Anda di halaman 1dari 4

MENANTI KRISTUS

Pemain 1. 2. 3. 4. 5. 6.

: : Lukas : Om John Mailangkay : Nopi : Tante Nona Taroreh : Matius :

Pria pembuat sepatu Pria pengelana Anak kecil yang tersesat Ibu janda Narator Suara Tuhan :

Setting panggung

Sebuah ruangan berisi perlengkapan pengrajin sepatu. Ada sebuah meja besar dengan kursi makan di tengah ruangan. Sebuah dipan sederhana terletak di pojok ruangan. Dan sebuah pintu di sudut.
Adegan 1

[Si pembuat sepatu masuk ke dalam ruangan. Mulai sibuk mengerjakan sepatu pesanan. Sesekali ia tampak mengelap keringat. Ia bekerja tiada henti]
Narator : Di sebuah kota kecil, tinggallah seorang pembuat sepatu yang sangat sederhana. Ia tinggal sendirian. Di kota itu, ia terkenal sebagai orang yang baik hati dan suka menolong. Suatu malam, setelah menyelesaikan semua pekerjaannya hari itu, ia kembali ke peraduannya untuk tidur.

[Si pembuat sepatu menguap karena mengantuk. Naik ke tempat tidur dan menarik selimutnya]
Narrator Suara Tuhan : Dalam tidurnya ia bermimpi mendengar suara Tuhan. : Anak-Ku, Aku telah melihat semua kebaikan hatimu dalam menolong orang lain. Besok Aku akan datang berkunjung ke rumahmu. Aku ingin menjadi Tamumu.

[Si pembuat sepatu terbangun antara kaget dan tidak percaya. Ia duduk dengan wajah bingung di ujung tempat tidur. Ia terus memikirkan mimpinya. Beberapa saat kemudian, ia bangun dan berjalan mondar-mandir dalam ruangan]
PS : [sambil menggeleng-gelengkan kepala] Mimpi yang aneh sekali! Tuhan akan mengunjungiku? Wah, apa mungkin? Tapi, bagaimana kalau itu benar? [kembali

mondar-mandir kebingungan] Oke, baiklah. Besok aku akan mempersiapkan segala sesuatunya. Supaya kalau besok Tuhan datang berkunjung, segala sesuatu sudah tersedia.

Adegan 2

[Ia kembali berbaring di tempat tidur, tetapi matanya tidak bias lagi terpejam. Ia sudah tidak sabar menunggu fajar menyingsing. Tiba-tiba terdengar suara ayam berkokok. Ia segera bangun dan dengan sigap mulai membereskan rumahnya. Membersihkan perabotan, menata peralatan pembuat sepatu, menyiapkan makanan kecil, dan lain-lain. Sesaat setelah semuanya beres, ia duduk menunggu. Tidak berapa lama terdengar suara pintu diketuk]
PS : [terkejut karena gembira dan bersorak] Itu pasti Tuhan!!!

[Ia bergegas menuju pintu dan membukanya. Di depan pintu berdiri seorang pria setengah baya. Badannya kotor. Wajahnya tampak sangat kelelahan]
Pengelana : [dengan suara lirih dan memohon] Tuan, saya sudah berjalan dua hari dua malam tanpa stirahat. Sekarang saya sudah sangat lelah dan kehabisan persediaan air minum. Apalagi udara di luar juga sangat dingin. Sudilah kiranya Tuan mengizinkan saya masuk untuk beristirahat sejenak. PS : [berpikir sejenak] Sebenarnya saya sedang menunggu seseorang. Tapi, tidak apa-apa. Silahkan masuk. Saya akan membuatkan teh untuk Anda.

[Mereka berdua masuk. Si pembuat sepatu mulai menyiapkan teh untuk si pengelana]
Pengelana : Terima kasih. [sambil meminum teh] Teh yang Anda buat enak sekali. Anda sungguh baik mau menerima saya. Saya tidak dapat membalas semua kebaikan Anda ini. PS : Tidak apa-apa, saya senang bias menolong Anda. Istirahatlah sejenak di sini sebelum melanjutkan perjalanan. Anggap saja rumah sendiri. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya. Pengelana : [Sambil berdiri] O, terima kasih. Saya harus melanjutkan perjalanan saya sekarang. Teh Anda membuat saya bertenaga kembali. Saya permisi. Kiranya Tuhan memberkati Anda.

[Pembuat sepatu mengantar si pengelana sampai ke depan pintu dan kembali melanjutkan pekerjaannya. {music mengiringi pelan] Sebentar-sebentar ia melirik jam tangannya dan tampak berbicara kepada dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian terdengar ketukan

pelan di pintu rumahnya. Ia terkejut dan segera berlari kea rah pintu. Ketika pintu dibuka tampak seorang anak laki-laki berdiri dengan wajah bersimbah air mata]
Anak : [sambil menangis sesenggukan] Pak, tolong saya. Tadi saya bermain bersama teman-teman. Tapi tiba-tiba saya sadar bahwa saya sudah jauh dari rumah. Sekarang saya tidak tahu lagi jalan pulang ke rumah. Saya takut, Pak. PS : [sambil berusaha membujuk] Tenanglah, Nak. Ayo masuk. Kita tunggu sebentar di dalam. Anak : [suara tangisnya makin keras] Tidak!!! Saya mau pulang!! Tolong antarkan saya pulang, Pak! PS : [bingung, antara ingin menunggu Tuhan atau menolong anak itu] Tapi saya sedang menunggu tamu penting. Ah, sudahlah. Ayo, saya antar kamu pulang ke rumahmu.

[Ia pun menggandeng anak itu dan membawanya pergi. Setelah beberapa saat, dengan wajah kelelahan, si pembuat sepatu kembali ke rumahnya]
PS : Wah, hari sudah mulai malam. Saya begitu sibuk hari ini. [dengan suara yang terdengar sedih] Jangan-jangan tadi Tuhan sudah datang saat saya sedang tidak di rumah.

[Tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintunya. Ia segera terlonjak dan menuju pintu. Begitu pintu terbuka, ia melihat ibu janda yang tinggal di seberang rumahnya berdiri dengan wajah memelas]
Ibu janda : [dengan panik] Pak, tolong saya. Anak saya sakit keras. Badannya panas sekali. Sampai menggigil. Sekarang ia tidak bergerak lagi. Tolong saya. Apa yang harus saya perbuat? Ia satu-satunya milik saya. Saya mohon, tolong lakukan sesuatu. [berlutut di depan pembuat sepatu] PS : [mengangkat tubuh ibu itu] Bu, tenang. Jangan panik. Ayo, kita ke rumah Ibu dan kita lihat apa yang bias kita lakukan. Kalau perlu, kita akan segera membawanya ke dokter.

[mereka meninggalkan rumah pembuat sepatu. Adegan beralih beberapa waktu kemudian. Si pembuat sepatu dengan wajah kelelahan kembali ke rumah. Duduk di kursi dengan lesu]
PS : Hari yang melelahkan. Tapi saya lega, anak itu sudah dibawa ke dokter. Dan tadi waktu saya tinggal, demamnya sudah mulai reda. Kasihan Ibu itu, ia sangat khawatir dengan anaknya.

Adegan 3

[Si pembuat sepatu menarik nafas panjang. Tiba-tiba ia berdiri dengan kaget. Ia melirik jam tangannya]
PS : Sudah tengah malam! Aduh, bagaimana ini? Saya melewatkan kunjungan Tuhan. Dia pasti sudah kesini dan mendapati saya tidak di rumah. [dengan penuh penyesalan] Saya sudah mengecewakan Tuhan. [menangis sambil berbaring di tempat tidur] Narator : Karena kelelahan, akhirnya si pembuat sepatu tertidur. Dalam mimpinya ia kembali mendengar Suara Tuhan. Suara Tuhan : [berwibawa] Anak-Ku, terima kasih untuk the yang enak tadi siang. Terima kasih sudah mengantar-Ku pulang ke rumah. Dan juga terima kasih atas dukungan pertolonganmu. Aku berterima kasih sudah diterima dengan baik hari ini. Aku senang menjadi Tamu-mu.

[Si pembuat sepatu terbangun. Mengusap-usap matanya. Berlutut di sisi tempat tidurnya dan berdoa dengan sungguh]
PS : Tuhan, aku teringat Firman-Mu

Anda mungkin juga menyukai