J. RAMADHAN
HERY WIBOWO
WAHJU GUNAWAN
RAHASIA PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
TINGKAT MENENGAH MANAJEMEN
Salam Hangat,
ii
Pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak
retak”, buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk buku ini dikemudian hari. Semoga dengan hadirnya
buku ini dapat menjadi sumber referensi dan ilmu yang
bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN KONSEPTUAL MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA & MANAJEMEN MODAL MANUSIA ................................. 12
2.1 Konsep Manajemen Personalia & Manajemen
Sumber Daya Manusia ....................................................... 12
2.2 Konsep Modal Manusia ............................................ 22
2.3 Pelaporan Modal Manusia (Human Capital) ............ 37
BAB 3 TINJAUAN KONSEPTUAL PELATIHAN & PENGEMBANGAN SDM
..................................................................................................... 41
3.1 Pelatihan SDM........................................................... 41
3.2 Pengembangan SDM ................................................ 66
BAB 4 TINJAUAN KONSEPTUAL PELATIHAN KEPEMIMPINAN.......... 76
BAB 5 KAJIAN KNOWLEDGE MANAGEMENT.................................103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................113
TENTANG PENULIS ......................................................................117
iv
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Foto bersama pejabat perusahaan pada IHCS
2016 ...................................................................................... 5
Daftar Bagan
Bagan 2.1 Urutan Model MSDM Stratejik ......................... 20
Bagan 2.2 Fokus Human Capital ....................................... 31
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Perbedaan antara Pelatihan dan
Pengembangan .................................................................... 44
Daftar Matriks
Matriks 3.1 Frekuensi Kemauan dan Kemampuan
Karyawan ............................................................................ 72
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
sejumlah penulis jika manajemen
“MSDM memahami bahwa
personalia hanya berperan pada Manusia adalah sumber
sisi operasional dan bersifat potensial yang dapat
reaktif. Sehingga dampaknya jauh dikembangkan untuk mencapai
lebih sedikit pada tingkat strategis keunggulan Kompetitif”
dan hanya memiliki peran parsial
dalam pengelolaan manusia di perusahaan.
Pandangan lain menjelaskan jika manajemen
personalia menganggap karyawan adalah kekayaan
perusahaan dan faktor produksi. Seiring berjalannya
waktu, terjadi pergeseran pemikiran dari yang hanya
sebatas pengelolaan SDM ‘tradisional’ beralih menjadi
pemahaman bahwa manusia bukan hanya sebagai sumber
produksi perusahaan. Lebih dari itu manusia (karyawan)
atau SDM adalah sumber potensial yang dapat
dikembangkan untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Sehingga kemunculan Manajemen Sumber Daya manusia
dipandang sebagai respon terhadap kebutuhan
pendekatan yang lebih merangkul manusia dalam
organisasi. Inilah yang dipahami dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Evolusi studi Manajemen Sumber Daya Manusia
terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Penyempuranaan konsep Manajemen Sumber Daya
3
manusia pada pengelolaan SDM didalam organisasi
dikembangkan kembali menjadi Manajemen Modal
Manusia atau yang lebih dikenal Human Capital
Management.
Konsep ini memfokuskan bahwa SDM adalah aset
perusahaan yang perlu diperhatikan dan diberikan hak –
hak sebagai karyawan secara penuh. Sejalan dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja, persaingan bisnis global
serta ekspansi perusahaan. Maka banyak perusahaan
yang beralih untuk menggunakan Human Capital
Management untuk memperoleh kualitas manpower yang
lebih berdaya saing dan dapat membawa pada tujuan
utama perusahaan. Sehingga Human Capital perlu menjadi
pertimbangan sebagai cara baru dalam ‘Memanusiakan
Manusia’.
Namun, pada parkteknya tidak semua organisasi
telah mampu menerapkan Human Capital Management.
Terutama pada organisasi pemerintah yang cenderung
kaku. Implementasi pengelolaan SDM lebih disesuaikan
dengan situasi dan keadaan termasuk didalamnya
menyangkut soal kebijakan organisasi.
Walau demikian yang perlu diperhatikan oleh
semua praktisi dibidang sumber daya manusia adalah arus
persaingan global yang terus merangkak naik dengan
4
standarisasi tinggi. Sehingga menuntut para pelaku
sumber daya manusia mampu menjalankan fungsi
manajemen yang lebih baik. Maka hal terpenting adalah
pemahaman yang ditanamkan sejak dini pada setiap lini
dalam perusahaan, tidak hanya pada bidang Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Trend peralihan dari pengelolaan SDM ‘tradisional’
menjadi Human Capital telah menjadi momok baru dalam
situasi persaingan manpower di Indonesia. Hadirnya
organisasi atau kelompok – kelompok tertentu yang
menggelorakan Human Capital adalah bukti nyata dari
eksistensi konsep manajemen modal manusia.
Sumber:humancapitaljournal.com/iHumanCapitals-tolak-ukur-penerapan-human-
capital-system/ , diakses maret 2017
5
Seperti IHCS (Indonesia
Human Capital Study) yang ½ dari Pertumbuhan Populasi
merupakan kegiatan studi Dunia Terkonsentrasi di 9
Negara, salah satunya
mengenai Human Capital
Indonesia”
Management System, untuk
mengukur tingkat keselarasan dan keefektifan Human
Capital Management System dalam organisasi.1 Bentuk
kelompok seperti ini memberikan ruang yang lebih besar
dalam mengembangkan Human Capital di Indonesia.
Terlebih Indonesia adalah salah satu negara dengan
jumlah populasi manusia terbesar di dunia.
Berdasarkan laporan PBB yang dikutip dari CNN
Indonesia pada 30 Juli 2015 menyatakan bahwa dari
2015 sampai 2050 setengah dari pertumbuhan populasi
dunia akan terkonsentrasi pada sembilan negara : India,
Nigeria, Pakistan, Republik Kongo, Ethiopia Tanzania,
Amerika Serikat, Indonesia dan Uganda.2
Hal tersebut akan menjadi tantangan bagi
Indonesia dalam melahirkan sumber daya manusia yang
1
Kristiadi dalam Human Capital Journal. “IHCS, Tolak Ukur Penerapan
Human Capital Management System” 9 September 2016
humancapitaljournal.com/ihcs-tolak-ukur-penerapan-human-capital-
system/ diakses, 8 Februari 2017
2
CNN Indonesia. Cnnindonesia.com/internasional/20150730171519-113-
69169/geser-china-india-akan-jadi-negara-dengan-pendukuk-terbanyak/
diakses, 8 februari 2017
6
berkualitas tinggi agar mampu sejajar dengan negara lain,
terlebih pasar bebas masyarakat ASEAN yang saat ini
tengah berlangsung menjadi hal yang perlu
diperhitungkan. Maka pengelolaan dan pemberdayaan
SDM perlu dilakukan secara serius. Human Capital sebagai
basis pengelolaan SDM yang kini digalakan di sejumlah
organisasi perusahaan di seluruh dunia menjadi media
strategis bagi terciptanya SDM yang unggul dan kompetitif.
Seperti yang kita ketahui bahwa fokus utama
Human Capital adalah Manusia, maka semua hal yang
berhubungan dengan manajemen SDM, hak – hak pekerja
merupakan bagian terpenting yang dikelola Human Capital
disamping sebagai bagian dari sendi perusahaan untuk
mencapai tujuan bisnis. Human Capital memiliki
keterkaitan dengan apa yang disebut Investasi modal
manusia (Human Capital Investment). Bentuk investasi
tersebut dibuktikan oleh Schultz (1961) melalui
pendidikan dan pelatihan di Amerika Serikat yang terbukti
lebih besar dibandingkan dengan hasil investasi physical
capital. (Baron & Armstrong, 2013 : 7)
Apa yang dibuktikan Schultz semakin memperkuat
peran penting Human Capital pada fungsi manajemen
SDM. Karena manusia memiliki potensi yang tak terbatas
(unlimited potential) yang harus secara konsisten
7
dikembangkan. Inilah yang menjadi modal dasar lahirnya
SDM yang berdaya saing. Investasi Human Capital akan
memberikan feedback bagi perusahaan, berupa
peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
SDM sehingga bisa menghasilkan produktifitas yang tinggi.
Oleh karena itu alat dalam Human Capital adalah
Pelatihan, Pendidikan dan Pengembangan yang
berhubungan dengan pemenuhan modal dasar intelektual
SDM. Selain itu, peran dan fungsi pemimpin perusahaan
atau organisasi dari mulai pimpinan pada level menajemen
menengah dan level manajemen atas menjadi hal
terpenting dalam mencapai strategi perusahaan. Human
Capital bisa menjadi media dalam memetakan,
merencanakan, pelaksanaan hingga evaluasi dalam
mengukur apa yang akan dicapai dan hasil apa yang akan
di dapat oleh perusahaan melalui SDM yang tersedia.
Maka pengetahuan dan informasi serta sumber
referensi mengenai hal – hal diatas terutama yang
berhubungan dengan Pelatihan dan Pengembangan
sebagai bentuk Implementasi Human Capital perlu
diketahui sebagai modal pemahaman pelaku SDM.
Buku ini secara sederhana ditulis untuk
memberikan pengetahuan komprehensif secara umum
yang membahas mengenai Manajemen Sumber Daya
8
Manusia, Human Capital, Knowledge Management,
Pelatihan dan Pengembangan SDM terutama pada tingkat
manajemen tengah yang menjadi inti bahasan dari buku
ini. Selain itu, Pelatihan Kepemimpinan akan disajikan
dalam kajian teori dan praktika yang kemudian tertuang di
dalam studi kasus yang dilakukan penulis pada salah satu
perusahaan terbesar dan terkemuka di Indonesia yang
menjalankan bisnis perbaikan pesawat terbang
(Maintenance, Repair dan Overhaul).
Buku ini memiliki beberapa tujuan diantaranya,
Pertama, untuk mengetahui dan memahami konsep
Manajemen Personalia, Manajemen Sumber Daya
Manusia dan Human Capital dalam tinjauan teori.
Mengingat referensi mengenai dua hal itu masih sulit
ditemukan terutama bagi kalangan Mahasiswa yang
membutuhkan berbagai sumber pembelajaran.
Kedua, memberikan pemahaman baru tentang
kajian Knowledge Management sebagai bentuk
implementasi dari sistem Human Capital yang tidak
terpisahkan. KM (Knowledge Management) menjadi
bagian penting untuk dikembangkan sebagai media untuk
membagikan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuan
dan informasi yang berkaitan dengan perusahaan kepada
para stakeholders dimasa sekarang dan masa yang akan
9
datang. KM juga menjadi bukti bahwa betapa pentingnya
pengetahuan bagi keberlangsungan hidup perusahaan.
Ketiga, memberikan pemahaman dan sumber
referensi mengenai Pelatihan dan Pengembangan yang
menjadi topik utama dalam buku ini. Seperti yang sudah
penulis jelaskan pada bagian Latar belakang masalah
bahwa Pelatihan dan pendidikan merupakan bentuk atau
alat yang digunakan dalam sistem manajemen Human
Capital. Pelatihan perlu dipahami secara khusus untuk
mengetahui langkah perencanaan hingga evaluasi yang
perlu dilakukan.
Selain tujuan diatas, buku ini dibuat dengan tujuan
untuk memberikan pengetahuan tentang pelatihan dan
pengembangan SDM pada tingkat manajemen tengah atau
Manajer. Hal ini penting dipahami karena penyelenggaraan
Human Capital dalam organisasi tak terlepas dari
Pelatihan dan peran pemimpin. Maka Human Capital perlu
menjadi motor yang menggerakan setiap sendi
perusahaan melalui SDM yang unggul, salah satunya
dengan memaksimalkan peran pemimpin dalam
perusahaan.
10
BAB 2
TINJAUAN KONSEPTUAL
MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA & MANAJEMEN
MODAL MANUSIA
11
BAB 2
TINJAUAN KONSEPTUAL MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA & MANAJEMEN MODAL MANUSIA
12
Daya Manusia dengan manajemen personalia atau nama
lainnya adalah Administrasi Kepegawaian. Sebelum
membahas pendapat ahli tersebut tentang perbedaan
diantara kedua istilah di atas, dalam buku ini penulis akan
menggunakan istilah Manajemen Personalia, dikarenakan
dari beberapa sumber yang diperoleh penggunaan istilah
Manajemen Personalia lebih populer.
Selain itu hal tersebut didasari oleh apa yang
dijelaskan M. Manullang, yakni Istilah Manpower
Management dan Personnel Administration, memang
benar – benar sama dengan istilah Manajemen Personalia,
karenanya ketiga istilah tersebut dapat dipertukarkan
untuk maksud yang sama. (Manullang, 1990 : 16)
Seperti yang dijelaskan pada kutipan di atas bahwa
Administrasi Kepegawaian dan Manajemen Personalia
merupakan dua istilah yang sama dengan isi, makna dan
bahasan yang sama pula.
Kembali pada penjelasan konsep yang
membedakan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
dengan Manajemen Personalia adalah sebagai berikut :
Pertama, MSDM dikaji secara makro, sedangkan
manajemen personalia dikaji secara mikro. Kedua,
MSDM menganggap bahwa karyawan adalah
kekayaan utama organisasi, jadi harus dipelihara
13
dengan baik. Sementara dalam manajemen
personalia menganggap bahwa karyawan adalah
faktor produksi, jadi harus dimanfatkan secara
produktif dan yang ketiga adalah MSDM
melakukan pendekatan secara modern, sedangkan
manajemen personalia melakukan pendekatan
secara klasik (Hasibuan, 2008 : 9 - 10).
Artinya kajian yang dilakukan dalam MSDM
mencakup hal-hal yang lebih luas sementara manajemen
personalia hanya membahas secara garis besar atau hal-
hal inti. MSDM lebih menganggap karyawan sebagai
sumber kekayaan yang menjadi modal bagi perusahaan
untuk menjalankan bisnis, sedangkan manajemen
personalia hanya berfokus pada bagaimana karyawan
harus dimanfaatkan sebaik mungkin demi berjalannya
bisnis. Hal – hal tersebut tentu dipengaruhi dari
pendekatan yang dilakukan oleh keduanya.
Adapun persamaan yang bisa dijelaskan adalah
keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia
dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya
tujuan. Dengan kata lain antara MSDM dan Manajemen
Personalia memiliki ranah yang sama yaitu mengenai
hubungan antar manusia dalam suatu kelompok
organisasi. Manusia tidak hanya sebagai aset namun juga
14
bisa dikatakan sebagai sumber vital yang menggerakan
organisasi demi tercapai dan terwujudnya tujuan –tujuan
organisasi yang telah dirumuskan sebelumnya.
Dari apa yang telah dijelaskan, penulis
memberikan kebebasan kepada pembaca untuk memilih
salah satu atau keduanya. Namun terlepas dari perbedaan
dan persamaan yang diperdebatkan oleh para ahli, penulis
mencoba menjelaskan dari sudut pandang lain tentang
konsep Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber
Daya Manusia.
Manajemen Personalia menurut Andrew F. Sikula
(1981), yang menjelaskan bahwa manajemen Personalia
adalah the implementation of human resources (man
power) by and within an enterprise (dalam Hasibuan, 2008
: 11) atau dapat diartikan penempatan orang-orang ke
dalam suatu perusahaan. Menurut pandangan di atas
dapat dipahami bahwa manajemen personalia lebih
kepada fungsi khusus yang secara sempit hanya berkaitan
dengan penataan dan pengelolaan SDM dalam sebuah
organisasi. Apa yang dijelaskan Andrew F. Sikula
menunjukan bahwa manajemen personalia hanya berada
pada lingkup fungsi manajemen yang secara khusus
mengelola SDM sesuai dengan fungsi – fungsi
15
manajemen. Dimulai dari perencanaan hingga
pengendalian.
Hal ini kemudian dipertegas oleh teori Michael J.
Jucius (1959) yang membatasi Manajemen personalia
yakni : the field of management which has to do with
planning, organizing and controlling various operative
functions of procuring, developing, maintaining and
utilizing a labor force, in such that the :
a. Objectives for wich the company is established
are attained economically and effectively.
b. Objectives of all levels of personnel are served
to the highest possible degree.
c. Objective of the community are duly considered
and served. (Manullang, 1990 : 15)
16
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Handoko
(2010) yang menjelaskan bahwa, Manajemen Personalia
diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sumber daya
manusia dalam organisasi. Tujuan nya adalah untuk
memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif.
Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen
personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya
perusahaan mendapatkan karyawan, mengembangkan,
menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan
dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat. Hal
tersebut berarti manajemen personalia digunakan untuk
menjalankan fungsi organisasi serta menggerakan
karyawan untuk bekerja secara efektif sehingga mampu
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Istilah manajemen personalia tidak banyak
digunakan lagi oleh perusahaan. Hal ini karena telah
terjadi pergeseran pemikiran dan budaya perusahaan yang
awalnya hanya menngelola manusia pada sebatas
pengadaan program rekrutmen, sistem seleksi, sistem
penilaian ataupun pengembangan karyawan serta
manajemen personalia tidak membahas SDM sebagai
sumber keunggulan kompetitif. Itulah persfektif
17
Manajemen Personalia pada kepentingan – kepentingan
yang berhubungan dengan pengelolaan SDM.
Berbicara mengenai keunggulan kompetititf, Alwi
berpendapat mengenai strategi Keunggulan Kompetitif
yaitu, Pendekatan SDM berorientasi pada bagaimana
perusahaan mencapai sukses melalui pengembangan
SDM yang dimilikinya (human resource development).
(Alwi, 2001 : 18). Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh
Alwi diatas, Pendekatan Sumber Daya Manusia lebih
menitikberatkan pada bagaimana perusahaan berupaya
dalam mencapai tujuan perusahaan melalui karyawan
yang telah dikembangkan baik secara skill maupun
knowledge. Adapun Attitude merupakan bagian dari proses
pengembangan karyawan. Hubungan yang baik dan
harmonis antar karyawan dan atasan menjadi modal
utama dalam pendekatan sosial bagi kemajuan
perusahaan. Karena sesungguhnya pihak yang mampu
mengemudikan perusahaan adalah orang – orang yang
memiliki kemampuan (ability), keahlian (skill),
pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang baik.
Selain pendekatan SDM, terdapat pendekatan
Strategis. Jenis pendekatan ini dilakukan untuk mencapai
tujuan melalui Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
mengelola SDM dalam suatu perusahaan. Menurut Wright
18
dan Mc. Mahan (1992) dalam buku Manajemen Sumber
Daya Manusia karya Sedarmayanti menjelaskan bahwa
Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis adalah pola
penempatan Sumber Daya Manusia yang direncanakan
dan aktivitas yang bertujuan untuk memungkinkan
perusahaan mencapai tujuannya. (Sedarmayanti, 2011 :
43). Merujuk pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
pendekatan strategis berkaitan dengan rencana yang
dibuat oleh suatu perusahaan, tentu melalui departemen
Sumber Daya Manusia untuk melakukan perencanaan
dalam aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan
SDM seperti perekrutan, hubungan karyawan hingga
pengembangan karyawan.
Jika dilihat dari tujuan dasarnya menurut
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Strategis adalah
untuk membangun kapabilitas strategis dengan
memastikan bahwa organisasi memiliki karyawan terampil,
bertanggung jawab dan memiliki motivasi tinggi”
(Sedarmayanti, 2011 : 44)
Dari tujuan diatas Pendekatan Manajemen Sumber Daya
startegis wajib diterapkan untuk mencapai tujuan utama
perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif
karyawan. Melalui keunggulan kompetitif sebagai inti dari
strategi yang kompetitif akan dicapai main goals dari
19
perusahaan. Keunggulan kompetitif ini didasari oleh
kemampuan perusahaan dalam mempersiapkan karyawan
yang berkualitas dan memiliki value seperti terampil,
cakap, bertanggung jawab dan memiliki motivasi tinggi
dalam bekerja.
Untuk lebih memahami pendekatan MSDM
stratejik ini penulis memberikan gambaran tentang model
MSDM strategis berdasarkan yang telah dibuat oleh
Sedarmayanti (2011).
Misi
Strategi Bisnis
Pemindahan Pemindahan
Lingkungan Lingkungan
Internal Strategi SDM Eksternal
Program SDM
20
Berdasarkan bagan diatas merupakan urutan dari model
MSDM Strategis. Misi sebagai hal yang sangat
fundamental dalam sebuah perusahaan. Misi di rumuskan
organisasi dan menentukan kebutuhan dan target yang
ingin dicapai oleh organisasi melalui strategi yang akan
dibuat. Kemudian kedua adalah Bisnis. Strategi bisnis
dijalankan untuk mengimplementasikan apa yang menjadi
misi perusahaan. Sebagai isu spesifik yang harus
dibicarakan maka bisnis adalah hal selanjutnya yang perlu
dikaji dan dihadapi perusahaan.
Strategi SDM sebagai subjek sekaligus objek
dalam perusahaan merupak turunan dari Misi yang ingin
dicapai perusahaan. SDM adalah penggerak dan pihak
yang digerakan oleh sistem dan dikembangkan serta
mendapat hal lain yang berkaitan dengan SDM, seperti hak
dan kewajiban. Kemudian Program SDM, lebih pada
implementasi dari hasil perumusan dalam strategi SDM.
Seperti program pengembangan dan pelatihan yang
menjadi salah satu hal penting dalam membuat
Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis.
Terdapat Situasi yang mempengaruhi strategi
bisnis dan program SDM yakni pemindahan lingkungan
eksternal dan lingkungan internal. Dyer dan Holder (1988)
mengatakan bahwa pendekatan sistematis dilakukan
21
untuk merumuskan strategi SDM yang mempertimbangkan
semua isu lingkungan dan bisnis yang relevan
(Sedarmayanti, 2010 : 55). Faktor internal dan eksternal
baik bagi strategi binis ataupun program SDM memiliki
pengaruh yang perlu diperhatikan oleh para ahli SDM.
22
Begitupun yang terjadi di Indonesia. Dalam buku
The Sum is Greater than The Parts – Doubling Shared
Prosperity in Indonesia Through Local and Global
Integration (2013 : 124) dikatakan bahwa hambatan lain
Indonesia adalah terbelakangnya perkembangan modal
manusia.
Maka diperlukan suatu ilmu yang dapat mengatur
modal manusia yaitu melalui Manajemen Modal Manusia
(Human Capital Management), suatu konsep dalam
pengelolaan Sumber Daya manusia yang memfokuskan
pada kualitas dan bagaimana perusahaan menciptakan
hubungan mutualisme bersama karyawan. Modal Manusia
digunakan oleh perusahaan – perusahaan di dunia untuk
melakukan pengelolaan Sumber Daya Manusia yang
mereka miliki. Modal Manusia meyakini bahwa
keterampilan karyawan yang mumpuni yang dibangun oleh
pelatihan dan pengembangan merupakan investasi
berharga yang akan membantu kemajuan bisnis
perusahaan.
Seperti yang dikatakann oleh Adam Smith dalam
bukunya The Wealth of Nations, Ia berargumen “ bahwa
besarnya keterampilan yang dimiliki individu (pekerja)
mencerminkan pengembalian atas investasi pada
pendidikan dan pelatihan pekerja tersebut” (Baron &
23
Armstrong, 2013 : 8).. Karyawan dianggap bukan hanya
sekedar faktor pendukung tetapi lebih dari itu, karyawan
mendapat pengakuan sebagai faktor strategis yang
menentukan perusahaan pada jalur yang benar atau salah.
Oleh karena itu tidak jarang perusahaan yang
mengalokasikan dana untuk pelatihan dan pengembangan
karyawan. Seperti pelatihan peningkatan kompetensi
ataupun keahlian menjadi investasi jangka panjang yang
akan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan
kuantitas produksi. Inilah salah satu yang dilakukan dalam
Human Capital Investment.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Modal
Manusia, penulis akan menjelaskan tentang hubungan
antara Manajemen Modal Manusia dan Manajemen
Sumber Daya manusia. Keduanya akan selalu menjadi
pertanyaan crucial dan mendasar dalam membedakan
atau menyamakan pandangan antara Manajemen Modal
Manusia dengan Manajemen Sumber Daya Manusia. Pada
hal ini penulis berusaha menjawab berdasarkan sudut
pandang para ahli. Manusia sebagai pendukung dalam
menjalankan bisnis perusahaan perlu dihargai lebih baik.
Hal ini yang mendorong Human Capital Management
menempatkan karyawan pada posisi yang lebih penting
dan lebih manusiawi sementara Manajemen Sumber Daya
24
Manusia strategis menjadi konsep pengelolaan manusia
untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan
melalui karyawan.
Pemikiran ini sejalan dengan apa yang dijelaskan
oleh Fombrun, dkk (1984) menjelaskan “…secara eksplisit
menempatkan karyawan sebagai sumber daya kunci yang
digunakan manajer untuk meraih keunggulan kompetitif
perusahaan.” (Baron & Armstrong, 2013 : 35). Sehingga
kesesuaian dua teori berbeda
dekade ini telah menjadi bukti Fokus Manajemen Modal
bahwa pada dasarnya Manusia dan MSDM :
Manajemen SDM menghargai
“mengadopsi pendekatan
karyawan lebih dari faktor yang terintegrasi dan strategis
‘pendukung’. dalam manajemen sumber
Jika Manajemen Modal daya manusia…”
Manusia sudah menganggap
karyawan adalah mitra dalam bisnis perusahaan maka
begitu pun dengan MSDM sebagai proses pengelolaan
manusia yang menekankan bahwa terdapat hubungan
integrasi yang erat dengan strategi bisnis yang
mempertimbngkan karyawan sebagai sumber daya
manusia yang harus dikelola secara rasional layaknya
sumber daya lain. Penjelasan tersebut merupakan definisi
dari Legge (1998).
25
Apa yang dijelaskan di atas telah melengkapi dan
memperjelas pandangan – pandangan tentang karyawan
dalam MSDM seperti yang sudah disampaikan pada sub
bab 2.1 tentang Konsep Manajemen Personalia dan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Pada konsep MSDM
Strategis, perusahaan perlu melakukan perencanaan
untuk memastikan bahwa SDM yang dimilikinya adalah
karyawan yang unggul dan kompetitif. Dalam pandangan
lain justru dikatakan bahwa konsep MSDM strategis sama
dengan Modal Manusia. Sehingga baik manajemen SDM
strategis maupun Manajemen Modal Manusia
memperlakukan manusia sebagai aset atau bahkan lebih
dari sekedar aset perusahaan.
Keduanya memfokuskan pada pentingnya
mengadopsi pendekatan yang terintegrasi dan strategis
dalam manajemen sumber daya manusia, yang
menyangkut semua pemangku kepentingan (stakeholder)
dalam organisasi, bukan hanya dalam fungsi manajemen.
Terdapat tiga hal tentang konsep Manajemen Modal
Manusia yang memperkuat atau melengkapi konsep
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Tiga hal tersebut yang penulis kutip adalah dari
pendapat Michael Armstrrong dan Angela Baron adalah :
26
“Menekankan signifikansi ‘manajemen berbasis
pengukuran’. Sasarannya adalah membangun kaitan yang
jelas antara intervensi SDM dengan kesuksesan
Organisasi. Menekankan pentingnya strategi dan proses
manajemen SDM untuk menciptakan nilai melalui manusia
untuk mencapai tujuan organisasi. Mendefinisikan kaitan
antara manajemen SDM dengan strategi bisnis” (Baron &
Armstrong, 2013 : 37 – 38)
27
employee capabilities, skills, motivation, information
technology and database” dan kemudian menambahkan
“…intangible assets that create value…”(Christesen, 2008 :
18).
28
bertahan dan memilki kontinuitas dari waktu ke waktu
sehingga memberikan citra yang khas dari perusahaannya.
29
“Strategi, kebijakan dan praktik SDM organisasi
merupakan kombinasi unik dari proses, prosedur,
kepribadian, gaya, kemampuan dan budaya
organisasi.”(Baron & Armstrong, 2013 : 39).
Bagi perusahaan yang menerapkan sistem pengelolaan
SDM berbasis Human Capital akan mendapat keuntungan
yakni keunggulan perusahaan sulit ditiru karena
memfokuskan pada manajemen pengetahuan. Pendidikan
dan pelatihan serta pengembangan karyawan sebagai
salah satu prioritas utama.
30
Bagan 2.2 Fokus Human Capital
WAKTU
31
perlu mengetahui seberapa penting dan apa tujuan untuk
menjalankan Manajemen Modal Manusia. Pemicu atau
pendorong mengenai praktek Manajemen Modal Manusia
terdapat lima pendorong. Pertama, adanya kebutuhan
untuk mencapai strategis. Setiap perusahaan
menginginkan tujuannya bisa tercapai. Untuk mencapainya
diperlukan perencanaan tujuan strategis.
Kedua, pengakuan bahwa tujuan strategis itu
hanya dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya
efektif. Sumber daya utama dalam perusahaan adalah
manusia. Maka pengelolaan SDM yang baik akan
menghasilkan karyawan yang berkualitas untuk mencapai
tujuan tersebut. Ketiga, pentingnya faktor – faktor yang
akan menciptakan nilai melalui SDM. Keempat, untuk
memahami dan menerapkan faktor – faktor ini, maka
perlu mengukur dan menilai dampak aktual dan potensial
pada SDM dan Bisnis yang dikelola. Kelima, Value For
Money atau nilai, hasil kerja dan proses peningkatan
kualitas SDM dapat sebanding atau lebih dengan sumber
daya modal (materi) yang dikeluarkan perusahaan.
(Baron & Armstrong, 2013 : 44)
32
2. Proses Modal Manusia (Human Capital)
Setiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-
beda maka pendekatan yang digunakan pun berbeda
untuk menentukan hasil yang ingin dicapai. Sehingga
pemicu akan menentukan hasil tertentu
dalamperusahaan. Hal ini dikarenakan keecenderungan
suatu perusahaan dikatakan sukses, apabila apa yang
direncanakan sesuai atau melebihi apa yang diharapkan.
Pemicu mempengaruhi langkah yang akan diambil dalam
proses Human capital.
Human Capital Management adalah proses yang
dinamis yang bisa berubah sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan perusahaan. Pada praktiknya, proses HCM
menjadi hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan dengan
langkah – langkah tepat agar meminimalisisr
kemungkinan buruk yang terjadi. Seperti apabila
perusahaan ingin mempertahankan karyawannya agar
tidak resign karena pindah perusahaan lain, maka dalam
proses nya perusahaan perlu melakukan cara atau usaha
agar karyawan tidak keluar dari perusahaan.
Berdasarkan pemikiran yang ditulis oleh Michael
Armstrong dan Angela Baron mengatakan bahwa,
“…HCM (Human Capital Management) adalah sebuah
perjalanan. HCM tidak bergantung pada kemutakhiran
33
database SDM atau keahlian analisis statistik. Mencatat
dan melaporkan data dasar, walaupun membutuhkan
kemampuan analisis, bukanlah pekerjaan yang sulit.
Diharapkan setiap profesional SDM mempunyai
kemampuan analisis dan percaya diri untuk
melakukannya.” (Baron & Armstrong, 2013 : 47)
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Baron &
Armstrong dapat disimpulkan bahwa dalam prosesnya,
HCM lebih dari sekedar mengumpulkan data, seperti data
kehadiran karyawan. Lebih dari itu, Manajemen Modal
Manusia adalah proses dalam mengetahui fenomena SDM
yang heterogen di dalam perusahaan melalui analisis yang
digunakan.
34
aktual dari karyawan, bukan dengan pernyataan program
dan kebijakan SDM.” (Baron & Armstrong, 2013 : 48)
Sehingga pengukuran merupakan salah satu hal
terpenting untuk mendapatkan kesimpulan dari apa yang
dibutuhkan. Melalui pengukuran perusahaan mampu
mendeskripsikan apa yang menjadi prioritas dalam
mengimplementasikan tujuan strategis. Selain itu
pemahaman terhadap kondisi karyawan akan mudah
diketahui.
Misalnya, data mengenai pelatihan yang sudah
diadakan. Sepuluh pelatihan yang direncanakan lima
diantaranya telah dilakukan dengan baik. Tetapi hanya 4
yang memiliki efek signifikan terhadap peningkatan kinerja
setelah dilakukan penilaian selama 6 bulan. Maka
perusahaan akan melakukan perbaikan pada satu
pelatihan yang dinilai kurang baik. Apakah pelatihan akan
diganti dengan model pelatihan lain atau dilkukan
perbaikan. Hal seperti itulah yang menjadi bahan
pertimbangan perusahaan.
Baron dan Armstrong kembali menjelaskna bahwa,
“ Data yang dianalisis dan diinterpretasikan melalui
ukuran, memberikan informasi tentang human capital
sebagai dasar untuk melakukan evaluasi, menyusun
perencanaan dan menetapkan tindakan.” Pengukuran
35
bukan merupakan kunsci keberhasilan dalam Human
Capital, tetapi proses dalam pelaksanaannya yang sangat
menentukan tujuan stratejik dapat dijalankan dengan baik
dan berhasil.
Seperti yang telah disinggung di atas,
pengumpulan data dan analisis, yang disebut pengukuran
erat kaitanya dengan data sebagai materi mentah. Oleh
karena itu, penulis akan memberikan tentang gambaran
salah satu jenis data yang berkaitan dengan bahasan inti
dari tulisan ini, yakni Data pengembangan dan pelatihan.
Seperti yang kita ketahui bahwa kompetensi dan
keterampilan merupakan bagian yang paling fundamental
dari human capital. Pada era Management 2.0 sekarang
ini yang mengedepankan hak dasar dan menganggap
karyawan sebagai aset perusahaan, pengembangan dan
pelatihan adalah upaya yang wajib dilakukan oleh setiap
perusahaan.
Melalui data pengembangan yang diperoleh,
perusahaan mampu memahami dan mengetahui apakah
karyawan bekerja sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya atau berada di luar jalur itu. Jenis data
yang diukur ini pun dapat menunjukan tingkat
kesenjangan kompetensi karyawan dalam sebuah
perusahaan serta untuk memastikan jika karyawan
36
bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang
dimiliki. Informasi terpenting yang dikatan Baron dan
Armstrong adalah “berkaitan dengan pelatihan adalah
dampak pelatihan terhadap kinerja saat ini dan masa
depan”. Walau sebenarnya informasi sulit diketahui, tetapi
perusahaan melalui departemen human capital, bisa
mengorelasikan dengan faktor – faktor tertentu. Satu
diantaranya “Apakah pelatihan yang diikutinya dapat
memperbaiki kemampuannya pada pekerjaan sekarang
atau mempersiapkannya untuk peran masa depan” (Baron
& Armstrong, 2013 : 76)
Diharapkan dari pengukuran yang dilakukan
dengan mengacu pada pemicu bisnis perusahaan akan
menghasilkan hasil akhir yang memuaskan melalui
laporan yang dibuat. Karena relevansi strategi bisnis
dengan pengukuran yang dilakukan adalah hal penting
untuk menciptakan nilai – nilai dalam perusahaan
37
pengelolaan Sumber Daya Manusia stakeholders seperti
pemerintah, pemegang saham, karyawan dan masyarakat.
Terdapat dua jenis pelaporan yang digunakan dalam
human capital, yakni pelaporan internal dan pelaporan
eksternal.
1. Pelaporan Internal
Pelaporan internal merupakan bentuk
pelaporan yang dibuat guna membantu manajer
membuat keputusan yang lebih baik serta untuk
pengakuan fungsi SDM sebagai sumber informasi.
Laporan internal disusun dalam bentuk laporan
manajemen untuk manajer lini dan pihak internal
perusahaan lainnya seperti manajemen puncak.
Pelaporan internal human capital perusahaan
bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
dengan menyediakan dashboard (halaman sebuah
situs) yang dapat diakses oleh pegawai dan manajer
atau atasan yang berwenang untuk melakukan
evaluasi terhadap kinerja pegawai bersangkutan.
Contohnya, menggunakan Software Manajemen
strategi dan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC)
untuk integrated performance management system di
PT. Barelang Konsultindo Mandiri
38
2. Pelaporan Eksternal
Pelaporan eksternal merupakan bentuk
laporan yang ditujukan kepada pihak luar perusahaan
seperti investor, analis keuangan dan pemangku
kepentingan lainnya. Laporan ini dibuat untuk
mengetahui kinerja bisnis, posisi perusahaan diakhir
tahun.
Menurut Accounting for People Task Force
(2003) merekomendasikan dalam buku Human Capital
Management bahwa, laporan eksternal harus dengan
jelas menggambarkan pemahaman dewan direksi dan
dewan komisaris mengenai hubungan kebijakan dan
praktek Manajemen Modal Manusia dengan strategi
dan kinerja bisnis. Dengan demikian laporan harus
mencakup detail seperti ukuran dan komposisi
karyawan, retensi dan motivasi, keterampilan,
kompetensi dan pelatihan karyawan, praktek
remunerasi dan hubungan kerja yang adil serta
kepemimpinan dan perencaan suksesi. (Baron &
Armstrong, 2013 : 53) Hal tersebut harus dibuat untuk
menghasilkan informasi yang komprehensif tentang
rincian kerja perusahaan sehingga layak untuk
dilaporkan kepada stakeholders luar.
39
BAB 3
TINJAUAN KONSEPTUAL
PELATIHAN &
PENGEMBANGAN SDM
40
BAB 3
TINJAUAN KONSEPTUAL PELATIHAN &
PENGEMBANGAN SDM
41
Gambar 3.1 Pelatihan Anggota dalam Sebuah Organisasi Pemuda
Sumber : Penulis,
2017
42
memajukan perusahaan. Karena maju – mundurnya
perusahaan tergantung SDM di dalamnya.
Andrew E. Sikula memberikan penjelasan
mengenai Pelatihan dalam buku Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan karya A.A. Anwar Prabu menjelaskan
bahwa, “Training is short term educational process utilizing
a systematic and organized procedure by which non
managerial personal learn technical knowledge and skills
for a definite purpose…” (dalam Anwar Prabu, 2000 : 44)
Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek
yang terorganisir, sistematis dan sesuai dengan prosedur.
Pelatihan juga ditujukan bagi pegawai non manajerial
yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan dalam
tujuan yang terbatas, artinya hanya untuk tujuan tertentu
seperti kenaikan jabatan atau peningkatan kompetensi diri
untuk bertahan dalam posisi tertentu sebagai dasar untuk
menjadi pegawai atau karyawan yang kompetitif.
Pelatihan dan pengembangan memiliki
keterkaitan, namun dalam tulisan ini penulis akan
menjelaskan diawal bahwa pelatihan dan pengembangan
adalah hal yang berbeda. Berikut adalah perbedaan yang
dijelaskan oleh Kaswan dalam bukunya :
“Pelatihan secara sepesifik berfokus pada memberi
keterampilan khusus atau membantu karyawan
43
memperbaiki kekurangannya dalam kinerja. Sementara
Pengembangan merupakan upaya memberi kemampuan
kepada karyawan yang akan diperlukan organisasi di masa
yang akan datang”. (Kaswan, 2013 : 3)
Perbedaan antara pelatihan dan pengembangan
dapat dipahami dengan mudah dengan table dibawah ini :
44
Kaswan (2013) dalam bukunya “Pelatihan dilakukan sebagai
menyatakan bahwa upaya perusahaan dalam
“pengembangan merupakan mempertahankan atau
upaya memberi kemampuan meningkatkan kualitas
kepada karyawan yang akan
karyawan.”
45
karena tidak hanya akan meningkatkan kemampuan juga
tak jarang sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan
posisi penting di perusahaan.
Orang – orang yang memiliki high ability dan high
motivation tidak lahir dengan sendirinya kecuali melalui
proses pelatihan yang berkesinambungan Potensi –
potensi manusia unggul harus melalui serangkaian proses
pelatihan dan uji coba. (Sutikno, 2010 : 166) Hal ini
seperti seorang pemburu tidak akan pandai menembak
hewan buruan jika tidak pernah berburu sebelumnya.
Artinya setiap hal yang ada dalam diri manusia perlu dilatih
dengan konsisten agar mampu melakukan sesuatu hal
yang diinginkan dan diharapkan baik oleh dirinya sendiri
atau oleh pihak – pihak yang ada di sekitarnya, seperti
pihak perusahaan yang kelak akan diberi keuntungan dari
hasil pelatihan yang diberikan kepada karywannya.
Sebuah ungkapan populer mengatakan “Never too
old to learn”, yang bermakna bahwa belajar tidak dibatasi
usia. Inilah yang perlu dicatat oleh para praktisi Sumber
Daya Manusia (SDM) bahwa memberi pelatihan adalah hal
penting yang harus diberikan kepada semua karyawan
tanpa melihat gender dan usia. Karena setiap karyawan
memiliki hak yang sama untuk mampu memajukan
perusahaannya. Melatih karyawan adalah seperti
46
menabung untuk kehidupan masa depan dalam
memajukan perusahaan.
Emron Edison mengungkapkan bahwa manfaat
pelatihan bagi perusahaan yakni : “Meningkatkan
kompetensi pelayanan, sehingga karyawan betul-betul
menguasai bidang pekerjaannya; Mengoptimumkan
tingkat produktivitas kerja, sehingga menghasilkan output
yang lebih baik; Meningkatkan kerjasama antar karyawan
sehingga menghasilkan sinergi dan kerjasama yang baik;
Menyiapkan kaderasisasi yang lebih siap dan handal;
Memperbaiki moral karyawan…” (Edison, 2009 : 98)
Secara keseluruhan pelatihan memiliki keuntungan
tersendiri bagi perusahaan yang menyelenggarakan atau
membiayai sejumlah karyawan dalam mengikuti pelatihan.
Walau dampak pelatihan tidak akan secara langsung
terlihat dalam tempo yang singkat, tetapi Pelatihan adalah
human investment yang akan memajukan perusahaan di
masa sekarang dan berpengaruh pada masa yang akan
datang. Pelatihan memberikan manfaat bagi perusahaan
baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung
seperti manfaat akan produksi barang yang lebih cepat
dan baik, atau kredibilitas perusahaan di mata publik
karena memiliki karyawan yang handal dan profesional
atau hal lainnya.
47
Kemudian dalam halaman yang sama Edison
mengungkapkan kembali tentang manfaat Pelatihan
terhadap karyawan kedalam empat manfaat yaitu :
“ Meningkatkan kemampuan individu didalam menangani
tugas dan pemecahan masalah; Memperbaiki komunikasi
antar karyawan; Membuat percaya diri di dalam
melaksanakan tugas; Memiliki bekal sebagai pelengkap
karir internal/ eksternal” (Edison, 2009 : 98)
Hal diatas bagi karyawan telah memberikan dorongan yang
bisa memotivasi karyawan. Edison menjelaskan bahwa
pelatihan akan membuat karyawan lebih merasa percaya
diri karena pelatihan memberikan stimulus yang baik bagi
diri karyawan secara pribadi, karyawan akan lebih
menganggap dirinya sebagai seseorang yang dihargai dan
ikut andil dalam memajukan perusahaan.
Selain itu pelatihan dapat memperbaiki atau
meningkatkan komunikasi verbal maupun non-verbal
individu dalam menterjemahkan dan melaksanakan tugas
secara nyata. Karena tak jarang dalam perusahaan terjadi
perselisihan atau konflik yang disebabkan karena miss
communication atau miss understanding antar karyawan
atau karyawan dengan pimpinan perusahaan. Pelatihan
mencegah permasalahan yang seharusnya tidak perlu
dikehendaki ada di masa yang akan datang.
48
Untuk memahami pelatihan lebih jauh, maka
penulis akan menjelaskan proses pelatihan.
49
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan
Tiga jenis analisis dalam penilaian kebutuhan
merupakan bagian dari langkah utama yang harus ada
dan dilakukan oleh praktisi SDM. Penilain kebutuhan
(needs assessment) dilakukan untuk mencari
informasi dan menggali informasi tentang kebutuhan
pelatihan, apakah pelatihan tersebut dibutuhkan atau
tidak. Jika pelatihan yang dimaksud dibutuhkan, maka
perusahaan akan menentukan di bagian mana
pelatihan itu dibutuhkan, apa yang akan diajarkan,
siapa pelaku dan siapa yang akan menerima pelatihan,
kapan dilaksanakan, dimana pelatihan akan
dilakukan, kenapa pelatihan itu begitu penting dan
bagaimana caranya melakukan pelatihan itu. Hal ini
menjadi analisa yang wajib dijawab sebagai bahan
dalam memulai pelatihan.
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan dengan
metode Questionnaires, Interview dan Observation
yang dilakukan oleh tim penyelenggara pelatihan.
Proses menganalisis ini bisa dimulai dengan membuat
questioner untuk beberapa responden diperusahaan
tentang pelatihan apa yang dibutuhkan atau jenis
pelatihan seperti apa yang diperlukan untuk
penigkatan kemampuan SDM. Quesioner ini
50
bermanfaat bagi perusahaan khususnya bagian HRD
untuk menentukan pelatihan seperti apa yang
diperlukan oleh para karyawan.
Kemudian pengembangan hasil “where is training and
questioner dapat dilakukan development needed and where
dengan wawancara kepada is it likely to be successful
orang – orang tertentu yang within an organization?”
berkepentingan seperti
manajer, supervisor atau mentor dan yang terakhir
adalah observasi atau pengamatan kinerja karyawan,
seperti di bagian produksi dalam sebuah pabrik, maka
quality control supervisor perlu memantau secara
berkala situasi kerja yang berlangsung.
Selain menganalisis 5W + 1 H (What, Who,
Where, Why, When? dan How?) pada bagian ini perlu
dilakukan analisis organisasi. Menganalisis tujuan
organisasi, sumber daya yang ada dan lingkungan
organisasi yang sesuai dengan kenyataan.
Menurut Wexley dan Latham (1981),
“… dalam menganalisis organisasi perlu
memperhatikan pertanyaan ‘where is training and
development needed and where is it likely to be
successful within an organization?’ Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan survei sikap karyawan
51
terhadap kepuasan kerja, persepsi karyawan dan
sikap karyawan dalam administrasi.” (Prabu, 2006 :
54)
a. Analisis Individu
Analisis Individu atau Karyawan menentukan
karyawan yang mana yang membutuhkan
pelatihan dengan memeriksa sejauh mana yang
membutuhkan pelatihan dengan memeriksa
sejauh mana karyawan itu melaksanakan tugas –
tugas kerjanya. Pelatihan karyawan menurut
analisis individu dilakukan ketika terdapat
52
kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki oleh
karyawan dengan ekspektasi atau standar
minimum perusahaan. Sehingga dalam hal ini
analisis individu benar – benar melibatkan
karyawan dan penyelia langsung.
b. Analis Orang
Analisis perorangan harus terdiri atas dua
komponen penting : pertama adalah analisis
perorangan secara ringkas dan analisis perorangan
diagnostik. Analisis perorangan secara ringkas
meliputi penentuan kesuksesan kinerja individu
secara menyeluruh. Sementara analisis diagnostik
berusaha menemukan alasan – alasan kinerja
karyawan.
c. Analisis Tugas
Analisis tugas / pekerjaan adalah pemeriksaan
terhadap tugas/ pekerjaan yang dijalankan,
berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh
organisasi itu untuk menentukan pekerjaan mana
yang membutuhkan pelatihan. Analisis pekerjaan
memberikan semua informasi yang dibutuhkan
saat bekerja. Dari mulai mengidentifikasi
pengetahuan yang dibutuhkan dalam hal ini adalah
53
pemahaman terhadap sejumlah informasi,
biasanya fakta dan prosedur yang membuat
pelaksanaan tugas berhasil. Selain itu diperlukan
juga mengidentifikasi keterampilan, kemampuan
dan hal lainnya untuk mendukung pekerjaan setiap
pihak dalam organisasi atau perusahaan.
54
mampu memahami materi
“Pengaruh pemimpin
dan mampu melakukan menentukan kesediaan dan
praktika dalam pelatihan. motivasi bagi karyawan,
Walau pada pelaksanaan- disamping motivasi diri yang
nya dibimbing oleh penyelia berasal dari dalam diri.”
atau pelatih. Maka analisis
tentang kesiapan karyawan untuk pelatihan perlu
dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan kinerja
karyawan.
Berdasarkan bagan proses diatas disebutkan
bahwa salah satu bagian dari proses pelatihan adalah
memastikan kesiapan karyawan untuk pelatihan.
Kaswan (2013) mengatakan bahwa :
“Kesiapan pelatihan mengacu kepada apakah (1)
karyawan memiliki karakteristik pribadi (kemampuan,
sikap, keyakinan dan motivasi) yang dibutuhkan untuk
mempelajari isi program dan menerapkannya pada
pekerjaan dan (2) lingkungan pekerjaan yang
memfasilitasi pembelajaran dan tidak mengganggu
kinerja.” (Kaswan, 2013 : 103)
55
dalam tentang kesiapan karyawan untuk mengikuti
pelatihan yang telah ditentukan sebelumnya melalui
analisis kebutuhan pelatihan atau Training Need
Analysis (TNA) secara individu yang menyangkut
karakteristik karyawan meliputi kemampuan dasar,
motivasi yang ada dalam dirinya untuk belajar, sikap
yang tergambar dan kepribadi yang tercermin sebagai
seorang peserta pelatihan.
Tahap kedua ini berhubungan dengan tujuan
perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
seperti yang telah dijelaskan diatas yaitu karakteristik.
Faktor lainnya seperti Input, Output, Konsekuensi dan
Umpan balik menjadi hal penting yang menjadi alas an
karyawan bersedia atau siap untuk mengikuti
pelatihan. Perusahaan harus mengetahui dan
memahami faktor – faktor ini untuk menunjang
keberhasilan pelatihan.
Berdsarkan penjelasan Kaswan (2013 : 82)
penulis memberikan gambaran tentang hubungan
pengaruh faktor – faktor yang telah disebutkan diatas
terhadap kinerja dan pembelajaran karyawan kedalam
bentu Radial Venn dibawah ini :
56
Bagan 3.2 Faktor yang mempengaruhi kinerja dan
pembelajaran
57
Peserta Pelatihan (Trainee) disamping Materi (Material)
dan Pelatih (Trainer).
Input yang dimaksud adalah instruksi tentang
apa yang harus diketahui dan dipahami oleh karyawan,
seperti memahami kebutuhan untuk berprestasi,
sumber daya (penyediaan bahan, alat yang
dibutuhkan) yang menunjang dalam pekerjaan dan
pembelajaran. Instruksi ini bisa berupa Informasi
tentang program pelatihan yang akan diberikan. Input
harus jelas dan dipahami serta mampu memberikan
stimulus bagi karyawan untuk bersedia mengikuti
pelatihan.
Output adalah standar untuk menentukan
keberhasilan kinerja karyawan. Perusahaan harus
mampu membuat dan menentukan standar dari
kinerja yang dirancang sesuai dengan rencana
strategis atau target perusahaan, namun yang perlu
diingat standar ini harus realistis dengan melihat
kondisi SDM, situasi kerja dan hal lainnya. Jika output
ini baik dan sesuai maka produktifitas kerja karyawan
akan tercapai dan pembelajaran yang diberikan
perusahaan kepada karyawan akan terlaksana sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
58
Konsekuensi yang dimaksud adalah insentif
yang diberikan karena pencapaian kinerja karyawan.
Konsekuensi yang didapatkan tidak hanya insentif tapi
punishment yang bisa diterapkan apabila karyawan
melanggar peraturan perusahaan. Terakhir adalah
umpan balik yaitu masukan, kritik, saran yang
membangun bagi karyawan dan diberikan baik oleh
atasan atau sesama bawahan (subordinate).
Peran seorang manajer atau pimpinan dalam
tahap ini dinilai berpengaruh. Manajer harus bisa
memberikan keyakinan dan membuat karyawan
percaya akan pelatihan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan karyawan dan
memperbaiki kinerja. Pengaruh pemimpin menentukan
kesediaan dan motivasi bagi karyawan, disamping
motivasi diri yang berasal dari dalam diri. Secara
keseluruhan, pada kesiapan pelatihan karyawan
didorong untuk memiliki kemauan, keberanian dan
pemahaman akan kesediaannya menjadi seorang yang
dilatih baik kompetensi, kemampuan managerial dan
kepemimpinan.
59
3. Menciptakan Lingkungan Belajar
Selanjutnya adalah mengenai pembelajaran
permanen mengubah perilaku. Agar karyawan
menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam
program pelatihan dan menerapkan informasi ini
dalam pekerjaan, program pelatihan harus mencakup
prinsip – prinsip belajar. Psikolog pendidikan dan
pakar desain pembelajaran telah mengidentifikasi
beberapa persyaratan agar karyawan dapat belajar
sebaik mungkin. Berikut persyaratan yang dimaksud
adalah :
a. Karyawan perlu mengetahui mengapa mereka
seharusnya belajar, dalam hal ini karyawan
perlu menyadari dan memahami tujuan
pembelajn dan pealatihan yang dilakukan.
T
Orang bijak mengatakan, “Jangan pernah berharap bahwa situasi
u
akan menjadi lebih mudah, tapi kita harus berupaya agar kita
bisa
j menjadi lebih baik.” Itu berarti kita tidak boleh berhenti
belajar,
u mengembangkan dan menempa diri, dan selalu siap
menyongsong
a setiap peluang sukses.
n
Bab 6 Belajar dan Bersiap Sepanjang Masa
Strive for Excellent, Ellies Sutrisna (2013)
P
e
60
Pembelajaran yang dimaksud adalah berisikan
3 komponen penting yakni :
1) Perilaku kinerja yang dapat diamati,
seperti seberapa banyak karyawan
tersebut tidak bisa bekerja sesuai
target.
2) Kriteria yang dapat diukur, seperti
presentasi tingkat kehadiran.
3) Kondisi kerja, seperti gambaran kondisi
dan situasi kerja yang kurang dinamis.
b. Isi pelatihan bermakna, pelatihan harus bisa
memberikan dorongan positif yang membuat
karyawan semangat dan mau untuk mengikuti
pelatihan.
c. Kesempatan berlatih atau praktik, pengajar
atau pelatih harus memberikan kesempatan
dan waktu bagi peserta pelatihan untuk
mengimplementasikan teori kedalam praktek
nyata.
d. Umpan balik disebut juga feedback, bentuk
penilaian kinerja selama pelatihan. Manajemen
Kinerja mengatakan bahwa “umpan balik
mempunyai dua fungsi bagi mereka yang
menerimnya, yaitu fungsi instruksional dan
61
motivasional” (Wibowo, 2007 : 369) Umpan
balik yang bersifat instruksional diberikan
kepada karyawan apabila adanya klarifikasi
atau memperjelas terhadap suatu hal. Tapi
motivasional diberikan dalam bentuk
rewarding.
e. Mengamati pengalaman dan berinteraksi
dengan orang lain. Hal yang biasanya dilakukan
untuk bisa beradaptasi dan memperoleh
wawasan baru.
f. Koordinasi dan pelaksanaan program yang
baik,
g. Menghafal dan memahami isi pelatihan.
62
Selain pengaruh yang telah disebutkan ada
beberapa pengaruh lain dalam transfer pelatihan.
Yamnill dan McLean (2001) mengklasifikasikan faktor
– faktor yang mempengaruhi transfer pelatihan
menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Input pelatihan yang meliputi karakteristik
peserta pelatihan, desain pelatihan dan
lingkungan kerja.
2. Output pelatihan, yang meliputi
pembelajaran dan penugasan.
3. Kondisi Transfer yang berfokus pada
generalisasi (kemampuan peserta
pelatihan menerapkan kapabilitas yang
telah dipelajari) dan pemeliharaan
pelatihan (proses menggunakan kapabilitas
yang baru dipelajari secara terus –
menerus seiring dengan waktu). (dalam
Kaswan, 2013 : 136)
63
Instruction Training, Pengajaran, Pelajaran yang
Terprogram, Pelatihan membaca dan menulis,
Pelatihan dengan Audiovisual, Pelatihan dengan
stimulasi, Pelatihan berbasis komputer.
Salah satu dari metode pelatihan SDM adalah
On The Job Training. Dessler menjelaskan bahwa
pelatihan jenis ini : “On the Job Training atau OJT (
Pelatihan Langsung Kerja) berarti meminta seseorang
untuk mempelajari pekerjaan itu dengan langsung
mengerjakannya. Setiap karyawan, dari petugas
persuratan hingga direktur perusahaan, melakukan
OJT saat mereka bergabung dalam perusahaan.”
( Dessler, 2003 : 285)
Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengajak karyawan
pada situasi kerja secara langsung. Pelatihan dibuat
seolah nyata dan sebagain besar adalah apa yang
akan dikerjakan oleh karyawan dalam perusahaan.
Jenis pelatihan ini dikenal juga sebagai coaching
method.
64
pelatihan tersebut efektif dalam mewujudkan tujuan
yang telah ditetapkan. Fase ini memerlukan fase
identifikasi dan pengembangan kriteria, yang
seharusnya meliputi reaksi peserta terhadap pelatihan,
penilaian terhadap apa yang karywan pelajari dan
pengukuran perilaku karyawan setelah pelatihan dan
indikator hasil organisasi.
Selain hal – hal yang telah dijelaskan di atas
mengenai evaluasi pelatihan, Kirkpatrick (1994)
menganjurkan evaluasi pelatihan empat tingkat yang
digambarkan oleh penulis berikut ini :
65
2. Mengevaluasi pembelajaran adalah tingkat
ke II, berhubungan dengan penguasaan
keahlian dari pelatihan, seberapa banyak
pengetahuan yang telah diperoleh,
keahlian apa yang dikembangkan
ditingkatkan
3. Mengevaluasi perilaku, evaluasi tingkat III
yang berhubungan dengan perubahan
perilaku setelah mengikuti pelatihan.
4. Mengevalusi hasil, merupakan tingkat IV
dalam mengevaluasi hasil berarti menilai
besarnya manfaat pelatihan dibanding
dengan biaya yang dikeluarkan.
66
Penulis menemukan
sebuah ulasan menarik “Berdasarkan penelitian atas
yang memberikan alasan motivasi kerja, komponen
sekaligus pernyataan bahwa utama yang paling
pengembangan dinilai memotivasi pekerja adalah
kesempatan berprestasi atau
penting dan diperlukan oleh
dengan kata lain opportunity
perusahaan manapun di for personal development.”
dunia. Perusahaan atau
organisasi yang telah Sutikno, 2010 : 164
67
mereka memasuki sebuah perusahaan tertentu. Jenjang
karir yang baik ditentukan oleh KPI (Key Performance
Indicator ) dan pengembangan yang mereka dapatkan dari
perusahaan.
Menurut penjelasan dalam buku yang ditulis oleh
A. A. Anwar Prabu (2002), Pengembangan SDM lebih
difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam
pengambilan keputusan dan memperluas hubungan
manusia bagi manajemen tingkat atas dan menengah.
Artinya pengembangan dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan manajerial dan konseptual yang sangat
diperlukan dalam mengelola perusahaan pada tingkat
manajemen atas dan menengah.
Pandangan lain tentang pengembangan dapat
dijelaskan dalam pendapat berikut :
“Development refers to formal education, job
experiences, relationships, and assessments of
personality and abilities that help employees
perform effectively in their current or future job and
company. Employee development is a necessary
component of a company’s efforts to improve
quality, to meet the challenges of global
competition and social change, and to incorporate
68
technological advances and changes in work
design.” (Noe, 2008 : 315)
Seperti yang dikatakan pada pandangan tersebut bahwa
Pengembangan merupakan pendidikan formal,
pengalaman, hubungan – hubungan serta penilaian diri
dan kemampuan yang akan membantu para karyawan
bekerja secara efektif pada waktu sekarang dan di masa
depan. Pengembangan bagi karyawan sangat dibutuhkan
sebagai usaha perusahaan dalam melaukan perbaikan
pada kualitas SDM yang dimiliki dalam menghadapi
tantangan global.
Hal di atas memiliki persamaan dengan A.A Anwar
yang mengatakan bahwa pengembangan merupakan
proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai
managerial mempelajari pengetahuan konseptual dan
teoritis guna mencapai tujuan yang umum ( Prabu, 2002 :
44). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
pengembangan memerlukan proses panjang, hal ini
dikarenakan pengembangan tidak hanya mempelajari
knowledge komprehensif dan best practice namun
mempelajari bagaimana setiap karyawan yang
mendapatkan proses pengembangan dapat menjadi future
69
leaders, mampu memetakan balanced scorecard
khususnya dalam perencanaan Sumber Daya Manusia.
Pengembangan SDM merupakan tanggungjawab
manajer lini, bukan hanya orang – orang SDM. Manajer lini
memiliki tugas untuk memastikan bahwa semua
subordinate dalam departemen yang ia pimpin mampu
berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi.
Keberhasilan tujuan ini tergantung dari upaya yang
dilakukan oleh para manajer untuk mengembangkan
karyawannya.
Pengembangan ataupun pelatihan menjadi media
yang sangat penting dalam membentuk karyawan sesuai
dengan visi, misi dan nilai – nilai perusahaan. Karyawan
menjadi subject sekaligus object yang akan menentukan
keberlangsungan sebuah perusahaan. Tanpa karyawan
yang berkualitas seperti kemampuan karyawan teknik yang
memiliki sertifikasi atas pekerjaan dan profesinya, maka
dapat dipastikan perusahaan tersebut akan mengalami
kendala dalam melakukan kegiatan produksi. Sehingga
kerjasama antara departemen SDM dengan para manajer
perlu dilakukan dengan sebaik mungkin. Dengan demikian
tujuan dari pengembangan itu sendiri dapat tercapai.
Seperti yang dikatakan oleh Armstrong bahwa Tujuan
pengembangan adalah untuk memastikan bahwa anda
70
memiliki tenaga kerja yang terampil dan mampu sesuai
dengan kebutuhan. (Armstrong, 2003 : 266)
71
Matriks 3.1 Frekuensi Kemauan dan Kemampuan Karyawan
100
√ √
Kemauan
√
100
0 Kemampuan
72
perusahaan. Selain matriks, penentuan peserta
pengembangan bisa dilihat dari KPI (Key Performance
Indicator) yang digunakan oleh para praktisi SDM di
perusahaan dalam menilai kinerja para karyawan.
a. Metode Understudies
73
b. Job Rotation dan Kemajuan Berencana
Job Rotation atau rotasi melibatkan perpindahan peserta
dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Kadang –
kadang dari satu penempatan kepada penempatan lainnya
direncakanakan atas dasar tujuan belajar. Peserta –
peserta diberikan tugas – tugas dan tanggung jawab atas
bagian yang dirotasikan. Kegiatannya dimonitor dan
diawasi serta dievaluasi. Job Rotation dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan suatu pekerjaan
yang sesuai dengan potensi karyawan.
74
BAB 4
TINJAUAN KONSEPTUAL
PELATIHAN KEPEMIMPINAN
75
BAB 4
TINJAUAN KONSEPTUAL PELATIHAN KEPEMIMPINAN
1. Pemimpin
Pernyataan Theodore
“People ask the
Roosevelt membuka mata dan difference between a
pikiran kita untuk menyadari jika leader and a boss. The
seorang pemimpin dan seorang leader leads, and the boss
bos adalah dua hal yang tak drives”
Theodore Roosevelt
pernah bisa disamakan. Seorang
pemimpin seyogyanya harus
menjadi manusia yang bisa mengarahkan bukan hanya
mengendalikan atau bahkan “mengemudikan”
bawahannya.
76
Permasalahan yang cukup klise sejak dulu sampai
saat ini adalah seorang pimpinan yang cerewet, emosional,
hanya mengandalkan jari telunjuk atau bahkan intoleran
adalah sosok pimpinan yang bossy. Kini hal tersebut
bukanlah sekedar anggapan, namun fakta yang perlu kita
ketahui bahwa pimpinan seperti itu bukanlah pemimpin
yang bisa diharapkan. Padahal seorang pimpinan
organisasi, masyarakat atau perusahaan harus menjadi
seorang pemimpin karena seorang pimpinan adalah orang
terpilih yang diberi hak dan kewajiban melebihi orang lain.
Ia memiliki kelebihan yang seharusnya mampu
dimanfaatkan dengan baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang
pimpinan perusahaan bersikap seperti bossy, satu
diantaranya adalah lingkungan yang mempengaruhi dan
baik secara langsung atau tidak langsung telah mendidik
dirinya sebagai pemimpin yang tidak baik. Inilah yang
kemudian menjadi dilematis saat bawahan (subordinate)
harus mematuhi dan taat padanya karena urusan
pekerjaan namun merasa tidak nyaman dengan sikap yang
ditunjukan oleh pimpinannya. Lalu sebenarnya bagaimana
seharusnya sosok manusia yang bisa menjadi pemimpin
dan pantas diharapkan? Perlukah mencari pemimpin yang
berasal dari gen para pemimpin terkemuka saat ini seperti
77
anak presiden atau walikota? Perlukah mencari pemimpin
yang berasal dari golongan akademisi yang cerdas karena
pendidikannya?
Berbicara mengenai pemimpin, kita akan teringat
dengan satu perkataan “Semua manusia adalah pemimpin
bagi dirinya” Artinya jika semua manusia dilahirkan
sebagai seorang pemimpin, lantas mengapa tidak semua
manusia menjadi pemimpin yang lebih kita kenal sebagai
presiden, perdana meneteri, menteri, direktur, manajer
atau ketua organisasi? Maka dapat kita tarik satu benang
merah bahwa manusia yang tidak hanya sekedar mampu
memimpin dirinya tetapi memimpin orang lain, kelompok
atau masyarakat dalam jumlah besar adalah manusia yang
telah mampu menggabungkan antara Nature (gen),
Nurture (pendidikan) dan ditambah dengan Choice
(pilihan).
Penulis sangat terinspirasi dengan tulisan Bapak
Raja Bambang Sutikno yang membahas tentang Pemimpin
dalam bukunya The Power of 4Q for HR and Company
Development (2010). Satu diantara pernyataannya adalah
sebagai berikut :
78
“Kita bukan Produk nature semata, juga bukan nurture
semata; kita ini gabungan dari keduanya PLUS CHOICE
(ruang antara stimulus dan respon).”
79
Gambar 4.1 Kereta Api
Pada pandangan yang
lebih jauh, pemimpin
tidak hanya dijabarkan
sebagai individu namun
lokomotif yang bisa
membawa gerbong –
gerbong dibelakangnya
Sumber: kereta-api.co.id untuk sampai pada
tujuan organisasi. Shelly McCallum dan o’Connel dalam
Change Leadership Non – Finito (2016) menyatakan bahwa:
Mengingat sifatnya yang kompleks dan dinamisnya
organisasi serta lingkungan eksternal, kondisi semacam itu
memerlukan seorang pemimpin yang cakap. Di abad ini,
organisasi yang sukses dipimpin oleh pemimpin yang tak
hanya memiliki pengetahuan, keterampilan dan mampu
beroperasi secara efektif, tapi juga harus memiliki
kemampuan relasional yang baik demi mewujudkan visi
dan tujuannya. (dalam Kasali, 2016 : 346 – 347)
Sosok pemimpin adalah penentu bagi organisasi
untuk berjalan ke arah mana dan akan sampai dimana.
Pemimpin tidak hanya tentang kecakapan yang dimilikinya
secara pribadi seperti pendidikan atau keterampilan, lebih
dari itu perlu memiliki kekuatan dan kemampuan lebih
80
dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang
dapat menguntungkan organisasi.
2. Kepemimpinan
Menurut beberpa ahli sependapat bahwa, Theory and
research concerning leadership, especially in the
organizational context, suggest that leadership is an
important factor that may affect work team processes and
results. (Santos,dkk 2015 : 1)
Dari pernyataan tersebut dipahami jika kepemimpinan
memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi
situasi dan suasana kerja dari mulai proses hingga hasil
yang didapatkan. Sehingga diperlukan pemimpin yang
memiliki gaya kepemimpinan yang membangun organisasi
lebih baik.
Namun mencari sosok pemimpin yang berkarater,
mampu bertanggungjawab atas tugas dan jabatannya
tidaklah mudah. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah dengan menilai kepemimpinannya melalui interaksi
kerja dalam organisasi. Kepemimpinan sebagai bagian
terpenting yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin
dalam menjalankan organisasi, baik pada pemimpin
tingkat menengah atau tingkat atas. Tak jarang gaya
kepemimpinan seseorang tidak disukai oleh anggotanya
81
karena tidak mampu mengarahkan tujuan organisasi dan
memenuhi harapan anggota kelompok.
Hal tersebut berhubungan dengan kesesuaian
tujuan kepemimpinan seorang pemimpin dengan orang –
orang yang dia pimpin. Tujuan kepemimpinan menurut R.
Wayne Pace dan Don F. Faules (2015) adalah membantu
orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan
meningkatkan motivasi mereka. Idealnya kepemimpinan
harus memiliki dampak positif bagi anggota organisasi,
karyawan perusahaan atau masyarakat. Gaya
kepemimpinan menjadi factor utama seorang pemimpin
diidolakan atau dibenci.
Suatu teori terkenal dari McGregor (1976) yang
bernama Teori X dan Teori Y memberikan gambaran yang
berbeda tentang gaya kepemimpinan. Teori X menjelaskan
bahwa manusia adalah mesin yang memerlukan
pengendalian dari luar. Asumsi pada teori ini menyatakan
jika orang – orang tidak bekerja dengan senang, pekerjaan
adalah beban, para pekerja tidak memiliki ambisius untuk
berprestasi, dimotivasi oleh keinginan fundamental seperti
bertahan hidup dan kebutuhan rasa aman, sehingga hal ini
memerlukan pengendalian ketat. Para pemimpin seperti
manajer yang memegang teguh teori ini akan menganggap
karyawan adalah makhluk produksi yang statis, hanya
82
melakukan apa yang pimpinan perintahkan dan cenderung
tidak mau berkembang. Pemimpin pada teori X bisa
menjadi pemimpin otoriter.
Kebalikan dari Teori X adalah teori Y yang
berpendapat jika manusia sebagai organisme biologis yang
mengalami perkembangan, pertumbuhan dan mampu
mengendalikan diri. Orang – orang pada teori ini
menganggap pekerjaan adalah bagian dari kehidupan,
berupaya untuk menikmati apa yang menjadi pekerjaan,
dimotivasi oleh keinginan dari dalam diri untuk bekerja
dengan baik dan berprestasi bahkan mampu
menyelesaikan masalah dengan cara – cara kreatif.
Para pemimpin yang menyadari karyawannya seperti apa
yang telah dijelaskan tersebut maka akan berlaku proaktif,
para manajer akan memberikan stimulus positif dan
motivasi atas semangat dan kinerja yang karyawan
berikan. Manajer akan jauh lebih menghargai karyawan
sebagai rekan kerja yang bisa diajak bersama – sama
mencapai tujuan organisasi. Dari kedua teori tersebut
dapat kita ketahui jika teori X tidak bisa diterapkan pada
zaman sekarang, teori Y lebih sesuai diterapkan dan
dijadikan pemahaman umum para pemimpin perusahaan.
Sebenarnya teori Y ini sangat relevan dengan dua
gaya kepemimpinan yang dijelaskan dalam buku Raja
83
Bambang Sutikno (2010) yaitu pertama, kepemimpinan
partisipatif yang memiliki ciri seperti tidak kaku dalam
mengawasi bawahan, memperlakukan bawahan sebagai
orang dewasa, membangun sinergi melalui interaksi yang
berempati. Kedua, Kepemimpinan transformasional yaitu
tipe kepemimpinan yang mampu memotivasi karyawan
melalui sosialisasi visi dan misi, memberi teladan yang
baik , serta menciptakan budaya kerja yang kondusif.
Dua tipe kepemimpinan diatas merupakan dua
gaya kepemimpinan yang ideal digunakan oleh para
pemimpin terutama manajer yang memiliki posisi strategis
dalam menjalankan kebijakan dan menerjemahkan
kebijakan bagi para subordinate. Karakter kepemimpinan
akan mempengaruhi budaya kerja dan hubungan sosial
dalam organisasi hingga pencapaian tujuan yang telah
ditentukan dan dirumuskan di perusahaan. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Stephen J. Thomas dalam
bukunya berjudul Improving Maintenance and Reliability
Through Cultural Change mengatakan, “The second term,
leadership is conventionally defined as influencing others
to accomplish the goals of the organization.” (Thomas,
2005 : 116). Thomas menyatakan bahwa Kepemimpinan
didefinisikan sebagai mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi.
84
Kepemimpinan berhubungan dengan pribadi
individu seorang pemimpin dan dimana dia memimpin,
artinya selain timbul dari dalam diri, kepemimpinan juga
dipengaruhi oleh keadaan atau situasi dalam organisasi.
Maka wajar apabila setiap pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda dalam menjalankan
organisasi. Seperti yang dikutip dari The Great Man Theory
dan The Group Theory yang terdapat di dalam buku
Manajemen Pelatihan Ketegakerjaan Pendekatan Terpadu
menjelaskan bahwa dalam Teori Manusia Kharismatik (The
Great Man Theory) : “Kepemimpinan merupakan kualitas
perorangan. Individu tertentu memiliki kepribadian dan
kecerdasan yang secara otomatis dapat menempatkannya
sebagai pemimpin kelompok atau organisasi...” (Hamalik,
2007 : 169).
Adapun Teori Kelompok (The Group Theory )
menjelaskan bahwa “Kepemimpinan ditentukan oleh
kelompok. Seseorang menjadi pemimpin karena dia
mampu memenuhi kebutuhan kelompok berkat
kemampuan pengetahuan dan perlengkapan.
Kepemimpinan ditentukan oleh tuntutan situasional.”
(Hamalik, 2007 :169). Kedua teori tersebut dapat dimiliki
oleh seorang pemimpin. Karena keserasian antara
karakter kepemimpinan yang berasal dari diri individu
85
harus mampu seimbang dengan situasi dan kebutuhan
organisasi agar terbentuk karakter pemimpin yang
diharapkan oleh perusahaan.
Untuk membentuk karakter pemimpin yang
diinginkan atau sesuai dengan yang disyaratkan oleh
perusahaan, maka diperlukan pelatihan dan
pengembangan kemampuan pemimpin yang bisa
menggerakan roda perusahaan. Kemampuan ini
berhubungan dengan kemampuan kepemimpinan dan
manajerial dalam menjalankan fungsi manajemen.
Kepemimpinan memiliki tingkatan yang
menggambarkan kepribadian, kemampuan dan
keterampilan serta pengaruh pada ornag lain yang
dipimpin nya. John C. Maxwell dalam bukunya The 5 Levels
of leadership (dalam Kasali, 2016) menjelaskan konsep
lima tangga kepemimpinan.
86
Gambar 4.2 Lima Tingkat Kepemimpinan
87
negatifnya, Pemimpin yang mengandalkan posisinya
cenderung meremehkan orang.
88
menyadari bahwa kinerja kerja saja tidak cukup.
Kemudian anggota adalah asset penting, pemimpin
harus bantu berkembang, melakukan pengembangan
diri. Aspek positif yakni pemimpin mendapatkan
kredibilitas pemimpin pada tingkat ini memperjelas
pencapaian visi organisasi. Aspek negatifnya seperti,
pemimpin produktif yang ditunjukkan dengan data
statistic dan keuangan.
89
5. Pinnacle : People follow because of who you are
and what you represent
Pemimpin pada tingkat tertinggi ini diikuti karena telah
diketahui siapa dia sebenarnya dan apa yang dia
persembahkan untuk perusahaan dan bawahannya.
Walau tiidak mudah tapi sangat memungkinkan siapa
saja bias mencapai tingkat ini. Aspek postif dari
kepemimpinan tingkat atas ini pemimpin dapat
membawa organisasinya sampai kepuncak. Kemajuan
organisai yang dicapai organisasi adalah kemajuan
dari orang – orang yang ada di dalamnya. Aspek
negatif, pemimpin bias terlena karena merasa
posisinya telah berada dipuncak dan pemimpin akan
berhenti belajar dan berkembang.
90
berimbang : Lead by heart, Manage by head” ( Yahya,
2013 : 121). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa
pemimpin baik di dalamnya adalah manager, general
manager, vice president sekalipun Board of Director harus
memiliki kemampuan kepemimpinan dan manjerial yang
berimbang agar tercapai tujuan organisasi.
Pertama, Keterampilan kepemimpinan adalah
keteramiplan mendasar yang harus dimiliki seorang
pemimpin. Keterampilan ini mencakup kemampuan
mempengaruhi orang lain, baik perorangan maupun
kelompok, dalam mencapai suatu tujuan. Keterampilan ini
merupakan kemampuan memadukan semua fungsi
manajerial dan mengkoordinasikannya dalam mencapai
tujuan yang lebih besar pada tujuan kelembagaan atau
organisasi. Ke dalamnya termasuk kemampuan
memotivasi, membimbing dan menagarahkan staf,
karyawan atau pihak yang terlibat dalam organisasi
sehingga mereka mampu menampilkan pencapaiajn tugas
yang tinggi dan melakukan hubungan sosial yang tinggi
antara satu dengan yang lain.
Kedua, Keterampilan Manajerial yang termasuk di
dalamnya adalah keterampilan melakukan kegiatan
bersama dan/atau melalui orang lain, baik peroarangan
maupun kelompok, untuk mencapai tujuan lembaga.
91
Keterampilan manajerial ini menyakut dengan fungsi –
fungsi manajemen seperti merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakan, membina (mengawasi,
menyelia, memantau), menilai dan/ atau mengembangkan
program atau kegiatan dalam mencapai tujuan dalam
organisasi atau lembaga. Hal ini bisa dengan mudah kita
pahami dalam peran pemimpin pada manajemen level
tengah. Manajer sebagai pemimpin yang harus memiliki
jiwa kepemimpinan yang selaras dengan tujuan
organisasi/ perusahaan perlu memiliki kemampuan
manajerial yang baik disamping keterampilan
kepemimpinan.
Selain dari dua keterampilan yang telah dijelaskan
di atas, terdapat satu peranan penting menurut Mitzberg
(dalam Griffin, 2004) mengemukakan dalam penelitiannya
ada tiga macam peranan yang harus dimiliki seorang
pemimpin, salah satunya adalah peranan yang bersifat
interpersonal. Peranan interpersonal dapat dikatakan
sebagai penunjang keterampilan kepemimpinan
seseorang. Interpersonal diperlukan bagi seorang
pemimpin dalam melakukan interaksi atau hubungan
sosial dengan bawahan (subordinate) yang tidak mudah
untuk dilakukan, karena diperlukan kontinuitas untuk
92
membiasakan pada situasi – situasi yang ada dalam
perusahaan.
Secara khusus
“pelatihan dapat terbukti dalam
keterampilan interpersonal
meningkatkan interpersonal skill.”
dapat dikembangkan sesuai
dengan model
(Miguel, 2002)
kepemimpinan yang
digunakan. Satu dari
beberapa contoh model kepemimpinan seperti
kepemimpinan situasional. Keterampilan ini penting
dimiliki oleh setiap pemimpin, karena melalui penguasaan
interpersonal yang baik maka akan memudahkan
pemimpin menjalankan kepemimpinannya dalam model
apapun. Dari 3 keterampilan yang telah dijelaskan dapat
diketahui jika terdapat kebutuhan para pemimpin yang
harus terpenuhi. Pelatihan dan pengembangan menjadi
cara untuk mendapatkan kemampuan dan keterampilan
tersebut.
Setiap perusahaan memiliki rencana dalam
pemenuhan hak intelektual dan keterampilan dari adanya
pelatihan. Hal ini merujuk pada beberapa hasil penelitian
yang dilakukan Miguel (2002), Renz and Cohen (1977)
serta Kriger dan Kirkpatric (2007) menyatakan bahwa,
pelatihan dapat terbukti dalam meningkatkan
93
interpersonal skill. Pelatihan merupakan serangkaian
aktivitas yang dirancang secara sistematis untuk
meningkatkan keahlian.
Sehingga pelatihan bisa menjadi media transfer
pengetahuan dan keahlian bagi seorang pemimpin,
pelatihan bagi para pemimpin khususnya pada tingkat
manajemen tengah atau manajer memiliki manfaat dan
peran penting dalam meningkatkan dan memperbaiki
kualitas kepemimpinannya. mengingat seorang pemimpin
adalah sosok yang harus mampu membawa dan
mengarahkan bawahannya menuju jalan tercapainya
tujuan organisasi. Pemimpin memiliki peran yang sangat
andil dalam keadaan dinamika suatu organisasi
perusahaan.
Seperti yang dikutip dari jurnal ilmiah Iranita Hervi
Mahardayani (2010) berjudul “Efektifitas Situasional
Leadership Training Pada Section Head” menjelaskan
tentang interpersonal sebagai keterampilan komunikasi
yang perlu dimiliki oleh para pemimpin. Mitzberg
mengemukakan dalam penelitiannya bahwa salah satu
dari tiga peranan pemimpin yang harus dimimiliki adalah
membangun hubungan antar pribadi atau interpersonal
(dalam Griffin, 2004).
94
Kemampuan pemimpin dalam membangun
interpersonal yang efektif dengan staf dan atau pihak lain,
ini merupakan satu kunci penting dalam keberhasilan
proses kepemimpinan.Persoalannya upaya membangun
hubungan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, karena
yang dihadapi adalah individu dengan segala karakteristik
dan kedinamisannya, serta faktor sikap dan kebiasaan
yang telah terbangun cukup lama (Mulyadi, 2009).
Berdasarkan beberapa pernyataan para ahli di atas dapat
dipahami jika pelatihan kepemimpinan diperlukan bagi
setiap level pemimpin dalam organisasi perusahaan
khususnya manajer yang berada pada posisi central
diantara bawahan/ staff dengan pemimpin pada tingkat
atas.
Pelatihan kepemimpinan hadir untuk memberikan
wawasan dan pengetahuan baru tentang kepemimpinan
yang berkaitan dengan interpersonal atau di luar itu seperti
manajerial atau keterampilan lain yang dapat menunjang
peran seorang pemimpin dalam menjalankan organisasi
perusahaan. Seperti yang telah penulis sampaikan bahwa
kepemimpinan erat kaitannya dengan individu, begitupun
dengan pelatihan kepemimpinan yang menempatkan
setiap pemimpin yang menjadi peserta pelatihan sebagai
95
individu perorangan yang dijadikan sebagai subjek
sekaligus objek dalam pelatihan kepemimpinan.
Kemampuan kepemimpinan dan sikap individu
menjadi hal utama yang dibangun dalam diri seorang
pemimpin seperti manajer. Dua hal tersebut menjadi faktor
yang berpengaruh terhadap keterampilan manajerial dan
interpersonal. Jika kita simpulkan bahwa terdapat
pengertian secara eksplisit tentang Pelatihan
Kepemimpinan berdasarkan keterangan diatas baik
tentang kepemimpinan ataupun pelatihan yang dijalankan
untuk pemimpin.
96
Ram Charan menawarkan gagasan “Apprenticeship
Model” atau magang. Menurut konsepnya kepemimpinan
hanya bisa dikempangkan melalui latihan di lapangan selain
belajar atau kegiatan mengenai teknik, perangkat dan
gagasan kepemimpinan di kelas. Dalam konsep
Apprenticeship Model, seorang pemimpin harus mampu
mengembangkan kemampuan orang – orang di bawahnya,
temasuk menemukan talent atau calon pemimpin (dalam
Kasali, 2016 : 370)
Gagasan tersebut telah terbukti berhasil digunakan
dalam meregenerasi para pemimpin di PT. Garuda Indonesia
Tbk. Para pemimpin di Garuda Indonesia berupaya untuk
menemukan talent – talent yang berpotensi untuk menjadi
generasi pemimpin berikutnya yang akan menjalankan
perusahaan, bahkan hal itu menjadi salah satu tolak ukur
dalam penilaian kinerja individu atau Key Performance
Indicator (KPI). Jadi, begitu seseorang ditunjuk menempati
posisi pemimpin salah satu tugas utamanya adalah
menyiapkan beberapa penggantinya istilahnya Leader Create
Leader.
Penyelenggaraan pelatihan kepemimpinan
disesuaikan dengan budaya perusahaan atau kebiasaaan
97
perusahaan. Maka tak jarang jika pelatihan kepemimpinan
diadakan dengan konsep ruangan yang nyaman, terlebih
jika pelatihan ini untuk level management atas. Namun
bukan itu faktor terbesar yang membuat suatu pelatihan
kepemimpinan berhasil menurut Baldwin dan Ford (1988)
menagatakan bahwa terdapat tiga faktor keberhasilan
pelatihan kepemimpinan yaitu :
a. Karakteristik individual pelajar
b. Kualitas dan sifat dari program
pelatihankepemimpinan
c. Dukungan untuk perubahan perilaku dari
atasan supervisor.
Pelatihan tak terlepas dari materi atau content
yang disajikan oleh instruktur atau fasilitator. Isi kegiatan
pelatihan disesuaikan dengan jenis pelatihan yang
diselenggarakan. Seperti halnya pada pelatihan
kepemimpinan memuat materi yang berhubungan dengan
bagaimana menjadi pemimpin visioner, mengasah
keterampilan interpersonal dan bahasan yang
berhubungan dengan kepemimpinan. Berdasarkan
penjelasn Bandura (1977) berkaitan dengan pelatihan
kepemimpinan menyatakan bahwa, The training started
with conceptual lectures on leadership, conflict
management, motivation, communication, group dynamics
98
and with the proposed functional leadership model (dalam
Santos, 2015 : 6)
Pernyataan tersebut telah menjelaskan jika pelatihan
kepemimpinan dapat dimulai dengan konsep pengajaran
seperti menggunakan metode ceramah pada
kepemimpinan, manajemen konflik, motivasi, komunikasi,
dinamkia kelompok dan model kepemimpinan fungsional.
Contoh materi pelatihan kepemimpinan bisa disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan atau organisasi
Sementara itu, penyelenggaraan pelatihan
kepemimpinan dapat dilakukan dengan Metode – metode
tertentu. Terdapat tiga metode yang umum digunakan
dalam pelatihan kepemimpinan diantaranya adalah,
1. Instructor – Led
Metode ini dinilai menjadi metode yang efektif
bagi Pelatihan dan Pengembangan. Salah satu
keuntungan dalam metode ini adalah
memungkinkan seorang instruktur
menyampaikan banyak informasi dalam waktu
yang relative pendek. Keefektivan dari metode
Instructor – led ini akan terlihat ketika peserta
dalam grup – grup tertentu diizinkan untuk
berdiskusi.
99
2. Case Study
Metode Studi kasus ini adalah metode
pelatihan dan pengembangan yang mana
peserta pelatihan belajar dari informasi yang
telah disediakan tentang kasus dan kemudian
membuat keputusan berdasarkan hal itu.
3. Role Playing
Metode pelatihan ini adalah metode dimana
peserta diminta untuk merespon masalah
spesifik yang mungkin mereka temukan dalam
pekerjaan atau aktivitas nyata. Daripada
mendengarkan instruktur membicarakan
tentang bagaimana menangani sebuah
masalah dan kemudian mendiskusikannya.
Metode ini mengajarkan peserta lebih kepada
“Learn by doing”.
100
evaluasi program pelatihan. Tidak ada perbedaan secara
keseluruhan tentang pelaksanaan pelatihan
kepemimpinan dengan pelatihan umum atau jenis
pelatihan lainnya. Namun terdapat satu perbedaan yang
memberikan identitas dan keterangan yaitu pada sisi
materi pelatihan yang diberikan.
Pelatihan kepemimpinan menjadi wadah dan alat
yang digunakan oleh perusahaan dalam menciptakan para
pemimpin yang ideal. Melalui pelatihan maka “utang”
organisasi telah terbayarkan sebagai upaya dalam
memenuhi kebutuhan mendasar yakni kemampuan,
keterampilan, sikap dan pengetahuan yang perlu dimiliki
secara baik dan lengkap oleh para pimpinan perusahaan
khususnya tingkat manajemen tengah.
Dalam buku ini, penulis akan memberikan contoh
praktis yang dapat dipahami oleh pembaca dan
memberikan gambaran nyata tentang apa isi pelatihan
kepemimpinan khususnya untuk level manajemen tengah.
Penjelasan ini telah tercantum pada bab terakhir buku ini.
101
BAB 5
KAJIAN KNOWLEDGE
MANAGEMENT
102
BAB 5
KAJIAN KNOWLEDGE MANAGEMENT
103
yang harus dipenuhi oleh perusahaan bagi SDM yang
dimilikinya. Karena tanpa pengetahuan, SDM tidak mampu
menjalankan kegiatan bisnis yang dijalankan. Sehingga
perusahaan diharapkan bisa menjadi fasilitator bagi
karyawan untuk terus belajar dan menjadi knowledge
workers.
Pengetahuan adalah pedoman bagi setiap
karyawan untuk memahami hakikat pekerjaan, tugas
pokok dan fungsi. Melalui KM (Knowledge Management)
akan melahirkan ide, gagasan serta inovasi untuk
mencapai keunggulan kompetitif perusahaan. Seperti yang
dikatakan oleh Scarborough, jika KM dapat meningkatkan
kinerja organisasi. Sehingga implementasi yang
diwujudkan dalam kegiatan KM adalah kunci penting
untuk mencapai keunggulan kompetitif baik SDM atau
perusahaan.
Disamping kita melihat KM dari sudut pandang hak
karyawan, namun disisi lain terwujudnya KM tak terlepas
dari kontribusi para karyawan dalam memberikan ilmu
yang mereka miliki. Jika perusahaan sudah melakukan
stimulus pada setiap karyawan, maka saatnya para
karyawan menyampaikan ide, gagasan, pemikirannya.
Karya tulis atau artikel bisa menjadi salah satu media
untuk menyampaikan ide.
104
Menurut seorang ahli pelatihan dan
pengembangan SDM, Knowledge Management adalah
kedisiplinan mengumpulkan, menyeleksi, mengorganisir
dan kemudian memanfaatkan ilmu pengetahuan, keahlian
dan keterampilan yang ada pada masing – masing
karyawan baik yang ditulis di kertas, yang disimpan di
database maupun yang masih dalam kepala karyawan
untuk kepentingan bisnis serta meningkatkan performa
organisasi ( Sutikno, 2010 : 91) Dari penjelasan tersebut
dapat kita ambil satu poin penting bahwa keberadaan
karyawan membuka ruang untuk menggali pengetahuan,
kemudian dikelola hingga akhirnya membawa kemajuan
bagi perusahaan.
Berbicara mengenai Manajemen Pengetahuan
tentu kita akan dihadapkan pada hubungan yang tak
mungkin terpisah dengan Human Capital. Pengetahuan
sebagai pedoman menjadi hal pertama yang harus dimiliki
para karyawan. Menurut Babalola (2003) alasan yang
mendasari investasi human capital didasarkan atas tiga
argumen, yaitu:
105
“Pertama, generasi baru harus diberikan pengetahuan
(yang relevan), yang terakumulasi dari generasi
sebelumnya. Kedua, bahwa generasi baru harus diajarkan
bagaimana seharusnya pengetahuan digunakan untuk
mengembangkan produk baru, menawarkan proses dan
metode produksi yang baru dan memberikan pelayanan.
Ketiga, bahwa seseorang harus terus dipacu untuk
mengembangkan seluruh ide, produk, proses dan metode
melalui pendekatan yang kreatif.”
106
dari atasan atau orang – orang yang sudah senior.
Manajemen Pengetahuan menyajikan layanan bagi
siapapun dalam perusahaan untuk mengetahui baik itu
tentang perusahaan atau hal – hal yang berkaitan dengan
bidang terkait.
Perusahaan sebagai wadah bagi para karyawan
untuk memperoleh jabatan dan penghidupan dari gaji yang
diterima harus mampu memberikan stimulus dan sumber
pengetahuan bagi SDM yang akan menggerakan
perusahaan secara berkelanjutan. Karena hidup dan
matinya sebuah perusahaan tergantung dari kinerja dan
produktivitas yang dimiliki oleh setiap karyawan.
Knowledge Management menjadi jembatan dan sumber
yang harus dikembangkan secara konsisten oleh
perusahaan. Menurut Firdaniyanti dan Alvin Soleh
mengungkapkan konsep penting yang harus dipahami
tentang KM yaitu, “Knowledge Management merupakan
suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk meningkatkan
kinerja seseorang atau organisasi dengan cara mengatur
dan menyediakan sumber ilmu yang ada saat ini dan yang
akan datang.” (Firdaniyanti & Soleh, 2011 : 30)
Berdasarkan konsep KM tersebut dapat dipahami
jika KM dianggap sebagai media perusahaan untuk
melakukan peningkatan pengetahuan dan kinerja
107
karyawan. Seyogya nya jika alat – alat dalam implementasi
KM dapat dimaksimalkan. Seperti melalui portal online,
majalah, bulletin atau COP (Community of Practice), yaitu
suatu kelompok yang memiliki passion dan keahlian yang
sama, melakukan diskusi dalam rangka meningkatkan
kemampuan satu sama lain. Hal tersebut adalah wujud
dari penerapan KM yang harus dilakukan secara
menyeluruh dan maksimal dengan mengintegrasikan
teknologi dan SDM yang berkompeten.
Namun perkembangan dunia bisnis, persaingan
yang semakin kompetitif dan karyawan yang semakin
beragam dengan ilmu pengetahuan serta kemampuan
yang mereka bawa, maka akan memicu adanya tantangan
bagi perusahaan dalam mengimplementasikan KM. Dalam
hal ini perusahaan perlu menyadari betul tentang kesiapan
seluruh karyawan dan sisitem manajemen di perusahaan
tentang kehadiran KM. Karena KM akan memberikan
sentuhan baru pada budaya perusahaan sehingga
diperlukan penyesuaian terhadap kehadiran KM.
Analisis diperlukan untuk mengenal lebih awal KM
sebenarnya. Melalui pengenalan Key Challenges in
Knowledge Management akan memberikan pertimbangan
besar bagi perusahaan untuk mengaplikasikan KM.
Merujuk pada salah satu sumber, berikut penulis uraikan
108
tantangan – tantangan kunci dalam Knowledge
Management :
1. Menjelaskan apa itu Knowledge Management dan
bagaimana KM memberi keuntungan bagi
manajemen / korporasi.
2. Mengevaluasi core knowledge perusahaan untuk
dijabarkan ke dalam setiap departemen dan divisi.
3. Belajar bagaimana knowledge dapat diidentifikasi,
diseleksi, didata, diproses dan dilaksanakan.
4. Menemukan area yang tercecer, terabaikan atau
terlantar padahal area itu seharusnya
diberdayakan dan difungsikan karena memiliki nilai
bisnis yang tinggi.
5. Menggalakan sirkulasi informasi serta riset yang
berkelanjutan dalam KM untuk memperbaiki dan
memperluas kemampuan Knowledge Workers
(KW).
6. Menyatukan dan mempersatukan knowledge yang
benar – benar berguna dan dibutuhkan untuk
kemajuan bisnis.
7. Membina rasa ikhlas yang sesungguhnya pada diri
setiap Insan dalam organisasi ketika melakukan
share knowledge.
109
2. Contoh Implementasi KM di dalam Perusahaan
Implementasi Knowledge Management di Garuda
Maintenance Facility (GMF) AeroAsia telah dijalankan
selama bertahun – tahun. Sebuah buku berjudul
Successful Implementation of Knowledge Management in
Indonesia yang ditulis oleh Tim Dunamis (2013) telah
merekam secara singkat tentang bagaimana GMF
melakukan implementasi KM di dalam organisasi dan
budaya kerja. Dijelaskan bahwa dalam sejarahnya,
Learning Organization menjadi kata kunci dalam
implementasi KM di GMF. Hal ini didasari oleh keinginan
perusahaan untuk menedepankan knowledge worker atau
pekerja yang berpengetahuan sebagai Sumber Daya
Manusia yang dikembangkan melalui organisasi
pembelajar.
Kegiatan KM di GMF terbilang dinamis dan unik,
setiap kesalahan yang terjadi atau hal – hal penting yang
terjadi dalam kegiatan Maintenance, Repair and Overhaul
(MRO) di bengkel pesawat atau office di-recorde dan
disebarluaskan melalui pemanfaatan Informasi dan
Teknologi yang digunakan. Salah satu pengembangan IT
yang digunakan Knowldege Management adalah dibuatnya
portal khusus yang dapat diakses secara online melalui
internet. Wadah informasi ini dapat dengan mudah diakses
110
oleh semua karyawan GMF melalui portal khusus. Portal ini
telah dirancang dalam mengarsipkan dan memberikan
informasi terkait berbagai hal yang menyangkut aktivitas
kerja dan pengetahuan yang berkaitan dengan GMF.
Selain pelatihan teknis sebagai bagian dari media
KM, pelatihan non – teknis menjadi jenis pelatihan yang
diadakan guna memenuhi kebutuhan perusahaan dalam
mencetak SDM yang memiliki kemampuan Leadership dan
Managerial. Inilah salah satu usaha GMF dalam mengelola
pengalaman (tacit) seorang karyawan menjadi
pengetahuan perusahaan.
Dalam implementasi knowledge management
(KM), memaksimalkan modal intelktual tercermin pada
kriteria keempat, dari delapan kriteria Most Admired
Knowledge Enterprise (MAKE), yakni maximizing the value
of intellectual capital.
Terdapat dua upaya yang dilakukan GMF dengan
memanfaatkan intellectual Capital yang dimiliki secara
maksimal.
1. Membangun dan memaksimalkan modal
intelektual dengan mensertifikasi semua teknisi
dan engineer GMF.
2. Menjalin kerja sama dengan perusahaan
penerbangan dan pabrikan pesawat kelas dunia,
111
seperti Boeing, Airbus, Honeywell, GE, Rolls Royce,
KLM, Luthansa dan SR Technic. Ketiga, Learning
Center Unit (LCU) yang membentuk dua sesi
kegiatan yaitu Sharing dan Focus Group Disscusion
(FGD) dengan mendorong berbagai topic dan tema
sebagai bagian dari knowledge transfer. Diskusi
dilakukan baik melalui tatap muka, juga dilakukan
melalui online dan mailing list. Keempat,
menyelenggarakan workshop, mengambil topic
khusus dengan tujuan untuk perbaikan
performance karyawan. Seperti workshop khusus
Aircraft Maintenance Engineer B737.
112
DAFTAR PUSTAKA
113
Griffin, R. 2004. Manajemen. Jakarta : Erlangga
114
Pace R. Wayne dan Faules Don. F. 2015. Komunikasi
Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. PT.
Remaja Rosdakarya : Bandung.
115
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT Raja
grasindo Persada
Sumber Jurnal :
116
TENTANG PENULIS
J. Ramadhan atau Jajang
Ramadhan, lahir di Sumedang
pada tanggal 8 Februari 1996,
dan menyelesaikan pendidikan
program Diploma 3 Administrasi
Publik, konsentrasi Administrasi
Kepegawaian dari Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran (UNPAD)
dengan predikat terpuji/ cumlaude. Penulis merupakan
Co – Founder organisasi pemuda Youth Voice Indonesia,
pernah menjadi Kepala Departemen Penelitian dan
Pengembangan Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik
Diploma 3 FISIP UNPAD dan Board of Communication
Department, International Association of Students in
Agricultural & Related Sciences (IAAS) Indonesia.
Penulis yang akrab di sapa Jeje ini memiliki ketertarikan
tinggi di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, Sosial,
Lingkungan dan Sastra. Beberapa kegiatan berskala
daerah, nasional hingga internasional pernah diikutinya,
seperti Workshop HR Best Practice, Training of Trainer
Administrasi Kepegawaian FISIP UNPAD, Meet The
Diplomats, The next Level of HR Champion, Youth
Entrepreneurship Symposium di National University of
Singapore dan Asean Korea Youth Network Workshop di
Bangkok, Thailand.
Peraih Piagam Penghargaan Dekan FISIP UNPAD pada
tahun 2015 dan 2016 ini juga sempat pernah menjadi
Pembicara dalam sejumlah kegiatan di UNPAD dan Kota
Bandung.
Buku ini adalah buku pertama yang ditulis dan diterbitkan.
Korespondensi dengan penulis dapat dilakukan melalui
email jjramadhan96@gmail.com.
117
Hery Wibowo, lahir di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 1975
dan menyelsaikan pendidikan
program Sarjana 1 (S1) di
Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran Bandung.
Pendidikan Sarjana 2 (S2),
ditempuh di Program Magister
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran.
Pendidikan Sarjana 3 (S3) di Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik Universitas
Padjadjaran, mengambil jurusan Ilmu Sosial konsentrasi
Sosiologi. Saat ini penulis juga aktif mengisi pelatihan di
beberapa perusahaan, organisasi social maupun lembaga
pendidikan. Tidak hanya itu, penulis juga sempat beberapa
kali menjadi pembicara seminar baik untuk skala internal
maupun nasional. Buku ini adalah buku kelima yang ditulis
bersama J. Ramadhan dan Wahju Gunawan. Adapun hasil
karya yang telah diterbitkan anatara lain Fortune Favor the
Ready, Tukang Kayu dan Pilar Kesuksesan dan No
Nganggur No Cry. Korespondensi dengan penulis dapat
dilakukan melalui email hery_fortune@yahoo.com.
118
Wahju Gunawan, seorang doktor
ilmu sosial yang bekerja sebagai
dosen di program studi sosiologi
– antropologi dan ilmu
pemerintah, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran. Wahju sempat
pernah menjadi penyaji dalam
berbagai acara nasional dan
internasional, diantaranya sebagai penyaji makalah dalam
Seminar Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI di
Malaysia 2012, Penyaji makalah dalam 1st International
Conference of World Class Education (ICWED) 2011 di
University of Malaya, Penyaji makalah dalam seminar
pendidikan sosiologi dan penyuluhan pertanian 2012.
Selain itu wahju aktif dalam kegiatan lainnya seperti
terlibat dalam Workshop Pekerja Migran Internasional di
Bandung Tahun 2012 dan menjadi Dosen pendamping
pada Student Exchange ke Universitas di Malaysia tahun
2013.
119
120