Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karya Tulis Ilmiah

Secara umum, suatu karya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu hasil karya
yang dipandang memiliki kadar ilmiah tertentu serta dapat di
pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Karya ilmih dapat
dikomunikasikan secara tertulis dalam bentuk karangan atau tulisan ilmiah,
dapat pula disampaikan secara lisan dalam bentuk pidato atau orasi ilmiah,
dan dapat melalui suatu bentuk demonstrasi. Karangan atau tulisan ilmiah
adalah semua bentuk karangan yang memiliki kadar ilmiah tertentu sesuai
dengan bidang keilmuannya (sains, teknologi, ekonomi, pendidikan, Bahasa
dan sastra, kesehatan)
Karya ilmiah mempunyai bentuk serta sifat yang formal karena isinya
harus mengikuti persyaratan-persyaratan tertentu dengan kaidah-kaidah
ilmiah. Karya tulis ilmiah dikemukakan berdasarkan pemikiran, kesimpulan,
serta pendapat atau pendirian penulis yang dirumuskan setelah mengumpulkan
dan mengolah berbagai informasi sebanyak-sebanyaknya dari berbagai
sumber, baik teoretik maupun empirik.
Karya ilmiah tertulis (karangan ilmiah) dapat berbentuk artikel ilmiah
popular (essei, opini) usulan penelitian, dan laporan penelitian. Ada tiga aspek
yang diperlukan dalam menjuruskan kedalam berpikir ilmiah ini. Pertama,
perlu penjelasan ilmiah dalam menghasilkan karya ilmiah diperluka adanya
kemampuan untuk menjelaskan pikiran sedemikian rupa, sehingga dapat
dipahami secara objektif. Kedua, pengertian atau definisi operasional dalam
kegiatan ilmiah, termasuk penulisan karangan ilmiah, setiap pengertian yang
terkandung didalamnya hendaknya bersifat operasional agar dapat terjadi
kesamaan persepsi, pandangan, isi, dan penafsiran penulis dan pembaca.
Ketiga, berpikir kuantitatif untuk lebih menjamin objektivitas penyampaian
pikiran atau keterangan, diperlukan adanya proses kuantifikasi informasi yang
diperoleh. Metode ilmiah adalah penerapan metode dan prinsip-prinsip sains,
yakni sistematis dan eksak. Data dikumpulkan secara objektif. Jadi metode
imiah adalah cara yang ditempuh oleh ilmuwan untuk segala kebenaran
ilmiah.

2.2 Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah

Berdasrkan tingkat akademiknya, karangan ilmiah dapat dibedakan atas :

a) Laporan
Laporan adalah karangan yang dibuat setelah seseorang melakukan
eksperimen, peninjauan atau survei, observasi, pembacaan dan
penelaahan buku, penelitian, dll. Informasi yang disampaikan
dalam laporan bisa bermacam – bermacam. Isinya bisa berupa hasil
pengkajian atau analisi suatu masalah yang berkembang di
masyarakat atau mengemukakan serta menemukan hasil penelitian.
Laporan peneltian adalah karangan yang dibuat setelah seseorang
atau sekelompok orang melakukan suatu penelitian.
Laporan penelitian disusun dengan mengikuti pola atau sistematika
sebagi berikut :
1. Pendahuluan
2. Kajian pustaka
3. Metode penelitian
4. Hasil penelitian dan pembahasan
5. Kesimpulan serta saran atau rekomendasi
b) Makalah
Makalah sering juga disebut paper (kertas kerja), ialah jenis karya
tulis yang memerlukan bidang studi baik secara langsung,
misalnya, observasi lapangan maupun secara tidak langsung (studi
kepustakaan). Apabila suatu makalah ilmiah akan dimuat dalam
majalah atau jurnal ilmiah sebagai suatu artikel jurnal, maka
penulis perlu menyesuaikan, baik isi maupun teknik penulisannya
dengan ketentuan-ketentuan redaksi majalah atau jurnal yang
bersangkutan, atau dalam Bahasa jurnal dikenal gaya selingkung
(inhouse style).
Makalah biasanya disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Judul
2. Abstrak
3. Pendahuluan
4. Isi dan pembahasan
5. Kesimpulan
6. Daftar pustaka

Judul karangan merupakan semcam tanda pengenal karangan dan


sekaligus juga kunci utama untuk mengetahui isi karangan.

Abstrak atau ringkasan biasanya berisi intisari keseluruhan tulisan,


ditulis secara naratif, dan diketik satu spasi serta paling banyak tiga
paragraph atau sekitar 150-200 kata.

Pendahuluan makalah berisi latar belakang masalah yang disusun


dalam alur pikir yang logis, yang menunjukkan kesenjangan antara situasi
yang ada dengan situasi yang diharapkan (das sollen dan das sein).

Pembahasan makalah berisi deskripsi tentang subjek studi, analisis


permasalahan, dan solusi pemecahannya.

Kesimpulan berisi hasil dari seluruh pembahasan dan setidak-


tidaknya berisi jawaban atas semua permasalahan yang dikemukakan
dalam pendahuluan.

Daftar pustaka memuat pustaka atau rujukan yang diacu dalam


penulisan dan disusun ke bawah menurut abjad nama akhir prnulis
pertama.
 Teknik penulisan daftar pustaka sebagai berikut :
1. Nama penulis
2. Tahun terbit
3. Judul buku
4. Jilid (jika ada)
5. Terbitan ke
6. Nama kota, dan
7. Nama penerbitnya
Contoh : Rifai, Mien A. (1997). Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan
dan Penenerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Cetakan kedua. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.

c) Usulan Penelitian (proposal)


Dalam kamus besar Bahasa Indonesia proposal diartikan sebagai rencana
yang dituangkan dalam bentuk rancangan kerja. Proposal merupakan satu
langkah konkret pada tahap awal penelitian.
Tahap-tahap penelitian :
1. Pemilihan masalah dan pernyataan tentang hipotesisnya (jika
ada)
2. Pembuatan desain penelitian
3. Pengumpulan data
4. Pembuatan kode dan analisis data
5. Interpretasi hasilnya
Usulan penelitian pada umumnya memuat :
Judul , Latar belakang, Tujuan penelitian, Tinjauan pustaka,
Alasan teori , Hipotesis (jika ada), Metode penelitian, Jadwal
kegiatan, Daftar pustaka.
d) Skripsi
Adalah jenis karya ilmiah yang terkenal dikalangan perguruan tinggi
sebagai bagian dari persyaratan akademik, yang harus ditempuh oleh
seorang mahasiswa tingkat sarjana (S1) yang akan menempuh ujian atau
tugas akhir jenjang pendidikan. Isi skripsi biasanya berupa hasil penelitian,
baik penelitian laboratorium, penelitian dilapangan, maupun penelitian
perpustakaan (kajian pustaka).
e) Tesis
Adalah jenis karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa untuk memperoleh
gelar magister atau strata (S2). Suatu tesis harus didukung oleh argument-
argumen yang kuat, nasional, dan objektif.
f) Disertasi
Adalah karya ilmiah yang ditulis untuk mencapai gelar doctor atau strata 3
(S3).
2.3 Contoh dari Karya Tulis Ilmiah
Essai adalah suatu tulisan yang menggambarkan opini penulis tentang
subyek tertentu yang coba di nilainya. Dan dalam kamus besar Bahasa
Indonesia essai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah sepintas
lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.
 Essai dasar bisa dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pendahuluan, yang berisi latar belakang informasi yang
mengidentifikasi subjek bahasan dan pengantar tentang subjek yang
akan di nilai oleh penulis tersebut.
2. Tubuh essai, yang menyajikan seluruh informasi tentang subjek.
3. Bagian akhir, yang memberikan kesimpulan dengan menyebutkan
kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau menambahkan
beberapa observasi tentang subjek yang dinilai oleh penulis.
 Ciri – ciri essai sebagai berikut :
1. Berbentuk prosa, artinya dalam bentuk komunikasi biasa,
menghindarkan penggunaan Bahasa dan ungkapan figure.
2. Singkat, maksutnya dapat dibaca dengan santai dalam waktu 2 jam.
3. Memiliki gaya pembeda. Seorang penulis yang baik akan membawa
ciri dan gaya yang khas, yang membedakan tulisannya dengan gaya
penulis lain.
4. Selalu tidak utuh, artinya penulis memilih segi-segi yang penting dan
menarik dari objek dan subjek yang hendak ditulis.
5. Memenuhi keutuhan tulisan, artinya harus memiliki kesatuan, dan
memenuhi syarat-syarat penulisan, mulai dari pendahuluan,
pengembangan sampai pengakhiran.
6. Mempunyai nada pribadi atau bersifat individu.

 Langkah- langkah pembuatan esai :


1. Menentukan tema atau pembahasan
2. Membuat outline atau garis besar ide-ide yang akan kita bahas
3. Menuliskan pendapat kita sebagai penulisnya dengan kalimat yang
singkat dan jelas
4. Menulis tubuh esai, dengan memilah nilai-nilai penting yang akan
dibahas, membuat sub bab suapaya pembahasannya mudah.

Contoh esai ilmiah :


Gelegar Ekranisasi di Indonesia
Saat ini, selain hingar bingar Pemilu Pilpres yang baru saja usai
digelar, hal lain yang cukup menyedot perhatian masyarakat adalah
hadirnya film Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Sejak diputar di bioskop
pada 11 Juni 2009 lalu, film yang disutradarai oleh Chaerul Umam ini bisa
dikatakan sukses dari segi pencapaian penonton. Tulisan ini tidak hendak
membahas film KCB lebih jauh, tetapi lebih fokus pada fenomena lain
yang menarik untuk dikupas berkaitan dengan dirilisnya film KCB ini
yaitu ekranisasi.
Secara sederhana, ekranisasi dapat diartikan sebagai proses
transformasi dari bentuk novel ke dalam bentuk film. Dalam Eneste (1991:
60) dijelaskan, yang dimaksud ekranisasi ialah pelayarputihan (ecran
dalam bahasa Prancis berarti layar). Di Indonesia, ekranisasi dapat
dikatakan bukanlah hal baru, setidaknya pada tahun 1951 proses adaptasi
semacam ini sudah dimulai yaitu ketika sutradara Huyung memfilmkan
drama karya Armijn Pane yang berjudul Antara Bumi dan Langit.
Ekranisasi memang sudah lama dimulai di Indonesia, tetapi gaung dari
fenomena ini sepertinya baru benar-benar terasa ketika novel Ayat Ayat
Cinta (AAC) karya Habiburrahman El Shirazy difilmkan oleh sutradara
Hanung Bramantyo. Tidak bisa dipungkiri, kesuksesan film AAC
mencatat sejarah tersendiri dalam hal pencapain penonton di bioskop.
Angka yang mencapai jutaan penonton sebenarnya akan sangat mungkin
menjadi lebih berlipat jika sebelumnya tidak beredar versi bajakannya di
internet. Banyak orang yang akhirnya cukup puas melihat di internet dan
tidak ke bioskop. 
Fenomena ekranisasi kian menjadi perbincangan karena
kesuksesan AAC segera disusul oleh proses ekranisasi yang juga
menggebrak yaitu ketika difilmkannya novel Laskar Pelangi (LP) karya
Andrea Hirata oleh sutradara Riri Reza. Film LP juga memikat banyak
orang untuk datang ke bioskop. Bahkan, novel Sang Pemimpi yang
merupakan rangkaian tetralogi LP, kabarnya juga akan difilmkan. Tidak
terlalu lama berselang dari kemunculan film LP, kembali hadir sebuah
film hasil adaptasi dari novel yaitu film Perempuan Berkalung Sorban
(PBS) yang disutradarai Hanung Bramantyo. Film ini diangkat
berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang berjudul sama. Kita
tentu masih ingat, Film PBS semakin menjadi sorotan karena cukup
mengundang kontroversi, utamanya dari kalangan umat Islam. 
Jika kita menengok ke belakang, fenomena ekranisasi sebenarnya
juga sempat menjadi perbincangan banyak orang yaitu ketika sutradara
Imam Tantowi memfilmkan sandiwara radio Saur Sepuh (SP) pada tahun
1988. Flim SP juga sempat meramaikan bioskop Indonesia, bahkan
banyak orang yang mengaku sangat jarang ke bioskop dan ke bioskop
hanya sekali saat melihat film SP. Dalam sejarah perfilman di Indonsia,
ada banyak film hasil ekranisasi yang cukup berhasil mencuri perhatian
masyarakat luas, beberapa di antaranya adalah film Darah dan Mahkota
Ronggeng karya Ami Priyono yang diangkat dari novel Ronggeng Dukuh
Paruk karya Ahmad Tohari, film Jangan Ambil Nyawaku yang diangkat
dari novel karya Titi Said, film Roro Mendut karya Ami Priyono yang
diangkat dari novel Roro Mendut karya Y.B. Mangunwijaya, film Atheis
karya Sjumandjaja yang diangkat berdasarkan novel Atheis karya Achdiat
K. Mihardja, film Salah Asuhan karya Asrul Sani yang diangkat
berdasarkan novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, film Ca Bau Kan
karya Nia Dinata yang diangkat dari novel Ca Bau Kan karya Remy
Sylado. Bahkan Novel Badai Pasti Berlalu karya Marga. T. sudah dua kali
difilmkan dan yang terakhir disutradarai oleh Teddy Suriatmadja. 
Di kancah perfilman dunia, banyak film yang meledak di pasaran adalah
film-film hasil proses ekranisasi. Sebut saja, film Harry Potter yang
merupakan adaptasi dari novel berjudul Haryy Potter karya J.K. Rowling,
film The Lord of the Rings yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya
Tolkien tahun 1954, film Doctor Zhivago adaptasi dari novel Doktor
Zhivago karya Boris Pasternak, dan masih banyak lagi.
Kembali pada awal tulisan ini, bioskop di Indonsia tengah
diramaikan pemutaran film hasil proses ekranisasi yaitu film KCB. Film
ini diangkat dari novel dwilogi karya Habiburrahman El Shirazy yang
berjudul sama. Apa yang terjadi dengan film KCB dapat dikatakan tidak
jauh berbeda dengan apa yang sudah diraih oleh film AAC, utamanya dari
segi pencapaian penonton. Sepertinya, gelegar KCB diprediksikan tidak
begitu saja berlalu karena film ini dibuat dalam dua film, KCB 1 yang
tayang sejak 11 Juni, dan KCB 2 yang direncanakan tayang pada bulan
September tahun ini. 
Yang menjadi pertanyaan penting, mengapa film-film hasil proses
ekranisasi (lebih sering) laris di pasaran? Apakah hal ini sebuah
kewajaran? Dalam pandangan saya, film-film hasil proses ekranisasi bisa
dikatakan cukup beralasan jika diminati penonton. Salah satu
pertimbangan proses ekranisasi adalah melihat media sebelumnya
(misalnya novel atau sandiwara radio) juga memiliki banyak penggemar.
Ada asumsi, jika sebelumnya sudah meledak di pasaran, tentunya ketika
difilmkan akan juga mengundang minat banyak orang. Pembaca novel
atau pendengar sandiwara radio lebih sering memiliki rasa penasaran yang
kuat, ingin tahu bagaimana cerita di dalam novel ataupun di sandiwara
radio ketika divisualisasikan ke dalam film. Seorang sutradara film
ataupun produser tentu sangat jeli membidik peluang dan bukan tanpa
pertimbangan ketika hendak membuat film yang diangkat dari media
tertentu.
Jika melihat kenyataan bahwa banyak film-film hasil proses
ekranisasi yang sukses di pasaran, bukan tidak mungkin ke depan akan
semakin banyak film-film yang diproduksi hasil ekranisasi. Fenomena ini
cukup menggembirakan, pasalnya berdasarkan kenyataan yang ada
kualitas film-film hasil ekranisasi bisa dikatakan cukup berkualitas karena
diangkat dari novel yang berkualitas pula dan sebelumnya sudah meledak
di pasaran. Menggembirakan karena khazanah film Indonesia semakin
berwarna, tidak saja mengangkat tema-tema horor atau tema seks yang
dibungkus komedi seperti yang sudah terjadi di Indonesia. 
Sekadar catatan, melihat reaksi masyarakat terhadap film-film hasil
ekranisasi, sejauh ini banyak yang memberi penilaian bagus tidaknya film
hasil ekranisasi adalah pada tingkat kemiripan/kesamaan antara novel dan
filmnya. Jika film bisa memenuhi harapan penonton (lebih mirip dengan
novel) maka penonton lebih banyak yang menilai bagus meskipun secara
umum belum tentu kualitas filmnya bagus. Begitu juga sebaliknya: ada
film yang cukup berbeda dengan novel (karena sengaja dibuat berbeda
dengan tujuan tertentu) dinilai tidak bagus oleh sebagian besar penonton
padahal sebenarnya kualitas film tersebut cukup bagus. Apapun itu, saya
menilai semua ini sebagai fenomena yang positif, gelegar ekranisasi
setidaknya membuat masyarakat lebih apresiatif dan kritis terhadap karya
seni film.

Anda mungkin juga menyukai