Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Pembangunan industri dan perdagangan di Indonesia dihadapkan pada
persaingan yang semakin tajam sebagai dampak globalisasi. Hal ini dapat
dicapai oleh lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal
melalui peningkatan kualitas mutu pendidikan dengan memberikan sarana
dan prasarana yang menunjang ke arah tersebut. Perguruan tinggi sebagai
salah satu lembaga pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia
memiliki peranan dan tanggung jawab dalam mempersiapkan mahasiswa
menjadi tulang punggung bangsa yang nantinya akan memegang peranan
penting dan terjun langsung dalam pembangunan masyarakat Indonesia pada
era globalisasi.
Kemajuan teknologi bagi proses produksi telah berkembang melalui
proses kontrol secara komputasi maupun digital. Walaupun demikian,
manusia tetap berperan sebagai pengontrol atau pengawas lapangan bagi
kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja yang
mempunyai keahlian dan menguasai proses produksi merupakan hal yang
sangat penting dalam proses produksi.Lulusan Teknik Kimia memegang
peranan penguasaan lapangan pada proses operasi (operation) dan
pemeliharaan (maintenance) industri kimia. Dengan melaksanakan kerja
praktik, mahasiswa dapat mengamati berbagai aspek proses yang terjadi
dalam industri.
Pelaksanaan kerja praktik ini dapat dijadikan pengalaman dan penerapan
ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dan membandingkan teori yang
dipelajari pada bangku kuliah ke dalam dunia nyata, dengan jumlah dua
SKS dalam mata kuliah Kerja Praktik. Pemilihan PT. South Pacific Viscose
sebagai tempat pelaksanaan kerja praktik karena PT. South Pacific Viscose
adalah industri yang melibatkan proses fisika dan kimia dalam pengubahan
bahan baku menjadi produk dengan skala komersial, yang mana kedua

1
proses tersebut merupakan cakupan dari bidang teknik kimia yang sedang
dipelajari.
PT.South Pasific Viscose merupakan perusahaan swasata dari salah satu
anak perusahaan Lenzing AG.PT South Pasific Viscose. PT.South Pasific
Viscose bergerak di bidang tekstl dengan produk utama yang dihasilkan
adalah serat rayon. Bahan baku utama yang digunakan adalah pulp, NaOH,
dan CS2. Dalam penggunaannya, CS2 sangat diperlukan pada proses
pembuatan serat rayon, ini dikarenakan CS2 merupakan senyawa kimia
yang paling baik dalam melautkan senyawa organik. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan CS2, PT.South Pasific Viscose memiliki dapertemen
untuk memproduksi CS2.
1. 2 Tujuan Kerja Praktik
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Kerja Praktik di
PT. South Pacific Viscose ini, yaitu:
1. Mendapatkan pengalaman baru dalam lingkungan kerja, melatih
kemampuan diri dalam menangani permasalahan dalam pabrik dan
mengetahui bentuk aplikasi teori ilmu pengetahuan yang diterapkan
dalam industri di PT. South Pacific Viscose.
2. Menambah wawasan aplikasi keteknik-kimiaan dalam bidang industri.
3. Mengetahui perkembangan teknologi canggihdan modern di bidang
industri, terutama yang diterapkan di PT. South Pacific Viscose.
4. Menumbuhkan dan menciptakan pola berpikir konstruktif, solutif dan
inovatif yang berwawasan bagi mahasiswa dan dunia kerja.
5. Memenuhi beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh
sebagai persyaratan akademis di Jurusan Teknik Kimia FTI–UPN
“Veteran” Yogyakarta.
1. 3 Manfaat Kerja Praktik
1. 3. 1 Bagi Mahasiswa
1. Mengenal cara kerja suatu perusahan atau industri secara umum,
khususnya peralatan dan proses produksi yang dilakukan.

2
2. Menambah pengetahuan dan pemahaman keteknikan secara praktis
yang diterapkan pada industri.
3. Memberikan bekal tentang perindustrian, sebelum terjun ke dunia
kerja secara praktis yang diterapkan pada industri.
1. 3. 2. Bagi Jurusan
1. Terjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan atau industri yang
ditempati untuk kerja praktik.
2. Sebagai bahan evaluasi di bidang akademik untuk perbaikan
kurikulum
1. 3. 2 Bagi Perusahaan dan Industri
1. Terjalin kerja sama dengan Lembaga Pendidikan.
2. Dapat membantu menyiapkan sumber daya manusia yang potensial
untuk perusahaan atau industri.
3. Tidak tertutup kemungkinan adanya saran dari mahasiswa pelaksana
kerja praktik yang bersifat membangun dan menyempurnakan sistem
yang telah ada.

3
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah dan latar belakang perusahaan
PT. South Pacific Viscose merupakan perusahaan swasta yang merupakan
salah satu anak perusahaan Lenzing AG. PT. South Pacific Viscose didirikan
pada tahun 1978 dengan surat ijin pendirian No. 71/14 Januari /1978.
Perusahaan ini dibangun diatas tanah sekitar 35 hektar. Sampai saat ini setelah
penambahan perluasan maka luas tanah pada PT. South Pacific Viscose
seluruhnya sekitar 80 hektar. Pemegang saham perusahaan ini terdiri dari
Lenzing AG Austria, Ashok Birla India, PT Pura Golden Lion dan Saparsih
Noor Luddin Indonesia. Pendirian perusahaan ini bertujuan guna mendukung
program penanaman modal asing (PMA) yang dicanangkan oleh pemerintah
NKRI yang tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1968.
PT. South Pacific Viscose memulai pembangunan fisiknya pada bulan mei
1981 dengan rancangan desain dan teknik mesin yang dilakukan oleh Ing
Maurer SA dari berne Switzerland. Uji coba produksi pertama dimulai pada
tanggal 17 Desember 1982 dengan tenaga ahli dari perusahaan induknya
Lenzing AG Austria. Pada 15 April 1983 PT. South Pacific Viscose sudah
dapat beroperasi secara penuh dengan hasil produksi serat rayon sebanyak 50
ton/hari. Sampai pada tahun 1991 PT. South Pacific Viscose sudah dapat
meningkatkan produksinya menjadi 90-100 ton/hari. Pada bulan mei 1992,
dengan beroperasinya line dua, PT. South Pacific Viscose mampu
memproduksi serat rayon sebanyak 180-200 ton/hari. Pada bulan Januari 1997
PT. South Pacific Viscose menambah line tiga sehingga meningkatkan
kapasitas produksinya sebanyak 350 ton serat per hari. Pada tahun 2009 line
empat didirikan dan mulai beroperasi pada bulan januari 2010 dan
meningkatkan kapasitas produksi serat rayon sebanyak 600 ton/hari.
Kemudian pada November 2012 didirikanlah line lima sehingga total produksi
serat rayon sebanyak 890 ton/hari. 

4
Selain mengutamakan produksi, PT. South Pacific Viscose juga sangat
peduli terhadap dampak produksi terkait lingkungan sekitar terutama pada
limbah yang dihasilkan baik limbah cair, padat, maupun gas. Pada November
1993 PT. South Pacific Viscose mendirikan Unit Pengolahan Limbah Gas
(Waste Gas Sulphuric Acid Plant) guna mengurangi pencemaran udara. Selain
unit pengolahan limbah gas, PT. South Pacific Viscose juga memodernisasi
sistem pengolahan limbah cair dengan pengolahan mikrobiologi. 
Untuk mendukung keberlangsungan bisnis, kepedulian lingkungan serta
kesehatan dan keselamatan kerja maka PT. South Pacific Viscose
berkomitmen dengan adanya ISO 9001 (Manajemen mutu), ISO 14001
(Manajemen lingkungan) dan OHSAS 18001 (Manajemen K3). Pada tahun
2006 PT. South Pacific Viscose mendirikan CAP (CS 2 Absorption Plant) dan
menambah kapasitas pengolahan limbah cairnya. Pada bulan November 2012
PT. South Pacific Viscose menambah kapasitas pengolahan limbah cair.
Kemudian pada awal 2013 PT. South Pacific Viscose mulai mendirikan WSA
Plant 2 yang mulai beroperasi pada bulan April 2014.
2.2 Visi dan misi
2.2.1 Visi
Memelihara kualitas yang terdepan disegala pasaran.
2.2.2 Misi
Meningkatkan dan menyediakan serat rayon dengan standar tinggi dan
memberikan yang terbaik kepada konsumen.
2.3 Struktur organisasi
PT. South Pacific Viscose merupakan suatu perusahaan yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT), yaitu perusahaan yang modalnya berasal dari
penjualan saham ke masyarakat. Struktur organisasi yang digunakan oleh PT.
South Pacific Viscose adalah bentuk organisasi garis (line organization)
dimana setiap bagian akan bertanggung jawab kepada atasannya.

5
Sistem ini memungkinkan suatu kebijakan dapat langsung diinstruksikan
dengan baik karena tugas masing-masing bagian sudah diketahui dengan jelas
sehingga apabila terjadi suatu masalah akan dapat langsung diatasi oleh
bagiannya masing-masing. Perusahaan ini mempunyai dewan komisaris yang
bertugas menetapkan garis kerja dan wewenang yang harus dilakukan oleh
dewan direksi.
Unsur pimpinan (Boards of Directors) PT. South Pacific Viscose meliputi:
a. Presiden Direktur 
b. Direktur keuangan
c. Direktur teknik
d. Direktur penjualan dan pemasaran
2.4 Bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan serat rayon terbagi
menjadi dua jenis, yaitu :
a. Bahan Baku Utama
b. Bahan Penunjang
Bahan baku utama adalah bahan baku yang merupakan bagian dari produk
yang dihasilkan. Bahan baku utama yang digunakan untuk proses serat rayon
adalah pulp dan NaOH. Bahan pembantu adalah bahan baku yang ikut
berperan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung terlihat pada
produk. Bahan pembantu yang digunakan untuk proses serat rayon
diantaranya natrium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), dan karbon
disulfida (CS2). Bahan- bahan yang dibutuhkan selama proses produksi
berbeda jenisnya untuk tiap departemen tetapi produk yang dihasilkan dari
satu departemen sangat menunjang keberhasilan proses di departemen lainnya.
2.4.1 Bahan baku utama
a. Pulp
Pulp adalah bahan baku pembuatan serat viscose di PT. South
Pacific Viscose. Pulp adalah produk utama kayu, terutama
digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi juga diproses menjadi
berbagai turunan selulosa, seperti sutera, rayon, dan selofan.
6
(Eero Sjöström, 1995, dalam Muhammad Firdaus, 2016). Pulp yang
digunakan untuk membuat serat viscose di PT. South Pacific Viscose
saat ini diimport dari negara Afrika Selatan (CNC, NGODWANA dan
SAPPI), Swedia (BAHIYA) dan Republik Ceko (BIOCEL).
Berbagai jenis pulp tersebut sudah diakui oleh Lenzing yang
merupakan grup induk PT South Pacific Viscose. Adapun
kebutuhan total pulp adalah sebesar 332.614 ton/tahun. Adapun
komposisi dari pulp yang digunakan yaitu,
1. Selulosa
Selulosa merupakan polimer paling umum di sekitar kita.
Selulosa dapat ditemukan di dinding sel tanaman hijau, algae
dan dapat pula diproduksi oleh berbagai jenis bakteri. Selulosa
adalah polimer alam berupa zat karbohidrat (polisakarida) yang
tidak larut dalam air, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
(Peter Strunk, 2012).
Selulosa memiliki rumus molekul (C6H10O5)n dengan n
adalah derajat polimerisasi (DP). Panjang suatu rangkaian
selulosa tergantung pada derajat polimerisasi. Semakin panjang
suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut
mempunyai serat yang lebih kuat, tahan terhadap bahan kimia,
cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi :
a. alfa selulosa : tidak larut dalam NaOH 17,5% pada suhu
20°C dan mempunyai derajat polimerisasi lebih dari 200,
b. beta selulosa : larut dalam NaOH 17,5% pada suhu
20°C dan memiliki derajat polimerisasi 10-200, dimana
dengan penambahan asam akan mengendap,
c. gamma selulosa : larut dalam NaOH 17,5%, pada suhu
20°C derajat polimerisasinya kurang dari 10, dan dengan
penambahan asam tidak akan kembali mengendap. (Fengel
and Wegener, 1995).
2. Hemiselulosa
7
Hemiselulosa (poliosa) berbeda dari selulosa karena
komposisi berbagai unit gula, karena rantai molekul yang lebih
pendek dan karena percabangan rantai molekul. Unit gula
(gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa dapat dibagi
menjadi kelompok seperti pentosa,heksosa, asam heksanoat dan
deoksi-heksosa. Hemiselulosa tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam larutan alkali encer dan lebih mudah dihidrolisis oleh
asam daripada selulosa.
Sifat hemiselulosa yang hidrofilik banyak
mempengaruhi sifat fisik pulp. Hemiselulosa berfungsi
sebagai perekat dan dapat mempercepat terjadinya vibrasi
(pembentukan serat). Sifat inilah yang memperkuat
kekuatan fisik lembaran pulp dan menurunkan waktu serta daya
operasi penggilingan (Fengel and Wegener, 1995)
Persyaratan pulp untuk memperoleh kualitas serat viscose
yang baik yaitu harus memiliki kandungan alfa selulosa dengan
kadar yang tinggi (≥90%), sedangkan kandungan komposisi
selulosa yang lainnya (beta selulosa dan gamma selulosa) dan
hemiselulosa berkadar lebih rendah (≤10%). (Quality Control
Department PT. South Pacific Viscose, 2017).
Kebutuhan pulp yang digunakan dalam pembuatan serat
viscose terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Serat panjang (long fiber), panjang 0,42-4,92 cm.
b. Serat pendek (short fiber), panjang 0,39-1,91 cm.
b. Natrium hidroksida
Fungsi NaOH dalam proses ini adalah untuk melarutkan
hemiselulosa yang tidak dikehendaki serta untuk mengubah selulosa
menjadi alkali selulosa dalam proses alkalizing serta berperan dalam
pembentukan alkali selulosa menjadi selulosa xanthat atau larutan
viscose.
c. Karbon disulfida
8
Larutan CS2 adalah larutan perantara (intermediate solution) untuk
mengubah alkali selulosa menjadi xanthat di xanthator (sulphurizing
process) pada departemen viscose. CS2 ini dapat di-recovery kembali
melalui kondensasi dari departemen spinning pada CS2 di CS2
Adsorption Plant (CAP). PT. South Pacific Viscose memproduksi CS 2
pada bagian Auxiliary, yaitu Departemen Natural Gas Based CS 2
(NGBC). Kebutuhan total CS2 sebesar 128 ton/hari. Apabila jumlah
CS2 yang dihasilkan tidak memenuhi, maka akan mengimpor CS 2 dari
China atau Kanada dengan menggunakan mobil tangki berjacket air
pendingin.
d. Asam sulfat (H2SO4)
Dalam proses ini, asam sulfat digunakan untuk pembentukan
larutan spinbath pada departemen spinbath. Berfungsi untuk
meregenerasi selulosa xanthat menjadi selulosa. Keperluan total asam
sulfat yang digunakan adalah sebesar 243.595 ton/tahun. Asam sulfat
diproduksi oleh Departemen Topsøe atau Waste Sulfuric Acid (WSA).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asam sulfat adalah
sulfur cair dan limbah gas buangan (rich gas dan lean gas) dari
Departemen Spinning dan Departemen Spinbath, seperti H2S dan CS2.
e. Seng sulfat
ZnSO4 yang ditambahkan pada mixing tank di departemen
spinbath berfungsi untuk menambah kekuatan tarik serat yang
dihasilkan dengan cara memperlambat proses regenerasi sehingga
didapat serat viscose dengan kekuatan tinggi. Seng sulfat dibuat sendiri
oleh PT.South Pacific Viscose dengan cara mereaksikan antara Zn
dengan asam sulfat di departemen spinbath. Kebutuhan Zn yang
diperlukan adalah sebesar 1.037 ton/tahun.
2.4.2 Bahan penunjang
a. Air lunak (soft water)

9
Soft water adalah air yang telah mengalami pengolahan sedemikian
rupa agar tidak bersifat sadah atau tidak mengandung ion-ion Ca dan
Mg. Soft water digunakan untuk berbagai macam proses, diantaranya :
• Proses alkalisasi di Departemen Viscose.
• Proses pembuatan larutan spinbath di Departemen Spinbath.
Kebutuhan air di PT South Pacific Viscose adalah sebesar 3300
m3/jam. Soft water diolah pada departemen Water Treatment
b. Mangan sulfat (MnSO4)
Mangan sulfat berfungsi sebagai katalis pada proses alkalisasi di
departemen viscose.
c. Berol 338
Penggunaan berol 338 ini bertujuan sebagai pelumas agar tidak
terjadi caking pada Preshredder, Fine Shredder dan Aging drum serta
untuk memekarkan fiber pada saat di departemen spinning dan
mengurangi terjadinya korosi. Kebutuhan berol 338 per satu ton berat
staple fiber (fiber) sebesar 5,7 kg dan diberikan dengan dosis 55
tetes/menit di preshreder.
d. Natrium hipoklorit
Senyawa Natrium Hipoklorit berfungsi untuk pemutih pada proses
After treatment di Departemen Spinning dan didatangkan dari PT.
Indochlor dengan kebutuhan sebesar 40kg/ton fiber.
e. Softening agent
Digunakan sebagai pelembut serat dengan cara mengontrol kadar
minyak (oil pick-up) dalam serat dengan jenis yang digunakan adalah
GA dan MGR yang di datangkan dari langsung dari Jepang. GA
berfungsi untuk menghilangkan sifat elektrostatis di dalam serat,
sedangkan MGR berfungs untuk melembutkan atau menghaluskan
serat. Kebutuhan softening agent sebesar 40 kg/ton fiber
f. Asam asetat

10
Senyawa asam asetat ini digunakan untuk menurunkan pH pada
larutan softener yang memiliki pH tinggi, dari pH 12 menjadi 10.
Kebutuhan bahan sebesar 3 kg/ton fiber
g. Titanium dioksida
Titanium oksida dengan nama dagang kronos digunakan sebagai
bahan pengisi. Sehingga warna tidak terlalu terang dengan kebutuhan
sebesar 8 kg/ton fiber.
h. Afilan
Alfilan digunakan untuk membantu elastisitas serat yang
kebutuhannya tergantung dari jenis serat yang dibuat atau dipesan oleh
pelanggan.
2.5 Deskripsi proses
PT. South Pacific Viscose memiliki produk utama berupa viscose rayon
staple fiber atau serat viscose. Terdiri dari dua jenis yang dapat digunakan
pada woven fiber dan non-woven fiber. Sedangkan produk samping berupa
natrum sulfat anhidrat. Pada kegiatan produksi serat rayon di PT South Pacific
Viscose secara umum memiliki tiga Departemen, yaitu Departemen Viscose,
Departemen Spinning, dan Departemen Spinbath. Selain tiga departemen
produksi, PT. South Pacific viscose juga memiliki departemen NGBC yang
berperan menyediakan kebutuhan CS2 dalam pabrik.
2.5.1 Departemen viscose
Departemen Viscose merupakan tempat terjadinya pengolahan
bahan baku, yaitu pulp menjadi larutan viscose yang selanjutnya
dikirim ke departemen Spinning untuk diproses lebih lanjut. Dalam
proses pembuatan larutan viscose, terdapat dua proses utama, yaitu
proses alkalizing dan proses sulfurizing.

Tahap alkalizing terbagi menjadi tiga proses mulai dari pembuatan


alkali selulosa, pengepresan dan pancambikan, dan pemeraman alkali
selulosa. Proses pertama diawali dengan pembuatan alkali selulosa
dimana berasal dari reaksi antara pulp dengan larutan NaOH. Tujuan

11
proses ini yaitu melarutkan hemiselulosa, seta menghilangkan kotoran.
Proses ini akan menghasilkan slury alkali selulosa. Selanjutnya slurry
alkali selulosa dipompa menuju Slurry Press (SP) yang terdiri dari
sepasang roll penekanan dengan jarak celah antara roll sebesar 5 mm.
Tujuannya dari proses ini adalah untuk mengurangi kelebihan alkali,
sehingga dihasilkan cake alkali selulosa dan filtrat yang disebut press
lye. Press lye kemudian dimasukkan ke dalam press lye tank dan akan
dilakukan treatment kembali untuk menjadi Steeping Lye. Cake alkali
selulosa kemudian diumpankan ke dalam Pre Shredder (PSHR) untuk
mencabik alkali selulosa menjadi gumpalan. Alkali selulosa dari
shredder selnjutnya diumpankan ke dalam Aging drum (AD) melalui
screw conveyor. Tujuan dari proses pemeraman ini adalah untuk
menurunkan derajat polimerisasi (DP) rantai molekul alkali selulosa
sehingga didapatkan derajat polimerisasi yang diinginkan, yaitu dari
1000–1200 menjadi sebesar 300–500.

Tahap selanjutnya yaitu sulfuruzing, pada tahapan ini terbagi


menjadi 6 tahapan mulai dari pembuatan selulosa xanthat, pelarutan
selulosa xanthat, pematangan, filtrasi 1, deaerasi, dan filtrasi 2. Proses
pertama diawali dengan mereaksikan alkali selulosa dengan CS 2
sehingga terbentuk selulosa xanthat di dalam xanthator. Selulosa
xanthat dari xanthator akan mengalamki proses pelarutan lebih lanjut
di dalam tangki dissolver (DST). Pada tahapan ini akan terbentuk
larutan viscose. Larutan viscose selanjutnya dimatangkan dan
bebaskan dari pengotor (kontaminan) serta gelembung udara yang
terkandung didalamnya. Proses ini berlangsung didalam repining tank.
Larutan viscose dari ripening tank akan di pompa masuk kedalam Kirk
Kalt Filter (KKF-01) untuk menghilangkan kontaminan yang dapat
menyebabkan penyumbatan di lubang spinneret pada mesin spinning.
Larutan viscose selanjutnya akan masuk ke Flash Deaerator (FD)
untuk menghilangkan gelembung – gelembung udara yang masih

12
terkandung di dalamnya. Setelah dari FD larutan viscose akan masuk
kedalam secondary filter untuk menyempurnakan proses filtrasi.

2.5.2 Departemen spinbath


Departemen spinbath merupakan departemen yang terdiri dari dua
unit, yaitu unit sirkulasi dan unit produksi. Departemen ini memiliki
tugas untuk menyiapkan larutan spinbath untuk proses di departemen
spinning dan merecovery Na2SO4 sebagai produk samping NaOH.
Unit pertama merupakan unit sirkulasi, unit sirkulasi bertugas
untuk meregenerasi larutan spinbath untuk disuplai kembali ke dalam
proses spinning. Pada unit sirkulasi, xanthat dan H 2SO4 yang berasal
dari departemen spinning akan diregenerasi sehingga terbentuk produk
samping yaitu Na2SO4. Larutan spinbath sisa dari proses spinning
masih mengandung banyak kandungan Na2SO4 dan sedikit
mengandung H2SO4 dan ZnSO4. Larutan spinbath sisa dari proses
spinning akan dialirkan menuju departemen spinbath untuk di sirkulasi
supaya bisa digunakan kembali untuk proses spinning. Untuk unit yang
selanjutnya yaitu unit produksi. Unit produksi merupakan unit yang
memproses larutan spinbath sampai memperoleh kristal natrium sulfat
anhidrat 99,6% sebagai produk samping.

2.5.3 Departemen spinning


Departemen spinning merupakan departemen yang memproduksi
serat viscose. Proses spinning bisa diartikan sebagai proses
pembentukan tow dari larutan viscose, atau bisa diartikan sebagai
pembentukan kembali selulosa melalui dekomposisi viscose
menggunakan cairan spinbath.reaksi larutan spinbath yang
mengandung asam sulfat dengan larutan viscose yang mengandung
NaOH akan terbentuk garam glauber. Pada proses spinning juga akan
melepaskan CS2 yang terikat pada larutan xanthat, sedangkan selulosa
nya akan tertinggal sehingga tersisa dalam bentuk tow. Pembentukan

13
serat yang terjadi karena dekomposisi viscose tidak terjadi secara
spontan. Pada awalnya, tow akan terbentuk pada bagian kulitnya
berbentuk lapisan tipis. Pembentukan dibagian kulit in akan
menghindari terbentuknya banyak gelembung gas disekitarnya.

2.5.4 Departemen NGBC


Dapertemen Natural Gas Based CS2 (NGBC) merupakan
dapertemen yang memproduksi CS2 yang dimana dibawahi oleh
Dapertemen Waste Gas Recovery (WGR). Letak dapertemen ini
terpisah dengan dapertemen lainnya, dikarenakan proses produksi CS 2
yang tergolong sulit dan berbahaya. Bahan utama dalam pembuatan
CS2 adalah sulfur cair dengan kemurnian 70% dan gas metana dengan
kemurnian 97-98%. Sulfur cair yang digunakan diperoleh dari
Dapertemen Molten Sulfur Preparation Station (MSPS). Sedangkan
untuk gas metanan diperoleh pada unit Natural Gas Purification (NGP)
untuk memperoleh gas metana dengan kemurnian yang tinggi. Dalam
Dapertemen NGBC memiliki unit empat unit yaitu unit Natural Gas
Purification (NGP), unit Reaksi, Refining Unit, dan Sulphur Recivery
Unit (SRU).
2.5.4.1 NGP
Natural Gas Purfication Unit adalah unit untuk memurnikan
natural gas yang berasal dari Perusahaan Gas Negara (PGN).
Natural gas yang diperoleh memiliki kandungan berupa CH4, N2,
CO2, dan hidrokarbon lainya. Gas yang diinginkan adalah Metana,
sehingga natural gas harus dipisahkan terlebih dahulu dengan
pengotornya. Proses pada unit ini terbagi menjadi tiga unit yaitu
Feed Gas Compressing, Pressure Swing Adsorption (PSA), dan
Desorption Gas Compressing.
Unit pertama Feed Gas Compressing bertujuan untuk
menaikkan tekanan natural gas. Menaikkan tekanan dengan cara
mengkompresi Feed gas. Dimana mula-mula ditampung dalam NG
14
Buffer Tank (V-101), selanjutnya masuk ke kompresor (C-101AB)
untuk dinaikkan tekanannya. Akibat dari kenaikkan tekanan, akan
terjadi peningkatan temperatur, sehingga perlu melakukan
pendinginan dengan menggunakan Cooler (E-101), dan selanjutnya
akan dialirkan menuju ke dalam Buffer Tank (X-V101).
Unit kedua adalah unit PSA (Pressure Swing Adsorption ) yang
merupakan unit pemisahan gas metana dengan impuritisrnya.
Natural Gas dari Buffer Tank akan di alirkan menuju Adsorber.
Adsorber yang digunakan berisi aluminat, silica gel, karbon aktif,
dan molecular sieve. Di dalam adsorber impuritis akan terserap ke
dalam adsorber dan gas yang tidak mudah terserap yaitu gas
metana akan mengalir dari sisi atas tangki penyimpanan sebelum
masuk ke reaction Unit. Gas metana yang lolos (Feed NG)
selanjutnya akan dialirkan ke Product NG Buffer Tank (X-V103).
Dimana kemurnian Feed NG yang di hasilkan sekitar 97-98%.
Unit ketiga adalah pelepasan gas-gas impuritis yang terserap di
adsorben. Adsorben yang telah jenuh akan dilakukan desorpsi
dengan cara memvakumkan kolom adsrpsi menggunakan Vacuum
Pump. Setelah itu dikompresi kembali pada proses Desorption Gas
Compressing karenan tekanan gas tersebut akan menurun saat
proses PSA. Gas-gas impuritis atau disebut juga dengan fuel gas
akan di gunakan sebagai bahan bakar pada alat furnace di Reaction
Unit akan di tampung pada Stripping Gas Buffer tank (X-V104).
2.5.4.2 MSPS
Unit ini berperan dalam menghasilkan molten sulphur dari raw
material sulphur berfasa padat. Mula-mula raw material sulphur
akan diumpankan ke Melting Tank melalui Belt Conveyer. Melting
Tank tertutup dilengkapi dengan agitator dan exhaust yang
berfungsi untuk menyedot debu dan gas-gas yang terbentuk selama
proses pelelehan. Debu dan gas yang dihasilkan akan dilewatkan
terlebih dahulu ke Dust Catcher sebelum di lepaskan ke udara
15
terbuka. Molten suphur yang telah terbentuk akan dialirkan ke
Filter Press.
2.5.4.3 Reaction unit
Reaction Unit merupakan unit tempat terjadinya reaksi antara
Feed Natural Gas (Metana) dengan molten sulphur didalam
Furnace. Sebelum dikontakkan, Feed Natural Gas dipanaskan
terlebih. Pemanas yang digunakan merupakan panas sisa dari
Furnace. Selanjutnya, Feed natural Gas dimasukkan ke dalam
Mixer akan dikontakkan dengan sulfur fasa cair. Lalu campuran
tersebut dipanaskan dengan menggunakan furnace dimana
campuran tersebut akan di fluidisasi dan sulfur cair akan menguap.
Proses ini terjadi pada rentang suhu 600-700 °C dengan tekanan 7-
8 bar. Reaksi yang terjadi adalah :
CH4 + S2  CS2 + H2S
Sulphur yang digunakan harus berlebih agar pembentukan CH 4
dapat bereaksi sempurna. Gas keluaran furnace merupakan
campuran dari uap sulfur, metana, CS2, dan H2S akan memasuki
reaktor adiabatic. Keluaran dari reaktor adiabatic adalah sejumlah
banyak sulfur, sedikit gas metana, CS2, dan H2S yang akan
memasuki Refening Unit untuk memurnikan gas CS2.
2.5.4.4 Refining unit

16
Refining unit merupakan unit yang berperan untuk
memurnikan produk dengan cara memisahkan antara CS2 dari
kandungan Sulfur dan H2S. Tujuan lain dari proses pemisahan ini
adalah untuk mendaur ulang sulfur berlebih. Gas dari reaktor
masuk ke dalam Sulphur Condenser untuk mengkondensasi sulfur,
dengan media pendingin demin water.

Setelah melewati condenser, gas CS2 dan H2S serta sulfur yang
sudah dalam bentuk cair akan masuk ke Crude Column (T-301).
Sulfur cair akan mengalir ke bagian bawah column dan akan
dialirkan menuju Flash Tank (V-304). Gas CS2 dan H2S akan
bergerak keatas column melalui packing set, dimana aliran CS2 dan
H2S akan bersinggungan dengan CS2 reflux yang bergerak
kebawah. CS2 akan bergerak keatas, sedangkan kandungan sulfur
yang terbawa CS2 ke atas maupun dari CS2 reflux akan terbawa ke
bawah.

CS2 dan H2S yang sudah terbebas dari sulfur akan bergerak
keatas lagi melalui packing set lagi dan akan bersinggungan
kembali dengan CS2 reflux yang satu lagi. CS2 gas akan ikut
terbawa bersama aliran reflux kemudiann masuk ke CS2 Coole (E-

17
302) sedangkan kandungan H2S yang ada dalam CS2 reflux akan
ikut terbawa aliran gas H2S menuju top/puncak column yang.
Selanjutnya akan masuk kedalam HE (E-303) untuk didinginkan
dan diembunkan kandungan CS2 nya. Pada pendinginan tahap
pertama akan mendinginkan sekaligus mengembunkan CS2 yang
terikut dengan menggunakan media pendingin gas H2S yang keluar
dari pendingin tahap keempat (E-306). Hasil CS2 yang berhasil
diembunkan akan masuk ke CS2 Buffer Tank, sedangkan CS2 yang
belum terembunkan akan masuk ke pendinginan tahap 2 (E-304)
dengan menggunakan media pendingin Cooling Water. Hasil CS2
yang berhasil diembunkan akan masuk ke CS2 Buffer Tank,
sedangkan CS2 yang belum terembunkan akan masuk ke
pendinginan tahap 3 (E-305) dengan menggunakan media Chill
Water. Hasil CS2 yang berhasil diembunkan akan masuk ke CS2
Buffer Tank, sedangkan CS2 yang belum terembunkan akan masuk
ke pendinginan tahap 4 (E-305) dengan menggunakan media
pendingin Brine. Gas yang tidak berhasil terembunkan akan
digunakan sebagai media pendinginan pertama.

CS2 dan H2S yang sudah terbebas dari sulfur akan bergerak
keatas lagi melalui packing set lagi dan akan bersinggungan
kembali dengan CS2 reflux yang satu lagi. CS2 gas akan ikut
terbawa bersama aliran reflux kemudiann masuk ke CS2 Coole (E-
302) sedangkan kandungan H2S yang ada dalam CS2 reflux akan
ikut terbawa aliran gas H2S menuju top/puncak column.

Keluaran column selanjutnya akan masuk kedalam HE (E-303)


untuk didinginkan dan diembunkan kandungan CS2 nya. Pada
pendinginan tahap pertama akan mendinginkan sekaligus
mengembunkan CS2 yang terikut dengan menggunakan media
pendingin gas H2S yang keluar dari pendingin tahap keempat (E-
306). Hasil CS2 yang berhasil diembunkan akan masuk ke CS2

18
Buffer Tank, sedangkan CS2 yang belum terembunkan akan masuk
ke pendinginan tahap 2 (E-304) dengan menggunakan media
pendingin Cooling Water. Hasil CS2 yang berhasil diembunkan
akan masuk ke CS2 Buffer Tank, sedangkan CS2 yang belum
terembunkan akan masuk ke pendinginan tahap 3 (E-305) dengan
menggunakan media Chill Water. Hasil CS 2 yang berhasil
diembunkan akan masuk ke CS2 Buffer Tank, sedangkan CS2 yang
belum terembunkan akan masuk ke pendinginan tahap 4 (E-305)
dengan menggunakan media pendingin Brine. Gas yang tidak
berhasil terembunkan akan digunakan sebagai media pendinginan
pertama.

Fine Column merupakan sebuah menara yang sebagian berisi


material packing untuk memperluas area contact. CS2 product dari
Crude Column, gas dari Flash Tank dan disqualification CS2 masuk
ke Fine Column pada tiga titik yang berbeda. Sebagian besar
Sulfur dan sedikit CS2, akan turun ke bagian bottom column dan
direfluks kembali oleh sebuah Reboiler (E-307) dimana Sulfur
yang mengandung CS2 tersebut akan dipanaskan sehingga
diharapkan kandungan CS2 nya teruapkan naik ke atas column. Gas
CS2 yang dihasilkan masih membawa sedikit sulfur. Semua H 2S
dan CS2 yang menguap keatas melalui packing material set akan
bersinggungan CS2 reflux sehingga diharapkan terjadi proses
pemisahan CS2 dari Sulfur. Dari bottom Reboiler, Sulfur dengan
sedikit kandungan CS2 dialirkan ke Flash Tank (E-305) dimana
disana CS2 nya akan berbentuk gas karena adanya penurunan
tekanan, dan CS2 ini dikirim kembalí sebagai umpan Fine Column.

Cooler Fine Column ( E-308) Dari top Fine Column, CS 2


dengan sedikit kandungan H2S didinginkan dalam 1" Cooler Fine
Column sehingga CS2 terkondensasi (mengembun). Sebagai mcdia
pendingin di 1" Cooler ini adalah Cooling Water. CS2 yang

19
terembunkan selanjutnya dialirkan ke Buffer Tank CS 2 semi finish
no 1.

2nd Cooler Fine Column (E-309) CS 2 dan H2S yang belum


terembunkan didinginkan kembali dalam 2 Cooler Fine Column,
dengan media pendingin Chiller Water 5 °C, dimana diharapkan
semua CS2 dapat terkondensasi dan dialirkan ke Buffer Tank CS 2
semi finish. Sedangkan gas yang tidak terembunkan dinlirkan ke
H2S Buffer Tank. 16 Buffer Tank CS2 semi finish ( V-302 )
Berfungsi menampung CS2 product dari 1" cooler dan 2 Cooler
Fine Column juga CS2 product dari Refinery Unit ke-5, CS2 pada
V-302 ini selanjutnya akan dipompakan (oleh P302A/B) ke finish
product column dan sebagiannya sebagai reflux di Fine Column 17
Finish product column. (T-303 ) Merupakan pemumian CS 2, tahap
ke tiga (terakhir). CS2, product dari Fine Column dan CS 2, dari tail
gas treatment yang mana keduanya kita sebut sebagai semi finish
CS2 masuk ke Finish Column.

Gas H2S akan bergerak ke atas top column sedangkan CS2 akan
turun ke bottom column. Pada level tertentu dari bottom column
CS2 dialirkan ke CS2 cooler kemudian dipompa (P-304 A/B) ke
Tank Farm (V-401A/B) tetapi bila CS2 product masih off spec
(disqualifikasi) dipompakan ke Fine Column (T-302 ), sedangkan
dari bottom column CS2 dialirkan ke Reboiler finish product
column untuk diuapkan kembali CS2 nya dan masuk kembali ke
tinish column. Gas H2S yang masih membawa sedikit CS2 keluar
dari top column dialirkan ke 1 Cooler dan 2 Cooler Finish Product
Column. Hasil product akan didinginkan di CS2 cooler sampai
suhunya 10 C dengan menggunakan media pendingin Chill Water.

2.5.4.5 SRU

20
Sulphur Recovery Unit (SRU) bertujuan untuk memperoleh
sulphur cair dari gas H2S yang merupakan hasil samping dari
proses produksi CS2. Pada proses ini gas-gas keluaran dari
Refinery Unit (Acid Gas) dengan Proses Claus untuk merecovery
sulfur. Mula-mula Acid gas dimasukkan kedalam Acid Gas Knock
Drum, lalu dialirkan ke Furnace (F-501), dengan dialirkan udara
menggunakan Blower. Di dalam Furnace, terjadi reaksi :
H2S + O2  SO2 + H2O
Reaksi yang terjadi menggunakan katalis alumina, dan bersifat
eksotermis sehingga di perlukan pendinginan dalam Reaction
Furnace Steam Generator (E-501). Dalam Reaction Furnace Steam
Generator (E-501) akan dialirkan menuju First Sulphur Condenser
(E-502A) dan sulfur yang terkondensasi masuk ke Sulphur Pit (V-
506). Tail gas keluaran dati Furnace selanjutnya akan menuju ke
First Reaktor (R-501) dan Second Reactor (R-502) dan terjadi
reaksi :
SO2 + H2S  S2 + H2O
Dari First Reactor akan menuju ke Second Sulphur Condenser
(E-502B), Sulfur yang telah terkondensasi akan masuk ke Sulphur
Pit dan menghasilkan LP Steam. Setelah itu akan menuju ke Third
Sulphur Condenser (E-503), Sulfur yang terkondensasi masuk ke
Sulphur Pit dan sisa gas masuk ke Sulphur Coalescer (V-504).
21
Selanjutnya gas keluaran Sulphur Coalescer (Tail Gas) akan masuk
ke Incinerator (F-502) dengan bahan bakar Fuel Oil dari NG
Purification Unit. Dari Incinerator masuk ke Incinerator Steam
Generator (E-504). Kemudian sebagian akan masuk ke SO 2
Scrubber dan baru dilepas ke lingkungan melalui Stack dan
sebagian lagi masuk ke WSA 1 Plant.

2.6 Produk yang dihasilkan


2.6.1 Produk utama
Produk utama yang dihasilkan oleh PT. South Pacific Viscose
adalah serat viscose atau serat rayon (viscose rayon staple fiber). Serat
viscose adalah fiber selulosa alami yang dimanufaktur dari pulp kayu
yang telah diregenerasi sehingga struktur kimia dan fisiknya hampir
sama dengan serat kapas. Perbedaan antara serat viscose dengan serat
kapas terletak pada derajat polimerisasinya. Serat viscose memiliki
derajat polimerisasi lebih rendah dibandingkan dengan kapas. Hal ini
terjadi karena adanya degradasi rantai polimer selama pembuatan serat.
Serat viscose memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kapas dan dapat diatur dalam hal kecerahan (brightness),
panjang, serta diameter sehingga dapat dibuat bahan tekstil yang
menyerupai kapas, linen, wool, atau sutera.
Serat viscose digunakan pada proses pembuatan benang untuk
tekstil. Serat rayon sangat sesuai sebagai bahan campuran dengan
serat-serat lain seperti kapas, wool, dan seratserat sintetik polyester.
Campuran antara bahan dengan serat rayon menghasilkan kain yang
bertekstur lembut, mudah diberi warna, nyaman dipakai, dan memiliki
sifat higroskopis yang baik (Calvin Woodings, 2001). Serat viscose
yang diproduksi oleh PT. South Pacific Viscose memiliki 2 jenis yaitu
Woven Fiber (Serat Tenun) dan Non-woven Fiber (Non-Tenun).

22
Serat viscose yang dihasilkan PT. South Pacific Viscose
terdapat 3 jenis yaitu High Tenacity Fiber, Woven Fiber(Serat
Tenun) dan Non-Woven Fiber(Serat Non-Tenun). Spesifikasi serat
viscose PT. South Pacific Viscose
Tabel 2.1 Spesifikasi Serat Viscose PT. South Pacific Viscose
Jenis Fiber Denier Cut-length (mm) Luster
High Tenacity Fiber 1,2 – 1,5 32-51 Bright
Woven Fiber 1,5 38 Semi dull
Non-Woven Fiber 1,5 40 Dull
Sumber: Quality Control Departemen PT. South Pacific Viscose

2.6.2 Produk samping


Produk samping yang dihasilkan oleh PT. South Pacific Viscose
adalah Natrium Sulfat anhidrat (Na2SO4 anhidrat) yang dikemas dalam
bentuk kantong kemasan dengan berat 25 kg dan 50 kg dan
didistribusikan ke industri detergen, gelas, dan tekstil (sebagai
finishing). Kapasitas produksi dari Natrium Sulfat Anhidrat adalah
sekitar 188.000 ton/tahun dan dipasarkan di dalam serta luar negeri,
seperti Singapura dan Thailand. Pemasaran natrium sulfat anhidrat
dilakukan oleh PT. Aneka Kimia Raya.

23
2.7 Lokasi pabrik
PT. South Pacific Viscose berlokasi di kampung Ciroyom, Desa Cicadas
Kabupaten Purwakarta, PO BOX 11 Purwakarta Jawa Barat, sedangkan kantor
pusatnya berada di Sampoerna Strategic Square, South Tower Lt. 22, Jl.
Jendral Sudirman Kav 45-46 Jakarta Pusat 12930 Indonesia.

Gambar 2. 1 Penampang atas PT. South Pacific Viscose


Sumber: Google maps
Pemilihan lokasi pabrik ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Dari segi
geografis, daerah Purwakarta dekat dengan daerah tujuan pemasaran produk
yang dihasilkan. Serat yang dihasilkan akan dikirimkan ke pabrik pemintal di
sekitar bandung yang jaraknya kurang lebih 20 km. Selain itu, tersedianya
akses transportasi yang memadai juga memudahkan dalam proses pemasaran
produk.
Dari segi lokasi alam dan lingkungan, daerah Purwakarta merupakan
tempat yang strategis karena lokasinya dekat dengan sungai citarum sebagai
sumber pemasok air untuk kebutuhan pabrik, dekat dengan PLTA Jatiluhur
dan kondisi alamnya cukup stabil sehingga terhindar dari masalah seperti
bencana banjir dan gempa.
Dari segi sosial budaya, Purwakarta yang dulunya hanya sebagai kota
transit saja, namun dengan mulai berdirinya beberapa pabrik PT. South Pacific
Viscose juga memberikan kontribusi yang cukup besar yang menjadikan kota
Purwakarta sebagai kota industri yang berarti ikut mendorong pertumbuhan
ekonomi di daerah Purwakarta dengan menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak, terutama untuk jenis pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan
khusus.
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Karbon Disulfida (CS2)

Gambar 3.1 Karbon disulfida


Sumber:
Karbon disulfida (karbon bisulfida, dithiocarbonic anhydride), CS2, adalah
cairan padat beracun dengan volatilitas tinggi dan mudah terbakar. Ini adalah
bahan kimia industri yang penting dan sifat-sifatnya sudah mapan.
Konsentrasi rendah karbon disulfida secara alami dibuang ke atmosfer dari
tanah tertentu, dan karbon disulfida telah terdeteksi dalam minyak mustard,
gas vulkanik, dan minyak mentah.
Karbon disulfida pertama kali dibuat hampir dua ratus tahun yang lalu
dengan memanaskan belerang dengan arang. Pendekatan umum itu adalah
satu-satunya rute komersial menuju karbon disulfida sampai proses reaksi
belerang dan metana atau hidrokarbon lain muncul pada 1950-an. Produksi
komersial karbon disulfida yang signifikan dimulai sekitar tahun 1880,
terutama untuk aplikasi pertanian dan pelarut. Baik sifat fisik dan kimia
karbon disulfida digunakan dalam industri. Penggunaan komersial
berkembang pesat dari sekitar tahun 1929 hingga 1970, ketika aplikasi utama
termasuk pembuatan serat rayon viscose, plastik, karbon tetraklorida, alat
bantu flotasi, akselerator vulkanisasi karet, fungisida, dan pestisida.

25
Karbon disulfida murni merupakan cairan bening tidak berwarna dengan
bau eter yang lembut. Warna kuning samar perlahan berkembang setelah
terpapar sinar matahari. Karbon disulfida komersial tingkat rendah mungkin
menunjukkan beberapa warna dan mungkin memiliki bau busuk yang kuat
karena pengotor belerang. Karbon disulfida sedikit larut dengan air, tetapi
merupakan pelarut yang baik untuk banyak senyawa organik.
Karbon disulfida benar-benar larut dengan banyak hidrokarbon, alkohol,
dan hidrokarbon terklorinasi (9,13). Fosfor (14) dan belerang sangat larut
dalam karbon disulfida. Sulfur mencapai kelarutan maksimum 63% S pada
titik didih atmosfer 608C larutan (15). Data kelarutan untuk karbon disulfida
dalam belerang cair pada tekanan parsial CS2 101 kPa (1 atm) dan diagram
fase untuk sistem belerang-karbon disulfida telah dipublikasikan (16). Data
kesetimbangan uap-cair dan titik beku tersedia untuk beberapa campuran biner
yang mengandung karbon disulfida (9). Di bawah tekanan yang sangat tinggi
sekitar 5,5 GPa (5:4 104 atm) dan suhu hingga 1758C, bentuk padat karbon
disulfida telah diamati (17).
Pada PT South Pacific Viscose, karbon disulfida digunakan pada
pembuatan selulosa xanthat. Karbon disulfida akan bereaksi dengan alkali
selulosa dan akan membentuk selulosa xanthat. Karbon disulfida pada PT
South Pacific Viscose diproduksi di departemen NGBC dengan mereaksikan
antara sulfur denga gas alam.
3.2 Sulfur

Gambar 3.2 Sulfur


Sumber:
26
Sulfur merupakan unsur kedua dari Golongan 6 (VIA) dari Tabel Periodik,
berada di bawah oksigen dan di atas selenium. Dalam bentuk unsur masif,
belerang sering disebut sebagai belerang. Sulfur merupakan salah satu bahan
baku terpenting dalam industri kimia. Ini sangat penting bagi industri pupuk
(lihat PUPUK) dan konsumsinya secara umum dianggap sebagai salah satu
ukuran terbaik dari pembangunan industri dan kegiatan ekonomi suatu negara.
Sulfur sudah dikenal sejak jaman dahulu. Manusia purba menggunakan
belerang untuk mewarnai gambar gua, menggunakan asap belerang untuk
membunuh serangga dan mengasapi, dan mengetahui tentang tindakan
penghilangan warna atau pemutihan belerang. Kekuatan mistik dikaitkan
dengan api biru halus dan bau menyengat yang dikeluarkan dengan membakar
batu kuning. Penggunaan obat belerang dikenal orang Mesir dan Yunani.
Salah satu penggunaan kontemporer dikembangkan sedini 500 SM, ketika
orang Cina menggunakan belerang sebagai bahan mesiu. Meskipun sejarah
modern belerang mungkin telah dimulai dengan bukti Lavoisier pada akhir
abad kedelapan belas bahwa belerang adalah unsur, belerang komersial
pertama diproduksi di Italia pada awal abad kelima belas. Produksi belerang
menjadi industri utama Italia ketika, pada tahun 1735, pengembangan proses
pembuatan asam sulfat dari belerang dikomersialkan.

3.3 Natural gas


Gas alam adalah campuran gas hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang
terjadi secara alami yang ditemukan dalam formasi geologi berpori di bawah
permukaan bumi (lihat HIDROKARBON). Metana adalah konstituen utama
dan campurannya mungkin mengandung hidrokarbon yang lebih tinggi seperti
etana, propana, butana, dan pentana. Gas seperti karbon dioksida (qv),
nitrogen (qv), hidrogen sulfida, berbagai merkaptan, dan uap air bersama
dengan sejumlah kecil senyawa anorganik dan organik lainnya juga dapat
hadir. Gas alam ditemukan dalam berbagai formasi geologi termasuk
batupasir, serpih, dan batubara (lihat BATUBARA; OIL SHALE).
3.4 Hidrogen Sulfida
27
Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat
beracun, mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Nama
kimia asam sulfida ini adalah dihidrogen sulfida dan di kenal juga sebutan
sebagai gas rawa atau asam sulfida (ATSDR, 2000). Gas ini dapat
menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar terutama
asam sulfida dari udara. Gas H2S dengan cepat diserap oleh paru-paru.
Hidrogen sulfida lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari
pada paparan lewat oral. Hidrogen sulfida yang terserap melalui kulit sangat
kecil (ATSDR, 2000).
Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi mata, hidung atau
kerongkongan. Bahkan dapat terjadi kesulitan pernapasan pada penderita
asma. Konsentrasi lebih tinggi dari 500 ppm dapat mengakibatkan hilangnya
kesadaran dan mungkin kematian. Hal ini disebabkan hidrogen sulfida
menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel.
Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong
ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan
dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi,
sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernapasan (US EPA, 2003).

28
BAB IV
TUGAS KHUSUS
KINETIKA REAKSI PADA REAKTOR FUNACE
4.1 Tujuan
1. Menghitung CS2 produk keluaran reaktor furnace
2. Menghitung sulfur excess keluaran reaktor furnace
4.2 Metodologi
4.2.1 Pengumpulan data
Data diperoleh dari Reaction Unit. Data yang diperlukan adalah
temperature keluaran dari reaktor adiabatic serta data patent niali K.
4.2.2 Pengolahan data
Data diolah melalui perhitungan data kinetic dengan
mengasumsikan reaksi yang terjadi, lalu diperolehlah nilai K dengan
memasukkan temperature sehingga diketahuilah massa masing-masing
komponen dan sulphur excess.
4.2.3 Menghitung reaksi di reactor furnace
CH4 + 2 S2 CS2 + 2 H2S

Initial (CH4)o (S2)o -- --

Reaction x 2x x 2x

Excess (CH4)o - x (S2)o - 2x x 2x

If : (CH4)o = A ; (S2)o = B

[CS2] [H2S]2
K=
[CH4] [S2]2

[x] [2x]2
K=
[A - x] [B - 2x]2

K= 4x3

29
[A - x] [B2 - 4Bx + 4x2]

4x3
K=
AB2 - 4ABx + 4Ax2 - B2x + 4Bx2 - 4x3

ABK2 - 4ABKx + 4AKx2 - B2Kx + 4BKx2 - 4Kx3 = 4x3

4x3 - ABK2 + 4ABKx - 4AKx2 + B2Kx - 4BKx2 + 4Kx3 =0

4(1+K)x3 - 4(A + B)Kx2 + (4A + B)BKx - ABK2 =0

Misalkan :

a = 4 (1 + K) (i)

b = -4 (A + B) K (ii)

c = (4A + B) B K (iii)

d = - A B K2 (iv)

Mencari y dari nilai k

Temp (K) k
550 0,0214

600 0,214

650 0,424

700 1,04

30
Didapatkan grafik

Sehingga diperoleh persamaan:

y = 5E-07x3 - 0.0009x2 + 0.5581x - 112.09


Pengambilan sample data
Date : 24/02/2022 11:01
Temperature : 625,8852 °C (899,0352 °K)
 Memasukkan data ke pers y untuk menentukan K
K = 5E-07(625,8852)3 - 0.0009(625,8852)2 + 0.5581(625,8852) - 112.09
K = 0.2929
 Data bahan baku masuk ke reaktor, diambil pada 24/02/2022 11:01
(CH4)O = A= 974.6190 kg/h 60.8756 kmole/h
(S2)O = B= 8273.0761 kg/h 129.2668 kmole/h

31
 Memasukkan nilai K, A, dan B kedalam persamaan i, ii, iii, iv
a = 4 (1 + K)
a = 4 (1 + 0.2929)
a = 5.2929
dengan cara yang sama didapat nilai b, c, dan d
b = -222.7847
c = 14114.7646
d = -675.1858
 menggunakan roots of qubic equation diperoleh nilai CS2 produk maximum
sebesar
CS2 Product = x = 21.5150 kmole/h = 1638.1742 kg/h

H2S Product = 2x = 43.0300 kmole/h = 1466.5059 kg/h

Sulfur Excess =(S2)o - 2x = 86.2367 kmole/h = 5519.1551 kg/h


= 66.7%
4.3 Hasil dan pembahasan
Departemen NGBC merupakan departemen yang memproduksi CS 2
sebagai produk utama dan H2S sebagai hasil samping. CS2 ini akan digunakan
pada departemen viscose yang direaksikan dengan alkali selulosa untuk
membentuk selulosa xantat. Produksi CS2 pada departemen NGBC
menggunakan bahan baku sulfur dan natural gas. Proses produksi CS 2
melewati beberapa tahapan diantaranya, NGP, MSPS, Reaction Unit, Refining
Unit, dan SRU.
Pada kerja praktik yang telah dijalani, bertujuan untuk menghitung CS 2
produk hasil keluaran reaktor furnace dan menghitung sulfur excess pada
proses produksi CS2. CS2 produk yang dihasilkan sebesar 1638,17245 kg/jam.
Kemudian sulfur excess pada produksi CS2 sebesar 5519,155105 kg/jam

32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan hasil:
1. CS2 Produk sebesar 16831,1724kg/jam
2. Sulfur excess sebesar 5519,1551 kg/jam
5.2 Saran

33
DAFTAR PUSTAKA
Modul departemen NGBC

34

Anda mungkin juga menyukai