Tokoh :
1. Narator
2. Bapak Sandi
3. Anak 1 Vita (Perempuan) [ Kerja, Pengertian, sabar]
4. Anak 2 Raul (Laki-Laki) [Semester 7, Si Paling Party, Keras Kepala, Nyolot]
5. Supir Pribadi
6. Dokter
7. Sepupu 1 Malik (Laki-Laki)
8. Notaris
Di suatu pagi yang cerah bapak membaca koran dan duduk dengan santainya di teras depan
rumah.
*Monolog*
Bapak : “Urip ku iki wes ora suwe maneh, mengko iki urip e anak-anak ku piye. Opo maneh anak
lanang ku.”
Vita : “Ndak tau Pak, kayanya belum. Soal nya semalem Raul pulang nya larut.”
Tiba-tiba Raul datang dari dalam rumah dengan tergesa-gesa karena bangun kesiangan.
Raul : “Lo nanya? Ya mau ke kampus lah.” (dengan nada sinis sambil merapihkan rambut)
Vita : “Astagfirullah Raul, Kamu ga boleh begitu sama Bapak.” (berteriak sambal menggeleng melihat
tingkah Raul), “Yaudah Pak, Vita pamitan berangkat kerja dulu.” (bersaliman dengan Bapak, lalu pergi)
Ketika Bapak ingin berangkat kerja tiba-tiba dada bapak terasa sakit. Lalu bapak tersungkur
ke lantai. Di saat bersamaan supir yang ingin mengantar Bapak melihat itu langsung menelpon
dokter pribadi Bapak.
Dokter : “Coba tolong Mas Raul nya ditelpon Pak, terus Mba Vita tetap dihubungi.”
Satu jam kemudian secara tak sengaja Raul dan Vita datang bersamaan.
Vita : “Abis meeting lah, emang nya kamu kerjaannya party doang.”
Raul : “Iyadah si paling sibuk.” (Sambil mengangkat tas dengan tengil lalu nyelonong masuk)
Vita menggelengkan kepala melihat tingkah laku Raul, lalu mengikuti Raul masuk.
Bapak terbaring lemah diatas Kasur. Dokter berdiri lalu menghampiri Raul dan Vita.
Dokter: “Vita, Raul bisa minta waktunya sebentar? Ada yang mau saya sampaikan.”
Dokter: “Jadi gini, Bapak memiliki penyakit serangan Jantung. Kalian sudah tau?”
Vita: “ Belum Dok, Bapak bahkan tidak pernah cerita kalau Bapak sakit selama ini.”
Raul: “Iya Bapak gak pernah bilang. Dokter Bohong ya. Ga usah ngelawak dok, ga lucu.”
Tiba-tiba kepala Raul terhuyung ke depan karena dipukul dri belakang oleh Vita.
Raul; “Yauda si, Santai.” Raul memalingkan mata sambil mendumel sendiri.
Dokter: “Maaf saya lanjutkan dulu. Bapak itu sudah mengidap penyakit serangan jantung dari dua
tahun yang lalu. Sebenarnya saya tidak boleh memberitahukan ini ke kalian ini oleh bapak. Tapi
melihat kondisi bapak yang semakin parah saya terpaksa mengatakan hal ini. Kalau bisa bapak jangan
sampai banyak pikiran dan terlalu capek, karena kondisi jantung nya akhir-akhir ini sangat rentan.“
Dokter: “Ya sudah saya izin pamit balik ke rumah sakit dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi
saya.” (Dokter Meninggalkan kamar Bapak)
Vita: “Iya, selama ini bapak itu mikirin tingkah lo yang sering pulang malem, kuliahnya ga bener, ga
ada hasil yang didapetin dari yang kamu lakuin. Kedepannya kamu mau gimana Ul?”
Raul: “Terserah deh lu mau bilang gimana?” (dengan nada cukup tinggi)
Tanpa disadari oleh Vita dan Raul Bapak sudah bangun dan mendengar percakapan mereka
Vita: “Lagian lu tu jadi anak jangan suka bikin masalah deh.!”
Raul: “Selama ini gua diem, emang kapan Bapak merhatiin gua? Bukan nya lu ya anak EMAS nya
Bapak.” (dengan nada penekanan)
Tiba-Tiba Bapak Memegangi bagian dada karena sakit. (jantung nya Bapak kambuh).
Vita: “Bapak…Kenapa… Raul Cepet telpon dokter.” (Dengan nada panik sambal menghamipiri bapak)
Bapak: “Bapak sayang kalian berdua.” (berbicara dengan nafas yang terengah-engah).
Bapak Meninggal
Malik: “Turut berduka ya Ul, Warisan gimana? Lu dapet yang mana ni? Diliat-liat tanah yang itu cocok
bnget ga si buat bikin area drift.”
Karena respon Raul yang diam saja dri tadi Malik pun meninggalkan Raul.
Malik: “Yauda deh bro, gua cabut dulu deh. Baik-baik deh lu.”
*MONOLOG*
Raul kepikiran dengan kata kata malik (Diliat-liat tanah yang itu cocok banget ga si buat bikin area
drive.”)
Vita masuk keruang tamu lalu duduk berjauhan dengan Raul, Lalu Tiba-tiba Supir Masuk.
Supir: “Permisi Non Den mau memberitahu hari ini notaris Bapak akan datang. Mari, saya keluar dulu.”
(Keluar Rumah)
Hening sebentar.
Raul: “Buat Warisan ini terserah deh lu mau dapet apa aja, gua cuma mau tanah Bapak di Pakuwon.”
Raul: “Lu tu bisa ga si sekali aja ngalah sama gua? Selama ini kan bapak selalu nurutin apa mau lu.”
(dengan nada tinggi meluapkan emosi).
Vita: “itu ga guna Raul, ngehabisin duit tau ga. Kamu itu cuma mau mengahabiskan uang dengan alibi
nyalurin hobi aja kan?”
Vita: “Ya karena kamu ga pernah nunjukin hal postif ke Bapak atau pun mbak selama ini.”
Raul: “Gua tu bikin area drift ini bukan semata-mata buat nyalurin hobi gua aja. Gua bisa berbisnis
juga di sini.”
Vita: “Bisnis apa? Orang kuliah kamu selama 7 semester aja ga bener.”
Scene 3 Penyeselesaian masalah (Kedatangan Notaris untuk menjelaskan isi surat wasiat)
Akhir menggantung
Raul: “Yaudah deh terserah apa kata lu. Udah tunggu aja apa kata notarisnya Bapak nanti.”
Notaris: “Terimakasih. Saya selaku notaris dari Bapak Sandi ingin menyampaikan isi surat wasiat
terkait lahan dan pembagian harta Bapak Sandi. Disini Pak Sandi menyampaikan surat wasiat ini
dengan keadaan sadar dan tidak terpengaruh oleh pihak lain. Langsung saja saya bacakan, disini
tertulis bahwa tanah di Pakuwon diserahkan kepada