Abstract
This study is conducted to develop a model that can be used to estimate the VAT revenue potential,
tax gaps, and the impact of policy changes using the Input-Output Table. The amount of VAT
revenue projection generated by this model is close to the VAT revenue realisation. The result of
this study shows that the VAT compliance rate is only around 53%. Improving VAT compliance
rate would generate a higher impact on VAT revenue as compared with raising the VAT rate. On
the other hand, removing all VAT exemptions, besides increasing the administrative burden, it
could also reduce VAT revenue from certain economic sectors, even though it will reduce economic
distortions and avoid the need for special VAT treatment.
Keywords: VAT; Sales Tax on Luxury Goods; Tax Gap; I-O Table; Tax Potential
Abstrak
Studi ini dimaksudkan untuk menyusun sebuah model yang dapat digunakan dalam penghitungan
potensi dan kesenjangan penerimaan (tax gap) PPN, dan mengestimasi dampak perubahan
kebijakan terhadap penerimaan PPN dengan menggunakan Tabel Input-Output (Tabel I-O).
Model ini menghasilkan estimasi penerimaan PPN untuk tahun 2013 yang mendekati nilai realisasi
penerimaan aktual. Hasil studi menunjukkan tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban PPN di
Indonesia hanya sekitar 53%. Peningkatan kepatuhan akan memberikan dampak yang lebih tinggi
terhadap penerimaan dibandingkan menaikkan tarif PPN. Sebaliknya, penghapusan seluruh
fasilitas PPN (Dibebaskan PPN, Tidak Dipungut PPN, dan PPN Tidak Dikenakan), selain dapat
meningkatkan beban administrasi, untuk sektor tertentu justru dapat menurunkan penerimaan
PPN, walaupun hal ini akan mengurangi distorsi ekonomi dan menghindari kebutuhan akan
perlakuan khusus.
Kata kunci: PPN; PPnBM; Kesenjangan Pajak; Tabel I-O; Potensi Pajak
tentang Pelaksanaan UU PPN 1984. Undang- undang-undang ini juga dilakukan perubahan
undang ini menggantikan UU Pajak Penjual- tarif tertinggi PPnBM dari 20% menjadi 50%.
an 1951 yang sudah diberlakukan sejak tahun Selain itu, pengkreditan PPN masukan dan fa-
1953. Berdasarkan UU PPN 1984, pertimbang- silitas PPN juga diatur lebih jelas dalam UU
an dilakukannya perubahan atas aturan UU PPN Nomor 11 tahun 1994 ini.
Pajak Penjualan 1951 adalah untuk mening- Pada tahun 2000, UU PPN kembali menga-
katkan penerimaan negara, mendorong ekspor, lami perubahan dengan diterbitkannya UU No-
dan pemerataan pembebanan pajak dengan mor 18 tahun 2000. Perubahan yang signifi-
mempertimbangkan kemampuan rakyat, rasa kan terlihat pada jenis barang dan jasa yang
keadilan, dan kebutuhan pembangunan serta tidak dikenakan PPN. Pada perubahan ter-
untuk mendorong dan meningkatkan daya sa- sebut jenis barang dan jasa yang tidak dike-
ing komoditas ekspor nonminyak di pasaran lu- nakan PPN dinyatakan secara eksplisit dalam
ar negeri. undang-undang. Selain itu, tarif tertinggi PPn-
Penerimaan PPN memiliki peranan penting BM juga mengalami perubahan menjadi 75%.
terhadap penerimaan pajak secara keseluruh- Perubahan UU PPN terakhir dilakukan pada
an. Pada tahun 2012, sekitar 40,3% penerima- tahun 2009. UU PPN Nomor 42 tahun 2009
an pajak yang dikelola oleh Direktorat Jen- menetapkan beberapa perubahan signifikan, di
deral Pajak (DJP) bersumber dari penerima- antaranya penentuan saat pajak terutang, pe-
an PPN. Secara nominal, jumlah penerima- nentuan saat pembuatan faktur pajak, penge-
an PPN mengalami peningkatan setiap tahun- naan PPN atas ekspor jasa kena pajak, dan
nya. Sejak 2002 hingga 2013, penerimaan PPN beberapa hal lainnya.
mengalami peningkatan dengan rata-rata ting- Pertimbangan dilakukannya perubahan per-
kat pertumbuhan sekitar 18% setiap tahun. aturan perpajakan tersebut di antaranya ada-
Namun demikian, kinerja pemungutan PPN ini lah untuk mengamankan penerimaan nega-
sebenarnya masih dapat ditingkatkan lagi. Pa- ra. Namun, pada periode 2002–2013, rasio
da tahun 2011, persentase konsumsi terhadap PPN masih berada pada kisaran 3,5–4,5%. De-
total Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ngan kondisi seperti ini, perubahan kebijakan
sekitar 56,8%. Dengan angka rasio penerima- yang diberlakukan pada periode tersebut be-
an PPN terhadap PDB (rasio PPN) sebesar lum memberikan dampak yang maksimal ter-
3,75%, maka secara efektif sekitar 65,9% kon- hadap peningkatan rasio PPN. Kendala utama
sumsi merupakan basis PPN. Angka ini masih peningkatan rasio PPN ini diperkirakan terda-
lebih rendah dibandingkan negara lain seperti pat pada efisiensi dan kapasitas administrasi
Singapura, Thailand, dan Vietnam. perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan su-
Pemerintah, khususnya DJP, telah melaku- ka rela wajib pajak (voluntary compliance).
kan upaya penyempurnaan administrasi perpa- Studi ini dimaksudkan untuk menyusun se-
jakan. UU PPN telah beberapa kali mengalami buah model yang dapat digunakan untuk
perubahan. Perubahan pertama dilakukan pa- menghitung potensi dan kesenjangan peneri-
da tahun 1994 dengan diterbitkannya UU PPN maan (tax gap) PPN, serta mengestimasi dam-
Nomor 11 tahun 1994. Aturan yang diubah da- pak perubahan kebijakan terhadap penerimaan
lam undang-undang tersebut di antaranya pa- PPN dengan menggunakan Tabel Input-Output
sal yang terkait jenis penyerahan yang dikena- (Tabel I-O). Studi tentang PPN dengan meng-
kan PPN, seperti penyerahan Barang Kena Pa- gunakan Tabel I-O sebelumnya pernah dila-
jak (BKP) dari pusat ke cabang atau sebalik- kukan oleh Marks (2003), yang menggunakan
nya, dan penyerahan BKP antarcabang serta Tabel I-O tahun 1995. Hasil studi Marks me-
penyerahan secara konsinyasi. Pada perubahan nyimpulkan bahwa realisasi penerimaan PPN
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 3
saat itu 45% di bawah potensi penerimaan manfaatkan Tabel I-O tahun 2008 yang disu-
yang seharusnya dapat dicapai. Studi terse- sun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang
but juga membahas dampak adanya jenis ba- kemudian diproyeksikan menjadi tahun 2013.
rang dan jasa tertentu yang tidak dikenakan Dengan adanya studi ini diharapkan dapat
PPN terhadap penerimaan PPN. Marks me- membantu pemerintah untuk mengestimasi ke-
nyimpulkan bahwa apabila seluruh pengecua- senjangan penerimaan PPN dan memperki-
lian pengenaan PPN terhadap beberapa jenis rakan dampak kebijakan pemberian fasilitas
barang dan jasa di sektor usaha tertentu diha- PPN dan perubahan tarif terhadap penerima-
pus justru dapat menyebabkan penurunan pe- an PPN. Model ini juga dapat memetakan
nerimaan PPN. tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban PPN
Studi ini mencoba memvalidasi angka kepa- berdasarkan sektor usaha sehingga memung-
tuhan pemenuhan kewajiban PPN pada studi kinkan untuk digunakan dalam pengambil ke-
yang dilakukan oleh Marks (2003). Perbedaan putusan untuk menentukan sektor usaha yang
utama dengan studi sebelumnya terdapat pada menjadi prioritas kegiatan intensifikasi mau-
penentuan proporsi kena pajak, penghitungan pun ekstensifikasi.
tingkat kepatuhan, dan tahun pajak yang dite-
liti. Studi ini berupaya melakukan analisis yang Kinerja Pemungutan PPN dan PPn-
lebih rinci terhadap proporsi kena pajak pada BM
masing-masing sektor. Oleh karena itu, terda-
PPN memberikan kontribusi hampir mencapai
pat suatu sektor usaha memiliki proporsi kena
50% dari total penerimaan pajak yang dikelola
pajak tidak hanya 0 dan 1, tetapi juga antara
oleh DJP. Sejak awal dekade diberlakukannya
0 dan 1 untuk sektor yang outputnya dikena-
UU PPN, rasio penerimaan PPN dan PPnBM
kan dan tidak dikenakan PPN. Estimasi ting-
terhadap PDB, atau disebut juga dengan isti-
kat kepatuhan tidak hanya dilihat secara agre-
lah rasio PPN, mengalami peningkatan yang
gat, tetapi juga per sektor. Selain itu, tahun pa-
signifikan dari 0,9% pada tahun 1984 menjadi
jak yang akan diestimasi pada studi ini adalah
lebih dari 4,3% pada tahun 1994. Namun, per-
tahun 2013 sehingga diharapkan dapat mencer-
kembangan rasio PPN ini mengalami penurun-
minkan kondisi wajib pajak terkini.
an hingga menjadi sekitar 2,7% di tahun 1999.
Pellechio dan Hill (1996) juga melakukan Setelah tahun 1999 hingga tahun 2004, rasio
studi tentang penghitungan basis PPN dengan PPN cenderung mengalami kenaikan hingga
menggunakan Tabel I-O. Dalam studi tersebut, mencapai 4,5%. Sejak tahun 2004, rasio PPN
basis PPN dihitung dengan pendekatan pro- mengalami fluktuasi dengan kecenderungan se-
duksi dan konsumsi. Pada pendekatan produk- dikit menurun, walaupun secara nominal pe-
si, basis PPN dihitung dari PDB, sedangkan nerimaan PPN sejak tahun 2002 hingga tahun
pada pendekatan konsumsi, basis PPN dihi- 2012 tumbuh sebesar lebih dari 500% (Gambar
tung dari konsumsi akhir. Model yang dihasil- 1).
kan digunakan untuk memprediksi penerima- Gambar 2 menampilkan statistik penerima-
an PPN di Zambia. Pada tahun yang sama, an PPN dan PPnBM berdasarkan sumber pe-
Jenkins dan Kuo (1996) juga membuat estima- nerimaan dalam negeri dan impor. Sejak tahun
si penerimaan PPN dengan menggunakan Ta- 2004 sampai 2013, proporsi penerimaan PPN
bel I-O dengan pendekatan yang hampir sama dan PPnBM dalam negeri dan impor relatif
dengan Pellechio dan Hill. Model PPN terse- stabil, yaitu rata-rata sebesar 60% dari peneri-
but digunakan untuk mengestimasi penerima- maan dalam negeri dan 40% dari impor. PPN
an PPN di Nepal tahun 1993–1994. impor dipungut di pelabuhan oleh Direktorat
Model yang dibangun pada studi ini me- Jenderal Bea Cukai.
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
4 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
Negara-Negara ASEAN
Indikator
Indonesia Laos Filipina Singapura Thailand Vietnam
Tarif Standar PPN 10,00% 10,00% 12,00% 7,00% 7,00% 10,00%
Rasio PPN/PDB (VAT Ratio)a 3,75% 3,50% 1,88% 2,60% 4,20% 6,10%
Produktivitas PPN (VAT Productivity)b 37,00% 35,00% 16,00% 37,00% 60,00% 61,00%
Rasio Konsumsi terhadap PDB (Consump- 56,80% 69,00% 73,70% 40,60% 55,60% 62,70%
tion Ratio)c
Kinerja PPN (VAT Performance)d 65,90% 50,70% 21,20% 91,60% 108,00% 97,20%
Sumber: USAID (2013), diolah
Keterangan: a VAT Ratio merupakan perbandingan penerimaan PPN dengan PDB;
Keterangan: b VAT Productivity merupakan perbandingan antara VAT ratio dengan tarif PPN. Indika-
Keterangan: tor ini digunakan untuk menghitung persentase PDB yang dikenakan PPN. Semakin be-
Keterangan: sar angka VAT Productivity berarti semakin banyak bagian PDB yang dikenakan PPN
Keterangan: atau dapat dikatakan bahwa basis PPN semakin besar;
Keterangan: c Consumptions Ratio merupakan perbandingan jumlah konsumsi terhadap total PDB. In-
Keterangan: dikator ini digunakan dengan asumsi bahwa basis PPN adalah konsumsi;
Keterangan: d VAT Performance merupakan perbandingan antara VAT Productivity dengan Consump-
Keterangan: tion Ratio. Indikator ini digunakan untuk menghitung seberapa besar dari jumlah kon-
Keterangan: sumsi yang dikenakan PPN.
Tabel 2: Proporsi Penerimaan PPN dan PPnBM per Sektor Tahun 2004–2010
Tahun
Sektor Usaha
2004 2005 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2
Pertanian, 1,67% 1,49% 1,46% 1,32% 1,58% 1,81% 1,82% 1,60% 1,67% 1,49%
Peternakan,
Kehutan-
an, dan
Perikanan
Pertambangan 11,54% 13,16% 20,81% 16,23% 18,39% 6,99% 1,74% 12,69% 11,54% 13,16%
Migas
Pertambangan 0,84% 0,94% 1,09% 1,20% 0,94% 1,20% 1,26% 1,07% 0,84% 0,94%
Non-Migas
Penggalian 0,03% 0,16% 0,09% 0,08% 0,11% 0,08% 0,07% 0,09% 0,03% 0,16%
Manufaktur 44,62% 43,11% 36,26% 37,38% 37,36% 44,32% 49,98% 41,86% 44,62% 43,11%
Listrik, 0,93% 0,55% 0,63% 0,39% 0,41% 0,49% 0,56% 0,57% 0,93% 0,55%
Gas, dan
Air Bersih
Konstruksi 4,41% 4,42% 5,20% 7,75% 5,94% 6,22% 5,77% 5,67% 4,41% 4,42%
Perdagangan, 18,28% 18,55% 18,09% 19,75% 20,47% 22,57% 22,60% 20,04% 18,28% 18,55%
Hotel dan
Restoran
Transportasi 6,91% 7,38% 6,82% 6,13% 5,57% 5,39% 5,65% 6,26% 6,91% 7,38%
dan Komu-
nikasi
Keuangan, 7,69% 7,53% 7,02% 7,07% 4,97% 5,84% 5,99% 6,59% 7,69% 7,53%
Real Esta-
te, dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa 1,67% 1,32% 1,31% 1,51% 1,29% 1,74% 1,57% 1,49% 1,67% 1,32%
Lainnya 1,40% 1,39% 1,21% 1,19% 2,98% 3,34% 2,99% 2,07% 1,40% 1,39%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal, diolah
Gambar 3: Penerimaan dan Pertumbuhan PPN dan PPnBM Periode Januari–Maret, 2011–2014 (Harga
Konstan)
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal
Negara Batas Peredaran Nilai Tukar Faktor Batas Peredaran Per Kapita Rasio Batas
Usaha Tahunana Resmi 2012 Konversi Usaha, PPPb PDB, 2012, PPP Peredaran Usaha
PPP 2012 ($ Int. Nom.) (Cur. Int. $) terhadap PDB
per Kapita
(1) (2) (3) (4) (5)=[(2)/(3)]/(4) (6) (7)=(5)/(6)
Indonesia 4.800.000.000 9.386,63 0,7177 712.550 4.956 144
Laos 400.000.000 8.007,76 0,3163 157.925 4.464 35
Filipina 1.919.500 42,23 0,5865 77.501 4.412 18
Singapura 1.000.000 1,25 0,8367 956.161 61.803 15
Thailand 1.800.000 31,08 0,5577 103.844 9.815 11
Vietnam 2.500.000.000 20.828,00 0,4000 300.077 3.635 83
Sumber: USAID (2013) dan World Bank (2013), diolah
Keterangan: a Dalam mata uang lokal
Keterangan: b Purchasing Power Parity
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan se- ditan atas PPN Masukan. Perlakuan PPN atas
jenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik penyerahan barang dan jasa di Indonesia da-
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, ter- pat dikelompokkan menjadi beberapa bagian,
masuk makanan dan minuman yang diserah- yaitu ”Dikenakan PPN dengan Tarif Standar”,
kan oleh usaha jasa boga atau katering; serta ”Tidak Dikenakan PPN”, ”Dibebaskan PPN”,
(4) uang, emas batangan, dan surat berharga. ”Tidak Dipungut PPN”, dan ”Dikenakan PPN
Sedangkan, jenis jasa tidak dikenakan PPN6 , dengan tarif 0%”. Perlakuan PPN tersebut
yaitu (1) jasa keagamaan; (2) jasa pelayanan berpengaruh terhadap mekanisme pengkredit-
kesehatan medik; (3) jasa pelayanan sosial; (4) an PPN Masukan seperti penjelasan berikut
jasa pendidikan; (5) jasa keuangan dan asuran- ini:
si; (6) jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
(7) jasa pengiriman surat dengan prangko; (8) a. PPN Masukan yang Tidak Dapat Di-
jasa telepon umum dengan menggunakan uang kreditkan
logam; (9) jasa penyiaran yang tidak bersifat PPN Masukan atas perolehan barang dan ja-
iklan; (10) jasa angkutan umum di darat dan sa yang digunakan untuk menghasilkan barang
air, serta jasa angkutan udara dalam negeri dan jasa dengan perlakuan ”Tidak Dikenakan
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan PPN” atau ”Dibebaskan PPN”, atau umum-
dari jasa angkutan udara luar negeri; (11) ja- nya dikenal sebagai VAT exempt, tidak dapat
sa tenaga kerja; (12) jasa perhotelan; (13) jasa dikreditkan oleh PKP. Apabila PKP melaku-
boga atau katering; (14) jasa kesenian dan hi- kan kegiatan penyerahan barang dan jasa yang
buran; (15) jasa penyediaan tempat parkir; dan dikenakan PPN dan juga dikecualikan (tidak
(16) jasa yang disediakan oleh pemerintah da- dikenakan PPN dan/atau dibebaskan PPN),
lam rangka menjalankan pemerintahan secara maka PPN Masukan yang dapat dikreditkan
umum. hanyalah sejumlah yang terkait dengan penye-
rahan barang dan jasa yang dikenakan PPN.
PPN Masukan yang Dapat dan Tidak
Dapat Dikreditkan • Tidak Dikenakan PPN: jenis barang
dan jasa yang termasuk dalam kategori ini
Perlakuan PPN atas suatu jenis barang dan adalah jenis barang dan jasa yang diatur
jasa mempengaruhi dapat tidaknya pengkre- pada Pasal 4A UU PPN. Contohnya ada-
lah barang kebutuhan pokok dengan per-
6
Jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN timbangan untuk mengurangi regresivitas
diatur dalam Pasal 4A Ayat (3) UU PPN. PPN. Selain itu, terdapat jenis barang dan
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 11
jasa tidak dikenakan PPN karena penge- proyek pemerintah yang dibiayai dengan
naan pajak atas barang atau jasa tersebut hibah atau dana pinjaman luar negeri.
menjadi wewenang pemerintah daerah, se- PPN Dibebaskan dan PPN Tidak Dipu-
perti jasa perhotelan. ngut merupakan fasilitas PPN dirancang un-
• Dibebaskan PPN: pada prinsipnya, ba- tuk mendorong kegiatan tertentu. Namun, fa-
rang dan jasa yang termasuk dalam ka- silitas ini dapat menimbulkan distorsi ekonomi.
tegori ini merupakan BKP dan JKP. Na- Selain fasilitas PPN tersebut, pemerintah juga
mun, dengan pertimbangan untuk mem- pernah menerapkan fasilitas PPN Ditanggung
berikan insentif usaha dan juga isu regre- Pemerintah, seperti perlakuan PPN atas pen-
sivitas, maka penyerahan BKP dan JKP jualan minyak goreng curah. Bagi wajib pajak,
tersebut dibebaskan PPN. Contoh: barang fasilitas ini secara efektif sama dengan penge-
yang dianggap bersifat strategis seperti naan PPN dengan tarif 0%. Daftar peraturan
makanan ternak, air bersih, dan listrik de- pemberian fasilitas PPN dapat dilihat di Tabel
ngan daya maksimum tertentu. 13.
7 9
Pasal 9 ayat (4b) UU PPN mengatur tentang res- Diatur dalam PMK Nomor 198/PMK.03/2013 ten-
titusi yang dapat diajukan setiap masa pajak. tang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayar-
8
Pasal 17C UU KUP mengatur tentang pengemba- an Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyarat-
lian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak de- an Tertentu
10
ngan kriteria tertentu, sedangkan Pasal 17D UU KUP Diatur dalam PMK Nomor 71/PMK.03/2010 ten-
mengatur tentang kelebihan pembayaran pajak dari tang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Di-
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. berikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
mekanisme ini, DJP akan melakukan pemerik- kutnya akan menjadi lebih besar karena PPN
saan terhadap permohonan restitusi. Berdasar- masukan atas input antara akan diperhitung-
kan hasil pemeriksaan tersebut, apabila SPT kan sebagai biaya dalam menentukan harga ju-
yang disampaikan sudah benar, DJP akan me- al barang dan jasa yang dihasilkan.
nerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila barang dan jasa yang tidak dikena-
(SKPLB) sebagai dasar untuk mengembalikan kan PPN merupakan penjualan akhir ke kon-
kelebihan pembayaran kepada PKP. sumen, maka nilai tambah untuk menghasilkan
Dalam melakukan studi ini, penulis ti- barang dan jasa tersebut bukan merupakan ba-
dak berhasil memperoleh data statistik untuk sis PPN. Berdasarkan uraian ini, terdapat dua
mengukur kinerja pembayaran restitusi. Oleh basis PPN yaitu konsumsi akhir dan PPN ma-
karena itu, tingkat penyelesaian restitusi tidak sukan atas barang dan jasa yang tidak dikena-
dibahas pada studi ini. kan PPN seperti yang ditampilkan pada Tabel
5. Kedua hal inilah yang menjadi dasar untuk
Pengenaan PPN dalam Proses Pro- membangun model analisis dan estimasi pene-
duksi dan Distribusi rimaan PPN dengan pendekatan konsumsi. De-
ngan pendekatan konsumsi ini, pengusaha yang
Mekanisme pemungutan PPN dengan mekanis- melakukan penjualan barang yang tidak dike-
me credit-invoice dapat dilihat pada Tabel 4. nakan PPN dianggap sama dengan konsumen
Contohnya, pada rantai distribusi yang tera- akhir.
khir, jumlah yang harus dibayar oleh konsu- Pada Tabel 5, sektor manufaktur diasumsi-
men akhir adalah Rp1.000 ditambah dengan kan tidak dikenakan PPN (manufaktur dia-
PPN 10% atau Rp100. Jumlah PPN yang di- sumsikan bukan PKP). PPN Masukan yang di-
pungut oleh penjual dari konsumen akhir ini bayarkan oleh manufaktur kepada penggerga-
sama dengan total jumlah PPN yang disetor- jian tidak dapat dikreditkan. Oleh karena itu,
kan ke kas negara pada setiap rantai produksi manufaktur akan memperhitungkan PPN Ma-
dan distribusi. Begitu juga dengan harga yang sukan tersebut sebagai biaya dalam menentu-
dibayar oleh konsumen akhir sama dengan to- kan harga pokok penjualan. Dalam contoh di
tal nilai tambah pada setiap rantai produksi Tabel 5, diasumsikan semua biaya PPN Masuk-
dan distribusi. Konsep ini menunjukkan bah- an dapat diteruskan ke pembeli berikutnya (pe-
wa penanggung utama PPN adalah konsumen dagang besar). Dari sini dapat dilihat bahwa
akhir. kebijakan untuk tidak mengenakan PPN pa-
Seperti halnya penerapan PPN pada umum- da pengusaha yang menghasilkan input antara
nya di berbagai negara, Indonesia juga mem- berpotensi meningkatkan penerimaan PPN.
berikan pengecualian terhadap beberapa jenis Untuk menghitung potensi penerimaan PPN
barang atau jasa tertentu yang tidak dikena- dengan pendekatan konsumsi, perlu diketahui
kan PPN. Ada beberapa pertimbangan untuk jumlah dan komposisi konsumsi akhir dan jum-
tidak mengenakan PPN atas barang atau ja- lah dan komposisi input antara pengusaha bu-
sa tertentu, seperti pertimbangan sosial politis, kan PKP. Selanjutnya, diperlukan estimasi ten-
pertimbangan teknis, serta administratif. tang komposisi BKP dan JKP di antara total
Pengusaha yang melakukan penyerahan ba- konsumsi akhir dan input antara.
rang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ti-
dak dapat mengkreditkan PPN Masukan yang
Kerangka Model Estimasi Potensi Pe-
dibayar pada saat memperoleh input. Apabila
nerimaan PPN
barang dan jasa tidak dikenakan PPN diguna-
kan sebagai input antara, maka basis PPN dan Tabel 6 mengilustrasikan kerangka model yang
penerimaan PPN pada rantai produksi beri- digunakan dalam studi ini untuk mengestima-
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
14 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
si penerimaan PPN dengan pendekatan kon- nentuan proporsi angka konsumsi dan input
sumsi. Penjelasan lebih rinci mengenai meto- antara yang merupakan objek PPN dan PPn-
dologi analisis PPN dapat dilihat di Glenday et BM (taxable proportion) dijelaskan pada bagi-
al. (2010). Kolom 3 berisi nilai konsumsi akhir an berikutnya.
atau nilai input antara yang merupakan hasil Estimasi proporsi konsumsi atau input anta-
proyeksi ke tahun 2013 dari Tabel I-O 2008. Ni- ra kena pajak didasarkan pada peraturan dan
lai konsumsi akhir pada kolom 3 adalah sama perundangan yang berlaku. Namun demikian,
dengan nilai konsumsi akhir pada Tabel I-O ko- tidak semua wajib pajak patuh melaporkan se-
lom 301. Untuk nilai input antara, angka-angka luruh transaksi yang kena PPN dan PPnBM.
pada kolom 3 merupakan hasil proyeksi ke ta- Untuk itu, perlu diperkirakan tingkat kepatuh-
hun 2013 dari Tabel I-O 2008 baris 190. an wajib pajak untuk masing-masing sektor
Dengan adanya berbagai pengecualian dan ekonomi. Basis pajak efektif merupakan per-
pemberian PPN 0% untuk penyerahan barang kalian antara nilai konsumsi atau input antara
dan jasa tertentu, maka tidak semua angka- untuk masing masing sektor ekonomi dikalikan
angka konsumsi dan input antara merupakan dengan proporsi kena pajak dan tingkat kepa-
basis PPN. Oleh karena itu, perlu diestimasi tuhan wajib pajak.
berapa besar dari angka-angka tersebut yang Perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM da-
menjadi basis PPN dan PPnBM. Kolom 4 ber- ri masing-masing sektor ekonomi merupakan
isi perkiraan proporsi dalam persentase dari perkalian tarif pajak rata-rata dengan basis
konsumsi akhir atau input antara yang meru- efektif PPN dan PPnBM. Dengan model ini
pakan objek PPN atau PPnBM. Metode pe- diharapkan dapat diestimasi dampak dari per-
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 15
ubahan kebijakan sektoral terhadap total pe- yeksikan ke tahun 2013. Proyeksi ini dilaku-
nerimaan PPN dan PPnBM. Namun demikian, kan dengan menentukan Faktor Pengali (gross
model yang digunakan bersifat statis dan tidak up factor ) untuk memproyeksikan nilai kon-
secara eksplisit memperhitungkan respons dari sumsi akhir, Pembentukan Modal Tetap Bruto
perilaku PKP. (PMTB), dan input antara.
P P Ni Bi Pi Ki t (1)
Karena data yang dibutuhkan untuk meng-
hitung Faktor Pengali tidak tersedia untuk
dengan: setiap sektor ekonomi, maka Faktor Penga-
li untuk suatu sektor utama diasumsikan sa-
P P Ni : Penerimaan PPN dan PPnBM dari ko- ma dengan untuk masing-masing subsektor
moditas atau sektor usaha i; penyusunnya. Misalnya, Faktor Pengali un-
Bi : Konsumsi akhir rumah tangga atau in- tuk sektor Pertanian Tanaman Bahan Makan-
put antara usaha yang menghasilkan ba- an sama dengan Faktor Pengali bagi masing-
rang dan/atau jasa tidak dikenakan PPN; masing subsektor penyusunnya yaitu subsek-
Pi : Proporsi konsumsi akhir rumah tangga tor jagung, umbi-umbian, sayur-sayuran, dan
atau input antara usaha yang dikenakan tanaman bahan makanan lainnya.
PPN dan PPnBM; Faktor Pengali diperoleh dengan menggu-
Ki : Tingkat kepatuhan untuk komoditas atau nakan formula di bawah ini:
sektor usaha i;
Gi
P DBi,t
t : Tarif rata-rata PPN atau PPnBM. (2)
P DBi,0
dengan:
Metode
Gi : Faktor Pengali;
Sumber Data P DBi,t : PDB tahun proyeksi;
P DBi,0 : PDB tahun dasar.
Sumber data utama untuk studi ini adalah Ta-
bel I-O yang dipublikasikan oleh BPS. Tabel Terdapat dua pendekatan dalam menentu-
I-O disajikan dalam bentuk matriks, di ma- kan PDB tahun proyeksi (P DBi,t ). Pertama,
na masing-masing barisnya menunjukkan out- apabila rincian atau komponen PDB berda-
put suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi sarkan penggunaan untuk tahun yang akan
permintaan antara dan permintaan akhir, se- diproyeksi telah tersedia, maka P DBi,t dapat
dangkan masing-masing kolomnya menunjuk- menggunakan angka yang dilaporkan BPS. Pa-
kan pemakaian input antara dan input primer da saat studi ini dilakukan, BPS telah mener-
oleh suatu sektor dalam proses produksi. Ta- bitkan data PDB tahun 2013. Oleh karena itu,
bel I-O terakhir yang dikeluarkan BPS adalah Faktor Pengali dihitung dengan menggunakan
hasil pemutakhiran tahun 2008. BPS membagi pendekatan pertama ini. Kedua, apabila rin-
Tabel I-O Tahun 2008 menjadi 66 sektor pere- cian PDB untuk tahun yang akan diproyeksi
konomian11 . belum tersedia, maka total PDB untuk tahun
proyeksi, P DBt , dapat dihitung terlebih dahu-
Faktor Pengali untuk Memproyeksi- lu dengan menggunakan angka proyeksi per-
kan Tabel I-O ke Tahun 2013 tumbuhan ekonomi nominal, sebagai berikut:
Semua item dalam satu sektor konsumsi tidak dikenakan PPN dan/atau mendapatkan 0
fasilitas PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan
Sebagian item dalam satu sektor konsumsi dikenakan PPN dan sebagian lagi tidak dike- Antara 0 sampai 1
nakan PPN dan/atau mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
kan basis pajak yang harus diperhitungkan da- PMTB yang dilakukan oleh bukan PKP tetap
lam menghitung potensi penerimaan. tidak bisa dikreditkan sehingga pengeluaran
Selain dari proporsi kena pajak rincian input untuk PMTB harus diperhitungkan sebagai ba-
antara dari masing-masing sektor dan proporsi sis PPN. Selain itu, pengeluaran untuk pemba-
kena pajak keluaran yang dihasilkan, faktor la- ngunan perumahan yang merupakan konsumsi
in yang dipertimbangkan dalam penentuan Pj rumah tangga tercatat sebagai PMTB di da-
adalah besarnya nilai tambah yang dihasilkan lam Tabel I-O, dan di Indonesia penyerahan
dari usaha mikro dan kecil pada sektor j. Hal rumah baru dengan kriteria tertentu merupa-
ini dengan asumsi bahwa usaha mikro dan ke- kan objek PPN. Oleh karena itu, bagian PMTB
cil ini bukan merupakan PKP. Sehingga, dalam yang merupakan pembangunan perumahan ha-
studi ini, (1 PO,j ) diasumsikan minimal sebe- rus ditambahkan sebagai basis PPN.
sar proporsi nilai tambah usaha mikro dan kecil Dalam menghitung proporsi kena pajak
pada sektor j. Tabel 8 menampilkan proporsi PMTB sektor konstruksi, angka yang dicatat
nilai tambah usaha mikro dan kecil di masing- dalam Tabel I-O hanya merupakan pengelu-
masing sektor utama. aran pembuatan bangunan. Nilai tanah tidak
dicatat sebagai PMTB. Namun, dalam meng-
hitung PPN atas penyerahan rumah baru, ba-
Proporsi Kena Pajak Pembentukan sis PPN merupakan nilai total properti, terma-
Modal Tetap Bruto suk nilai tanah dan bangunan. Oleh sebab itu,
Secara umum, dalam sistem PPN jenis kon- dalam menghitung proporsi kena pajak untuk
sumsi, pembentukan modal tetap dan investasi PMTB konstruksi, perlu diperhitungkan terle-
secara efektif bukan merupakan basis PPN, ka- bih dahulu proporsi nilai pembangunan peru-
rena PPN yang dibayarkan dalam rangka pe- mahan, dan kemudian asumsi persentase nilai
ngeluaran untuk PMTB merupakan PPN yang tanah harus ditambahkan untuk menghitung
dapat dikreditkan. Oleh sebab itu, secara riil basis data PPN. Dalam studi ini, nilai tanah
tidak ada PPN yang menjadi penerimaan pa- diasumsikan sebesar 40% dari total nilai pro-
jak dari PMTB yang dilakukan untuk kegiat- perti.
an usaha. Pengeluaran usaha yang termasuk
pembentukan modal tetap antara lain pemba- Tingkat Kepatuhan
ngunan tempat usaha, pembelian mesin dan
alat perlengkapan, serta pembelian ternak un- Tingkat kepatuhan (compliance rate) dihitung
tuk tujuan pembiakan, pemerahan susu, dan dengan membandingkan realisasi penerimaan
sebagainya. PPN dan PPnBM dengan estimasi potensi pe-
Namun, seperti halnya pengeluaran untuk nerimaan PPN dan PPnBM. Potensi pene-
input antara, PPN yang dibayarkan untuk rimaan PPN dan PPnBM diperoleh dengan
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
20 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
Omzet
Lapangan Usaha
Rp300 juta Rp600 juta Rp2,5 miliar Rp4,8 miliar
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 88,0% 88,0% 88,2% 88,5%
Pertambangan dan Penggalian 11,5% 11,6% 11,8% 11,9%
Industri Pengolahan 12,9% 14,0% 21,6% 22,1%
Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,4% 0,5% 1,4% 1,8%
Konstruksi 11,4% 12,2% 17,4% 18,5%
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 27,3% 29,3% 42,3% 42,6%
Pengangkutan dan Komunikasi 20,0% 21,3% 29,2% 30,2%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11,9% 13,1% 20,8% 22,8%
Jasa-Jasa 32,0% 33,4% 41,7% 42,0%
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah
asumsi tingkat kepatuhan 100%. Data yang di- di tersebut seperti sektor pestisida dan pupuk.
gunakan untuk menghitung tingkat kepatuhan Hal ini dikarenakan oleh PPN masukan atas in-
disini adalah data aktual penerimaan PPN dan put antara atas barang yang dibeli oleh sektor
PPnBM tahun 2012 dibandingkan dengan po- padi merupakan PPN keluaran bagi sektor pu-
tensi penerimaan PPN dan PPnBM yang di- puk dan pestisida dan pada sistem DJP pene-
peroleh menggunakan hasil proyeksi Tabel I-O rimaan dari input antara ini diadministrasikan
2012. Selanjutnya, diasumsikan bahwa tingkat sebagai penerimaan sektor pupuk dan pestisi-
kepatuhan pembayaran PPN dan PPnBM ta- da.
hun 2013 setara dengan tingkat kepatuhan di Untuk mengalokasikan input antara ke sek-
tahun 2012. Karena laporan statistik peneri- tor yang memasok input antara tersebut di-
maan pajak membagi sektor ekonomi menjadi perlukan Faktor Pembagi input antara. Fak-
11 sektor utama, maka estimasi tingkat kepa- tor Pembagi dihitung dengan cara: Pertama,
tuhan dilakukan dengan mengelompokkan po- menghitung proporsi kena pajak atas total in-
tensi penerimaan yang dihitung berdasarkan put suatu sektor usaha seperti yang telah dije-
Tabel I-O sesuai dengan 10 sektor ekonomi ini. laskan pada bagian sebelumnya. Kedua, meng-
Penentuan sektor usaha pada input antara alokasikan input antara yang merupakan ba-
memiliki perbedaan dengan sektor usaha pada sis PPN (dengan mempertimbangkan proporsi
basis pajak dari konsumsi akhir rumah tang- kena pajak output dari supplier dan propor-
ga dan PMTB. Untuk menghitung potensi pe- si bukan PKP sektor usaha yang memperoleh
nerimaan, nilai input antara dialokasikan ber- input antara) ke sektor yang memasok (suppli-
dasarkan sektor yang memperoleh input an- er ) input antara tersebut. Ketiga, menghitung
tara tersebut. Sementara itu, untuk menghi- Faktor Pembagi yaitu proporsi setiap sektor
tung tingkat kepatuhan dan menghitung es- yang menjadi supplier input antara yang diper-
timasi penerimaan, hasil perhitungan potensi oleh dengan cara membagi input antara yang
dari input antara dialokasikan ke setiap sektor dihasilkan oleh suatu supplier dengan total in-
usaha yang berperan sebagai supplier. put antara yang menjadi basis PPN. Potensi
Misalnya, total input antara yang digunakan penerimaan sektoral dari input antara adalah
oleh sektor padi tidak dapat langsung diguna- angka yang dihasilkan dari total potensi dari
kan sebagai dasar penghitungan potensi pene- input antara yang dibagi ke seluruh sektor usa-
rimaan sektor padi. Untuk menghitung tingkat ha dengan menggunakan Faktor Pembagi.
kepatuhan dan estimasi penerimaan, nilai in- Setelah potensi penerimaan PPN dibagi ke
put antara dibukukan ke dalam masing-masing seluruh sektor usaha, maka dilakukan penge-
sektor yang memasok input antara sektor pa- lompokan ke sektor yang lebih besar (11 sek-
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 21
tor). Formula untuk menghitung tingkat kepa- sebagian output dari subsektor ini, yai-
tuhan adalah sebagai berikut: tu subsektor listik dan air bersih, terma-
suk kategori barang strategis yang menda-
A
ϕi RRPi (11)
patkan fasilitas PPN dibebaskan. Namun,
untuk subsektor listrik, terdapat bagian
i
yang tidak mendapatkan fasilitas PPN di-
dengan: bebaskan, yaitu listrik untuk perumahan
dengan daya di atas 6.600 watt. Pada ta-
ϕi : Tingkat kepatuhan pajak PPN dan PP- hun 2013, pendapatan PT. PLN yang ber-
nBM di sektor i; sumber rumah tangga dengan daya di atas
RiA : Aktual penerimaan PPN dan PPnBM da- 6.600 watt (R-3) adalah Rp3,7 triliun, se-
ri sektor i; dangkan total pendapatan PT. PLN pa-
RiP : Potensi penerimaan PPN dan PPnBM da tahun tersebut adalah Rp153.4 trili-
dari sektor i. un (PLN, 2013). Jadi, jumlah PDB da-
ri listrik yang tidak mendapatkan fasilitas
PPN dibebaskan adalah sebesar 2,4%. Un-
Hasil dan Analisis tuk sektor gas, proporsi kena pajak pada
sektor tersebut adalah 100%. Berdasarkan
Proyeksi Tabel Input-Output data di atas, proporsi kena pajak secara
Tabel 15 menunjukkan hasil perhitungan Fak- keseluruhan atas Sektor Listrik, Gas, dan
tor Pengali. Seperti dijelaskan sebelumnya, Air Bersih adalah sebesar 26,6% (Tabel 9).
Faktor Pengali digunakan untuk memproyek- • Sektor Angkutan Udara.
sikan komponen Tabel I-O, yaitu terkait de- Jasa angkutan udara yang dikenakan PPN
ngan pengeluaran akhir rumah tangga dan pe- adalah jasa angkutan udara dalam ne-
merintah, PMTB, dan input antara. Hasil pro- geri. Namun demikian, tidak semua jasa
yeksi, selain untuk input antara, kemudian di- angkutan udara dalam negeri merupakan
sesuaikan dengan total nilai agregat yang dila- objek PPN karena terdapat pengecualian
porkan oleh BPS. Hasil proyeksi setelah dise- untuk jasa angkutan udara dalam nege-
suaikan dapat dilihat pada Tabel 16. ri yang merupakan bagian yang tidak ter-
pisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
BPS mencatat proporsi keberangkatan lu-
Proporsi Kena Pajak Pertambahan ar negeri (penumpang dan barang) pada
Nilai tahun 2012 adalah sekitar 25% dari total
a. Permintaan Akhir Rumah Tangga penerbangan (BPS, 2013a). Oleh karena
itu, proporsi kena pajak sektor angkutan
Hasil penghitungan Proporsi Kena Pajak da- udara adalah sebesar 0,75 yaitu jumlah di
pat dilihat pada Tabel 16. Terdapat 2 sektor luar penerbangan ke luar negeri.
usaha yang memiliki Proporsi Kena Pajak an-
tara 1 dan 0. Artinya, tidak semua bagian pa- Selain dua sektor usaha yang dijelaskan di
da sektor tersebut merupakan BKP dan/atau atas, terdapat 2 sektor usaha yang seharus-
JKP. Perhitungan Proporsi Kena Pajak untuk nya memiliki proporsi kena pajak antara 0
kedua sektor ekonomi ini dapat dijelaskan se- dan 1. Namun, proporsi yang dikenakan PPN
bagai berikut: dan proporsi yang tidak dikenakan PPN pada
sektor tersebut tidak signifikan sehingga pro-
• Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. porsi kena pajak yang digunakan adalah yang
Berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2007, dominan pada masing-masing sektor tersebut.
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
22 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
Tabel 9: Perhitungan Proporsi Kena PPN Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor usaha yang dijelaskan tersebut adalah dak mencapai 1% dari total konsumsi da-
sebagai berikut: ri sektor industri alat pengangkutan. Oleh
karena itu, proporsi kena pajak sektor ini
• Sektor Angkutan Umum (Darat, adalah 1.
Air, dan Kereta Api).
PMK Nomor 80/PMK.03/2012 mengatur Berdasarkan data Tabel I-O, fasilitas PPN
tentang jasa angkutan umum di darat dan yang berpengaruh signifikan terhadap peneri-
air yang tidak dikenakan PPN. Untuk ang- maan PPN adalah PPN dibebaskan atas BKP
kutan umum darat di jalan (mobil, truk, dan JKP strategis sebagaimana diatur dalam
dan lain-lain), tidak dikenakan PPN apa- PP Nomor 31/2007 dan BKP dan JKP ter-
bila angkutan tersebut menggunakan tan- tentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor
da nomor kendaraan dengan dasar kuning 38/2003 sehingga diperhitungkan dalam per-
dan tulisan hitam. Kemudian, untuk ang- hitungan proporsi kena pajak. Fasilitas PPN
kutan umum darat (kereta api) dan ang- yang lain dianggap tidak berpengaruh signifi-
kutan air (kapal), tidak dikenakan PPN kan terhadap penerimaan PPN dengan pertim-
apabila angkutan tersebut digunakan ti- bangan sebagai berikut. Pertama, selain rumah
dak dengan cara disewa atau dicarter. Ta- sederhana, kapal laut, kereta api, dan pesawat
bel I-O tidak menampilkan dengan rinci udara yang merupakan BKP tertentu yang di-
nilai konsumsi sektor angkutan umum ini. bebaskan PPN berdasarkan PP 38/2003, ter-
Oleh karena itu, proporsi kena pajak atas dapat barang-barang seperti buku pelajaran,
sektor ini menggunakan bagian yang do- kitab suci, vaksin polio, dan lain-lain yang juga
minan dari sektor ini yaitu 0. dibebaskan PPN berdasarkan peraturan peme-
• Sektor Industri Alat Pengangkutan. rintah tersebut. Namun, barang-barang terse-
PP Nomor 38/2003 mengatur tentang je- but tidak diperhitungkan karena memiliki por-
nis BKP dan JKP tertentu yang menda- si yang tidak terlalu signifikan pada konsum-
patkan fasilitas dibebaskan PPN. Terda- si rumah tangga. Kedua, jumlah yang tidak
pat beberapa jenis BKP dan JKP tertentu signifikan juga terdapat pada BKP yang dise-
yang terdapat pada peraturan ini (Tabel rahkan kepada perwakilan negara asing/badan
13). Jenis BKP yang memiliki jumlah sig- internasional sebagaimana diatur dalam PP
nifikan adalah alat angkutan berupa kapal 47/2013 dan penyerahan jasa kebandaruda-
laut, kereta api, dan pesawat. Namun de- raan tertentu sebagaimana diatur dalam PP
mikian, jenis alat angkutan tersebut ham- 28/2009. Kedua penyerahan ini mendapatkan
pir seluruhnya tidak dimaksudkan untuk fasilitas dibebaskan PPN.
konsumsi rumah tangga, melainkan seba- Ketiga, PPN tidak dipungut atas pemasuk-
gai PMTB bagi perusahaan pelayaran, pe- an barang ke kawasan berikat dan/atau kawa-
nerbangan, maupun perkeretaapian. Ada- san bebas dimaksudkan untuk tujuan ekspor
pun hasil industri alat pengangkutan yang tidak berpengaruh terhadap penerimaan PPN.
dikonsumsi rumah tangga sangat kecil, ti- Barang yang dimasukkan ke kawasan berikat
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 23
dan/atau kawasan bebas dianggap sebagai eks- PMTB konstruksi gedung adalah untuk pem-
por. Sesuai dengan prinsip tempat tujuan (des- bangunan perumahan, dan 80% PMTB peru-
tination principle), apabila barang tersebut di- mahan diserahkan oleh PKP, dan nilai tanah
keluarkan lagi ke daerah pabean, maka PPN sebesar 40% dari total nilai penyerahan peru-
atas barang tersebut wajib dilunasi. Dan keem- mahan, maka Proporsi Kena Pajak PMTB sek-
pat, PPN ditanggung pemerintah merupakan tor konstruksi diperkirakan sebesar 0,3*0,8/0,6
PPN yang dibayar pemerintah atas suatu jenis = 0,4.
barang tertentu, seperti minyak goreng curah,
pupuk subsidi, dan lain-lain. Namun demikian, c. Input Antara
jumlah PPN yang dibayarkan pemerintah ter-
sebut merupakan penerimaan PPN. Oleh ka- Hasil perhitungan Proporsi Kena Pajak untuk
rena itu, jumlah PPN yang dibayarkan peme- input antara menggunakan Persamaan (10) di-
rintah tersebut tidak dikurangkan dari potensi tampilkan pada Tabel 16. Khusus untuk sektor
penerimaan PPN. industri alat pengangkutan, terdapat sekitar
10% dari output sektor tersebut mendapatkan
fasilitas dibebaskan PPN. Namun, output ter-
b. Pembentukan Modal Tetap Bruto sebut tidak berupa konsumsi rumah tangga, se-
PMTB umumnya bukan merupakan basis hingga sektor ini memiliki proporsi kena pajak
PPN. Namun, terdapat pengecualian untuk 1 pada permintaan akhir rumah tangga. Untuk
sektor konstruksi, karena pembangunan peru- menghitung proporsi input antara, jumlah out-
mahan yang diserahkan kepada rumah tang- put yang dibebaskan pada sektor industri alat
ga sebagai konsumsi akhir, maka PMTB da- pengangkutan ini harus diperhitungkan. Oleh
lam bentuk perumahan yang memenuhi kri- karena itu, pada saat penghitungan proporsi
teria kena PPN harus diperhitungkan sebagai kena pajak input antara, proporsi kena pajak
basis PPN12 . Karena PMTB tidak memasuk- sektor industri alat pengangkutan diubah dari
kan nilai tanah, sedangkan basis PPN atas pe- 1 menjadi 0,9.
nyerahan rumah baru termasuk nilai tanah, Selain itu, untuk sektor konstruksi, proporsi
maka nilai tanah perlu ditambahkan ke da- kena pajak adalah 0,4 pada basis pajak kon-
lam PMTB perumahan. BPS membagi kon- sumsi akhir dan PMTB. Namun, pada saat pe-
struksi ke dalam tiga kategori, yaitu konstruksi nentuan proporsi kena pajak dari input antara,
gedung, konstruksi bangunan sipil, dan kon- proporsi kena pajak sektor konstruksi diubah
struksi khusus. Perumahan merupakan bagi- dari 0,4 menjadi 1. Hal ini disebabkan karena
an dari konstruksi gedung. BPS mencatat pro- semua yang dihasilkan pada sektor konstruk-
porsi konstruksi gedung pada tahun 2013 ada- si merupakan barang/jasa kena pajak sehingga
lah sekitar 30% (BPS, 2013b). Dengan asumsi semua PPN masukan dapat dikreditkan kecuali
PPN masukan yang dibayar oleh bukan PKP.
12
PMK Nomor 113/PMK.03/2014 mengatur tentang
Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana,
Proporsi Kena Pajak Penjualan atas
Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Maha- Barang Mewah
siswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang Atas
Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Per- Proporsi Kena Pajak untuk PPnBM dihitung
tambahan Nilai. Batasan tersebut di antaranya menga- untuk tiga sektor usaha yang dikenakan PP-
tur luas bangunan tidak lebih dari 36 m2 , kepemilikan nBM, yaitu: (i) sektor industri mesin, alat-alat
yang pertama, harga jual tidak melebihi batasan yang
disesuaikan dengan zona dan tahun, dan lain-lain. Jadi,
dan perlengkapan listrik; (ii) sektor industri
atas penyerahan rumah yang tidak memenuhi ketentu- alat pengangkutan dan perbaikannya; dan (iii)
an ini merupakan penyerahan yang dipungut PPN. sektor perdagangan.
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
24 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
Untuk sektor industri alat pengangkutan, sifikasi kendaraan yang dibagi berdasarkan isi
data yang digunakan bersumber dari Gabung- silender. Namun, penulis tidak menemukan da-
an Industri Kendaraan Bermotor Indonesia ta rinci penjualan sepeda motor berdasarkan
(GAIKINDO) untuk kendaraan bermotor jenis isi silinder. Oleh karena, pengumpulan data di-
mobil dan dari Asosiasi Industri Sepeda Motor ambil dari berbagai sumber seperti Otomotif-
Indonesia (AISI) untuk kendaraan bermotor je- net.com (2013). Berdasarkan data tersebut dan
nis sepeda motor. Khusus untuk data dari GA- hasil penelusuran dari berbagai sumber dipe-
IKINDO, jumlah penjualan mobil dalam sa- roleh proporsi jumlah unit penjualan sepeda
tu tahun telah dibagi ke dalam masing-masing motor yaitu, sekitar 99% dengan isi silinder di
spesifikasi kendaraan yang sesuai dengan pem- bawah 250cc dan sisanya dengan isi silinder di
bagian spesifikasi kendaraan sebagaimana yang atas 250cc.
diatur dalam peraturan PPnBM. Sedangkan Sama halnya dengan penghitungan Propor-
data dari AISI hanya menginformasikan jum- si Kena Pajak PPnBM untuk penjualan mobil,
lah penjualan seluruh spesifikasi sepeda motor jumlah penjualan sepeda motor untuk masing-
dalam satu tahun. Oleh karena itu, perlu asum- masing spesifikasi kemudian dikalikan dengan
si proporsi penjualan pada masing-masing spe- harga sepeda motor yang dapat merepresenta-
sifikasi kendaraan jenis sepeda motor. sikan masing-masing spesifikasi kendaraan un-
Data GAIKINDO hanya menampilkan jum- tuk memperoleh nilai pangsa pasar masing-
lah unit yang diproduksi untuk masing-masing masing spesifikasi sepeda motor. Nilai pangsa
spesifikasi kendaraan atau pangsa pasar berda- pasar tersebut kemudian dikalikan dengan total
sarkan unit yang terjual. Sedangkan data yang konsumsi sepeda motor dengan menggunakan
juga dibutuhkan untuk menghitung penerima- data dari Tabel I-O 2000 yang menampilkan
an PPnBM adalah nilai penjualan kendaraan pengeluaran yang lebih rinci untuk 175 sektor.
tersebut. Untuk mendapatkan nilai penjualan Tabel 10 menampilkan hasil perhitungan
pada masing-masing spesifikasi kendaraan, di- proporsi pangsa pasar untuk masing-masing
pilih harga salah satu merek kendaraan yang klasifikasi kendaraan dan tarif PPnBM. Meng-
dapat merepresentasikan suatu spesifikasi ken- ingat keterbatasan data, maka diasumsikan ke-
daraan. tiga sektor usaha yang dikenakan PPnBM me-
miliki proporsi pangsa pasar yang sama.
Nilai konsumsi kendaraan bermotor jenis
mobil atas ketiga sektor yang dikenakan PPn-
BM tidak sama dengan total nilai penjualan Potensi Penerimaan PPN dan PPn-
kendaraan berdasarkan hasil estimasi dengan BM Tahun 2012 dengan Tingkat Ke-
menggunakan harga salah satu merek yang patuhan 100%
dapat merepresentasikan salah satu spesifikasi
Potensi penerimaan PPN dan PPnBM tahun
kendaraan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh
2012 dengan asumsi tingkat kepatuhan 100%
nilai penjualan, pangsa pasar untuk masing-
diestimasi sekitar Rp635 triliun. Rincian hasil
masing spesifikasi kendaraan berdasarkan ni-
perhitungan dari potensi penerimaan PPN dan
lai penjualan dikalikan dengan total konsumsi
PPnBM dapat dilihat pada Tabel 17.
kendaraan bermotor jenis mobil ketiga sektor
usaha tersebut. Kemudian, nilai penjualan un-
tuk masing-masing spesifikasi kendaraan dike- Tingkat Kepatuhan
lompokkan berdasarkan tarif PPnBM sehingga Untuk mendapatkan angka estimasi Tingkat
diperoleh Proporsi Kena Pajak untuk masing- Kepatuhan, maka potensi penerimaan PPN
masing tarif PPnBM. dan PPnBM tahun 2012 dibandingkan dengan
Untuk sepeda motor, terdapat tiga jenis spe- angka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 25
Tabel 10: Proporsi Pangsa Pasar Kendaraan Bermotor untuk Masing-Masing Tarif PPnBM
tahun 2012. Angka Tingkat Kepatuhan untuk Simulasi Perubahan Kebijakan dan
masing-masing sektor usaha dapat dilihat pada Perbaikan Administrasi PPN
Tabel 18. Total tingkat kepatuhan pembayar-
an PPN dan PPnBM tahun 2012 adalah sekitar a. Peningkatan Tarif PPN dari 10% Men-
53%. jadi 11% dan 12%
Tabel 11: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM untuk Beberapa Tarif PPN
Tarif PPnBM Potensi Penerimaan PPN & PPnBM Potensi Peningkatan terhadap Aktual Penerimaan
10% Rp381 Triliun -
11% Rp417 Triliun 9,4%
12% Rp453 Triliun 18,8%
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
yang dihasilkan dari kedua simulasi ini dapat cara memperkuat sistem administrasi perpa-
dilihat pada Tabel 11. jakan dengan menyederhanakan proses bisnis
dan membatasi pengecualian. Perluasan basis
b. Penghapusan Fasilitas PPN dan PPN pajak melalui pengurangan jumlah BKP/JKP
Tidak Dikenakan/Dibebaskan yang dibebaskan atau tidak dikenakan PPN
dapat meningkatkan efisiensi penglolaan PPN,
Penghapusan seluruh fasilitas PPN (dibebas- karena hal ini akan mengurangi kebutuhan un-
kan PPN dan tidak dipungut PPN) dan PPN tuk perlakuan khusus yang dapat menambah
Tidak Dikenakan termasuk menurunkan batas beban administrasi baik bagi wajib pajak ma-
peredaran usaha untuk wajib daftar sebagai upun DJP.
PKP akan menyebabkan semua usaha dapat
mengkreditkan seluruh PPN Masukan. Dengan Implikasi Studi
kata lain, semua PPN atas input antara dapat
dikreditkan, dan hanya konsumen akhir yang Berdasarkan uraian dan hasil perhitungan di
secara efektif membayar PPN. atas, dapat diketahui bahwa tingkat kepatuh-
Simulasi dari penghapusan fasilitas atas an pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM se-
PPN dan PPN Tidak Dikenakan atau PPN cara total adalah sekitar 53%. Dalam hal ini,
Dibebaskan memberikan hasil sebagai berikut. pemerintah masih memiliki ruang untuk me-
Pertama, penerimaan PPN yang bersumber lakukan intensifikasi dan ekstensifikasi poten-
dari konsumsi meningkat sekitar 83% diban- si penerimaan PPN dan PPnBM. Dari stu-
dingkan dengan estimasi penerimaan PPN se- di ini dapat diketahui tingkat kepatuhan sek-
belum asumsi kebijakan ini diterapkan. Kedua, toral. Sektor manufaktur merupakan penyum-
tidak ada potensi penerimaan PPN dari in- bang terbesar penerimaan PPN. Saat ini, ting-
put antara kepada PKP, karena semua PPN kat kepatuhan sektor manufaktur adalah se-
masukan atas input antara dapat dikreditkan. kitar 60% dengan jumlah penerimaan sekitar
Dan ketiga, secara total, dengan diberlakukan- Rp176 triliun. Apabila kepatuhan sektor ma-
nya kebijakan ini, terjadi penurunan penerima- nufaktur bisa dinaikkan 5%, maka tambah-
an PPN dan PPnBM sekitar 5,3%, yaitu dari an penerimaan dari sektor ini dapat mencapai
Rp381 triliun menjadi Rp361 triliun. Rp15 triliun.
Selain itu, penerimaan dari sektor konstruk-
si sangat potensial untuk diintensifkan. Ting-
Peningkatan Tingkat Kepatuhan
kat kepatuhan sektor konstruksi baru menca-
Peningkatan tingkat kepatuhan dari posisi se- pai angka sekitar 30%. Apabila sektor ini dapat
karang di bawah 50% menjadi 70% diperkira- lebih terawasi sehingga tingkat kepatuhan da-
kan akan meningkatkan penerimaan PPN dan pat mencapai 50%, maka kenaikan penerimaan
PPnBM menjadi Rp518 triliun, atau pening- dari sektor konstruksi dapat mencapai sekitar
katan sebesar kurang lebih 35% dari penerima- Rp21 triliun. Oleh karena itu, meningkatkan
an saat ini di tahun 2013. Peningkatan kepa- kepatuhan merupakan upaya yang lebih tepat
tuhan ini dapat dilakukan antara lain dengan untuk meningkatkan penerimaan PPN diban-
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
Sugana, R. & Hidayat, A. 27
Tabel 12: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM untuk Berbagai Tingkat Kepatuhan
Tingkat Kepatuhan Potensi Penerimaan PPN & PPnBM Potensi Penerimaan terhadap Aktual Penerimaan
60% Rp461 Triliun +20%
70% Rp518 Triliun +35%
80% Rp579 Triliun +51%
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
dingkan dengan menaikkan tarif PPN. lan hingga 1 tahun pajak atau lebih, tergan-
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah tung pada kemampuan keuangan PKP) harus
untuk meningkatkan kepatuhan PPN adalah lebih dari 1. Sektor dan besar usaha tertentu
dengan menerbitkan aturan penggunaan fak- diperkirakan akan menunjukkan rentang rasio
tur pajak elektronik. Kebijakan ini dimaksud- PK/PM tertentu yang dapat dijadikan dasar
kan untuk mencegah adanya faktur pajak fiktif. evaluasi risiko kepatuhan PKP.
Kebijakan ini mulai diberlakukan pada tahun Apabila rasio PK/PM menunjukkan angka
2014 untuk beberapa PKP tertentu. Dampak lebih kecil dari satu untuk suatu periode yang
kebijakan ini terhadap peningkatan kepatuhan berkelanjutan, maka PKP tersebut memiliki
dapat diukur dengan menggunakan model ini. indikasi tidak patuh. Dalam kondisi normal,
Kebijakan pemerintah menaikkan batasan rasio perbandingan kurang dari satu mengindi-
peredaran usaha menjadi Rp4,8 miliar setahun kasikan bahwa perusahaan tersebut melakukan
untuk wajib mendaftar sebagai PKP diperki- penjualan dengan harga yang lebih rendah dari
rakan efektif untuk meningkatkan kepatuhan harga beli sehingga PPN Masukan lebih besar
PKP. Apabila sistem administrasi PPN telah dari PPN Keluaran. Oleh karena itu, apabila
dibenahi dengan maksimal, seperti penerapan perusahaan tersebut tetap beroperasi normal
faktur pajak elektronik bagi seluruh PKP, ma- pada kondisi rasio perbandingan kurang dari
ka batasan peredaran usaha tersebut direko- satu, maka besar kemungkinan perusahaan ter-
mendasikan untuk diturunkan. Hal ini dimak- sebut melakukan penghindaran PPN.
sudkan untuk memperoleh penerimaan dari ni- Saat ini, peraturan PPN mengatur adanya
lai tambah yang dihasilkan oleh pengusaha de- pembeli yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN
ngan peredaran usaha di bawah Rp4,8 miliar. (reverse charge) yaitu Bendahara Pemerintah,
Untuk mengawasi kepatuhan PKP, selain Kontraktor Kerja Sama Minyak dan Gas Bu-
melakukan pengawasan dengan mencocokkan mi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
PPN Keluaran dengan PPN Masukan (PK- Pemungut PPN memiliki kewajiban memungut
PM), DJP juga perlu menerapkan manajemen dan menyetor PPN atas penyerahan yang dila-
risiko yang efektif dengan melakukan penga- kukan oleh rekanan kepada pemungut PPN ter-
wasan terhadap tingkat pertambahan nilai un- sebut. Untuk meningkatkan kepatuhan, DJP
tuk masing-masing PKP. Apabila suatu PKP dapat memperluas PKP yang ditunjuk seba-
sudah berproduksi secara normal, maka agar gai Pemungut PPN. Namun, karena penetap-
PKP tersebut dapat beroperasi secara berkesi- an PKP sebagai Pemungut PPN ini akan me-
nambungan, PKP tersebut secara rata-rata un- nambah beban administrasi bagi PKP yang di-
tuk suatu periode tertentu harus menghasilkan tunjuk dan implementasi reverse charge dapat
suatu nilai tambah yang positif. Apabila PKP menambah permohonan restitusi, maka DJP
tersebut tidak melakukan ekspor atau menye- perlu mempermudah sistem pelaporan oleh Pe-
rahkan BKP atau JKP yang tidak dipungut mungut PPN dan mempercepat proses restitu-
PPN, maka rata-rata rasio PK terhadap PM si bagi PKP yang cenderung patuh dan telah
untuk suatu periode tertentu (beberapa bu- dikategorikan berisiko rendah.
JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014
28 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...
2 PP 38 Tahun 2003 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan barang dan jasa
kena pajak tertentu, di antaranya:
- Rumah sederhana
- Senjata, amunisi, dan alat-alat angkutan untuk keperluan Departemen Pertahanan,
TNI, dan POLRI
- Vaksin polio
- Buku pelajaran dan kitab suci
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan pe-
nyeberangan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat kese-
lamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia
- Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan
foto udara yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI
- Jasa kena pajak tertentu yang diterima oleh perusahaan angkutan laut dan angkutan
udara nasional
3 PP 47 Tahun 2013 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan kepada:
- Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
- Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional
4 PP 28 Tahun 2009 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu oleh
penyelenggara bandar udara kepada perusahaan angkutan udara niaga yang melakukan
kegiatan penerbangan luar negeri.
Tidak Dipungut PPN
5 PMK 120/PMK.04/2013 Mengatur tentang PPN tidak dipungut atas pemasukan dan pengeluaran barang di Ka-
wasan Berikat.
6 KEP-229/PJ/2001 Mengatur tentang PPN tidak dipungut atas impor, pemasukan dan/atau pengeluaran
barang ke/dari Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
7 PP 25 Tahun 2001 Mengatur tentang PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor serta penyerahan Barang
dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau
dana pinjaman luar negeri.
8 PP 10 Tahun 2012 Mengatur tentang perlakuan perpajakan di kawasan bebas. Pada aturan ini terdapat
fasilitas PPN dan PPnBM tidak dipungut dan PPN dan PPnBM dibebaskan.
9 PMK 70/PMK.011/2013 Perlakuan PPN dan PPnBM atas barang kena pajak yang dibebaskan dari pungutan
bea masuk.
Ditanggung Pemerintah
10 KMK 388/KMK.01/1998 Mengatur tentang PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan pupuk Urea, SP-36 dan
ZA bersubsidi untuk Sub-Sektor Tanaman pangan, Perikanan, Peternakan, dan Perke-
bunan Rakyat.
Sumber: dari Berbagai Sumber, diolah
Tabel 14: Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM
Tarif Jumlah Penumpang Jenis Kendaraan Jenis Motor Bakar Jenis Sistem Peng- Kapasitas Silinder
gerak
10% 10–15 orang - cetus api atau nya- - Semua kapasitas isi
la kompresi (diesel silinder
atau semidiesel)
Kurang dari 10 Selain sedan atau cetus api atau nya- sistem 1 gardan Kurang dari 1.500 cc
orang station wagon la kompresi (diesel penggerak (4x2)
atau semidiesel)
20% Kurang dari 10 selain sedan atau cetus api atau nya- sistem 1 gardan 1.500–2.500 cc
orang station wagon la kompresi (diesel penggerak (4x2)
atau semidiesel)
Lebih dari 3 orang
kabin ganda (dou- cetus api atau nya-
1 gardan pengge- Semua kapasitas isi
ble cabin) la kompresi (diesel rak (4x2) atau silinder
atau semidiesel)
kendaraan bak ter- •dengan sistem 2
buka atau bak tertu- gardan penggerak
tup (4x4)
masa kurang dari
5 ton
30% Kurang dari 10 pe- sedan atau station cetus api atau nya- - Kurang dari 1.500 cc
numpang wagon la kompresi (diesel
atau semidiesel)
Kurang dari 10 pe- selain sedan atau cetus api atau nya- 2 (dua) gardan Kurang dari 1.500 cc
numpang station wagon la kompresi (diesel penggerak (4x4)
atau semidiesel)
40% Kurang dari 10 selain sedan atau cetus api 1 (satu) gardan 2.500–3.000 cc
orang station wagon penggerak (4x2)
kurang dari 10 orang cetus api
sedan atau station 2 (dua) gardan 1.500–3.000 cc
wagon penggerak (4x4)
selain sedan atau
station wagon
kurang dari 10 orang nyala kompresi (die-
sedan atau station 2 (dua) gardan 1.500–2.500 cc.
sel atau semi diesel) wagon penggerak (4x4)
selain sedan atau
station wagon
50% - - semua jenis kenda- - -
raan khusus yang di-
buat untuk golf
60% - - kendaraan bermotor - 250–500 cc
beroda dua
- - kendaraan khusus - -
yang dibuat untuk
perjalanan di atas
salju, di pantai,
di gunung, dan
kendaraan semacam
itu
75% kurang dari 10 orang cetus api
sedan atau station
1 (satu) gardan Lebih dari 3.000 cc
wagon penggerak (4x2)
selain sedan atau
2 (dua) gardan
station wagon penggerak (4x4)
kurang dari 10 orang nyala kompresi (die- -sedan atau station
1 (satu) gardan Lebih dari 2.500 cc
sel atau semi diesel) wagon penggerak (4x2)
selain sedan atau
2 (dua) gardan
station wagon penggerak (4x4)
- - - kendaraan bermotor Lebih dari 500 cc
beroda 2 (dua)
- - - trailer, semi-trailer -
dari tipe caravan,
untuk perumahan
atau kemah
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: gardan adalah bagian atau komponen mobil yang berfungsi memindahkan tenaga motor ke roda lewat persneling
32
Akhir Antara Akhir Input Akhir Antara
Setelah Disesuaikan
1 Padi 0 0 71.138 0 0 77.022 0,00 0,00 0,51
2 Tanaman Kacang-Kacangan 11.947 0 4.928 13.037 0 5.335 0,00 0,00 0,45
3 Jagung 56.234 0 29.206 61.368 0 31.622 0,00 0,00 0,43
4 Tanaman Umbi-Umbian 28.115 0 6.310 30.682 0 6.832 0,00 0,00 0,35
5 Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 198.058 9 36.959 216.142 9 40.016 0,00 0,00 0,50
6 Tanaman Bahan Makanan Lainnya 1.028 0 447 1.122 0 484 0,00 0,00 0,85
7 Karet 0 323 18.598 0 350 20.402 0,00 0,00 0,58
8 Tebu 82 0 4.851 90 0 5.321 0,00 0,00 0,76
9 Kelapa 10.055 368 7.512 11.118 399 8.240 0,00 0,00 0,74
10 Kelapa Sawit 0 1.041 51.969 0 1.129 57.01 0,00 0,00 0,65
11 Tembakau 923 0 3.198 1.021 0 3.508 0,00 0,00 0,81
12 Kopi 841 287 6.198 929 311 6.799 0,00 0,00 0,67
13 The 172 19 239 190 20 262 0,00 0,00 0,84
14 Cengkeh 3 64 784 3 69 860 0,00 0,00 0,86
15 Hasil Tanaman Serat 0 0 169 0 0 185 0,00 0,00 0,77
16 Tanaman Perkebunan Lainnya 1.560 96 9.199 1.725 104 10.091 0,00 0,00 0,79
50 Industri Barang Lainnya 16.637 4.324 25.970 17.206 4.383 26.647 1,00 0,00 0,08
51 Listrik, Gas dan Air Bersih 52.761 0 124.960 57.222 0 134.458 0,26 0,00 0,43
52 Konstruksi 0 2.346.928 1.625.333 0 2.443.154 1.712.742 0,40 0,40 0,08
53 Perdagangan 543.871 64.664 782.844 622.784 72.572 889.370 1,00 0,00 0,35
54 Hotel dan Restauran 330.845 0 288.552 378.873 0 327.838 0,00 0,00 0,43
55 Angkutan Kereta Api 4.941 37 6.537 5.400 40 7.087 0,00 0,00 0,78
56 Angkutan Darat 132.881 10.406 236.940 161.740 12.414 286.127 0,00 0,00 0,92
57 Angkutan Air 23.475 2.199 67.279 26.911 2.470 76.520 0,00 0,00 0,88
58 Angkutan Udara 126.340 663 154.706 161.783 832 196.547 0,75 0,00 0,21
59 Jasa Penunjang Angkutan 12.099 1.748 32.823 13.518 1.914 36.383 1,00 0,00 0,18
60 Komunikasi 153.494 0 77.633 172.824 0 86.721 1,00 0,00 0,00
61 Lembaga Keuangan 76.274 0 151.063 89.551 0 175.963 0,00 0,00 0,31
62 Usaha Bangunan dan Jasa Perusahaan 140.675 3.988 144.163 158.943 4.417 161.601 1,00 0,00 0,07
63 Pemerintahan Umum dan Pertahanan 22.826 0 223.720 25.598 0 248.914 0,00 0,00 0,68
64 Jasa Sosial Kemasyarakatan 216.688 0 286.549 254.842 0 334.350 0,00 0,00 0,57
65 Jasa Lainnya 187.741 32.723 270.910 213.112 36.406 305.097 1,00 0,00 0,53
66 Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya 4.039 0 2.914 4.371 0 3.129 1,00 0,00 0,20
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Sugana, R. & Hidayat, A. 33
Tabel 17: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2012 (Miliar Rupiah)
Tabel 18: Proyeksi Penerimaan PPN dan PPnBM dan Tingkat Kepatuhan PPN dan PPnBM Tahun 2012
dan Pengga-
lian Lainnya
27 Industri Peng- 164.874 1,00 0,14 0,86 141.715 10% 14.171 N/A 14.171 59% 59% 8.361 0 0 0 8.361
olahan dan
Pengawetan
Makanan
28 Industri 51.095 1,00 0,14 0,86 43.918 10% 4.392 N/A 4.392 59% 59% 2.591 0 0 0 2.591
Minyak dan
Lemak
29 Industri 331.403 0,00 0,14 0,00 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Penggilingan
Padi
30 Industri 110.217 1,00 0,14 0,86 94.735 10% 9.473 N/A 9.473 59% 59% 5.589 0 0 0 5.589
Tepung,
Segala Jenis
31 Industri Gula 26.583 1,00 0,14 0,86 22.849 10% 2.285 N/A 2.285 59% 59% 1.348 0 0 0 1.348
bersambung...
Tabel 20: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2013 (Miliar Rupiah) - Bagian 2
Proporsi Project- Tingkat Kepatuhan Projected Penerimaan
Kena PKP Kena Project- ed Pe- (BASE) (Adjust- PPn- PPn- PPN
Pajak di ba- Pajak ed Pe- Faktor neri- ed) Project- BM- BM dan
Total wah Efek- Tarif neri- Kon- maan ed Pe- Basis 100% PPn-
No Lapangan Penge- thres- tif Basis PPN/ maan versi PPN- neri- PPn- Comply BM
Usaha luaran hold PPN PPn- PPN- Sup- 100% maan BM
BM 100% plier Comply- PPN
Comply Adjusted
Compli-
ance
(Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar)
(1) (2) (3) (4A) (4B) (4C) (5)= (6) (7)= (8) (9) (10) (10A) (11)= (12) (13)= (14)= (15)=
(3)* (5)*(6) (9)* (12)* (13)* (11)+
(4C) (10A) (6) (10A) (14)
32 Industri Makan- 155.014 1,00 0,14 0,86 133.239 10% 13.324 N/A 13.324 59% 59% 7.861 0 0 0 7.861
an Lainnya
33 Industri Minuman 25.303 1,00 0,14 0,86 21.749 10% 2.175 N/A 2.175 59% 59% 1.283 0 0 0 1.283
34 Industri Rokok 172.030 1,00 0,14 0,86 147.865 10% 14.787 N/A 14.787 59% 59% 8.724 0 0 0 8.724
35 Industri 615 1,00 0,14 0,86 529 10% 53 N/A 53 59% 59% 31 0 0 0 31
Pemintalan
36 Industri Tekstil, 139.318 1,00 0,14 0,86 119.749 10% 11.975 N/A 11.975 59% 59% 7.065 0 0 0 7.065
Pakaian dan
Kulit
37 Industri Bambu, 37.246 1,00 0,14 0,86 32.014 10% 3.201 N/A 3.201 59% 59% 1.889 0 0 0 1.889
Kayu dan
Rotan
38 Industri Kertas, 25.278 1,00 0,14 0,86 21.727 10% 2.173 N/A 2.173 59% 59% 1.282 0 0 0 1.282
Barang dari
Kertas dan
Karton
39 Industri Pupuk 8.248 1,00 0,14 0,86 7.089 10% 709 N/A 709 59% 59% 418 0 0 0 418
dan Pestisida
40 Industri Kimia 105.665 1,00 0,14 0,86 90.822 10% 9.082 N/A 9.082 59% 59% 5.359 0 0 0 5.359
41 Pengilangan 93.079 1,00 0,14 0,86 80.004 10% 8 N/A 8 59% 59% 4.720 0 0 0 4.720
Minyak Bumi
42 Industri Barang 85.305 1,00 0,14 0,86 73.323 10% 7.332 N/A 7.332 59% 59% 4.326 0 0 0 4.326
Karet dan
Plastik
43 Industri Barang-Ba- 9.490 1,00 0,14 0,86 8.157 10% 816 N/A 816 59% 59% 481 0 0 0 481
rang dari Mineral
Bukan Logam
44 Industri Semen 0 1,00 0,14 0,86 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
45 Industri Dasar 0 1,00 0,14 0,86 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Besi dan Baja
46 Industri Logam 0 1,00 0,14 0,86 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Dasar Bukan Besi
47 Industri Barang 23.445 1,00 0,14 0,86 20.151 10% 2.015 N/A 2.015 59% 59% 1.189 0 0 0 1.189
dari Logam
48 Industri Mesin, 192.653 1,00 0,14 0,86 165.591 10% 16.559 N/A 16.559 59% 59% 9.770 0 0 0 9.770
Alat-Alat dan
Perlengkapan
Listrik
Sales Tax** @0% 0,33 N/A 0,33 N/A 0% N/A 0 82% 82% 0 62.612 0 0 0
Sugana, R. & Hidayat, A.
Sales Tax** @10% 0,20 N/A 0,20 N/A 10% N/A 0 82% 82% 0 37.567 3.757 3.096 3.096
Sales Tax** @20% 0,13 N/A 0,13 N/A 20% N/A 0 82% 82% 0 25.045 5.009 4.128 4.128
Sales Tax** @30% 0,10 N/A 0,00 N/A 30% N/A 0 82% 82% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @40% 0,00 N/A 0,00 N/A 40% N/A 0 82% 82% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @50% 0,00 N/A 0,00 N/A 50% N/A 0 82% 82% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @60% 0,00 N/A 0,00 N/A 60% N/A 0 82% 82% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @75% 0,00 N/A 0,00 N/A 75% N/A 0 82% 82% 0 0 0 0 0
49 Industri Alat 160.658 1,00 0,14 0,86 138.091 10% 13.809 N/A 13.809 59% 59% 8.147 0 0 0 8.147
Pengangkutan dan
Perbaikannya
Sales Tax** @0% 0,65 N/A 0,65 N/A 0% N/A 0 82% 82% 0 103.694 0 0 0
Sales Tax** @10% 0,21 N/A 0,21 N/A 10% N/A 0 82% 82% 0 34.168 3.417 2.816 2.816
Sales Tax** @20% 0,09 N/A 0,09 N/A 20% N/A 0 82% 82% 0 15.206 3.041 2.506 2.506
Sales Tax** @30% 0,01 N/A 0,01 N/A 30% N/A 0 82% 82% 0 1.349 405 334 334
Sales Tax** @40% 0,02 N/A 0,02 N/A 40% N/A 0 82% 82% 0 3.265 1.306 1.076 1.076
Sales Tax** @50% 0,01 N/A 0,01 N/A 50% N/A 0 82% 82% 0 960 480 395 395
Sales Tax** @60% 0,00 N/A 0,00 N/A 60% N/A 0 82% 82% 0 716 429 354 354
Sales Tax** @75% 0,01 N/A 0,01 N/A 75% N/A 0 82% 82% 0 1.300 975 803 803
50 Industri Barang 17.206 1,00 0,14 0,86 14.789 10% 1.479 N/A 1.479 59% 59% 873 0 0 0 873
Lainnya
51 Listrik, Gas 57.222 0,26 0,01 0,26 14.878 10% 1.488 N/A 1.488 55% 55% 818 0 0 0 818
dan Air Bersih
52 Konstruksi 0 0,00 0,12 0,00 0 10% 0 N/A 0 21% 21% 0 0 0 0 0
53 Perdagangan 622.784 1,00 0,29 0,71 440.001 10% 44 N/A 44 74% 74% 32.560 0 0 0 32.560
Sales Tax** @0% 0,01 N/A 0,01 N/A 0% N/A 0 86% 86% 0 4.982 0 0 0
Sales Tax** @10% 0,05 N/A 0,05 N/A 10% N/A 0 86% 86% 0 29.894 2.989 2.585 2.585
Sales Tax** @20% 0,02 N/A 0,02 N/A 20% N/A 0 86% 86% 0 14.947 2.989 2.585 2.585
Sales Tax** @30% 0,00 N/A 0,00 N/A 30% N/A 0 86% 86% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @40% 0,00 N/A 0,00 N/A 40% N/A 0 86% 86% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @50% 0,00 N/A 0,00 N/A 50% N/A 0 86% 86% 0 0 0 0 0
bersambung...
36
Proporsi Project- Tingkat Kepatuhan Projected Penerimaan
Kena PKP Kena Project- ed Pe- (BASE) (Adjust- PPn- PPn- PPN
Pajak di ba- Pajak ed Pe- Faktor neri- ed) Project- BM- BM dan
Total wah Efek- Tarif neri- Kon- maan ed Pe- Basis 100% PPn-
No Lapangan Penge- thres- tif Basis PPN/ maan versi PPN- neri- PPn- Comply BM
Usaha luaran hold PPN PPn- PPN- Sup- 100% maan BM
BM 100% plier Comply- PPN
Comply Adjusted
Compli-
ance
(Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar)
(1) (2) (3) (4A) (4B) (4C) (5)= (6) (7)= (8) (9) (10) (10A) (11)= (12) (13)= (14)= (15)=
(3)* (5)*(6) (9)* (12)* (13)* (11)+
(4C) (10A) (6) (10A) (14)
Sales Tax** @60 0,00 N/A 0,00 N/A 60 N/A 0 86% 86% 0 0 0 0 0
Sales Tax** @75% 0,00 N/A 0,00 N/A 75% N/A 0 86% 86% 0 0 0 0 0
54 Hotel dan 378.873 0,00 0,29 0,00 0 10% 0 N/A 0 74% 74% 0 0 0 0 0
Restaurant
55 Angkutan 5.400 0,00 0,00 0,00 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Kereta Api
56 Angkutan Darat 161.740 0,00 0,21 0,00 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
57 Angkutan Air 26.911 0,00 0,21 0,00 0 10% 0 N/A 0 59% 59% 0 0 0 0 0
58 Angkutan Udara 161.783 0,75 0,00 0,75 121.338 10% 12.134 N/A 12.134 59% 59% 7.159 0 0 0 7.159
38
Proporsi Project- Tingkat Kepatuhan Projected Penerimaan
Kena PKP Kena Project- ed Pe- (BASE) (Adjust- PPn- PPn- PPN
Pajak di ba- Pajak ed Pe- Faktor neri- ed) Project- BM- BM dan
Total wah Efek- Tarif neri- Kon- maan ed Pe- Basis 100% PPn-
No Lapangan Penge- thres- tif Basis PPN/ maan versi PPN- neri- PPn- Comply BM
Usaha luaran hold PPN PPn- PPN- Sup- 100% maan BM
BM 100% plier Comply- PPN
Comply Adjusted
Compli-
ance
(Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar)
(1) (2) (3) (4A) (4B) (4C) (5)= (6) (7)= (8) (9) (10) (10A) (11)= (12) (13)= (14)= (15)=
(3)* (5)*(6) (9)* (12)* (13)* (11)+
(4C) (10A) (6) (10A) (14)
63 Pemerintahan Umum 0 0,51 N/A 0,51 0 10% 0 N/A 0 42% 42% 0 0 0 0 0
dan Pertahanan
64 Jasa Sosial 0 0,46 N/A 0,46 0 10% 0 N/A 0 42% 42% 0 0 0 0 0
Kemasyarakatan
65 Jasa Lainnya 36.406 0,25 N/A 0,25 9.256 10% 926 N/A 926 42% 42% 389 0 0 0 389
66 Kegiatan yang Tak 0 0,17 N/A 0,17 0 10% 0 N/A 0 42% 42% 0 0 0 0 0
Jelas Batasannya
INPUT ANTARA
1 Padi 77.022 0,43 N/A 0,43 32.797 10% 3.280 0,00% 0 0% 0% 0 0 0 0 0
29 Industri Penggi- 359.412 0,04 N/A 0,04 14.938 10% 1.494 0,00% 0 59% 59% 0 0 0 0 0
lingan Padi
30 Industri Tepung, 142.121 0,06 N/A 0,06 8 10% 800 0,78% 1.820 59% 59% 1.074 0 0 0 1.074
Segala Jenis
31 Industri Gula 32.859 0,03 N/A 0,03 1.145 10% 114 0,27% 634 59% 59% 374 0 0 0 374
32 Industri Makanan 225.693 0,05 N/A 0,05 12.364 10% 1.236 5,32% 12.363 59% 59% 7.294 0 0 0 7.294
Lainnya
33 Industri Minuman 21.668 0,07 N/A 0,07 1.552 10% 155 0,18% 410 59% 59% 242 0 0 0 242
34 Industri Rokok 86.930 0,08 N/A 0,08 7.093 10% 709 0,36% 826 59% 59% 487 0 0 0 487
35 Industri Pemintalan 44.683 0,08 N/A 0,08 3.532 10% 353 0,24% 561 59% 59% 331 0 0 0 331
36 Industri Tekstil, 257.398 0,09 N/A 0,09 24.403 10% 2.440 1,23% 2.859 59% 59% 1.687 0 0 0 1.687
Pakaian dan Kulit
37 Industri Bambu, 130.656 0,08 N/A 0,08 9.909 10% 991 2,89% 6.704 59% 59% 3.956 0 0 0 3.956
Kayu dan Rotan
38 Industri Kertas, 130.796 0,10 N/A 0,10 13.019 10% 1.302 3,04% 7.061 59% 59% 4.166 0 0 0 4.166
Barang dari Ker-
tas dan Karton
bersambung...
Tabel 24: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2013 (Miliar Rupiah) - Bagian 6
Proporsi Project- Tingkat Kepatuhan Projected Penerimaan
Kena PKP Kena Project- ed Pe- (BASE) (Adjust- PPn- PPn- PPN
Pajak di ba- Pajak ed Pe- Faktor neri- ed) Project- BM- BM dan
Total wah Efek- Tarif neri- Kon- maan ed Pe- Basis 100% PPn-
No Lapangan Penge- thres- tif Basis PPN/ maan versi PPN- neri- PPn- Comply BM
Usaha luaran hold PPN PPn- PPN- Sup- 100% maan BM
BM 100% plier Comply- PPN
Comply Adjusted
Compli-
ance
(Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar) (Miliar)
(1) (2) (3) (4A) (4B) (4C) (5)= (6) (7)= (8) (9) (10) (10A) (11)= (12) (13)= (14)= (15)=
(3)* (5)*(6) (9)* (12)* (13)* (11)+
(4C) (10A) (6) (10A) (14)
39 Industri Pupuk 49.119 0,03 N/A 0,03 1.289 10% 129 4,12% 9.567 59% 59% 5.644 0 0 0 5.644
dan Pestisida
40 Industri Kimia 301.948 0,05 N/A 0,05 16.260 10% 1.626 5,93% 13.768 59% 59% 8.123 0 0 0 8.123
41 Pengilangan 191.218 0,01 N/A 0,01 1.221 10% 122 14,13% 32.800 59% 59% 19.352 0 0 0 19.352
Minyak Bumi
42 Industri Barang 250.684 0,08 N/A 0,08 21.127 10% 2.113 2,78% 6.445 59% 59% 3.802 0 0 0 3.802
Karet dan Plastik
43 Industri Barang-Ba- 42.356 0,07 N/A 0,07 3.153 10% 315 1,70% 3.939 59% 59% 2.324 0 0 0 2.324
rang dari Mineral
Bukan Logam
44 Industri Semen 34.239 0,02 N/A 0,02 753 10% 75 1,53% 3.545 59% 59% 2.092 0 0 0 2.092
45 Industri Dasar 48.145 0,07 N/A 0,07 3.321 10% 332 3,23% 7.510 59% 59% 4.431 0 0 0 4.431
Besi dan Baja
46 Industri Logam 61.672 0,01 N/A 0,01 910 10% 91 0,45% 1.043 59% 59% 615 0 0 0 615
Dasar Bukan Besi
47 Industri Barang 147.203 0,10 N/A 0,10 15.063 10% 1.506 7,66% 17.784 59% 59% 10.493 0 0 0 10.493
dari Logam
48 Industri Mesin, 546.760 0,11 N/A 0,11 59.968 10% 5.997 6,21% 14.413 59% 59% 8.504 0 0 0 8.504
Alat-Alat dan
Perlengkapan
Listrik
49 Industri Alat 243.717 0,11 N/A 0,11 26.947 10% 2.695 2,96% 6.883 59% 59% 4.061 0 0 0 4.061
Pengangkutan dan
Perbaikannya
50 Industri Barang 26.647 0,09 N/A 0,09 2.302 10% 230 0,43% 991 59% 59% 585 0 0 0 585
Lainnya
51 Listrik, Gas dan 134.458 0,36 N/A 0,36 48.042 10% 4.804 0,68% 1.571 55% 55% 864 0 0 0 864
Air Bersih
52 Konstruksi 1.712.742 0,37 N/A 0,37 636.992 10% 63.699 2,18% 5.050 21% 21% 1.061 0 0 0 1.061
53 Perdagangan 889.370 0,15 N/A 0,15 137.779 10% 13.778 12,03% 27.923 74% 74% 20.663 0 0 0 20.663
54 Hotel dan 327.838 0,33 N/A 0,33 109.334 10% 10.933 0,00% 0 74% 74% 0 0 0 0 0
Restaurant
55 Angkutan 7.087 0,60 N/A 0,60 4.286 10% 429 0,00% 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Kereta Api
56 Angkutan Darat 286.127 0,71 N/A 0,71 204.056 10% 20.406 0,00% 0 59% 59% 0 0 0 0 0
Sugana, R. & Hidayat, A.
57 Angkutan Air 76.520 0,73 N/A 0,73 55.603 10% 5.560 0,00% 0 59% 59% 0 0 0 0 0
58 Angkutan Udara 196.547 0,18 N/A 0,18 35.670 10% 3.567 1,15% 2.665 59% 59% 1.572 0 0 0 1.572
59 Jasa Penunjang 36.383 0,13 N/A 0,13 4.640 10% 464 1,42% 3.290 59% 59% 1.941 0 0 0 1.941
Angkutan
60 Komunikasi 86.721 0,13 N/A 0,13 11.048 10% 1.105 2,23% 5.179 59% 59% 3.056 0 0 0 3.056
61 Lembaga Keuangan 175.963 0,25 N/A 0,25 43.745 10% 4.375 0,00% 0 42% 42% 0 0 0 0 0
62 Usaha Real Estat 161.601 0,07 N/A 0,07 11.025 10% 1.103 7,03% 16.328 42% 42% 6.858 0 0 0 6.858
dan Jasa
Perusahaan
63 Pemerintahan 248.914 0,51 N/A 0,51 126.178 10% 12.618 0,00% 0 42% 42% 0 0 0 0 0
Umum dan
Pertahanan
64 Jasa Sosial 334.350 0,46 N/A 0,46 153.837 10% 15.384 0,00% 0 42% 42% 0 0 0 0 0
Kemasyarakatan
65 Jasa Lainnya 305.097 0,25 N/A 0,25 77.568 10% 7.757 5,62% 13.040 42% 42% 5.477 0 0 0 5.477
66 Kegiatan yang Tak 3.129 0,17 N/A 0,17 536 10% 54 0,01% 29 42% 42% 12 0 0 0 12
Jelas Batasannya
PENGELUARAN PEMERINTAH
Pemerintah Pusat
1 Barang dan Jasa 200.735 0,30 0,00 0,30 60.221 10% 6.022 N/A 6.022 95% 95% 5.721 0 0 0 5.721
2 Modal 184.364 1,00 0,00 1,00 184.364 10% 18.436 N/A 18.436 95% 95% 17.515 0 0 0 17.515
Pemerintah Provinsi
1 Barang dan Jasa 48.149 0,30 0,00 0,30 14.445 10% 1.444 N/A 1.444 95% 95% 1.372 0 0 0 1.372
2 Modal 36.415 1,00 0,00 1,00 36.415 10% 3.641 N/A 3.641 95% 95% 3.459 0 0 0 3.459
Pemerintah Kabupaten/Kota
1 Barang dan Jasa 97.458 0,30 0,00 0,30 29.237 10% 2.924 N/A 2.924 95% 95% 2.778 0 0 0 2.778
2 Modal 151.171 1,00 0,00 1,00 151.171 10% 15.117 N/A 15.117 95% 95% 14.361 0 0 0 14.361
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: *Data pengeluaran pemerintah diambil dari website Badan Pusat Statistik http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=2&id_subyek=133
Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Ni- Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
lai dan Penjualan Atas Barang Mewah dan Pa- 76/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengajuan
jak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Pro- dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Per-
yek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah Atau tambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi
Dana Pinjaman Luar Negeri. Pemegang Paspor Luar Negeri.
[17] Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 ten- [27] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
tang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No- 120/PMK.04/2013 tentang Perubahan Keti-
mor 146 Tahun 2000 Tentang Impor dan atau Pe- ga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
nyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau 147/PMK.04/2011 Tentang Kawasan Berikat.
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibe- [28] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
baskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 130/PMK.011/2013 tentang Perubahan
[18] Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 ten- Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
tang Perubahan Keempat Atas Peraturan Peme- 121/PMK.011/2013 Tentang Jenis Barang Kena
rintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan
atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas
yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pe- Barang Mewah.
ngenaan Pajak Pertambahan Nilai. [29] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
[19] Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 ten- 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Penda-
tang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pe- huluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib
nyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu kepada Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
Perusahaan Angkutan Udara Niaga untuk Pengo- [30] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
perasian Pesawat Udara yang Melakukan Pener- 113/PMK.03/2014 tentang Perubahan Keem-
bangan Luar Negeri. pat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
[20] Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 ten- 36/PMK.03/2007 Tentang Batasan Rumah Seder-
tang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cu- hana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun
kai Serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengelu- Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan
aran Barang ke dan dari serta Berada di Kawas- Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang Atas
an yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Per- Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
dagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Pertambahan Nilai.
[21] Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 ten- [31] Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
tang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah 229/PJ/2001 tentang Perlakuan Perpajakan di ka-
Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak wasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
Penjualan Atas Barang Mewah. [32] Keputusan Menteri Keuangan Nomor
[22] Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2013 ten- 388/KMK.01/1998 tentang Tata Cara Pem-
tang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan bayaran Subsidi Pupuk.
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak [33] Keputusan Menteri Keuangan Nomor
Penjualan Atas Barang Mewah kepada Perwakilan 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaha-
Negara Asing dan Badan Internasional serta Peja- rawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan
batnya. dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan
[23] Peraturan Menteri Keuangan Nomor Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
71/PMK.03/2010 tentang Pengusaha Kena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara
Berisiko Rendah yang Diberikan Pengembalian Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
Pendahuluan Kelebihan Pajak.
[24] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
70/PMK.011/2013 tentang Perubahan Keti-
ga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak
yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
[25] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
80/PMK.03/2012 tentang Jasa Angkutan Umum
di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air yang
Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
[26] Peraturan Menteri Keuangan Nomor
100/PMK.03/2013 tentang Perubahan Kedua