OLEH
SANTOSO BUDI
Pendidikan Formal :
❖ Sekolah Teknik Mesin
❖ Poly Teknik ITB Bandung
❖ Teknik Mesin UGM Jogjakata
❖ TOT BNSP Level III
❖ Copetensi Profesi Pemeliharaan PLTU, Kwalifikasi LEVEL 6, ELESKA
II KELOMPOK INTI
1 Pengetahuan dasar Bejana Tekan dan Tangki Timbun serta bagian-bagiannya 4
2 Fungsi Appendages / perlengkapan Bejana Tekan dan Tangki Timbun 4
3 Fluida pengisi Bejana Tekan dan Tangki Timbun 4
4 Korosi dan pencegahannya 4
5 Pengetahuan bahan 6
6 Penilaian perhitungan konstruksi Bejana Tekan dan Tangki Timbun 4
7 Non Destructive Test (NDT) 4
8 Pemeriksaan dan pengujian 16
T1 T2
- k.A ( T2 – T1 )
q x = -----------------------
1 Watt~Nm/s~J/s = 0,0143 Kal / mnt L
q = Arus panas yang melewati luasan kepingan dalam ( Watt )
x = Panjang kepingan dalam ( m )
A = Luasan laluan panas dalam ( m² )
T1 = Suhu Absolut sisi panasnya tinggi ( K )
T2 = Suhu Absolut sisi panasnya rendah ( K )
k = Koeficien perpindahan panas benda hantaran ( W./ m.K )
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
CONTOH RAMBATAN PANAS KUNDUKSI
CONTOH.
Suatu papan gabus tebal 10 cm yang digunakan sekat ruang pada suhu - 12°C
dan muka yang lain pada suhu 21°C. Jika rata-rata keterhantaran termal gabus
di (dalam) cakupan temperatur ini adalah 0.042 J m-1 s-1 ° C-1, Berapa yang
tingkat pemindahan kalor melalui sisi seluas 1 m2 pada dinding?
T1 = 21°C
T2 = -12°C
ΔT = ( T1 - T2 ) = ( 21 – (- 12 ) = 33°C
A = 1 m2
k = 0.042 J m-1 s-1 °C-1
Δx = 0.1 m
q = 0.042 x 1 x 33
0.1
= 13.9 J s-1
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
COEFICIENT PERPINDAHAN
PANAS KONDUKSI PADA METAL
( dalam Cal/ jam. cm.ºC )
SUHU 0 ºC 100 ºC 300 ºC 500 ºC
MATERIAL
BESI 99,2% - 41 38 30
DIETAHUI
Dinding bata yang membatasi ruang kerja dengan suhu t 1 = 20 ºC dengan udara
luar pabrik dengan suhu t 2 = 30 ºC
Panjang = 5 meter
Lebar = 3 meter
Tebal = 250 mm
λ = 0,6 k cal / m. jam. ºC
DITANYAKAN
Berapa panas yang hilang , mengalir keluar setiap hari
30ºC
20ºC
λ . F ( T1 – T2 )
Q = -----------------------
L
F = p x l =(5 x 3 ) m² = 15 m²
0,6 X 15 ( 30 – 20)
20 30 Q = --------------------------- = 360 k Cal / jam
0,250
Jadi yang hilang / mengalir setiap hari =
= 24 x 360 k Cal
= 8.640 k Cal / hari
T1 T2
1 TX 2
L1 L2
λ1.F1 ( T1 – TX )
Q1 = ---------------------------
L1 F (T1 - Tn+1 )
Q = ------------------------
λ2.F2 ( TX – T2 ) L1/ λ1 + L n/ λn
Q2 = --------------------------
L2
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
CONTOH PERHITUNGAN PANAS YANG HILANG LEWAT DINDING
PEMBATAS 2 LAPIS
DIETAHUI
Dinding bata dan kayu yang membatasi ruang kerja dengan suhu t 1 = 20 ºC
dengan udara luar pabrik dengan suhu t 2 = 30 ºC
Panjang = 5 meter
Lebar = 3 meter
Tebal diing 1 = 250 mm, dinding 2 = 300 mm
λ1= 0,6 k cal / m. jam. ºC , λ2 = 30 k cal / m. jam. ºC
DITANYAKAN
Berapa panas yang hilang tiap jam dan berapa suhu di dalam dinding 2
30 ºC
? ºC T1 = 20 ºC
Tx = T2 ºC
20 ºC T3 = 30 ºC
F = p x l = (5 x 3) m² = 15 m²
( 30 – 20 )
q = ----------------------------
0,25/ 0,6 + 0,30/ 30
20ºC 30ºC q = - 23, 43 k Cal / m². jam
T1 – T2
q = ----------------
T 2 = Tx L1/λ1
29,76 ºC
T2 = 20 – (– 23,43(0,4166))
= 29, 76 ºC
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA, santosobud@yahoo.com
HP 08129589918
KONDUKSI PADA PIPA
ARAH MEMANJANG
δ2 δ3
δ1 = tebal pipa ( m )
δ2 = tebal isolasi 1 ( m )
δ3 = tebal isolasi 2 ( m )
d1= diameter dalam pipa (m)
T1 d2= diameter luar pipa (m)
d3= diameter luar isolasi 1= d2+ ( 2 δ2 ) m
d4= diameter luar isolasi 2= d3+ ( 2 δ3 ) m
T1= temperatur dalam pipa ( ºC)
T4
T4= teperatur luar isolasi ( ºC)
n = jumlah lapisan
d1
2π (T1 - T (n+1)
d2 Q = ---------------------------------- k Cal / m.jam
d3 Σ 1/ λi. ln (( di +1)/di )
d4
DITANYAKAN
Berapa banyak panas yang hilang tiap satuan panjang dan hitung teperatur
Diatara lapisan
d1= 160 mm
δ2 δ1 δ3 d2= 170 mm
d3= d2+ ( 2 δ2 ) = 170 + (2x30) = 230 mm
d4= d3+ ( 2 δ3 ) = 230 + (2x50) = 330 mm
T1= 300 ºC
T4= 50 ºC
n = 3
T1 λ1 = 50 k cal / jam ºC
λ2= 0,15 k cal / jam ºC
λ3= 0, 08 k cal / jam ºC
T4 2π (T1 - T (n+1)
Q = ---------------------------------- k Cal / m.jam
Σ 1/ λi. ln (( di +1)/di )
d1
d2 2x 3,14 ( 300 – 50 )
Q = [ ---------------------------------------------------------------------- ]
d3 1/50 ln 0,17/0,16+1/0,15 ln 0,23/0,17+1/0,08 ln0,33/0,23
d4 Q = 240, 50 k cal / m. jam
2π ( 300 – T2 )
240, 50 = ----------------------------------
1/ 50. ln (0,17/0,16 )
T2 = 299, 95 ºC
MENCARI TEMPERATUR T3
T 3 = …. ?
n = 2
2π (T1 - T (2+1)
Q = ---------------------------------- = 240, 50 k Cal / m.jam
Σ 1/ λi. ln (( di +1)/di )
2π ( 300 – T3 )
240, 50 = ---------------------------------------------------------------
1/ 50. ln (0,17/0,16 ) + 1/0,15 ln ( 0,23/0,17)
T3 = 222, 83 ºC
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
CONVECTION
kf
hc = NU -------
L
Pr.f 0,25
Nu = 0,17 x Re.f 0,33x Pr.f 0,43x Gr.f 0,1 ( ---------)
Pr.w
Re.f =Reynold number untuk Fluida
Tipe Aliran Reynold Number
Pr.f =Prandtl number untuk Fluida
Pr.w =Prandtl number untuk Wall/dinding Laminar Re < 2000
Gr.f =Grashhof number untuk Fluida
Transisi 2000 < Re < 4000
Gr.w =Grashhof number untuk Wall
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
Turbulen Re > 4000
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
Reynold Number
Bilangan Reynold adalah bilangan tanpa satuan yang digunakan
untuk menggolongkan jenis aliran fluida adalah aliran laminar
atau turbulen. vD
Re =
(m/s) (m) (kg/m3) kg (m2/ m3. s) (kg /m.s)
Re = ------------------------ = ---------------------- = --------------
( kg /m.s) ( kg /m.s) ( kg /m.s)
Keterangan
Re= Bilangan Reynold ( tanpa satuan )
v = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
D = Diameter aliran (m)
ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)
µ = Viskositas absolut (N/m2.s) atau ( kg/m.s)
where
η = is viscosity,
ρ = is density, and
α = is thermal diffusivity.
where:
α = is the thermal diffusivity [m2/s]
t = is the characteristic time [s]
R = is the length through which conduction occurs [m]
where
Ra = Rayleigh number
Gr = Grashof number
Pr = Prandtl number
g = gravity constant (N/kg)
β = thermal expansion coefficient (1/K)
ΔT = temperature difference between surface and quiescent temperature (K)
L = characteristic length (mostly effective height, for a plate it is the actual height) (m).
ν = kinematic viscosity = η/ρ (= dynamic viscosity/density) (m2/s)
santoso budi, Fak Tek Mesin UNTIRTA,
santosobud@yahoo.com HP 08129589918
KEGUNAAN BILANGAN GRASHOF
BILANGAN GRASHOF YANG TIDAK BERDEMENSI , MENUNJUKAN GAYA
ANGKAT (BOUYANT) YANG TERJADI PADA ZAT CAIR, YANG DISEBABKAN
KARENA BEDA BERAT JENIS, HINGGA TERJADI PERPINDAHAN PANAS
KONVEKSI SECARA ALAMIAH ( FREE CONVECTION)
Dimana
Gambar 12
SAMBUNGAN PENGELASAN SUDUT
Sambungan Sudut
Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat
yangdapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan
membuat alur pada pelat tegak seperti pada gambar 13. Bila pengelasan
dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang, maka pelaksanaannya
dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat
pembantu
Gambar 13
SAMBUNGAN PENGELASAN TUMPANG
Sambungan Tumpang
Sambungan tumpang dibagi dalam tiga jenis seperti ditunjukkan
padagambar 14. Karena sambungan ini memiliki efisiensi yang
rendah, maka jarang sekali digunakan dalam pelaksanaan
penyambungan kontruksi utama.Sambungan tumpang biasanya
dilaksanakan dengan las sudut dan las sisi
Gambar 14
SAMBUNGAN PENGELASAN TUMPUL
Sambungan Tumpul (butt joint)
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien.
Sambungan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh
dan sambungan penetrasi sebagian seperti pada gambar 15.
Sambungan penetrasi penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan
tanpa pelat pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu. Bentuk
alur pada sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan,
efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan
bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini
sudah banyak distandarkan dalam standar AWS, BS, DIN, dan lain-lain.
Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju pada penurunan
masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah
yang tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini, maka dalam
pemilihan bentuk alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas.
Bentuk-bentuk yang telah distandarkan pada umumnya hanya meliputi
pelakasanaan pengelasan yang sering dilakukan (Wiryosumarto, 2000).
SAMBUNGAN PENGELASAN TUMPUL
Gambar 15
SAMBUNGAN PENGELASAN SISI
Sambungan Sisi
Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan
sambungan las ujung seperti pada gambar 16. Untuk jenis yang
pertama pada pelatnya harus dibuat alur. Sedangkan pada jenis kedua
pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Jenis yang
kedua ini biasanya hasilnya kurang memuaskan kecuali bila
pengelasannya dilakukan dalam posisi datar dengan aliran listrik yang
tinggi. Karena hal ini, maka jenis sambungan ini hanyadipakai untuk
pengelasan tambahan atau sementara pada pengelasan pelat-pelat
yang tebal (Wiryosumarto, 2000).
Gambar 16
SAMBUNGAN PENGELASAN DENGAN PELAT PENGUAT
Sambungan dengan pelat penguat
Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambungan dengan
pelat penguat tunggal dan dengan pelat penguat ganda seperti
yang ditunjukkan pada gambar 17. Dari gambar dapat dilihat
bahwa sambungan ini mirip dengan sambungan tumpang. Dengan
alasan yang sama pada sambungan tumpang, maka sambungan
ini juga jarang digunakan dalam penyambungan konstruksi utama
(Wiryosumarto, 2000).
Gambar 17