10.putri - 77 85
10.putri - 77 85
net/publication/309192079
CITATION READS
1 657
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Benny Yong on 02 September 2020.
Abstrak. Makalah ini membahas model matematika untuk penyakit SARS. Pada model tersebut
akan ditinjau pengaruh vaksinasi dengan dua kondisi, yaitu pemberian vaksin sebelum
terjadinya wabah SARS dalam suatu populasi dan pemberian vaksin selama terdapat penyakit
SARS di dalam populasi itu. Model pertama yang digunakan melibatkan individu rentan,
individu terinfeksi tapi belum bisa menularkan, individu yang diisolasi, individu terinfeksi yang
sudah bisa menularkan dan belum terdiagnosa SARS, individu pulih, dan individu meninggal
karena penyakit SARS. Model kedua menambahkan individu rentan yang telah divaksin. Kondisi
ambang batas terjadinya wabah penyakit SARS dinyatakan oleh bilangan reproduksi dasar yang
ditentukan dengan menggunakan matriks generasi.
1. PENDAHULUAN
Penyakit adalah suatu gangguan kesehatan yang dapat terjadi karena beberapa penyebab, yaitu
keturunan, kekurangan gizi, kecelakaan, bakteri, dan virus. Terdapat dua jenis penyakit, yaitu
penyakit tidak menular dan penyakit menular. Penyakit menular adalah jenis penyakit yang
dapat menyebar melalui kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan individu yang
terinfeksi penyakit.Salah satu penyakit menular yang sempat terjadi di dunia ini adalah penyakit
SARS.
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah suatu jenis penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh SARS Coronavirus (SARS-Cov) dan biasanya akan berpotensi menimbulkan
penyakit radang paru-paru yang fatal. Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara, misalnya
berada dalam satu gedung yang sama dengan seseorang yang terinfeksi SARS. Gejala SARS
pertama kali timbul di Provinsi Guangdong, Cina Selatan pada November 2002. Pada awalnya,
ada seorang profesor ahli pernapasan Cina mengobati pasien yang terinfeksi SARS. Namun, ia
menjadi terinfeksi juga. Lalu ia pergi ke Hong Kong, dan disana virus menyebar dengan cepat.
Setelah itu, dalam beberapa minggu SARS menyebar di seluruh dunia. Pada tahun 2004, peneliti
di Tiongkok akhirnya menemukan vaksin SARS.
Seiring perkembangan vaksin, para peneliti mulai mengkaji model matematika epidemik dengan
pengaruh vaksinasi, seperti pada makalah [3] dan [4]. Dalam makalah ini, akan dibahas model
matematika untuk penyakit SARS. Akan ditinjau pengaruh vaksinasi pada model tersebut
dengan dua kondisi. Kondisi pertama adalah model pre-outbreak vaccination (POV) dimana
vaksin diberikan sebelum terjadinya wabah SARS dalam suatu populasi. Kondisi kedua adalah
model during-outbreak vaccination (DOV) dimana vaksin diberikan selama terdapat penyakit
SARS di dalam populasi itu. Dari kedua model tersebut akan dilihat pengaruhnya dalam
mengontrol penyebaran penyakit SARS, kemudian akan dianalisis apakah penyakit SARS ini
dapat menimbulkan wabah atau tidak. Kondisi ambang batas terjadinya wabah penyakit SARS
dinyatakan oleh bilangan reproduksi dasar yang ditentukan dengan menggunakan matriks
generasi [1].
MS - 77
Batasan masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah jumlah populasi konstan, individu
yang sudah pulih tidak dapat kembali menjadi individu yang rentan terhadap penyakit, individu
isolasi masih dapat menginfeksi individu rentan, penyakit ini hanya untuk populasi manusia,
dan vaksin hanya untuk individu rentan.
Model POV melibatkan individu rentan (S), individu terinfeksi tapi belum bisa menularkan
(latent individuals) yang akan dibagi menjadi dua yaitu individu yang belum terdiagnosa SARS
(En) dan individu yang sudah terdiagnosa SARS (Ei), individu yang diisolasi (W), individu
terinfeksi yang sudah bisa menularkan dan belum terdiagnosa SARS (I), individu pulih (R), serta
individu meninggal karena penyakit SARS (D).Pada model ini, individu rentan divaksin terlebih
dahulu sebelum terjadinya wabah SARS. Hal tersebut menyebabkan individu rentan berkurang
menjadi (1 − 𝜎)𝑁 dengan σ adalah proporsi individu rentan yang berhasil divaksin sebelum
terjadinya wabah SARS. Sementara itu, pada model DOV, vaksinasi dilakukan selama terjadinya
wabah SARS dalam suatu populasi sehingga pada model ini terdapat populasi individu baru
yaitu populasi individu rentan yang telah divaksin (V). Individu-individu rentan tersebut
divaksin karena melakukan kontak dengan individu yang diisolasi.Definisi dari setiap parameter
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Satuan waktu dinyatakan dalam hari.
MS - 78
𝑑𝑆 (𝐼 + 𝑙 𝑊) (𝐼 + 𝑙 𝑊)
= − 𝛽(1 − 𝜌) 𝑆 − 𝛽𝜌 𝑆
𝑑𝑡 𝑁 𝑁
𝑑𝐸𝑛 (𝐼 + 𝑙 𝑊)
= −𝑘𝜃𝐸𝑛 − 𝑘(1 − 𝜃)𝐸𝑛 + 𝛽(1 − 𝜌) 𝑆
𝑑𝑡 𝑁
𝑑𝐸𝑖 (𝐼 + 𝑙 𝑊)
= −𝑘𝐸𝑖 + 𝛽𝜌 𝑆
𝑑𝑡 𝑁
𝑑𝑊
= 𝑘𝜃𝐸𝑛 + 𝑘𝐸𝑖 + 𝛼𝐼 − (𝛿 + 𝛾2 )𝑊
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝑘(1 − 𝜃)𝐸𝑛 − (𝛼 + 𝛿 + 𝛾1 )𝐼
𝑑𝑡
𝑑𝑅
= 𝛾1 𝐼 + 𝛾2 𝑊
𝑑𝑡
𝑑𝐷
= 𝛿𝐼 + 𝛿𝑊
𝑑𝑡
MS - 79
tersebut. Nilai ρ akan tetap pada satu nilai untuk setiap grafik, sedangkan nilai θ akan berbeda-
beda. Grafik fungsi tersebut disajikan sebagai berikut:
Dari Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa penyebaran penyakit SARS tetap dapat dikontrol
meskipun seluruh proporsi individu isolasi berpotensi menginfeksi individu rentan (l=1).
Sehingga, untuk sebarang nilai ρ dan θ dengan laju transmisi β=0,25, proporsi individu rentan
yang perlu divaksin untuk mengontrol penyebaran penyakit SARS minimal 72,03% dari total
populasi. Hasil yang sama akan diperoleh jika θ tetap pada satu nilai untuk setiap grafik,
sedangkan ρ berbeda-beda.
Selanjutnya akan dianalisis proporsi individu rentan yang perlu divaksin ketika laju transmisi
(β) berubah-ubah yaitu β={0,15 ; 0,25 ; 0,4}. Nilai ρ akan tetap pada satu nilai untuk setiap
grafik, sedangkan nilai θ berbeda-beda. Grafik fungsi tersebut disajikan sebagai berikut:
Dari Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa ketika β=0,15 dan l=1, proporsi individu rentan yang
perlu divaksin untuk mengontrol penyebaran penyakit SARS minimal 53,58% dari total
populasi. Sedangkan ketika β=0,4 dan l=1, proporsi individu rentan yang perlu divaksin
minimal 82,4% dari total populasi. Hasil yang sama akan didapat jika nilai θ tetap pada satu
nilai untuk setiap grafik, sedangkan nilai ρ berbeda-beda.
Pengaruh parameter σ dan l akan dianalisis melalui simulasi numerik dengan berbagai nilai σ,
sedangkan untuk l akan dibagi menjadi 2 kasus sebagai berikut:
1. Ketika l=0,4 diasumsikan konstan selama terjadinya wabah SARS.
2. Ketika l diasumsikan mengalami penurunan sebagai berikut:
MS - 80
𝑙0 , 0 ≤ 𝑡 < 28
l(t) = { 0,5𝑙 0 , 28 ≤ 𝑡 < 70
0,3𝑙0 , 𝑡 ≥ 70
dengan 𝑙0 = 0,4.
Untuk kasus l=0,4 konstan, nilai parameter θ dan ρ yang paling tepat akan ditentukan untuk
selanjutnya digunakan dalam simulasi numerik. Pertama akan dicoba untuk nilai ρ yang tetap
yaitu 0,975 dan nilai θ={0,25 ; 0,5 ; 0,75 ; 0,95}. Diasumsikan juga total populasi N = 107 dan
individu terinfeksi saat awal I0=100. Jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara kumulatif
terhadap waktudisajikan dalam grafik berikut ini:
Berdasarkan Gambar 4, ketika θ=0,25, jumlah kasus penyebaran penyakit SARS mengalami
penurunan sebesar 0,56%. Hal ini menunjukkan bahwa θ tidak terlalu mempengaruhi besarnya
jumlah kasus penyebaran penyakit SARS. Oleh karena itu, dipilih nilai tengah untuk θ yang
berada pada [0,1] yaitu 0,5. Selanjutnya akan ditentukan nilai parameter ρ yang paling tepat
dengan menggunakan nilai θ yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 0,5. Nilai ρ yang
dipilih adalah ρ={0,25 ; 0,5 ; 0,75 ; 0,975}.
Berdasarkan Gambar 5, jumlah kasus penyebaran penyakit SARS mengalami penurunan sebesar
7,53%. Hal ini menunjukkan bahwa ρ sangat mempengaruhi besarnya jumlah kasus penyebaran
penyakit SARS dibandingkan parameter θ. Oleh karena itu, dipilih ρ=0,975 karena telah
diasumsikan sebanyak 97,5% individu traced latent dapat terdiagnosa dengan sumber dan
teknologi modern.
Jadi, berdasarkan nilai-nilai parameter pada Tabel 1 dengan θ=0,5 dan ρ=0,975, populasi awal
N=107 , banyaknya individu terinfeksi penyakit SARS saat awal I0=100, l=0,4, dan parameter σ
MS - 81
yang terus meningkat, jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara kumulatif lama kelamaan
akan menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut:
Jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara kumulatif ketika model POV tidak diterapkan
dan ketika model POV diterapkan seperti pada Gambar 6, serta jumlah individu pulih dan
jumlah individu meninggal karena penyakit SARS disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Jumlah kasus SARS, individu pulih, dan individu meninggal untuk l=0,4
σ Jumlah kasus SARS Jumlah individu pulih Jumlah individu meninggal
0 53% 32,1% 21,06%
0,5 0,0042% 0,00271% 0,00179%
0,6 0,0026% 0,00172% 0,00115%
0,7 0,0018% 0,00123% 0,000825%
0,8 0,0013% 0,00093% 0,00063%
Berdasarkan Gambar 6 dan Tabel 2, terjadi penurunan pada jumlah kasus SARS sebesar
0,0029% jika model POV telah diterapkan (dari σ=0,5 ke σ=0,8). Terlihat penurunan pada
jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara kumulatif jika σ terus meningkat.
Untuk melihat pengaruh dari parameter σ pada model POV terhadap jumlah kasus penyebaran
penyakit SARS secara kumulatif, dibuat grafik jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara
kumulatif terhadap σ dengan nilai σ berada pada interval [0,1]. Grafik tersebut disajikan sebagai
berikut:
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan yang cukup besar pada jumlah
kasus penyebaran penyakit SARS ketika 0 ≤ 𝜎 ≤ 0,27. Jika model POV telah diterapkan, untuk
MS - 82
mengontrol penyebaran penyakit SARS secara kumulatifperlu minimal 27% individu-individu
rentan yang berhasil divaksin.
Berikut grafik jumlah kasus penyebaran penyakit SARS secara kumulatif untuk l tidak konstan
dan parameter σ yang meningkat:
Gambar 8. Jumlah kasus SARS secara kumulatif untuk berbagai σ (l tidak konstan)
Berdasarkan Gambar 8, terjadi penurunan pada jumlah kasus penyebaran penyakit SARS sebesar
0,0013% jika model POV telah diterapkan. Terlihat bahwa penurunannya tidak signifikan
dibandingkan dengan kasus sebelumnya yaitu ketika l konstan.
Untuk model DOV ini, parameter proporsi individu isolasi yang dapat menginfeksi individu
rentan (l) terdiri dari 2 kasus yang sama seperti pada model POV. Terdapat 2 parameter baru
yaitu tingkat keberhasilan vaksin (ԑ) dan laju vaksinasi untuk individurentan (χ). Diasumsikan
tingkat keberhasilan vaksin adalah 0,5 ≤ 𝜀 ≤ 0,9 dan laju vaksinasi untuk individu rentan
adalah 0,2 ≤ χ ≤ 0,5. Untuk kasus l konstan, berikut adalah grafik ketika vaksinasi dilakukan
setelah 30 hari terjadinya wabah penyakit SARS.
Gambar 9. Jumlah kasus SARS dengan 0,5 ≤ 𝜀 ≤ 0,9; 0,2 ≤ χ ≤ 0,5; l=0,4
MS - 83
Berdasarkan Gambar 9, jika model DOV saja yang diterapkan maka setelah 30 hari terjadinya
wabah penyakit SARS jumlah kasus penyebarannya akan menurun dari 53,02% menjadi 10% s.d
26%. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Jumlah kasus SARS dengan berbagai strategi waktu yang ditentukan (l=0,4)
Strategi waktu σ=0 σ=0,5 σ=0,6 σ=0,7
30 10% s.d 26% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
250 11% s.d 26% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
300 12% s.d 28% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
350 14% s.d 29% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
400 20% s.d 33% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
450 29% s.d 39% 0,0042% 0,0026% 0,0018%
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa durasi waktu dimulainya vaksinasi setelah terjadinya
wabah penyakit SARS hanya memiliki pengaruh yang kecil pada jumlah kasus penyebaran
penyakit SARS secara kumulatif. Perhatikan juga jumlah kasus penyebaran penyakit SARS
ketika model POV saja yang diterapkan (lihat pada Tabel 2), jumlah kasus penyebarannya akan
memiliki hasil yang sama dengan menerapkan model POV dan model DOV (lihat pada Tabel 3).
Oleh karena itu, jika model POV telah diterapkan, individu-individu tersebut tidak perlu
divaksin lagi saat wabah penyakit SARS muncul dalam suatu populasi.
Untuk kasus kedua, jika l tidak konstan, diterapkannya model DOV akan menghasilkan jumlah
kasus penyebaran penyakit SARS yang sama dengan hanya menerapkan model POV maupun
tidak menerapkan model POV. Jadi, durasi waktu dimulainya vaksinasi setelah terjadinya wabah
penyakit SARS dalam suatu populasi tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap jumlah kasus
penyebaran penyakit SARS secara kumulatif.
4. KESIMPULAN
1. Dengan menggunakan model POV, proporsi individu rentan yang perlu divaksin dalam
mengontrol penyebaran penyakit SARS jika laju transmisi sebesar 0,25 adalah minimal
72,03% dari total populasi. Sedangkan ketika laju transmisinya sebesar 0,4 proporsi
individu rentan yang perlu divaksin minimal 82,4% dari total populasi dan ketika laju
transmisinya sebesar 0,15 proporsinya minimal 53,58% dari total populasi.
2. Jumlah kasus penyebaran penyakit SARS akan menurun secara signifikan sebesar
0,0029% jika banyaknya individu yang berhasil divaksin sebelum suatu populasi
terdapat wabah penyakit SARS meningkat dan proporsi individu isolasi yang dapat
menginfeksi individu rentan konstan sepanjang terjadinya wabah penyakit SARS.
3. Lebih baik menerapkan model POV daripada model DOV karena durasi waktu
dimulainya vaksinasi setelah terjadinya wabah penyakit SARS dalam suatu populasi
tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap jumlah kasus penyebaran penyakit SARS
secara kumulatif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Driessche, P. and Watmough, J. (2002). "Reproduction numbers and sub-threshold
endemic equilibria for compartemental models of disease transmission", Mathematical
Biosciences, vol. 180, pp 29-48.
[2] Gjorgjieva, J., Smith, K., Chowell, G., Sanchez, F., Snyder, J., Castillo-Chaves, C. (2005).
"The role of vaccination in the control of SARS", Mathematical Biosciences and
Engineering,vol. 2.
[3] Komsiyah, S. (2013). “Simulasi model epidemik tipe SIR dengan strategi vaksinasi dan
tanpa vaksinasi”, Jurnal Mat-Stat, vol. 13(1), pp 24-32.
MS - 84
[4] Supriatna, A., “Tingkat vaksinasi minimum untuk pencegahan epidemik berdasarkan
model matematika SIR”, Matematika Integratif, vol. 2, pp 41-49.
MS - 85