Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi, dan Keuangan Publik

Vol 16 No.1 Januari 2021 : 119 - 132 ISSN : 2685-6441 (Online)


Doi : http://dx.doi.org/10.25105/jipak.v16i1.8034 ISSN : 1907-7769 (Print)

ANALISIS PERUBAHAN TARIF PPH FINAL TERHADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN

1
Yeti Apriliawati
2
Rahma Nazila Muhammad
1,2
Politeknik Negeri Bandung, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

yeti.apriliawati@polban.ac.id

Abstract
The effect of changes in tax rates on income taxpayer compliance is addressed in
this research. The analysis used the quantitative comparative approach and the
population is the tax offices (KPP) within the scope of the Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1. The data collected using purposive sampling are
secondary in the form of tax revenue reports and taxpayer compliance, which is 18
months each, before and after the regulation implemented. Descriptive statistics,
normality test as well as Wilcoxon signed rank test are used to the data analysis
techniques used. The renewal is the reduction to 0.5 percent of the final income tax rate
that is the purpose of Law No. 23 of 2018 enactment. The finding reveals that the changes
in tax rates have a significant effect on taxpayer compliance. This outcome is expected
to be a consideration in future policymaking related to the tax rate.

Keywords : Changes In Tax Rates; Individual Taxpayer; Taxpayer Compliance.

JEL Classification : H21, H24

Submission date : October 17, 2020 Accepted date : January 15, 2021

119
120 | J I P A K 2 0 2 1

1. PENDAHULUAN

Sumber terbesar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)


Indonesia berasal dari penerimaan pajak, dibandingkan dengan dua sumber pendapatan
lainnya (tabel 1). Jumlah penerimaan sektor pajak tahun 2018 senilai Rp1.518,72 triliun
atau sekitar 78% dari jumlah penerimaan negara dan masih tercatat sebagai penyumbang
terbesar dalam penerimaan negara. Regulasi tax amnesty (pengampunan pajak) berhasil
meningkatkan penerimaan pajak dan memperbaiki pertumbuhan perekonomian.
Kebijakan pemerintah berupa pajak digunakan untuk mengatur bidang perekonomian.
Namun, karena masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak (WP), pemungutan pajak
masih sulit dilakukan (Ageng, 2011).

Sumber: Realisasi APBN Tahun 2013 – 2018 Kemenkeu

Terdapat kenaikan rasio kepatuhan wajib pajak sejak 2015 hingga 2017 pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar I (tabel 2). Walaupun pada
tahun 2018 (saat perubahan tarif mulai diterapkan) terjadi penurunan rasio kepatuhan
sebesar 4,73%, realisasi SPT pada tahun tersebut meningkat dari tahun sebelumnya. Rata-
rata rasio kepatuhan wajib pajak selama tahun 2015 hingga 2018 adalah 62,16%,
sedangkan 37,84% dari rata-rata wajib pajak belum mematuhi kewajibannya untuk
melaporkan SPT PPh Tahunan.

Latar belakang tersebut menjadi dasar pemilihan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat
I sebagai subjek penelitian dan untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut dan
mengoptimalkan penerimaan perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah khususnya DJP, seperti dengan menetapkan PP No. 23 Tahun 2018.
J I P A K 2 0 2 1 | 121

Kebijakan ini dapat meningkatkan pertumbuhan WP (Kumaratih & Ispriyarso, 2020;


Kusumawati, 2019; Marasabessy, 2020; Ramdan, 2017; Setiawan & Prabowo, 2019),
namun juga beresiko menurunkan penerimaan kas negara (Yuwana, 2020) secara
signifikan. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya, mengubah tarif pajak
penghasilan menjadi 0,5% yang berlaku bagi wajib pajak yang omzetnya kurang dari
Rp4.800.000.000,-.
Penelitian sebelumnya lebih berfokus pada studi kritis tentang PPh Final 1% bagi
UMKM dan menyimpulkan bahwa perubahan tarif pajak dan persepsi pajak berdampak
pada berubahnya kewajiban pajak ke arah positif (Maharatih, 2019). Selain itu, tarif pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuahn WP UMKM (Cahyani & Noviari, 2019).
Penelitian-penelitian tersebut menggunakan data berdasarkkan persepsi dari para wajib
pajak sehinga perbedaan penelitian yang penulis lakukan lebih berfokus kepada
kebijakan penurunan tarif PPh final dengan melalui pengukuran kuantitatif yang dapat
membuktikan bahwa perubahan tarif meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak.
Penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan tingkat penerimaan pajak dan
kepatuhan WP sebelum dan setelah menerapkan perubahan tarif 0,5% berdasarkan PP.
23 Tahun 2018 di KPP di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP)
Jawa Barat 1, sedangkan untuk urgensi penelitian, yaitu adanya gap pada target
penerimaan pajak tahun 2018 dan 2019 yang cukup besar, padahal di sisi lain tarif
diturunkan dari 1% menjadi 0.5%. Penelitian ini terbatas pada penerimaan pajak
penghasilan final dan kepatuhan wajib pajak yang dipengaruhi oleh peringanan tarif PPh
dari 1% menjadi 0,5% di seluruh KPP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
(Kanwil DJP) Jabar 1.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Teori
Theory of Planned Behaviour (TPB) menjadi grand theory untuk penelitian ini.
Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh niat wajib pajak itu sendiri, jika dikaitkan
dengan TPB (Ajzen, 1991). TPB diterapkan untuk mengilustrasikan bahwa secara
signifikan (perilaku) kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan untuk
Middle ring theory digunakan teori daya pikul. Teori daya pikul adalah teori yang di
mana pengenaan pajak sesuai dengan kemampuan seorang wajib pajak (Mardiasmo,
2011; Sari, 2013). Tarif 1% dianggap masih memberatkan wajib pajak karena itulah
perubahan tarif PPh final menjadi 0,5% sesuai dengan teori daya pikul, yaitu sebagai
upaya menyesuaikan kemampuan wajib pajak.
Support theory terdiri dari teori keadilan dan teori kepatuhan. Teori keadilan
berhubungan dengan diterimanya imbalan jika telah mencapai standar suatu kinerja
(Doto, 2014). Perilaku wajib pajak dalam melaksakan kewajiban perpajakannya
digambarkan oleh teori keadilan ini, yaitu wajib pajak secara sadar dan suka rela
melakukan kewajibannya kepada pemerintah apabila mereka merasa adil dalam hal
122 | J I P A K 2 0 2 1

pemungutan pajak. Perubahan tarif merupakan contoh teori keadilan dalam penelitian ini,
sedangkan teori kepatuhan digambarkan sebagai kepatuhan perpajakan yang merupakan
kondisi dari setiap wajib pajak yang dapat melaksanakan hak serta kewajibannya dalam
kaitannya dengan perpajakan (Mintje, 2016; Nurmantu, 2003). Wajib pajak dikatakan
mematuhi kewajiban perpajakannya bila wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya, baik kewajiban menurut ketentuan material maupun ketentuan formal
(sesuai peraturan perpajakan). Teori kepatuhan ini juga berdasarkan teori kepatuhan
pajak pada UU No. 16/2019 Pasal 1 Ayat 1.

Tarif Pajak
Kontribusi wajib (memaksa) orang pribadi atau badan pada negara berupa uang
yang terutang tanpa imbalan secara langsung, karena digunakan untuk kebutuhan negara
demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, dikenal dengan istilah pajak (Sulastyawati,
2014), sedangkan tarif pajak adalah presentase dalam kalkulasi pajak terutang (Liberti,
2014). Struktur tarif dengan pola presentasi terdiri dari (1) tarif tetap, (2) tarif
proporsional, (3) tarif progresif, dan (4) tarif degresif.

Wajib Pajak Penghasilan


Dalam melakukan pembayaran, pemotongan, dan pemungutan pajak, orang pribadi
atau badan melakukan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang
perpajakan yang berlaku (Permatasar et.l. 2016). Subjek pajak yang pendapatannya sudah
memenuhi penghasilan kena pajak atau melebihi pendapatan tidak kena pajak dalam
negeri berdasarkan peraturan yang sah. Kedua kalimat tersebut merupakan definisi dari
wajib pajak. Wajib pajak penghasilan adalah salah satu penyumbang utama penerimaan
negara, yaitu orang pribadi maupun badan usaha tetap yang menerima penghasilan di
Indonesia (Fanuel & Yusran, 2020; Pangalila et al., 2016). Wajib pajak dibagi menjadi dua
jenis (kriteria), yaitu WP subjek dalam negeri (WPDN) dan WP subjek luar negeri
(WPLN), sedangkan melingkupi mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
mengestimasi pajak terutang, menyetorkan pajak terutang sesuai nilai yang telah
dikalkulasikan, serta melaporkan SPT (surat pemberitahuan) pajak tahunan.

Kepatuhan Wajib Pajak


Di bawah pengawasan DJP, salah satu cara untuk mengukur kinerja wajib pajak
adalah pemenuhan kewajiban (kepatuhan) perpajakan wajib pajak (Diatmika, 2013).
Tingkat kepatuhan wajib pajak tersebut nantinya akan menjadi dasar DJP untuk
mengambil tindakan lebih lanjut (upaya pembinaan, pemantauan dan tindak lanjut WP).
Kepatuhan formal maupun material merupakan jenis kepatuhan wajib pajak (Wahyudi,
2017). Sedangkan kriteria kepatuhan wajib pajak harus memenuhi beberapa hal, seperti
SPT disampaikan tepat waktu, tidak berhutang segala bentuk pajak (kecuali telah
mendapatkan izin untuk membayar angsuran / penundaan pajak), lembaga pengawasan
keuangan pemerintah ataupun akuntan publik mengaudit laporan keuangan dengan hasil
J I P A K 2 0 2 1 | 123

WTP dalam tiga tahun beruntut-turut, juga tidak memiliki catatan


penyimpangan/kejahatan perpajakan dalam lima tahun terakhir (Damajanti, 2015; Pohan
et al., 2018).

Sanksi Pajak
Sanksi pajak diberikan setelah dilakukan pemeriksaan pajak berupa jaminan
kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif
untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan tidak dilanggar dan disebut sanksi
perpajakan (Diatmika, 2013). Sanksi tersebut dibagi menjadi sanksi administratif berupa
pembayaran kerugian negara dan sanksi pidana dengan penjatuhan hukuman kepada
wajib pajak yang tidak patuh (Cahyadini et al., 2017).

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013


Ditetapkan sejak 1 Juli 2013, dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi
wajib pajak dan menyederhanakan aturan perpajakan sebelumnya, pengenaan tarif pajak
berubah menjadi sebesar 1%. Tarif ini diberlakukan atas penghasilan wajib pajak yang
omzetnya lebih rendah dari 4.800.000.000,00 rupiah (Diatmika, 2013), namun 5 (lima)
tahun kemudian peraturan ini dihapuskan setelah digantikan dengan PP No. 23/2018,
yang akan di bahas pada sub bab berikutnya. Peraturan ini berlaku bagi wajib pajak orang
pribadi, tetapi WP badan tidak termasuk badan usaha tetap (BUT).

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018


Pemberlakuan tarif 0,5% atas penghasilan wajib pajak dengan omzet kurang dari
4.800.000.000,00 rupiah. Perubahan / penurunan tarif pajak ini untuk merangsang wajib
pajak berperan aktif pada kegiatan ekonomi formal, bentuk keadilan bagi wajib pajak,
kewajiban perpajakan menjadi lebih mudah, kesempatan untuk berkontribusi kepada
negara, serta meningkatnya wawasan akan manfaat pajak bagi masyarakat (Kumaratih &
Ispriyarso, 2020). WP orang pribadi dan WP badan tertentu seperti PT, CV, Firma, dan
koperasi menjadi wajib pajak yang diatur dalam peraturan ini.

Rumusan Hipotesis
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya perubahan/perbedaan tingkat
penerimaan pajak dari pemberlakuan tarif PPh 0,5% (Kusumawati, 2019). Diduga
terdapat perubahan tingkat kepatuhan wajib pajak pada tarif final PPh sebesar 0,5% dan
hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung walaupun tidak sedikit yang masih
melakukan penunggakan (Kumaratih & Ispriyarso, 2020). Maka, hipotesis pada
penelitian ini
H1 : Terdapat Perbedaan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah
Penerapan Tarif PPh 0,5%
H2 : Terdapat Perbedaan Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Sebelum dan
Sesudah Tarif PPh 0,5%
124 | J I P A K 2 0 2 1

Hipotesis di atas jika dikaitkan dengan theory of planned behaviour serta teori
kepatuhan, menggambarkan bagaimana perubahan kebijakan salah satunya perubahan
tarif pajak penghasilan yang nantinya akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak,
tersebut akan terjadi berdasarkan niat dari wajib pajak itu sendiri. Selain itu, perubahan
penerimaan pajak dikaitkan dengan teori daya pikul dan keadilan. Dimana perubahan
tarif 0,5% dirasa lebih sesuai dengan kemampuan wajib pajak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif, yaitu membandingkan apakah
terdapat atau tidaknya perubahan pada masing-masing KPP dalam lingkup Kanwil Jabar
I terkait pemberlakuan tarif 0,5%, maka selanjutnya dilakukan pengujian kedua hipotesis
tersebut, sebagai berikut:

Sumber : Data Penulis (2020)

State of the Art


Beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisa tingkat penerimaan pajak dan
kepatuhan wajib pajak yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif PPh 1%, namun belum ada
yang membahas mengenai perbedaan tingkat penerimaan pajak dan kepatuhan WP
tersebut sebelum dan setelah perubahan tarif 0,5%. Maka, pembaruan dalam penelitian
ini adalah turunnya tarif PPh final menjadi 0,5% yang merupakan tujuan dari
diberlakukannya PP No. 23 Tahun 2018.

3. METODOLOGI

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang berbentuk
komparatif dengan data sekunder yang diperoleh berupa dokumen terkait penerimaan
pajak atas wajib pajak penghasilan bertarif 1% dan 0,5% serta terkait kepatuhan wajib
pajak penghasilan dari masing-masing KPP. Data sekunder diambil selama 18 bulan
untuk PP No. 46/2013 (Januari 2017 – Juni 2018) dan PP No. 23/2018 (Juli 2018 –
Desember 2018). Pengumpulan data sekunder menggunakan teknik purposive sampling
dimana populasinya adalah seluruh KPP dalam lingkup Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1, dengan kriteria sampel yaitu WP penghasilan yang
telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tersebut.
J I P A K 2 0 2 1 | 125

Berikut operasionalisasi variabel dalam penelitian ini:


1. Variabel bebas (X1): Tarif 1%
Indikator: jumlah penerimaan pajak atas WP penghasilan dengan tarif 1% dari omzet
selama 18 bulan berdasarkan PP No. 46/2013 (Kusumawati, 2019).
2. Variabel bebas (X2): Tarif 0,5%
Indikator: jumlah penerimaan pajak atas WP penghasilan dengan tarif 0,% dari
omzet selama 18 bulan berdasarkan PP No. 23/2018 (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).
3. Variabel terikat (Y): Kepatuhan Wajib Pajak
Indikator berupa perbandingan WP penghasilan yang terdaftar wajib SPT dengan
WP penghasilan yang menyampaikan SPT PPh Tahunan berdasarkan Peraturan
Menkeu No: 74/PMK.03/2012 (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).

Perbandingan pengaruh kebijakan perubahan tarif tersebut dilakukan melalui


analisis statistik non parametrik menggunakan alat perangkat lunak SPSS. Perbedaan
rerata dua sampel yang saling berhubungan teridentifikasi dari hasil uji Wilcoxon signed
ranks. Sebelum menguji hipotesis, dilakukan pemeriksaan deskriptif dan normalitas.
Pengujian hipotesis dalam mengidentifikasi penerapan perubahan tarif 0,5% dilakukan
pada hipotesis pertama terhadap penerimaan pajak (Kusumawati, 2019) dan hipotesis
kedua terhadap kepatuhan wajib pajak (Kumaratih & Ispriyarso, 2020).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan nilai minimun, maksimum, rata-rata serta standar deviasi dari


penerimaan pajak dan kepatuhan WP saat sebelum dan setelah implementasi perubahan
tarif 0,5% diilustrasikan pada tabel 4. Hasil deskriptif statistik menunjukkan penerimaan
pajak sebelum perubahan tarif memiliki nilai terendah sebesar Rp147.043.572,00 dan
nilai tertinggi sebesar Rp6.388.294.958,00, sedangkan setelah penerapan perubahan tarif,
nilai terendah penerimaan pajak senilai Rp178.093.152,00 dengan nilai tertinggi
sejumlah Rp6.510.435.727,00. Nilai penerimaan pajak sesudah penerapan perubahan
tarif 0,5% lebih tinggi dibanding sebelum penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%.
Sedangkan untuk nilai tengah penerimaan pajak sebelum dan setelah penerapan tarif
0,5% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar deviasinya, artinya penyimpangan
terhadap nilai rata-rata penerimaan pajak tetap relatif rendah saat sebelum ataupun
setelah penerapan tarif 0,5%. Bahkan terdapat eskalasi nilai rata-rata penerimaan pajak
setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%, yaitu Rp1.097.381.917,59 menjadi
Rp1.206.722.140,78.
126 | J I P A K 2 0 2 1

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Nilai terendah kepatuhan wajib pajak dengan tarif 1% sebesar 426 wajib pajak dan
nilai tertingginya 4.185 wajib pajak. Ketika perubahan tarif 0,5% sudah diterapkan,
masing-masing nilai terendah dan tertinggi kepatuhan wajib pajak meningkat menjadi
490 dan 5.756 wajib pajak, sedangkan untuk nilai tengah kepatuhan wajib pajak sebelum
dan setelah implementasi perubahan tarif 0,5% lebih besar dari standar deviasinya, yang
artinya penyimpangan terhadap nilai rata-rata kepatuhan wajib pajak relatif rendah. Juga
terjadi peningkatan nilai rata-rata setelah diterapkan tarif 0,5% sebesar
Rp109.340.222,49.

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Pengujian normalitas dengan Kolmogorov SmirNov (tabel 5) digunakan karena data


yang digunakan lebih dari 50. Nilai signifikasi (2 tailed) penerimaan pajak 1%,
penerimaan pajak 0,5%, dan kepatuhan wajib pajak 1% adalah 0,000 yang lebih rendah
dari 0,05. Sementara nilai sig. (2 tailed) kepatuhan wajib pajak 0,5% adalah 0,007 juga
kurang dari 0,05. Hasil tersebut mempresentasikan semua data tidak berdistribusi normal
(0,000 < 0,05 dan 0,007 < 0,05) sebab masing-masing nilai sig. (2 tailed) di bawah 0,05.
J I P A K 2 0 2 1 | 127

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Hasil ringkasan statistik deskriptif dari empat sampel penerimaan pajak serta
kepatuhan WP sebelum dan setelah implementasi perubahan tarif 0,5% diilustrasikan
pada tabel 6. Data penerimaan pajak antara sebelum dan sesudah penerapan tarif 0,5%
negative rank atau selisih data secara negatif senilai 96, yang berarti 96 bulan mengalami
penurunan penerimaan pajak dari penerimaan pajak sebelum ke penerimaan pajak
sesudah penerapan perubahan tarif 0,5%, dengan rata-rata penurunan sebesar 138,04.
Untuk data kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan setelah penerapan tarif 0,5%
negative rank senilai 38, artinya selama 38 bulan mengalami penurunan kepatuhan wajib
pajak dari sebelum penerapan ke sesudah penerapan perubahan tarif 0,5% dengan
peringkat rata-rata penurunan senilai 142,82.
Selisih peringkat positif antara penerimaan pajak sebelum dan sesudah adalah 174
data positif di mana terjadi kenaikan penerimaan pajak selama 174 bulan dari penerimaan
pajak sebelum ke penerimaan pajak setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%.
Untuk selisih peringkat positif kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan sesudah, yaitu
senilai 232 data positif, yang mana terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak selama 232
bulan dari kepatuhan wajib pajak sebelum implementasi ke kepatuhan wajib pajak
sesudah implementasi tarif 0,5%. Mean rank peningkatan untuk masing-masing data
adalah 134,10 dan 134,30, sementara nilai ties 0 membuktikan bahwa tidak ada nilai yang
sama antara penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah
pengimplementasian penurunan tarif menjadi 0,5%.
128 | J I P A K 2 0 2 1

Sumber : Data diolah SPSS v25 (2020)

Pengujian dengan Wilcoxon Signed Ranks dipilih untuk mengidentifikasi


perbedaan signifikan pada penerimaan pajak serta kepatuhan wajib pajak terkait
penerapan perubahan tarif PPh menjadi 0,5%. Nilai Z (pada penerimaan pajak) yang
disajikan pada Tabel 7 senilai -3,925 beserta p value (Asymp. Sig 2 tailed) adalah 0,000
(dengan 0,000 < 0,05). Hasil tersebut mengungkakan H0 ditolak dan Ha diterima (tabel
3), maka terdapat perbedaan signifikansi terhadap penerimaan pajak sebelum dan setelah
implementasi perubahan tarif PPh 0,5% sesuai PP No. 23 Tahun 2018.
Nilai Z pada kepatuhan wajib pajak adalah -10,018 dengan p value (Asymp. Sig 2
tailed) senilai 0,000 (dimana 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima (lihat
tabel 3), maka terdapat perbedaan signifikansi pada kepatuhan wajib pajak sebelum dan
sesudah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5%.

Pembahasan
Dokumen penerimaan pajak penghasilan dan kepatuhan WP penghasilan dari
seluruh sampel Kantor Pelayanan Pajak di lingkup Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak (Kanwil DJP) Jabar I menjadi data kuantitatif untuk penelitian ini. Pengolahan data
terdiri dari uji deskriptif, uji normalitas, dan uji Wilcoxon signed ranks. Dari hasil
pengolahan data, terungkap bahwa terdapat perbedaan pada tingkat penerimaan pajak dan
kepatuhan WP di seluruh KPP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil
DJP) Jabar 1 (Kusumawati, 2019). Motivasi, kesadaran, perilaku wajib pajak atau kinerja
tiap KPP dapat menjadi faktor lain yang mempengaruhi hasil tersebut. Namun, secara
keseluruhan terjadi peningkatan pada penerimaan pajak dan jumlah kepatuhan wajib
pajak setelah diterapkannya perubahan tarif menjadi 0,5% (Kumaratih & Ispriyarso,
2020).

Perbedaan Penerimaan Pajak pada KPP di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal


Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 Sebelum dan Sesudah Penerapan Perubahan Tarif
PPh Menjadi 0,5%
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama yang diajukan (tabel 3) dimana
H0 ditolak dan Ha diterima (tabel 6) dengan hasil terdapat perbedaan signifikan akan
penerimaan pajak sebelum dan setelah pengimplementasian tarif pajak menjadi 0,5%.
Terdapat kenaikan rata-rata penerimaan pajak sesudah penerapan tarif 0,5% jika
dibandingkan sebelum penerapan perubahan tarif, yaitu meningkat dari
J I P A K 2 0 2 1 | 129

Rp1.097.381.917,59 menjadi Rp1.206.722.140,78 (tabel 4). Peningkatan ini


membuktikan bahwa penerapan perubahan tarif 0,5% memberikan pengaruh terhadap
tingkat penerimaan pajak untuk seluruh KPP dalam lingkup Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1. Penurunan tarif pajak 1% menjadi 0,5% memenuhi
teori daya pikul dan teori keadilan karena hal ini dianggap sesuai dengan kemampuan
wajib pajak (Mardiasmo, 2011; Sari, 2013). Pemungutan pajak dengan self assessment
system juga dapat menjadi faktor pendukung adanya perbedaan yang signifikan dan
peningkatan pendapatan pajak (Misman, 2016; Ulya, 2018) saat sebelum dan sebelum
penerapan perubahan tarif 0,5% karena dengan sistem ini, wajib pajak dipercaya
pemerintah untuk melakukan kewajiban perpajakannya secara mandiri (Misman, 2016;
Ulya, 2018).

Perbedaan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Di Kantor Wilayah Direktorat


Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif PPh
Menjadi 0,5%
Hasil olah data mendukung hipotesis kedua yang diajukan (tabel 3) dimana H0
ditolak dan Ha diterima (tabel 6), dengan hasil terdapat perbedaan signifikan akan
kepatuhan wajib pajak sebelum dan setelah impelemtasi tarif 0,5%. Kaitan antara
kepatuhan wajib pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP)
Jabar 1 untuk seluruh KPP-nya dengan theory of planned behaviour (Ajzen, 1991) adalah
wajib pajak melakukan suatu kegiatan berdasarkan niat wajib pajak itu sendiri, wajib
pajak membayarkan pajak secara berkala atau setiap bulannya, dan melaporkan SPT
Masa juga melaporkan SPT Tahunan setiap tahunnya untuk memastikan apakah selama
ini pembayaran pajaknya nihil, kurang bayar atau lebih bayar dikarenakan Indonesia
menganut self assesment system.
Menurut UU No. 28 Tahun 2009, wajib pajak dikatakan patuh jika memenuhi
kedua dimensi kepatuhan formal beserta material. Kepatuhan formal bagi wajib pajak
meliputi: (i) pemenuhan tanggung jawab/kewajiban pajak sesuai ketentuan yang berlaku,
(ii) pemenuhan persyaratan dalam membayar pajak, (iii) memiliki pengetahuan tentang
prosedur pembayaran, (iv) pengetahuan mengenai jatuh tempo pembayaran, dan (v) tidak
pernah melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Untuk kepatuhan material wajib pajak
terdiri dari: tidak mempunyai tunggakan pajak, membayar pajak tepat waktu, dan
kepatuhan membayar sanksi administrasi.
Berdasarkan teori keadilan (Doto, 2014), wajib pajak merasa bahwa pemungutan
pajak saat melakukan kewajiban perpajakannya, bersifat adil. Wajib pajak merasa
keberatan dengan tarif 1% maka pemerintah melakukan penyesuaian dengan penurunan
tarif. Berdasarkan teori kepatuhan (Nurmantu, 2003), kewajiban pajak menurut
ketentuan formal terpenuhi dengan realisasi wajib pajak yang aktif di KPP Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 sebanyak 5.756 wajib pajak
yang melaporkan kewajibannya.
Penelitian ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya (Kumaratih &
Ispriyarso, 2020; Kusumawati, 2019), dimana penerapan penurunan tarif menjadi 0,5% atau
130 | J I P A K 2 0 2 1

penerbitan PP No. 23 Tahun 2018 maka tujuan pemerintah untuk menstimulasi dan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak terbukti. Dengan bertambahnya 571 wajib pajak
setelah penerapan perubahan tarif menjadi 0,5% dan kenaikan penerimaan pajak sebesar
Rp122.140.769,00 dalam jangka waktu 18 bulan setelah penerapan peraturan tersebut.

5. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini
menerima hipotesis 1 (satu) dan hipotesis 2 (dua) bahwa terdapat perbedaan signifikan
pada tingkat pendapatan pajak sebelum dan setelah penerapan perubahan tarif PPh
menjadi 0,5%, dan terdapat perbedaan signifikan akan kepatuhan WP saat sebelum dan
sesudah implementasi perubahan tarif PPh 0,5% penerapan PP No. 23 Tahun 2018
dengan tujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Implikasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan empiris bagi pemangku
kepentingan, dalam hal ini Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar
1 dan Kementerian Keuangan. Informasi ini diharapkan dapat digunakan dalam
penyusunan maupun penetapan kebijakan di masa depan terkait perpajakan di Indonesia
ataupun sebagai bahan evaluasi kinerja bagi instansi yang berkaitan. Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1 juga sebaiknya terus melakukan upaya
peningkatan kepatuhan wajib pajak seperti mengoptimalkan sosialisasi, pembinaan
mengenai pajak, seminar mengenai informasi pajak, dan memberikan pemahaman yang
luas tentang pajak dalam rangka meningkatkan kesadaran wajib pajak serta terciptanya
komunikasi dua arah antara wajib pajak dan petugas pajak. Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar juga dapat melakukan promosi ataupun ajakan yang
menarik perhatian wajib pajak agar lebih tertarik untuk membayar pajak dan melaporkan
pajaknya, seperti mengadakan kegiatan ataupun melalui media yang dapat dijangkau oleh
setiap orang pribadi.

Saran
Penelitian ini terbatas hanya pada wilayah tertentu yaitu Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jabar 1, sehingga beberapa saran yang dapat diberikan
kepada peneliti selanjutnya adalah diharapkan dapat menambah jumlah data responden
untuk penyebaran kuisioner sehingga hasil penelitian bisa digeneralisasikan, serta
peneliti selanjutnya juga dapat menambah atau mengganti pengukuran variabel yang
dikembangkan. Variabel lain sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak, misal sosialisasi dan kualitas pelayanan pajak.
J I P A K 2 0 2 1 | 131

DAFTAR PUSTAKA

Ageng, B. (2011). Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di
Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan.
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50(2), 179–211. https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-
T
Cahyadini, A., Arta Atmaja, B., & Oka Margana, I. (2017). Pembaharuan Sanksi Pajak
Sebagai Upaya Mengoptimalkan Penerimaan Negara. Veritas et Justitia, 3(2), 494–
518. https://doi.org/10.25123/vej.2776
Cahyani, L. P. G., & Noviari, N. (2019). Pengaruh Tarif Pajak, Pemahaman Perpajakan,
dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 26(3), 1885–1911.
https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i03.p08
Damajanti, A. (2015). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Perorangan Di Kota Semarang. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 17(2), 12–28.
https://doi.org/10.26623/jdsb.v17i1.499
Diatmika, I. P. G. (2013). Penerapan Akuntansi Pajak Atas PP No. 46 Tahun 2013
Tentang Pph Atas Penghasilan Dari Usaha Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu. Jurnal Akuntansi Profesi. 3(2), 113–121.
Fanuel, H., & Yusran, R. R. (2020). Analisis Pelaksaaan Kewajiban Perpajakan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas Gaji Karyawan pada PT Tri Cipta Gemilang. Jurnal
EMBA, 8(1), 538–545. https://media.neliti.com/media/publications/37910-ID-
analisa-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-jumlah-penerimaan-pajak-penghasilan-
oran.pdf
Kumaratih, C., & Ispriyarso, B. (2020). Pengaruh Kebijakan Perubahan Tarif PPH Final
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UMKM. Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, 2(2), 158–173. https://doi.org/10.14710/jphi.v2i2.158-173
Kusumawati, A. F. (2019). Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Sebelum
DAN Sesudah Penerapan PP NO. 23 Tahun 2018 Dalam Rangka Peningkatan
Penerimaan PPh Final (Studi Empiris pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jawa Tengah II). Universitas Muhammadiyah Surakarta, 23.
http://eprints.ums.ac.id/72985/
Liberti, P. (2014). Administrasi Perpajakan Indonesia Edisi 2. Mitra Wacana Media.
Maharatih, N. W. (2019). Studi Kritis Pengenaan Pajak Penghasilan Final Bagi Usaha
Mikro Kecil Menengah. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law
Journal), 8(1), 105–115. https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i01.p08
Marasabessy, I. L. (2020). Pengaruh Penurunan Tarif Pajak UMKM Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Kasus Pada KPP Pratama Pondok Aren).
Mardiasmo. (2011). Perpajakan (Edisi Revisi). CV Andi Offset.
Mintje, M. S. (2016). Pengaruh Sikap, Kesadaran, dan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi Pemilik (UMKM) Dalam Memiliki NPWP. Jurnal
EMBA, 4(1), 1031–1043. https://media.neliti.com/media/publications/2975-ID-
pengaruh-sikap-kesadaran-dan-pengetahuan-terhadap-kepatuhan-wajib-pajak-
orang-pr.pdf
132 | J I P A K 2 0 2 1

Misman, S. (2016). Pengaruh Penerapan Sistem Self Assessment Terhadap Optimalisasi


Penerimaan Pph Pasal 25 Wajib Pajak Badan Pada Kpp Pratama Manado. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(4), 1074–1086.
Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan. Yayasan Obor Indonesia.
Pangalila, R. M., Saerang, D., & Pontoh, W. (2016). Analisis Penghitungan Dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Dan Penanaman Modal Daerah (Bppt & Pmd) Kota Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi, 16(3), 860–869.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/viewFile/13581/13167
Permatasari, A. I. S., Kumadji, S., & Effendi, I. (2016). Analisis Perhitungan,
Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Atas
Karyawan Tetap Pt. Petrokimia Gresik. Jurnal Perpajakan, 53(9), 1689–1699.
https://media.neliti.com/media/publications/193962-ID-analisis-perhitungan-
pemotongan-penyetor.pdf
Pohan, E. S., Devi, D. F., & Rofiani, G. R. (2018). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Berdasarkan Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan
Pajak (Kpp) Pratama Cilegon. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, 12(1), 114–125.
https://doi.org/10.35448/jrat.v12i1.5346
Ramdan, A. N. (2017). Pengaruh Perubahan Tarif,Metode Penghitungan dan Modernisasi
Sistem Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Dengan Keadilan Pajak
Sebagai Variabel Moderasi Pada UMKM Di Kota Makasar. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Sari, D. (2013). Konsep Dasar Perpajakan. Refika Aditama.
Setiawan, T., & Prabowo, R. (2019). Analisis Persepsi Wajib Pajak Pelaku UMKM
Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. International
Journal of Social Science and Business, 3(4), 463.
https://doi.org/10.23887/ijssb.v3i4.21637
Sulastyawati, D. (2014). Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat.
Jurnal Filsafat Dan Budaya Hukum, 7(10), 119–128.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/
Ulya, S. H. (2018). Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pramata Medan Timur.
http://repository.uinsu.ac.id/7311/1/skripsi pdf ira.pdf
Wahyudi, H. (2017). Efek Mediasi Kepatuhan Wajib Pajak Pada Pengaruh Pemahaman
Dan Kesadaran WAjib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak
Penghasilan. Jurnal Studi Akuntansi & Keuangan, 1(1), 29–38.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1098485
Yuwana, A. R. (2020). Analisis PPh Final atas Kegiatan UKM Sebelum Dan Sesudah
Diterapkannya PP 23 Tahun 2018 dan Dampaknya terhadap KPP Pratama Jakarta
Tambora SKRIPSI.

Anda mungkin juga menyukai