Anda di halaman 1dari 5

NASKAH DRAMA NATAL REMAJA/NAPOSO HKBP PAYAKUMBUH

“TENTANG DOSA”
BABAK I
Syalom, hai! Selamat hari natal! Selamat tahun baru! Oh, apa menurutmu aku terlalu cepat
mengatakannya? Maaf, sepertinya aku terlalu bersemangat, HAHA. Bagaimana euphoria
natalmu? Indahkah? Atau.. penuh harapan? Kebetulan sekali! Biarkan aku menceritakan
kisah dia, dia yang menemukan harapan di dalam Tuhan.

(Suara menggambarkan malam, Raynold masuk dengan muka lelah, sambil pembacaan pembukaan
cerita)

Di suatu malam yang cerah, terlihatlah seorang pria dengan raut lelah seakan sesuatu sedang
menimpa punggungnya. Pakaian yang dikenakannya bagus, tapi entah mengapa, terlihat kucel
dan tidak rapi, seakan, tidak diperhatikan? Omong omong, dia Raynold, pemeran utama cerita
ini.

Raynold: “Huh”

Raynold: “Heh”

Raynold: “Hah”

Apa yang dia lakukan?

(Mengeluarkan sesuatu dari sakunya, surat PHK)

Raynold: “Revolusi Industri 4.0, teknologi, digital AGHHH semua bedebah.”

Raynold: “Alasan mengganti kami supaya bisa mengambil generasi muda, padahal aku tau itu
tu Cuma akal akalan orang tu aja kan, biar bisa menggaji lebih sedikit anak anak
muda itu, Gak mikir kami yang punya tanggungan, dasar setan, mikirin perut
sendiri!!”

(Meremas remas kertas dan melempar serta menginjaknya)

Diki: “(Memasuki panggung, mengibas rambut dengan slay dan tidak sengaja menginjak
kertas tersebut) Penguasa penguasa berilah hambamu uang, beri hamba uang.”

Raynold: “(Melotot) Maksudmu nginjak kertas itu apa? Pandang enteng samaku?”

Diki: “Apanya lae ini? Agak laen kutengok. Inikan jalanan umum, wajarlah kepijak, itu aja
pun dipermasalahkan.”

Raynold: “Oh, jadi aku agak laen kau tengok? Mau betul betul kulaenkan kau?”

Diki: “Apasi, stress kali ya lae ini, nah kolak nah kolak. (berlalu pergi sambil menginjak
nginjak kertas tadi)”

(Dering telepon)

Arta: “Syalom, Halo bang.”


Raynold: “Syalom, Halo dek.”
Arta: “Bang, kapannya abang yang kerumah itu, udah ditanya tanya sama mamaku lo.”

Raynold: “Iya hasian, sabar kau dulu ya.”

Arta: “Udah lama aku sabar loh bang. Tiga tahun lalu alasanmu masi ngejar karir, dua
tahun lalu karena mau bahagiain mamakmu, setahun lalu karena mau nabung, lama
lama aku ragu kau mau sama akua tau nggak ya bang,”

Raynold: “Siapa yang bilang kaya gitu cinta? Nggak ada ya, didunia ini Cuma kau satu satunya
untukku.”

Arta: “Kali ini kenapa bang? Kerjaanmu ada masalah ya?”

Hey, bagaimana gadis itu bisa menebak dengan tepat?

Raynold: “Nggak, ngak ad aitu. Siapa bilang? Aman kok, terkendali.”

Arta: “Pokoknya seminggu lagi kutelpon, kalo abang belum punya jawaban pasti, aku bakal
terima aja jodoh pilihan mamakku, asal abang tau, dia udah Serda loh, mamak sukak
kali sama dia.”

(telepon ditutup)

Raynold: “Hah, ada aja cobaan hidup ini ya, kerjaan gak jelas, pacar awak minta minta gak
jelas, gak ada yang ngedukung aku. Kutelpon lah mamakku, kangen kali pun aku.”

Agnes: “Syalom, Halo mang.”

Raynold: “Syalom, Halo mak..”

Agnes: “Ap aitu mang, tumben anak sasadaku ini nelpon mamaknya, ada yang bikin kau
susah mang? Biasanya nelpon mamak kalo ada perlu ajanya.”

Raynold: “Iss, mamak ini kok gitu ngomongnya. Ditelpon marah gak ditelpon marah, ada ada
aja.”

Agnes: “Bukan gitu loh mang, sensi kali pun kau, makan timun biar gak darah tinggi terus.”

Raynod: “Iss udahlah mak, padahal aku nelpon karena kangen kali sama mamakku yang
cantik, tapi diginiin, aku kesall.”

Agnes: “Hahaha, bercandanya mamak bang. Gimana kerjamu nak? Lancar? Kegiatan koor
mu di gereja lancer? Ingat ya, kalo ada kesempatan pelayanan jangan kau sia siakan.”

Raynold: “Kok jadi ceramah mamak ini (bergumam) Aman mak kerjaan, gereja pun aman, kalo
koor kadang bolong bolong, scheduleku gak pas mak, orang itu malam koor, aku
lembur pula.”

Agnes: “Iss kok gitu loh mang, udah berapa kali mamak bilang, inang pendeta bilang, carilah
dahulu Kerajaan Allah, dan kebenarannya..”

Raynold: “Maka semuanya itu akan ditambahkan padamu. Yay a mak, tau mak tau. Ah udahlah
itu dulu mak, aku lagi sedih loh ini.”
Agnes: “Kenapa itu?”
Raynold: “Adalah, soal kerjaan, ah tapi itulah mamakpun gak perlu tau.”

Agnes: “Jangan lupa ya mang, berbahagialah orang yang berduka cita..”

Raynold: “Karena mereka akan dihibur blab la. Ah terus khotbah terus khotbah, udahlah mak.”

Agnes: “Bukan gitu loh mang, mamak ngomong ini semua kan untuk kebaikanmu.”

Raynold: “Udahlah mak, aku bukannya gak tau yang mamak bilang itu, kumatiin aja ya mak,
syalom.”

Agnes: “Iyalah kalo gitu ya mang, kalo ada rejekimu, kirimlah ke kampung ya, bapakmu kan
masi sakit sakitan, kalo bisa bantu mamak sikit bagus kali mang.”

Raynold: “Iyaudah nanti ya mak, Syalom.”

Agnes: “Ingat ya mang, apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu
seperti untuk Tuhan..”

Raynold: “dan bukan untuk manusia. Dah bosen dengernya mak cmon, syalom syalom bye
mamak.”

(Mamak meninggalkan panggung sambil geleng geleng)

Dasar anak tidak baik, bisa bisanya mematikan telpon ibunya seperti itu.

Raynold: “Ah, nggak mamak nggak pacar nggak ada yang bisa ngerti kalo aku tu Cuma mau
didengerin. Semua cewe sama aja.”

(berjalan disekitar panggung)

Raynold: “Kalo gitu, kita cari temen cowok aja, brayku, si Dika, dimana ya?”

(dika masuk panggung, pakaian bagus, bling bling)

Dika: “Ssup man.”

(tos cowo)

Raynold: “Bray, aku lagi pusing kali lo.”

Dika: “Ha kenapa bray?”

Raynold: “Inilo. Aku habis di PHK, mamak minta duit, pacar minta dinikahi, lama lama
kutenggelamkan dunia ini nanti ya.”

Dika: “Wes selo la, kenapa awalnya rupanya.”

Raynold: “Y aitu la bray, apasi kata orang tu, revolusi industru 4,0 lah, kami harus bisa kerja
pake computer lah, bayangkan sekarang, masuk ke parkiran aja harus pake emoney,
lebay kali sumpah. Kami yang lulus2 an SMA ini ditendang lah keluar, padahal dah 5
tahun aku disana lek, diganti sama anak anak baru. Tau kenapa? Aku digaji 4 juta
sebulan, anak anak baru itu Cuma dikasi 2 juta, jelas kali motifnya kan lek? Duit duit
aja otak orang tu.”
(dika ngeluarin hp sambil main mainin)

Raynold: “Terus kan bray, bapakku sakit jadi mamakku kerja sendirian, wajarla kan dia mintak
ke aku tapi timing mamak ini gak pas, gak ditanyanya dulu keuanganku kek mana.
Terus cewek ini lagi, si Arta, udah mintak mintak nikah, dikiranya kekmana nikah,
mo makan apa dia kubikin? Belum lagi.. lek kau dengarkannya aku.”

Dika: “Eh maaf maaf bray. Lanjut.”

Raynold: “Ah udahlah udah gak moodnya ku. Lagian kau ngapain aja si dari tadi asik hpmu
aja, orang gak didengarkan.”

Dika: “Kamu nanyea? Kamu bertanyea tanyea?”

Raynold: “(mandang malas) dasar korban tiktok, iya aku nanya.”

Dika: “Haha, maaf maaf lek, ini loh, aku ada bisnis sekarang.”

Raynold: “Bisnis apa?”

“Bentar bentar, masalahmu uang kan bray?”

“Iya bray.”

“Hah pas kali lah ini, bisnisku. Mau tau gak kau?”

“Apa rupanya?”

“Mau tau aja atau mau tau banget? Atau mau tau banget kali?”

“Bisa cepat gak kau bos?”

“Maaf lah bray, bercandanya aku. Jadi ini rahasia kesuksesanku kubagi sama kau ha.
Jadi bisnisku itu judulnya Lie. Disini modalmu Cuma apa? Hp dan no telepon, udah
gitu aja.”

“Ah udah gila kau kurasa, seriuslah.”

“Bah, serius ini, sini kuajari. Jadi kau cuma perlu nelponin nomor nomor di grup ini,
nah nanti kuundang ke grupnya. Terus kau tinggal bilang, ‘anak ibuk atau bapak
sekarang ada dirumah sakit, kami butuh izin operasi, kalo jarak kelen jauh,
sebelumnya kirim dulu tiga juta sebagai tanda setuju, langsung kami operasi’ udah itu
aja magic wordnya.”

“Ah itu gak kerjaan itu bray, udah gila kau ya? Nipu itu bos nipuu, sadar.”

“Lah gakmau kau duitnya? Unang.”

“Mau sih, tapi gak yang kek gitu juga lah, gak berkat kan jadinya.”

“Halah ngomong soal berkat kau sekarang bos, besok kalo dah terasa samamu duit ini
nampar, ha baru diem mulutmu. Dahlah, udah kukasi tau rahasia ku kau hina pulak,
pokonya dah kubantu kau ya, ini tanda kita besti. Nah ini 200 ribu, lumayan makan
malammu.”
(Dika keluar panggung)
Dalam kesusahan seperti itu, aku kira Raynold akan tergoda. Ternyata tidak, puji Tuhan.

Raynold: “(ngambil hp) Apa yang dibilang dika tu iya ya? Apa kucoba aja la? Ah jangan lah
amang tahe ada ada aja.”

“Eh apa coba aja ya? Sekali gapapanya itu kan?”

Atau ternyata ya dia tergoda, itu terjadi sering terjadi.

“Mana aku disinvite pula ke grup, ooh inange. Ah bajak aja la coba dulu, hari
minggunya besok, langsung pengakuan dosa kita.”

“ibu Welni, orangtua dari Gabriel, hm, boleh ini, kayaknya berduit juga jadi gak
terlalu kasian lah.”

(nelpon salah satu nomor)

“Halo, dengan ibu Riska?”

“Iya saya sendiri.”

“Begini buk, saya Raymond dari pihak sekolah. Ingin mengabarkan kalo anak ibu
yang Bernama Gabriel sedang berada dirumah sakit, anak ibu jatuh di kamar mandi
sekolah dan sekarang sedang dalam masa kritis.”

“HAHHH??”

“Benar

Prompt menampilkan chat Raynold dengan salah satu orang yang ditipu. Sejumlah uang masuk ke
rekeningnya, ia memblokir nomor tersebut.

“Ya Tuhan, ini dosa gak ya?”

“Ah, Taunya Tuhan itu kalo ini bukan Cuma untuk kebaikanku, tapi kebaikan orang
orang yang kusayangi. Asik 3 juta, makan apa ya kita.”

Anda mungkin juga menyukai