Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN HEAD INJURY

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3 | KELAS 5A

Riska Ayu (G2A018028)

Vini Dwi (G2A018029)

Elvin Anggrianti (G2A018130)

Nur Alfiah (G2A018131)

Anis Kurnia (G2A018132)

Islamiati Mulyaningrum (G2A018133)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020/2021
A. Definisi
Cedera kepala dapat disebut juga dengan head injury ataupun traumatic
brain injury. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit
berbeda. Head injury merupakan perlukaan pada kulit kepala, tulang
tengkorak, ataupun otak sebagai akibat dari trauma. Perlukaan yang terjadi
dapat mengakibatkan terjadinyabenjolan kecil namun dapat juga berakibat
serius (Heller, 2013). Sedangkan, traumatic brain injury merupakan gangguan
fungsi otak ataupun patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force)
eksternal yang dapat terjadi di mana saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat
kerja, selama berolahraga, ataupun dimedan perang (Manley dan Mass, 2013).
Menurut Dawodu (2013), cedera kepala merupakan gangguan pada otak
yang bukan diakibatkan oleh suatu proses degeneratif ataupun kongenital,
melainkan suatu kekuatan mekanis dari luar tubuh yang bisa saja
menyebabkan kelainan pada aspek kognitif, fisik, dan fungsi psikososial
seseorang secara sementara ataupun permanen dan berasosiasi dengan
hilangnya ataupun terganggunya status kesadaran seseorang (dalam Unsandy,
2015).

B. Klasifikasi
Cidera kepala dapat diklasifikasikan menurut tingkat kesadaran ditentukan
dengan nilai GCS, yaitu:
1. Cidera Kepala Ringan
a. Nilai GCS 13-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran tetapi kurang dari 30 menit
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
(Andra & Yessie 2012, dalam Suripto 2018)
2. Cidera Kepala Sedang
a. Nilai GCS 9-12
b. Saturasi O2> 90% dan tekanan darah systole > 100 mmHg
c. Dapat terjadi kehilangan kesadaran > 30 menit dalam 24 jam
d. Dapat terjadi fraktur tengkorak
(Padila 2012, dalam Suripto 2018)
3. Cidera Kepala Berat
a. Nilai GCS 8-3
b. Kehilangan kesadaran diri dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial
(Andra & Yessie 2012, dalam Suripto 2018)

C. Etiologi
Menurut Sibuea (2009), cedera kepala dapat disebabkan oleh dua faktor,
yaitu (dalam Unsandy, 2015):
1. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung maupun
tidak langsung (akselerasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik.

Menurut Arif Muttaqin (2008), cidera pada trauma capitis dapat terjadi
akibat tenaga dari luar berupa:
1. Benturan/jatuh karena kecelakaan
2. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan
ledakan panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak,
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

D. Patofisiologi
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak (Tarwoto 2007 dalam Kasenda, 2018).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Andra & Yessie (2012), klien dengan cidera otak sedang
mengalami kelemahan pada salah satu bagian tubuh disertai kebingungan
bahkan terjadi penurunan kesadaran hingga koma. Terjadi abnormalitas pupil,
terjadi defisit neurologis berupa gangguan penglihatan dan pendengar
berdasarkan letak lesi yang terdapat pada otak. Pasien akan mengalami kejang
otot dan gangguan pergerakan. Bila terjadi perdarahan dan fraktur pada
tengkorak maka akan terjadi hematoma yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Peningkatan TIK dapat menimbulkan nyari atau pusing
pada kepala (dalam Suripto, 2018).

Tanda gejala pada TKB adalah (dalam Kasenda, 2018):


a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos kepala Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih
dari 5 cm, luka tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan
kesadaran (dalam Kasenda 2018).
2. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
a. Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat-obatan analgesia.
b. Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat
pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c. Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris,
dll).
d. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
e. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira 2012, dalam Kasenda 2018).
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI digunakan untuk pasien yang
memiliki abnormalitas status mental yang digambarkan oleh CT-Scan.
MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan, terutama dalam
mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.
4. X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,
2011). e. BGA ( Blood Gas Analyze) Mendeteksi masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
5. Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intra kranial (Musliha 2010, dalam Kasenda 2018).

G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
b. Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial dan kejang (jika ada
kejang)
c. Bila terdapat peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan obat
penurun tekanan intrakranial seperti Manitol 20% 0,5 – 1 gram/kg tiap
8 jam atau NaCl 3% dengan dosis inisial 2-6 ml/kgBB dilanjutkan
dengan infus kontinyu 0.1-1 ml.kgBB/jam dengan monitoring tekanan
intrakranial. NaCl 3% dapat juga diberikan dengan dosis inisial 5 ml/
kgBB dilanjutkan dengan dosis 2 ml/kgBB tiap 6 jam. Pemantauan
kadar elektrolit dan diuresis diperlukan jika pasien diberikan cairan
hipertonis. Hindari / seminimal mungkin tindakan invasif dan hal-hal
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
d. Lakukan pemantauan klinis yang ketat selama 12-48 jam.
e. Tatalaksana demam.
(IDAI, 2016)
2. Nasehat untuk orang tua
Orang tua sering menanyakan apa yang perlu diperhatikan jika anaknya
mengalami trauma kepala, berikut ini beberapa tips yang dapat diberikan:
a. Trauma kepala ringan tanpa penurunan kesadaran dapat dirawat di
rumah.
b. Tirah baring selama 3 hari.
c. Selama observasi di rumah sebaiknya anak tidak minum obat anti
muntah, karena dapat menutupi gejala perburukan yaitu muntah.
Analgetik diberikan jika perlu.
d. Pengawasan dilakukan dengan memeriksa anak tiap 2-3 jam sampai 72
jam setelah trauma.
e. Anak segera di bawa ke rumah sakit apabila selama observasi
didapatkan:
 Anak tampak tidur terus atau tidak sadar.
 Anak menjadi gelisah, bingung atau delirium.
 Kejang pada wajah atau ekstremitas.
 Anak mengeluh sakit kepala yang menetap dan bertambah berat,
atau adanya tanda kekakuan di leher.
 Muntah yang menetap terutama di pagi hari. – Keluar cairan/darah
dari lubang telinga atau hidung.
 Ubun-ubun besar yang membonjol.
 Terdapat gangguan gerak ekstremitas.
(IDAI, 2016)

H. Komplikasi
Menurut Tarwoto, dkk. (2007), komplikasi yang mungkin terjadi pada
cidera kepala diantaranya (dalam Fatimah, 2010):
a. Defisit neurologik
b. Kejang
c. Pneumonia
d. Perdarahan
e. Perdarahan gastrointestinal
f. Disritmia jantung
g. Syndrom of inappropriate secretion of antidiuretuc hormone (SIADH)
h. Hidrocepalus
i. Kerusakan kontrol respirasi
j. Inkontinensia bladder dan bowel

I. Pengkajian
1. Pengkajian Secara Teori
Anamnesis
a. Tanyakan secara rinci mekanisme trauma pada anak, seperti ketinggian
jatuh, apakah kepala membentur sesuatu. Jika kecelakaan lalu lintas
tanyakan mekanisme kecelakaan, apakah anak memakai helm
pelindung, apakah anak terlempar , posisi jatuh, terbentur atau tidak.
b. Bagian tubuh mana yang mengalami trauma, apakah terdapat trauma
multipel.
c. Apakah anak menangis setelah trauma, apakah terdapat penurunan
kesadaran, berapa lama terjadi penurunan kesadaran.
d. Adakah kehilangan ingatan (amnesia), sampai berapa lama penderita
tidak dapat mengingat kejadian.
e. Apakah ada sakit kepala, muntah-muntah, kejang, perdarahan/keluar
cairan dari hidung, telinga atau mulut.
f. Adakah benjolan kepala setelah jatuh, adakah tanda tulang yang retak.
g. Apakah terdapat patah tulang leher, bahu maupun ekstremitas.
h. Apakah sudah terdapat gangguan neurologis sebelum trauma.
i. Apakah terdapat gangguan perdarahan.
j. Apakah terdapat penyalahgunaan obat atau alkohol (pada anak remaja)
k. Pada bayi dan anak, jika terdapat inkonsistensi antara riwayat trauma
dengan kondisi anak pikirkan kemungkinan child abuse.
(IDAI, 2016)

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis


a. Nilai kesadaran anak dengan Skala Koma Glasgow Pediatrik.
b. Pemeriksaan fisik (terutama kepala dan leher):
 Kepala : hematoma, laserasi, penumpukan cairan, depresi tulang
 Fraktur tengkorak : adakah otorea, hemotimpanum, rinorea,
raccoon eyes, battle sign
 Leher : adakah deformitas, kekakuan atau nyeri
 Jejas trauma di bagian tubuh lain : dada, abdomen dan ekstremitas
c. Status mental: sadar penuh, orientasi, confusion/bingung, gaduh-
gelisah, tidak responsif
d. Saraf kranial:
 Refleks pupil (N.II, N.III), Doll’s eye response (N.III,N.IV,N.VI),
respons okulomotor kalorik (N.III,N.IV,N.VI,N.VIII), refleks
kornea dan seringai wajah (N.V, N.VII), refleks muntah
(N.IX,N.X)
e. Pemeriksaan sensorimotor
 Asimetri, gerakan (spontan/menuruti perintah), tonus otot,
koordinasi (jika memungkinkan), reaksi terhadap nyeri (menarik/
withdrawl, deserebrasi, dekortikasi, tidak ada respons)
f. Pemeriksaan refleks fisiologis, patologis, klonus.
(IDAI, 2016)

Pola Kesehatan Fungsional

a. Dasar data pengkajian pasien


Pengkajian data dasar meliputi tipe, lokasi, keparahan cedera
danmungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ vital
b. Aktivitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, ataksia caraberjalan
tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma)ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik
c. Sirkulasi
Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang
diselingibradikardi, disritmia)
d. Integritas Ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang ataudramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, derilium, agitasi, bingung,depresi,
impulsif
e. Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalamigangguan
fungsi makanan/ cairan
f. Nutrisi
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, airliur
keluar, disfagia)
g. Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian,vertigo, sinkope, tinitius, kehilangan pendengaran,
diplopia,kehilangan sebagian lapang pandang, Fotopobia.
Tanda: perubahan kesadaran dari biasa sampai koma, perubahanstatus
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku, memori).
Perubahan pupil(respon terhadap cahaya, simetri). Deviasi padamata,
ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaanseperti
penciuman, pengcapan dan pendengaran, wajah tidaksimetris,
genggaman lemah, apraksia, sangat sensitif terhadapsentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian anggota tubuh,kesulitan dalam
menentukan posisi
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas, lokasi yang berbeda,biasanya
lama
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeriyang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
i. Pernapasan
Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi
hiperventilasi),napas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi)
j. Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit
laserasi,perubahan warna seperti racoon eye, tanda bale disekitar
telinga,demam , gangguan regulasi suhu tubuh.
k. Interaksi sosial
Tanda: afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang.
(Doengoes 1999)

2. Pengkajian Secara Kasus


a. Pasien tidak sadarkan diri dgn CGS(2-3-2), terdapat hematom di
wajah dan kepala
b. Ada krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra dan
c. kelur darah dari hidung dan mulut
d. Pasien terpasang foley kateter, NGT, terapi obat IFVD RL25 tetes
e. Kedua mata pasien blue eye
f. Frekuensi pernapasan lemah
g. Pemeriksaan fisik akral hangat
h. Hasil CT scane terdapat edema serebal pada bagian kepala

3. Pengkajian primer
a. Circulation
Kaji apakah pasien menggunakan bantuan sirkulasi
b. Airway
Kaji jalan napas
c. Breathing
Kaji apakah pasien menggunkan bantuan napas.
d. Dissability
Kaji Tingkat kesadaran pasien
4. Pemeriksaan Sekunder
a. Keadaan umum
Kaji keadaan umum pasien
b. Tingkat kesadaran
Kaji tingkat kesadaran pasien
c. Tanda-tanda vital
Kaji keadaan umum pasien yaitu: TD, Nadi, Suhu, RR
d. Pengukuran antropometri
Ukur TB dan BB pasien
e. Pemeriksaan head to toe
Pemeriksaan dari ujung kepala sampai kaki. Kaji apakah ada
kelainan atau tidak.
J. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Data Subyektif Data Obyektif


Keperawatan
1. Pola napas tidak - RR: 28x/menit
efektif b.d - Nadi: 102 x/menit
cedera kepala - CRT > 3 detik
- Keluar darah dari
mulut dan hidung

2. Resiko perfusi - Edema serebral pada


serebral tidak bagian kepala
efektif b.d - TD: 110/70 mmHg
penurunan - Tidak sadarkan diri
suplay darah ke dengan nilai GCS 7
otak.

3. Resiko syok - TD: 110/70 mmHg


hipovolemik - Suhu: 37,8 derajat
hemoragik b.d Celcius
kekurangan - Nilai GCS 9
volume cairan, - Hb: 9,4 gr/dl
perdarahan. - Ht: 33%
- Terapi obat IFVD RL
25 tetes/menit

K. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b.d cedera kepala
Intervensi:
a. Monitor TTV
Rasional: untuk mengetahui perkembangan pasien
b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya suara tambahan
c. Pertahankan jalan nafas yang paten
Rasional: untuk menjaga kepatenan nafas pasien
d. Kolaborasi adanya dengan dokter untuk oksigenasi
Rasional: untuk membantu mempermudah nafas pasien

2. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurnan suplay darah ke otak.
Intervensi :
a. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
Rasional: untuk mengetahui perkembangan gcs pasien
b. Monitor intake dan output cairan
Rasional: untuk mencegah terjadinya dehidrasi
c. Sediakan lingkungan yang tenang
Rasional: untuk proses kesembuhan pasien
d. Edukasikan kepada keluarga tentanf tujuan dan prosedur pemantauan
Rasional: agar keluarga pasien mengetahui tujuan dan prosedur
pemantauan pada pasien
3. Resiko syok hipovolemik hemoragik b.d kekurangan volume cairan
Intervensi :
a. Monitor TTV
Rasional: untuk mengetahui perkembangan pasien
b. Monitor nilai laboratorium pasien (hematokrit, trombosit dan plasma
protein)
Rasional: untuk memantau perkembangan pasien
c. Kaji ada tidaknya tanda2 pendarahan
Rasional: untuk mencegah adanya perdarahan
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional: untuk mencegah terjadinya perdarahan

Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Fatimah, Vita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Sdr. W Dengan Cedera Kepla
Sedang (CKS) Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Tugas Akhir. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Purwoerto.
Mangunatmadja, dkk. (2016). Penatalaksanaan Trauma Kepala. IDAI.
Kasenda, Mika. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn. “J” Dengan Trauma
Kepala Berat (TKB) Di Ruang ICU RSUD Bahteramas. Karya Tulis
Ilmiah. Poltekkes Kendari.
Unsandy, Brata Tama. (2015). Hubungan Antara Cedera Kepala Ringan dan
Kelainan Intrakranial Berdasarkan CT-Scan Kepala Pada Tahun 2013.
Student Papers. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai