu sebagai berikut :

1. Autonomy yang berhubungan dengan hak dari responden untuk

membuat keputusan bagi dirinya, dalam hal ini penelitian harus

menghormati hak responden untuk menentukan apakah dia

49
bersedia atau tidak menjadi bagian dari penelitian dan sewaktu-

waktu boleh berhenti dari proses penelitian.

2. Nonmaleficience yaitu berkaitan dengan kewajiban untuk tidak

menimbulkan kerugian, dalam hal ini peneliti harus membuat

kesepakatan bahwa keputusan yang diambil tidak akan merugikan

klien.

3. Veracity berkaitan dengan kewajiban untuk mengatakan sesuatu

dengan benar tidak berbohong apalagi menipu, dalam hal ini

peneliti harus menjelaskan tentang proses dalam penelitiannya

dengan benar dan jujur.

4. Justice berkaitan dengan kewajiban berlaku adil kepada semua

orang, dalam hal ini keputusan yang diambil tidak akan berdampak

buruk bagi semua pihak.

5. Konfidensialitas yaitu berkaitan dengan rahasia, dalam penelitian

ini maka peneliti harus merahasiakan identitas responden dan data-

data yang didapatkan dari responden hanya diperlukan untuk

penelitian saja.

50
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Puskesmas Wua-wua merupakan Puskesmas induk non

perawatan yang definitif berdiri sejak 1 Mei 2009 diatas lahan

seluas 1703 m2 (26 m x 65,5 m) yang terletak tepat dibelakang

Kantor Camat Wua-wua, Jalan Anawai Kelurahan Anawai atau

kurang lebih 500 meter dari Jl. Ahmad yani poros Lepo-Lepo –

Bandara. Puskesmas dapat dijangkau oleh masyarakat yang

berdomisili di Kelurahan Anawai dengan berjalan kaki tetapi untuk

masyarakat di dua Kelurahan lainnya harus menempuh perjalanan

lebih panjang yaitu dengan mobil angkutan umum kemudian harus

dilanjutkan dengan motor ojek, Puskesmas ini adalah pemekaran

dari Puskesmas Mekar.

Meskipun Kecamatan Wua-wua mempunyai 4 Kelurahan

tetapi Wilayah kerja Puskesmas Wua-wua hanya mencakup 3

Kelurahan yaitu :

a. Kelurahan Anawai dengan luas wilayah 3 km2

b. Kelurahan Wua-wua dengan luas wilayah 5,89 km2 ,

c. Kelurahan Mataiwoi dengan luas wilayah 3,2 Km2

51
Luas wilayah kerja secara keseluruhan menjadi 13,91

Km2 . Sejumlah kompleks perumahan yang tercakup dalam wilayah

kerjanya adalah : BTN Tunggala, Griya permata Anawai di

Kelurahan Anawai dan perumahan Villa Ibis di Kelurahan Wua-

wua sedangkan Kelurahan Mataiwoi tidak ada perumahan khusus.

Sebagian besar wilayah kerja merupakan daerah berbukit-bukit

dengan sedikit dataran sehingga sebagian besar rumah penduduk di

bangun di daerah berbukit.

Adapun Batas Wilayah kerja :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bonggoeya

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kadia

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Puwatu

2. Kependudukan

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Wua-Wua pada

tahun 2016 sesuai data yang diperoleh di Puskesmas Wua-Wua di

kelurahan Anawai berjumlah 5.715 jiwa dengan jumlah kepala

keluarga 1.651, kelurahan Wua-Wua berjumlah 7.997 jiwa dengan

jumlah kepala keluarga 1.609 dan kelurahan Mataiwoi berjumlah

6.815 dengan jumlah kepala keluarga 1.183.

Sumber: data BPS 2016

52
3. Sarana dan prasarana

a. Sarana

Sarana kesehatan yang ada di Puskesmas Wua-wua adalah

sebagai berikut:

Tabel 5.1
Jumlah Dan Jenis Sarana Kesehatan
Per-Kelurahan Tahun 2016
No Jenis Sarana Jumlah Per Kelurahan
Kesehatan Anawai Wua-Wua Mataiwoi
1 Sarana Kesehatan Pemerintah
Puskesmas 1 - -
Induk
Puskesmas - 1 -
Pembantu
2 Sarana kesehatan bersumber daya masyarakat
Posyandu 4 5 5
Posyandu 1 1 -
Lansia
SD dengan 5 5 5
dokter kecil
Dokter - - 2
Praktek
Swasta
Bidan - - 1
Praktek
Swasta
3 Sarana kendaraan operasional
Kendaraan 1 - -
roda 4
Kendaraan 3 - -
roda 2
Sumber: data primer yang diolah 2016

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa di wilayah kerja

Puskesmas Wua-wua terdapat 1 Puskesmas induk terletak di

Kelurahan Anawai yang dibangun tahun 2009, dan Puskesmas

pembantu yang terlelak di Kelurahan Wua-wua yang sudah ada

sejak pemekaran dari Puskesmas sebelumnya. Keadaan gedung

53
cukup baik, sarana dalam gedung masih kurang mencukupi,

masih banyak meja dan kursi yang dibutuhkan demikian juga

peralatan medis dalam penegakan diagnose dalam melakukan

tindakan masih kurang. Keadaan Puskesmas pembantu kurang

lebih sama dengan Puskesmas induk dalam hal peralatan dan

sarana lainnya namun kondisi bangunan baik.

54
b. Prasarana

Jumlah tenaga kesehatan yang merupakan SDM di

wilayah kerja Puskesmas Wua-Wua tahun 2016 ditunjukkan

dalam tabel berikut:

Tabel 5.2
Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan
Puskesmas Wua-Wua Tahun 2016
No Jenis Status Ketenagaan Jumlah
Tenaga PNS Honorer Sukarela
1 Dok Umum 3 - - 3
2 Dokter Gigi 1 - - 1
3 Sarjana 10 - 4 13
Kesmas/
Umum
4 Sarjana Kep 5 - 3 8
5 Sarjana Kep 1 - - 1
Ners
6 D III Kep 8 - 3 10
7 D III Keb 7 - 4 11
8 D III Kes 1 - 1 2
Gigi
9 D III 1 - - 1
Kesling
10 D III Gizi - - 4 4
11 SI Gizi 1 - - 1
12 Apoteker 1 - 1 2
13 D III 1 - - 1
Farmasi
14 D I Gizi 2 - - 2
15 Perawat / 3 - - 3
SPK
16 D I Bidan 1 - - 1
17 D I Kep - - 1 1
18 S. Sosial - 1 - 1
19 SMA 2 3 - 4
20 D III Analis - - 1 1
Kes
21 SI Kesling - - 1 1
Jumlah 48 4 24 76
Sumber : Data Primer

55
Tabel 5.2 menunjukkan jumlah tenaga kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Wua-wua berjumlah 76 orang yang

terdiri dari 48 orang PNS, Honorer 4 orang dan 24 orang

tenaga Sukarela, serta menunjukkan bagaimana kondisi

petugas dan beban kerja program dan laporan yang diemban.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wua-Wua

Kota Kendari pada tanggal 18 juni s/d 22 juni 2017 dengan sampel sebanyak

37 responden. Hasil penelitian ini selengkapnya di uraikan sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pra Lansia dan Lansia Berdasarkan
Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari Tahun 2017
No Kategori Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Perempuan 19 51,35
2 Laki-laki 18 48,65
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 37 responden sebagian

besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 responden

(51,35%) sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18

responden (48,65%).

56
b. Umur

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pra Lansia dan Lansia Berdasarkan
Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari Tahun 2017
No Kategori Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Usia (45-59 tahun) 19 51,35
2 Usia (60-74 tahun) 15 40,54
3 Usia (75-90 tahun) 3 8,11
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 37 responden, sebagian besar

responden masuk dalam kategori usia pertengahan atau pra lansia (45-

59 tahun) sebanyak 19 responden (51,35%), kemudian lanjut usia (60-

74 tahun) sebanyak 15 responden (40,54%) dan terendah berusia

sangat tua (75-90 tahun) sebanyak 3 responden (8,11%).

c. Pekerjaan

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Pra Lansia dan Lansia Berdasarkan
Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari Tahun 2017
No Kategori Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 IRT 14 37,84
2 Wiraswasta 9 24,32
3 PNS 7 18,92
4 Pensiunan 5 13,51
5 Petani 2 5,41
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 37 responden, sebagian besar

responden bekerja sebagai IRT sebanyak 14 responden (37,84%),

bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 9 responden (24,32%), bekerja

sebagai PNS sebanyak 7 responden (18,92%), bekerja sebagai

57
pensiunan sebanyak 5 responden (13,51%), bekerja sebagai petani

sebanyak 2 responden (5,41%).

2. Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi risiko jatuh pada pra lansia

dan lansia ditinjau dari faktor lingkungan di wilayah kerja puskesmas wua-

wua tahun 2017, maka didapatkan sebagai berikut :

a. Lingkungan Rumah

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia
Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017
No Lingkungan Rumah Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 35 94,59
2 Tidak berisiko 2 5,41
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.6 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia

ditinjau dari lingkungan rumah dari 37 responden yang berkategori

berisiko sebanyak 35 responden (94,59%) sedangkan yang berkategori

tidak berisiko sebanyak 2 responden (5,41%).

b. Kamar Mandi

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Kamar mandi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017
No Kamar mandi Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 31 83,78
2 Tidak berisiko 6 16,22
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

58
Tabel 5.7 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan

lansia ditinjau dari kondisi kamar mandi dari 37 responden yang

berkategori berisiko sebanyak 31 responden (83,78%) sedangkan

yang berkategori tidak berisiko 6 responden (16,22%).

c. Kamar Tidur

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Kamar Tidur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017
No Kamar tidur Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 28 75,68
2 Tidak berisiko 9 24,32
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.8 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia

ditinjau dari kondisi kamar tidur dari 37 responden yang

berkategori berisiko sebanyak 28 responden (75,68%), sedangkan

yang berkategori tidak berisiko sebanyak 9 responden (24,32%).

d. Dapur

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Dapur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari
Tahun 2017
No Dapur Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 25 67,57
2 Tidak berisiko 12 32,43
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.9 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia

ditinjau dari kondisi dapur dari 37 responden yang berkategori

59
berisiko sebanyak 25 responden (67,57%), sedangkan yang

berkategori tidak berisiko sebanyak 12 responden (32,43%).

e. Ruang Tamu

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Ruang Tamu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017
No Ruang tamu Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 17 45,95
2 Tidak berisiko 20 54,05
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.10 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia

ditinjau dari kondisi ruang tamu dari 37 responden yang

berkategori berisiko sebanyak 17 responden (45,95%), sedangkan

yang berkategori tidak berisiko sebanyak 20 responden (54,05%).

f. Luar rumah

Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Risiko Jatuh Pra Lansia dan Lansia
Berdasarkan Kondisi Luar Rumah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017
No Luar rumah Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Berisiko 18 48,65
2 Tidak berisiko 19 51,35
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer Juni 2017.

Tabel 5.11 menunjukkan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia

ditinjau dari kondisi luar rumah dari 37 responden yang

berkategori berisiko sebanyak 18 responden (48,65%), sedangkan

yang berkategori tidak berisiko sebanyak 19 responden (51,35%).

60
C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang identifikasi risiko jatuh pada pra

lansia dan lansia ditinjau dari faktor lingkungan di wilayah kerja Puskesmas

Wua-Wua Kota Kendari tahun 2017, maka dapat dibahas sebagai berikut :

1. Karakteristik responden

a. Jenis kelamin

Karakteristik responden menurut jenis kelamin berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 19 responden (51,35%) sedangkan yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (48,65%).

Teori masalah dan penyakit pada lanjut usia bahwa perempuan

lebih sering jatuh dibandingkan dengan lanjut usia laki-laki. (Nugroho

: 2008). Hal ini karena penurunan produksi hormon estrogen pada

wanita menopause. Penurunan produksi hormon ini akan berdampak

pada kepadatan tulang dan rawan sendi sehingga tulang menjadi

mudah patah dan rapuh. Selain itu berkurangnya integritas pada rawan

sendi akan mempengaruhi rawan sendi tersebut, sehingga

menyebabkan penurunan kecepatan dalam bergerak. Sehingga terjadi

pembatasan dalam pergerakan yang menyebabkan meningkatnya

risiko untuk jatuh atau mengalami kejadian jatuh.

61
b. Umur

Karakteristik umur responden menunjukkan distribusi umur

tertinggi adalah dalam kategori usia pertengahan atau pra lansia (45-

59 tahun) sebanyak 19 responden (51,35%), kemudian lanjut usia (60-

74 tahun) sebanyak 15 responden (40,54%) dan terendah berusia

sangat tua (75-90 tahun) sebanyak 3 responden (8,11%).

Menurut JAGS tahun 2010 peningkatan resiko dari jatuh dan

penyertanya berbanding lurus dengan pertambahan usia. Gejala jatuh

sering terjadi pada lansia, ini dibuktikan oleh penelitian Exton-Smith

di tahun 1977 menyatakan insiden jatuh terjadi pada 963 orang

dengan usia diatas 65 tahun. Exon-Smith menemukan bahwa wanita

memiliki proporsi yang jatuh meningkat 30% pada grup usia 65

hingga 69 tahun sedangkan pada usia 85 tahun meningkat menjadi

50%.

Sedangkan pada pria proporsi jatuh meningkat 13 % pada usia

65 hingga 69 tahun dan kembali meningkat hingga 30% pada usia 80

tahun keatas. Pernyartaan Exon-Smith didukung oleh WHO. Menurut

WHO prevelansi jatuh sekitar 28-35% dari penduduk usia 65 tahun

keatas sedangkan 32-42% pada usia 70 tahun.

62
c. Pekerjaan

Karakteristik responden pekerjaan berdasarkan hasil penelitian

bahwa dari 37 responden, mayoritas responden bekerja sebagai IRT

sebanyak 14 responden (37,84%), wiraswasta sebanyak 9 responden

(24,32%), PNS sebanyak 7 responden (18,92%), pensiunan sebanyak

5 responden (13,51%), dan yang bekerja sebagai petani 2 responden

(5,41%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juhendri (2016)

Lansia yang sudah memasuki usia diatas 65 tahun akan cenderung

mengalami penurunan keseimbangan serta timbulnya rasa

kekhawatiran tentang jatuh sehingga menyebabkan lansia menjadi

kurang aktif dan berisiko terjadinya jatuh lebih tinggi. Tingginya

risiko jatuh pada lansia banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah

satunya adalah faktor aktivitas fisiknya. Lansia yang tidak aktif akan

berisiko untuk mengalami jatuh lebih tinggi dibandingkan dengan

lansia yang tergolong aktif dikarenakan kurang aktifnya lansia dalam

melakukan aktivitas akan mempengaruhi penurunan kemampuan

keseimbangan dan fleksibilitas tubuhnya. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Thibaud (2011) yang menyatakan

bahwa melakukan aktivitas fisik secara teratur dan konsisten secara

signifikan mampu menurunkan risiko terjadinya jatuh khususnya jatuh

dengan luka daripada yang tidak melakukan aktifitas fisik. Didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Hao (2015) yang menyatakan

63
bahwa melakukan kegiatan atau aktivitas secara rutin khususnya bagi

lansia wanita mampu mempengaruhi penurunan kejadian jatuh pada

lansia.

2. Variabel Yang Diteliti

a. Lingkungan Rumah

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi risiko jatuh pada pra

lansia dan lansia ditinjau dari faktor lingkungan dari 37 responden

yang berkategori berisiko sebanyak 35 responden (94,59%)

sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 2 responden

(5,41%).

Tingginya risiko jatuh tersebut dikarenakan dari 37

responden dengan total item observasi berjumlah 14 item yang

memperoleh total skor ≥ 1 sebanyak 35 responden sedangkan yang

memperoleh total skor < 1 sebanyak 2 responden.

Penurunan fungsi tubuh dapat menimbulkan kemunduran

fisik pada lanjut usia yang mengakibatkan kelambatan gerak, kaki

tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah,

susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti

tersandung, terpeleset sehingga lanjut usia mudah jatuh. Masalah

tersebut dapat terlihat atau teridentifikasi pada pra lansia. Berbagai

keluhan fisik telah dirasakan pada masa pra lansia dan dapat

bertambah keluhannya saat memasuki usia lansia. Berbagai

keluhan yang dapat ditemui pada pra lansia meliputi kelemahan

64
otot, punggung terasa berat dan penurunan kemampuan sensori.

Hal ini dapat menyebabkan risiko jatuh, utamanya jika lingkungan

tempat tinggal rawan untuk menyebabkan jatuh.

Keluhan fisik pada pra lansia tersebut bertambah berat

apabila ada penyakit yang diderita. Seiring dengan perkembangan

zaman, gaya hidup monoton serta pola hidup yang tidak sehat ada

kecenderungan fisik yang seharusnya dialami pada masa lansia

tetapi sudah dialami pada masa pra lansia. Misalnya penyakit

diabetes mellitus dan sindrom metabolik, osteoporosis, penyakit

serebrovaskular.

Kondisi lingkungan rumah yang rawan terhadap risiko jatuh,

perubahan fisik dan masalah-masalah kesehatan yang dialami pra

lansia dan lansia sangat berpengaruh terhadap risiko mengalami

kejadian jatuh.

b. Kamar Mandi

Faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek kamar mandi dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 31 responden

(83,78%) sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 6

responden (16,22%).

Tingginya risiko jatuh tersebut dikarenakan kondisi kamar

mandi yang kurang baik dimana mayoritas responden

menggunakan keset kaki dari bahan yang tidak berlapis karet

melainkan menggunakan kain bekas yang tidak digunakan

65
ditambah kondisi lantai didepan pintu kamar mandi yang licin,

basah, dan lembab. Lantai kamar mandi yang licin karena terbuat

dari bahan licin, berlumut, bekas sabun yang tertempel dilantai,

genangan air karena drainase kamar mandi yang kurang baik,

ruangan kamar mandi yang sempit serta akses untuk perlengkapan

mandi dan sumber air. Kondisi dan keadaan kamar mandi tersebut

sangat berpengaruh terhadap risiko jatuh dan kejadian jatuh pada

pra lansia dan lansia karena mengalami perubahan fisik.

Masa usia pra lansia diartikan sebagai suatu masa

menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung

jawab. Dimasa ini juga terjadi berbagai perubahan fisik dan mental

(Hurlock 1980;320). Perubahan fisik mulai tampak lebih awal di

usia 30 tahun, tetapi pada beberapa titik atau bagian terjadi diusia

40 tahun, menurunnya perkembangan fisik menunjukkan bahwa

masa pra lansia telah datang. Perubahan fisik yang terjadi antara

lain kulit mulai keriput, tubuh semakin lama semakin pendek

karena otot-otot melemah, punggung melemah, tulang-tulang

bergeser lebih dekat, sulit melihat objek-objek yang dekat,

penurunan pada sensitivitas pendengaran, monopause dan

penurunan kebugaran fisik sehingga menyebabkan berbagai

penyakit misalnya penyakit kanker, kardiovaskular dan obesitas.

Penyakit serebrovaskular sekarang banyak diderita pada

masa pra lansia. Penyebabnya antara lain hipertensi, penyakit

66
jantung, merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik, obesitas,

kolesterol dan umur. Hal ini menyebabkan penimbunan lemak yang

meningkat dalam darah, penimbunan lemak ini akan mengalami

nekrotik dan berdegenerasi. Akibatnya terjadi penurunan elastisitas

pembuluh darah/menjadi kaku, berkurangnya diameter pembuluh

darah sehingga aliran darah ke otak menurun menyebabkan nyeri

kepala, pusing, gangguan tidur, kaku pada leher dan pundak.

Kondisi ini dapat berisiko menyebabkan jatuh.

Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu

perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan

fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi

otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu

reaksi. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan

penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural

atau keseimbangan tubuh lansia. Gangguan keseimbangan tubuh

merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia. Apabila

gangguan keseimbangan ini tidak dikontrol maka meningkatkan

risiko jatuh pada lansia (Kustanto dkk, 2007).

Kondisi ruangan kamar mandi yang sempit serta

banyaknya tonjolan-tonjolan lantai kamar mandi sehingga apabila

mengalami kejadian jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis

cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling

ditakuti dari kejadian jatuh adalah fraktur collum femur. Jenis

67
fraktur lain yang dialami antara lain fraktur pergelangan tangan,

lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak

psikologis yang terjadi antara lain syok setelah jatuh serta rasa

takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk

ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas

sehari-hari, falofobia atau fobia jatuh meskipun kejadian jatuh yang

dialami tidak menimbulkan cedera fisik (Stanley & Beare, 2006).

Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Stefani

(2016) bahwa kejadian jatuh diteras rumah menjadi lokasi jatuh

dengan frekuensi tertinggi kemudian diikuti oleh kamar mandi.

Jatuh dan hampir jatuh di kamar mandi ditemukan berhubungan

dengan dua hal, yang pertama yaitu terpeleset sedangkan yang

kedua berhubungan dengan pegangan yang berada di kamar mandi.

Penelitian ini didukung oleh hasil survei National Electronic

Injury Surveillance System (NEISS) bahwa sebagian besar jatuh

pada lansia terjadi dikamar mandi 35,7% .

c. Kamar Tidur

Faktor risiko jatuh ditinjau dari kamar tidur yang berkategori

berisiko sebanyak 31 orang (84%), sedangkan yang berkategori

tidak berisiko sebanyak 6 orang (16%).

Tingginya risiko jatuh tersebut dikarenakan dari 37

responden sebanyak 23 responden tidak terdapat tempat atau

68
wadah disamping tempat tidur sedangkan tidak terdapat keset

berlapis karet didepan pintu sebanyak 12 responden.

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup

yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan

fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis

seseorang dan membawa ke masa stres. Sumber-sumber stres

selama usia madya yang mengarah pada ketidakseimbangan yaitu

keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua, penempatan nilai

yang tinggi pada kemudaan, keperkasaan, dan kesuksesan oleh

kelompok budaya tertentu, beban keuangan dari mendidik anak dan

memberikan status simbol bagi seluruh anggota keluarga, serta

kematian suami atau istri, kepergian anak dari rumah, kebosanan

terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan

mendekati ambang kematian.

Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode pra lansia

semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan

manusia. Pria dan wanita mempunyai alasan untuk takut memasuki

pra lansia. Beberapa diantaranya adalah banyaknya stereotip yang

tidak menyenangkan pada rentang usia tersebut, yaitu kepercayaan

tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai

dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan.

Sehingga bagi pra lansia dan lansia kamar tidur adalah tempat

pribadi dimana orang bersantai atau tidur di siang hari dan tidur

69
pada malam hari. Tempat tidur adalah tempat beristirahat semua

orang terutama pra lansia dan lansia, waktu mereka biasanya

dihabiskan di kamar tidur.

Timbulnya berbagai penyakit juga menyebabkan lansia harus

berada di kamar tidur salah satunya osteoporosis. Osteoporosis

adalah penyakit pada tulang yang menyebabkan tulang menjadi

keropos dan mudah rapuh karena masa tulang yang rendah atau

berkurang, gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan

kualitas jaringan tulang. Jika kepadatan tulang sangat berkurang

sehingga tulang menjadi rapuh akan timbul nyeri, perubahan

bentuk tulang bahkan patah tulang. Hal ini bila sudah terjadi

biasanya penderita akan mengurangi aktivitas sehingga dalam

waktu yang lama akan menambah kakunya otot, tulang semakin

rapuh, penurunan kekuatan tulang sehingga apabila dihadapkan

dengan kondisi lingkungan yang berpotensi mengalami jatuh akan

berdampak sangat berbahaya.

Kondisi yang sering dialami di kamar tidur misalnya haus

dan ingin minum, jika tidak terdapat wadah atau tempat untuk

meletakkan air minum mereka harus pergi ke dapur untuk

mengambilnya. Kondisi lain yang dialami keinginan untuk buang

air kecil (BAK) berhubungan dengan keset tidak berlapis karet

melainkan menggunakan kain bekas yang dapat menjadi

penghalang dijalan lalu, yang apabila terinjak mudah bergeser

70
dalam keadaan terburu-buru karena kandung kemih sudah tidak

bisa menahan kencing. Kondisi-kondisi tersebut apabila terjadi di

malam hari. Biasanya disetiap rumah lampu dimatikan untuk

menghemat listrik serta kenyamanan untuk tidur.

Pendapat peneliti tersebut didukung dengan teori perubahan

yang paling nampak dan merepotkan pada pra lansia atau dewasa

madya terdapat pada mata dan telinga, perubahan fungsional dan

generative pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada

anak mata, mengurangnya ketajaman mata sehingga daya

akomodasi mata untuk memfokuskan dan mempertahankan gambar

pada retina mengalami penurunan tajam. Hal ini dikarenakan aliran

darah pada mata berkurang.

Perubahan yang terjadi pada lansia dimana organ mata

mengalami perubahan sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa

lebih suram, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya

adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam

cahaya gelap hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang

pandang, berkurangnya luas pandangan (Nugroho, 2000).

Pada saat bangun tidur atau terbangun dari tidur untuk

melakukan sesuatu biasanya kesadaran belum kembali normal

sehingga keseimbangan tubuh belum stabil. Keadaan dan kondisi

71
yang dialami tersebut menambah faktor penyebab kejadian jatuh

dan risiko jatuh pada pra lansia dan lansia.

Didukung oleh hasil survei National Electronic Injury

Surveillance System (NEISS) bahwa sebagian besar jatuh pada

lansia terjadi di kamar tidur 21,3%.

d. Dapur

Faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek dapur yang

berkategori berisiko sebanyak 25 orang (68%), sedangkan yang

berkategori tidak berisiko sebanyak 12 orang (32%).

Tingginya risiko jatuh tersebut dikarenakan lantai dapur

terbuat dari bahan yang licin sebanyak 13 responden, tidak

tersedianya tempat pijakan yang stabil untuk mengambil barang

yang letaknya tinggi 10 responden, terdapat tumpahan makanan

atau minuman dilantai 8 responden serta bahan untuk

membersihkan dan memasak tidak diletakkan ditempat yang

mudah dijangkau 6 responden.

Hubungan antara generasi, orang dewasa usia tengah baya

memainkan peran penting dalam hubungan antargenerasi. Tuntutan

yang dihadapinya, baik sebagai anak maupun orang tua yang sudah

tua dan orang tua dari remaja atau dewasa muda, memiliki

implikasi bagi perkembangan jalan hidup individu bagi sistem

keluarga dimana mereka merupakan bagiannya.

72
Menurut Erikson, pada masa ini individu dihadapkan atas

dua hal generativity vs stagnasi mencakup rencana-rencana orang

dewasa atas apa yang mereka harap guna membantu generasi muda

mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang beguna bagi

generativitas/bangkit. Sebaliknya stagnasi/mandeg, ketika individu

tidak melakukan apa-apa untuk generasi berikutnya.

Tugas dalam fase ini adalah mengembangkan

keseimbangan antara generativity dan stagnasi. Generativity adalah

rasa peduli yang sudah lebih dewasa dan luas daripada intimacy

karena rasa kasih ini telah men"generalize" ke kelompok lain,

terutama generasi selanjutnya. Bila dengan intimacy kita terlibat

dalam hubungan dimana kita mengharapkan suatu timbal balik dari

patner kita, maka dengan generativity kita tidak mengharapkan

balasan. Misalnya saja, sebagian besar dari para orang tua tidak

keberatan untuk menderita atau meninggal demi keturunannya,

walau pengecualian pasti ada.

Kebanyakan oang tua atau pra lansia maupun lansia

melakukan kegiatan memasak untuk keluarga apalagi yang tinggal

bersama dengan anak mereka yang mempunyai pekerjaan dan

selalu meninggalkan rumah, sehingga mereka berniat untuk

membantu anak dengan kegiatan memasak agar dirinya dianggap

berguna dan tidak dianggap menyusahkan atau menjadi beban

hidup bagi anaknya. Kegiatan memasak yang dilakukan ini

73
biasanya menimbulkan tumpahan bahan makanan, tumpahan air

olahan dapur, atau karena cuci piring, tumpahan minyak goreng

karena pekerjaan yang dilakukan biasanya berantakan sehingga

menyebabkan lantai dapur menjadi licin ditambah lantai dapur

terbuat dari bahan yang licin, serta letak perabotan dapur

diletakkan ditempat yang tinggi sehingga harus menggunakan kursi

untuk mengambilnya. apalagi lansia banyak mengalami gangguan

pergerakan misalnya tremor dan lambat. Keadaan dan kondisi

tersebut sangat berpengaruh pada risiko jatuh dan kejadian jatuh

pada pra lansia dan lansia.

Perubahan fisik yang terjadi pada pra lansia adalah

kelemahan dan menurunnya penampilan, kelebihan berat tubuh

atau obesitas dapat membahayakan kesehatan karena meningkatkan

peluang individu untuk menderita sejumlah penyakit, seperti

hipertensi, diabetes dan gangguan pencernaan (Bazzano & kawan-

kawan, 2010; Bloomgarden, 2010). Kelebihan berat tubuh memiliki

resiko depresi dan kematian pada usia ini.

Masalah lain yang cenderung dialami pra lansia mudah

lelah, telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing,

sakit pada lambung (konstipasi, asam lambung dan sendawa),

kehilangan selera makan dan insomnia.

Pendapat peneliti tersebut didukung oleh teori perubahan

lansia yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yaitu tulang

74
kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, discus

intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang),

persendian besar menjadi kaku, tendon mengkerut dan mengalami

sklerosis, atropis serabut otot, pergerakan menjadi lambat, otot kram

dan menjadi tremor (Nugroho, 2000).

Penelitian ini didukung oleh hasil survei National Electronic

Injury Surveillance System (NEISS) bahwa sebagian besar jatuh

pada lansia terjadi didapur 15,3%.

e. Ruang Tamu

Faktor risiko jatuh ditinjau dari aspek ruang tamu dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 17 responden

(45,95%), sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 20

responden (54,05%).

Risiko jatuh dari aspek ruang tamu yang berkategori tidak

berisiko lebih banyak dibandingkan kategori berisiko. Hal ini

dikarenakan ruang tamu adalah tempat untuk menerima tamu

sekaligus untuk berkomunikasi dengan orang luar. Ruang tamu

biasanya terletak di bagian depan susunan bangunan rumah tinggal

sehingga ruang tamu menjadi ruangan pertama yang dimasuki.

Disetiap rumah yang paling diperhatikan adalah ruang tamu.

Sehingga dari 37 responden rata-rata penataan ruang tamu dibuat

rapi dan perabot ruang tamu di susun agar terdapat ruang yang

cukup dan nyaman, kabel ditata dengan baik dan rapi sehingga tidak

75
berada dilantai yang menjadi tempat lalu yang menyebabkan risiko

jatuh dan pencahayaan ruangan yang baik, jelas terlihat objek atau

benda disekitar ruang tamu, tinggi kursi dan sofa baik sehingga

mudah untuk duduk dan bangkit.

Pendapat peneliti tersebut didukung hasil survei National

Electronic Injury Surveillance System (NEISS) bahwa sebagian

besar jatuh pada lansia terjadi diruang keluarga 5,73%.

f. Luar Rumah

Faktor risiko jatuh ditinjau dari luar rumah dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 18 responden

(48,65%), sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 19

responden (51,35%).

Tingginya risiko jatuh dikarenakan lingkungan pekarangan

rumah yang masih belum disemen akan berlumpur jika basah

sehingga pada musim hujan pekarangan menjadi becek dan licin.

Hal ini meningkatkan kerentanan pra lansia dan lansia mengalami

kejadian jatuh karena mengalami perubahan-perubahan fisik.

Perubahan fisik yang terjadi pada pra lansia adalah

kelemahan dan menurunnya penampilan, kelebihan berat tubuh

atau obesitas dapat membahayakan kesehatan karena meningkatkan

peluang individu untuk menderita sejumlah penyakit, seperti

hipertensi, diabetes dan gangguan pencernaan (Bazzano & kawan-

76
kawan, 2010; Bloomgarden, 2010). Kelebihan berat tubuh memiliki

resiko depresi dan kematian pada usia ini.

Diabetes mellitus dan sindrom metabolik sekarang banyak

dialami pada masa pra lansia, hal ini dikarenakan pola hidup yang

kurang baik, obesitas, gaya hidup monoton. Diabetes mellitus

menyebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel

tubuh sehingga sel kekurangan glukosa untuk bahan metabolisme.

Karena glokosa tidak dapat diubah menjadi energi maka tubuh

akan mengalami kelemahan dan mudah lelah. Hal ini menyebabkan

risiko untuk mengalami jatuh.

Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu

perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan

fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi

otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu

reaksi. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan

penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural

atau keseimbangan tubuh lansia. Gangguan keseimbangan tubuh

merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia. Apabila

gangguan keseimbangan ini tidak dikontrol maka meningkatkan

risiko jatuh pada lansia (Kustanto dkk, 2007).

Penelitian ini didukung oleh hasil survei National Electronic

Injury Surveillance System (NEISS) bahwa sebagian besar jatuh

pada lansia terjadi diteras 4,8%, pintu masuk dan keluar 3,6%.

77
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimuplan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kondisi lingkungan rumah

dari 37 responden terbanyak adalah kategori berisiko jatuh yaitu 35

responden (94,59%) dan tidak berisiko sebanyak 2 responden (5,41%),

dengan penjabaran sebagai berikut :

1. Gambaran Faktor risiko jatuh ditinjau dari kondisi kamar mandi dari

37 responden yang berkategori berisiko sebanyak 31 responden

(83,78%) sedangkan berkategori tidak berisiko 6 responden (16,22%).

2. Gambaran Faktor risiko jatuh ditinjau dari kondisi kamar tidur dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 31 orang (84%)

sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 6 orang (16%).

3. Gambaran Faktor risiko jatuh ditinjau dari kondisi dapur dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 25 orang (68%)

sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 12 orang (32%).

4. Gambaran Faktor risiko jatuh ditinjau dari kondisi ruang tamu dari 37

responden yang berkategori berisiko sebanyak 17 responden (45,95%)

sedangkan yang berkategori tidak berisiko sebanyak 20 responden

(54,05%).

5. Gambaran Faktor risiko jatuh pada lansia ditinjau dari kondisi luar

rumah dari 37 responden yang berkategori berisiko sebanyak 18

78
responden (48,65%) sedangkan yang berkategori tidak berisiko

sebanyak 19 responden (51,35%).

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebaiknya institusi pendidikan lebih meningkatkan mutu pendidikan

dengan lebih mendukung dan memfasilitasi peneliti dalam melakukan

penelitian sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan

khususnya dalam bidang keperawatan

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dalam melakukan penelitian

yang terkait dengan penataan lingkungan rumah dan risiko jatuh

dengan menggunakan instrument risiko jatuh sesuai dengan variabel

bebas yang diteliti.

3. Bagi Pra Lansia dan Lansia

Bagi pra lansia, lansia dan keluarga diharapkan untuk melakukan

modifikasi lingkungan rumah agar dapat meminimalisir kejadian jatuh

ataupun risiko mengalami jatuh.

4. Bagi Tempat Penelitian

Sebaiknya pihak puskesmas lebih meningkatkan kinerja dalam

mensosialisasikan faktor risiko jatuh dari faktor ekstrinsik dalam hal

ini lingkungan tentang pentingnya memodifikasi lingkungan tempat

tinggal lansia agar dapat meminimalisir kejadian jatuh ataupun risiko

jatuh.

79
DAFTAR PUSTAKA

Annete Giesler Lueckenotte, Pengkajian Gerontologi Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998.


Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2016.
Kendari: BPS Sultra
Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Budiman.(2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Darmojo & Martono, 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia).
FKUI: Jakarta
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Friedman M. 1998. Keperawatan Keluarga ed. 3, alih bahasa Ina Debora . EGC.
Jakarta
Hardwinoto dan Tony Setiabudhi, Panduan Gerontologi, Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Utama, 1999.
Hutomo, Arie Kurniawan. (2015) Hubungan Penataan Lingkungan Rumah
Terhadap Risiko Jatuh Pada Lansia Di Desa Karangwuni Wates Kulon
Progo. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah Yogyakarta.
Safitri.Nur 2016 Permasalahan Pada Masa Dewasa Madya
http://www.academia.edu/24923238/Permasalahan_Pada_Masa_Dewasa_
Madya.
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan pada Lanjut Usia dan Dementia. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal usia Lanjut dan Perawatannya. Yogyakarta: Salemba Medika.
Michael, K Abraham, MD dan Nicole-Fiallos,MD. (2017). Falls In The Elderly.
Notoatmojo, (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Nugroho. 2000. Keperawatan Gerontik. EGC. Jakarta.
Nugroho, W.(2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik.EGC;Jakarta.
Nursalam.2008. Konsep Dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Proyeksi Jumlah Penduduk. 2015. Kecamatan Wua-Wua Dalam Angka 2016
Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC.

Sabatini, Stefani Natalia. (2016). Studi Kasus Risiko Jatuh Di Teras Dan Kamar
Mandi Rumah Lansia. Yogyakarta
Sarwono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Shobha, S.R. 2005. Prevention of falls in older patients. American Academy of
Family Physicians.

Siswanto, Susila, & Suyanto.2015. Metodologi Penelitian Kesehatan dan


Kedokteran . Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Stanley, M., & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.
Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Surini S, Utomo B. 2003. Fisioterapi pada Lansia. EGC. Jakarta
Skarnulis.Leanna,2016 7 health challenges of aging diunduh dari
www.webmd.com/healthy-aging/features/aging-health-challenges.
KEMENTERIAN KESEHATAN R I
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
.ffiffi SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
Jl. Jend. A.H. Nasution No. G.14 Anduonohu, Kota Kendari
Telp. (0401) 3190492 Fax. (040r) 3193339 e-mail: poltekkes_kendari@tahoo.com

Nomor D1.11 .02t11 s40 t2017


Lampiran
Perihal

Yang Terhormat,
Kepala Puskesmas Wua-wua
di-
Tempat

Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan dilaksanakannya penetitian mahasiswa
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari :
Nama : Rosliana Arizal
NIM : P00320014042
Jurusan/Prodi : D lll Keperawatan
Judul Penelitian : ldentifikasi Faktor Lingkungan Resiko Jatuh pada
Lansia di Posyandu Wilayah Kerja puskesmas Wua-
wua Kota Kendari
Untuk diberikan izin pengambilan data .awal penetitian di
Puskesmas wua-wua Kota Kendari provinsl'sutawesi renggara.
Demikian penyampaian kami, atas perhatian dan kerjasamanya
diucapkan terima kasih.

. 10 Maret 2017
A.n. Direktur
.,;.'";-ti(npda Unit Penelitian dan
,,:7 Masyarakat
":.="PErigab{ian

_ Rosnah.STP..MPH.
rrll-lllflrI e7 1 0522 2oo 11 z z oot
Lampiran II

SURAT PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Responden Penelitian

Di-

Tempat

Dalam rangka meningkatkan kesehatan lansia Di Wilayah Kerja


Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari, maka saya :

Nama : Rosliana Arizal

Nim : P00320014042

Sebagai Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan,


bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul “Identifikasi Resiko
Jatuh Pada Pra Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017”.

Sehubungan dengan hal ini, saya mohon pada bapak / ibu berhak untuk
menyetujui atau menolak menjadi responden. Namun apabila bapak / ibu setuju,
bapak / ibu diminta kesedianya untuk menandatangani surat persetujuan
responden ini. Atas partisipasi dan kesedianya menjadi responden, saya
mengucapkan terima kasih.

Kendari, Juni 2017

Peneliti

Rosliana Arizal
Lampiran III

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN

( INFORMED CONSENT )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi

responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Politeknik Kesehatan

Kendari Jurusan Keperawatan dengan judul “Identifikasi Risiko Jatuh Pada Pra

Lansia dan Lansia Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2017”.

Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan ini

dibuat dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun, semoga dapat di

pergunakan sebagaimana mestinya.

Kendari, Juni 2017

Responden

(................................)
Kode
Resp :

Lampiran IV

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO JATUH


PADA LANSIA DITINJAU DARI FAKTOR LINGKUNGAN
DI WILAYAH KERJA PUSKSEMAS WUA-WUA
KOTA KENDARI TAHUN 2017.

Identitas responden

Nama (inisial) :

Umur :

Hari/tgl observasi :

Pekerjaan : PNS IRT Pensiunan.....

Wiraswasta petani

Jenis kelamin : laki-laki perempuan

Alamat :

Beri tanda ceklist pada lembar observasi di bawah ini sesuai kondisi
lingkungan lansia!

No Pengkajian Lingkungan Ya Tidak


(TB) (B)
1 Kamar mandi :
a) Lantai kamar mandi tidak licin
b) Terdapat keset berlapis karet didepan pintu
kamar mandi
c) Drainase kamar mandi baik sehingga air tidak
tergenang
2 Kamar tidur
a) Terdapat keset berlapis karet di depan pintu
kamar tidur
b) Terdapat tempat atau wadah untuk meletakkan
barang untuk keperluan sehari-hari di samping
tempat tidur (mis : kacamata, HP, air minum
dll)
3 Dapur :
a) Lantai terbuat dari bahan tidak licin
b) Tidak terdapat tumpahan makanan dan
minuman di lantai
c) Bahan untuk membersihkan dan memasak
diletakan di tempat yang mudah dijangkau
d) Tersedia tempat pijakan yang stabil untuk
mencapai barang yang letaknya agak tinggi
4 Ruang tamu :
a) Keset tidak terletak diatas karpet atau letaknya
berserakan
b) Mebel atau perabotan diletakkan sedemikia n
sehingga terdapat ruang untuk berjalan yang
cukup lebar
c) Tinggi kursi dan sofa cukup sehingga mudah
bagi lansia untuk duduk atau bangkit
d) Pencahayaan yang cukup tidak gelap atau
menyilaukan
5 Luar rumah
Jalan lalu harus bebas dari lumpur atau air di
musim hujan, sehingga mencegah terpeleset atau
jatuh.
KEMENTERIAN KESEIIATANI B I
C #"=
*r
BADAN PEI{GE]SBANGAN DAN PETBERDAYAAN
SUIIBERDAYA IiANUSIA KESEHATAN
tr #;
'#.x.:.

POLITEKNIK KESEHATAN IGNDARI


& Ian i-H- Nasvd;iott No- G.I4 Arduanala+ Nora Kendari
Telp- (0401) 3190492 Fu @,t01) iI933j9 e-mail: oolte*lres kendari@:yahoo.com

Nomor :D1.1 1.w1ttbU nolt


Lampiran : 1 (satu) eks.
Perihal : Permohonan lzin Penelitian

Yang Terhormat,
Kepala Badan Perelitian dan Pengembangan Provinsi Sultra
di-
Kendari

Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan dilaksanakannya penelitian mahasiswa
Jurusan Keperauatan Poltekkes Kemenkes Kendari:
Nama : Rosliana Arizal
NIM : P0O320O14&2
Jurusan/Prodi : D-lll Keperawatan
Judul Penelitian : ldentifikasi Risiko Jatuh pada Lansia Ditinjau dari Faktor
Lingkungan di \Mtayah Kerja Puskesmas Wua-Wua
Kota Kendari
untuk diberikan izin penelitian oleh Badan penelitian dan
Pengembangan Prwinsi Sulawesi Tenggara
Demikian penyampaian kami, atas perhatian dan keriasamanya
diucapkan terima kasih.

19 Juni 2A17
A.n. Direktur
Kepala Unit Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat

10522200112 2 001
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
F Kompleks Bumt pnja Anduonohu Terp. (040i) sisozso Kendari gs23z
r
I

Kendari, 1g Juni 2O17

Nomor
Kepada
09 0 I 27 0 8 I B alitb angt 20 1 Z Yth. Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari
Lampiran
di-
Perihal lzin Penelitian Kendari
Berdasarkan surat Direktur Poltekkes Kendari Nomor: DL.1
1.0a1ng6612017
tanggal 19 Juni 2017 perihattersebut di atas, uarrasiswa ;ib";;
i;i-i " '--'
Nama ROSLIAM ARIZAL
NIM P00320014CI42
Prog. Studi Dlll Keperawatan
Pekerjaan Mahasiswa
Lokasi Penelitian Wil. Kg{a, Puskeimas Wul-Wira Kota Kendari

) Bermaksud untuk melakukan Penelitian/Penga;nbllan Data dl


Daerah/Kantor
saudara datam ranska penyusunan Krr, skipii, i"-uiu Dd;;JlJii"i'jrorril; ,

+tDENTtFtxAs, R srXo JATUH PADAT-ANSIA


DTTTNJAIDAR FAXTOR
LI N G KU N GAN DIWLAYAH KERJA PUSKESMA S'iVii.WUE
KOTA KEN DARI*
"
Yang akan dilaksanakan dari tanggal : 1g Juni2017 sampai selesai
I

Sehu.bungan dengan hal tersebut diatas, pada prinsipnya kami menyetujui


dirnaksud denganketenfuan: -'--. kegiatan
'-- '-
1" Senantiasa menjaga kearnanan dan ketertiban serta rnentaati perUndang-
undangan yang berlaku.
2.
Jid..t mengadakan kegialan rain yang bertentangan dengan rencana semula.
3. Dalam setiap kegiatan {ilapangah alar pihak'Pineliti rEnanti".,
koordinasi
d.errgan pernerintah seternpat.
4.
l{ajib menghermati.Adat lstiadat yang berlakU didaerah setempat.
5. Menyerahkan 1 (satu) examplal copy'hasil pin.riti* r."paia ouuernur
Sultra
Qc.Keeala Badan Tpeneriiian'
Tenggara. ': da;
eerigernoang"n- Ftri.ri"Srri,i,lirj
-
Surit izin akan dlcabut kembalidan dinyatakan tidak berlaku apabila ternyata
pemegang surat izin ini tidak rnentaati ketentuan tersebut di atas.

Demikian Surat lzin Penelitian diberikan untuk digunakan sebagaimana


mestinya.

SUI.AWESI TENGGARA

Muda, Gol. lV/c


199301 1 003
Tembusan:
1. Gubernur Sulawesi Tenggara (sebagai laporan) di Kendari;
2. Walikota Kendari di Kendari;
3. Direktur Pottekkes Kendari di Kendad;
{. Kepala Badan Kesbang Kota Kendaridi Kendari;
5. Kepala PKM Wua-Wua diTempat;
6. Mahasiswa yang bersangkutan.
PEMERINTAH KOTA KENDARI
PUSKESMAS WUA. WIIA
Jl. Anawai, KeL Anawar, Kec. Wua-Wua

l/A*/P.0350001

Yang Bertanda Tangau di bawah ini Kepala Puskesmas Wua-Wua, menerangkanbahwa :

Nama ROSLIANA ARIZAL


Nim P00320014042
Program Studi D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari
Judul Penelitian Identifikasi Risiko Jatuh Pada Lansia Ditinjau Dari Faktor
Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-Wua Kota
Kendari Tahun 2017 "

Telah melalnlkan penelitian pada tauggal 19 Juni sampai dengan 19 Juli ZOLT di
Puskesrnas Wua-Wua KoA Kendari

Demikian surat keteraogan ini di buat untuk di pergunakan sebagaimana mestinya.

20 TULTaOLT

Wua-Wua

Nip. 19750907 200212 2 006


TABEL TABULASI DAIA PENELITIAN
IDENTIFIKASI RISIKO JATUf, PADA PRA I/,NSIA DAN LANSIA DITINJAU DARI FAKTOR LINGKUNC,I,N
DIWII.AYAE PUSKESMAS WUA-WUA KOTA TENDAXI TAEUN 2OI7

hi66, Jui

K6t : Ken
$kor 0 = Ya Wua-Wua
Skor I = Tidak
B (Bqbiko) = Iiks skor yang dipotoleh 2 I
fB (Tidsk B€risiko) * Jikr ikor ymg dipero,€h at

2002122006 NrM.P00320014042
MASTER TABEL PENf,LITIAN
IDENTIflKASI RISIKOJATUE PADA PRA TI\NSIA DANI.ANSIA DTTINJAU DAN TAKTORLINGKUNGAN
WILAYAEKERIA WUA-WUA KOTA TENDAru TAHT'N
'017

Pdmcr,

trta ;
Stor 0 = Ya Ken,
Slor I = Tidak
B (Bsisiko) = Jikr sku yilg dipdol€h Z I
Tts (Tidok Beririko) = Jiks rkor yrng dipfioleh <l

NM.P00320014042
Lampiran X

DOKUMENTASI PENELITIAN

Ket : Peneliti sedang menanyakan identitas serta meminta persetujuan


menjadi responden

Ket : Peneliti sedang melakukan observasi pada dapur responden

Anda mungkin juga menyukai