Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU

EPIDEMIOLOGI KLINIK
DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI

Dosen Pengampu
Isti Rosida, S.Tr.Kep

Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah


Epidemiologi Klinik

Disusun Oleh :
Maximilianus Rivaldo Visantino (1811604034)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Studi epidemiologi juga dapat diklasifikasikan sebagai studi deskriptif
dan analitis. Studi deskriptif digunakan jika pengetahuan tentang suatu penyakit
hanya sedikit. Studi analitis digunakan jika tersedia pengetahuan atau informasi
mengenai berbagai aspek penyakit. Studi deskriptif memberikan pengetahuan,
data, dan informasi tentang perjalanan atau pola penyakit, kondisi, cidera,
ketidakmampuan, dan kematian dalam kelompok atau populasi. Informasi
biasanya berasal dari data yang dikumpulkan secara rutin berdasarkan
karakteristik demografi yang biasa seperti usia, jenis kelamin, ras, status
perkawinan, pendidikan, kelas sosial ekonomi, pekerjaan, wilayah geografis, dan
kurun waktu.
Studi analitis digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan
berpegang pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitis ini adalah
untuk menjamin bahwa studi didesain dengan tepan sehingga temuannya dapat
dipercaya (reliable) dan valid. Jika desain dilaukan dengan tepat, kesimpulan
yang lebih pasti tentang hubungan sebab akibat dapat ditarik dari temuannya.
Penelitian analitis yang terencana kurang lebih sama denga uji klinik dan desain
eksperimental (T.C. Timmreck, 2005)
2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk lebih mengerti dan memahami
tentang desain studi epidemiologi serta untuk memenuhi penugasan pada
matakuliah Epidemiologi Klinik
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
1. Studi diskriptif dan ekologi
Studi deskriptif merupakan riset epidemiologi yang bertujuan
menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut
populasi, letak geografik, dan waktu. Studi ini memberikan manfaat:
a. Memberikan masukan tentang pengalokasian sumber daya dalam rangka
perencanaan yang efisien, kepada para perencanaan kesehatan,
administrator kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan
b. Memberi petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu
variable adalah factor resiko penyakit. Hipotesis tersebut akan diuji lebih
lanjut pada studi analitik.
Studi ekologi atau studi korelasi poulasi adalah studi epidemiologi dengan
populasi sebagai unit analisis yang bertujuan mendiskripsikan hubungan
korelatif antara penyakit dan factor yang diminati penelitian.
Kekuatan pada studi ekologikal dapat menggunakan data insidensi, prevalensi
maupun mortalitas. Kelemahan dari studi ini yaitu tidak dapat digunakan unuk
menganalisis hubungan sebab akibat karena dua alasan.
2. Studi cross sectional
Studi cross sectional (potong lintang) adalah studi epidemiologi yang
mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan
(faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu
dari suatu populasi pada saat itu (Murti,2003). Dengan demikian studi cross
sectional tidak mengenal adanya dimensi waktu.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan
variabel tergantung (efek), dengan melakukan pengukuran terhadap tiap-tiap
subyek sebanyak satu kali saja pada suatu saat. Paling sering dilakukan dalam
dunia kedokteran dan kesehatan untuk mengetahui Rasio Prevalensi, yaitu
perbandingan antara prevalensi suatu penyakit dengan faktor resiko yang
mungkin menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, studi cross- sectional disebut
juga studi prevalensi.
FAKTOR EFEK YA TIDAK Jumlah
RESIKO
YA a b a+b
TIDAK c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Keterangan :
a = subyek dengan faktor resiko yang mengalami efek.
b = subyek dengan faktor resiko yang tidak mengalami efek.
c = subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek.
d = subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek
a
Insiden kelompok terpapar =
a+b
c
Insiden kelompok tidak terpapar =
c+ d
a
(a+b)
rasio prevalensi =
c
(c +d)
Bila :
1) RP = 1, maka faktor resiko tidak berpengaruh atas timbulnya efek
atau dikatakan bersifat netral.
2) RP > 1, maka faktor resiko merupakan penyebab timbulnya penyakit.
3) RP < 1, maka faktor resiko bukan menjadi penyebab timbulnya penyakit
bahkan merupakan faktor protektif

3. Studi kasus control


Studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai
hubungan paparan penyakit dengan cara menentukan sekelompok orang-orang
berpenyakit (kasus) dan sekelompok tidak berpenyakit (kontrol), lalu
membandingkan frekuensi paparan pada kedua kelompok (Murti, 2003). Studi
kasus control dimulai dengan memilih kasus (berpenyakit) dan control (tidak
berpenyakit). Kasus dan control biasanya dipilih dari populasi sumber yang
sama (Rothman, 2002), sehingga kedua kelompok memiliki karakteristik yang
sebanding kecuali penyakit, peneliti kemudian mengukur paparan yang dialami
subyek pada waktu yang lalu (retrospektif) dengan cara wawancara, mengkaji
catatan medik, memeriksa hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.

E+
D+
E-

E+
D-
E-

Keterangan :
D + = Kasus penyakit x
D- = Kontrol penyakit x
E+ = terpapar
E- = tidak terpapar
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan
variabel tergantung (efek), dengan melakukan pengukuran terhadap pada ssat ini
lalu kemudian mengukur factor risiko masa yang lalu. Resiko relatif (RO, ratio
odds) merupakan hal yang ingin diukur dalam penelitian kasus-kontrol studi.
Pemodelannya juga menggunakan tabel 2 x 2 seperti berikut
Faktor Resiko Kasus Kontrol Jumlah
Ya a b A+B
Tidak c d C+D
Jumlah A+C B+D A+B+C+D

Keterangan hasil :
a = kasus yang mengalami pajanan.
b = kontrol yang mengalami pajanan
c = kasus yang tidak mengalami pajanan
d = kontrol yang tidak mengalami pajanan

Rumus dasar Rasio Odds (RO)/Odds Rasio (OR):


ad
¿=
bc
Keterangan hasil:
1) OR =1, maka pajanan bukan sebagai faktor resiko.
2) OR >1, maka pajanan merupakan faktor resiko.
3) OR <1, maka pajanan merupakan faktor protektif
Kelebihan Kekurangan
1. Meneliti masalah kesehatan yang 1) Tidak dapat dipakai untuk
jarang terjadi menentukan angka insidensi
2. Meneliti masalah kesehatan yang (incidence rate) penyakit
terjadi secara laten 2) Data faktor resiko disimpulkan
3. Mempelajari karakteristik setelah penyakit terjadi sehingga
berbagai faktor resiko potensial data tidak lengkap dan sering
pada masalah kesehatan yang terjadi penyimpangan
diteliti 3) Odds Ratio tidak dapat
4. Hanya memerlukan waktu yang digunakan untuk mengestimasi
singkat dan biaya yang lebih resiko relatif jika masalah
murah dibandingkan dengan kesehatan yang sedang diteliti
studi kohor terdapat di masyarakat lebih dari
5%
4) Sulit untuk menghindari bias
seleksi karena populasi berasal
dari dua populasi yang berbeda

4. Studi kohort
Studi kohort adalah desain observasional yang mempelajari hubungan antara
paparan dan penyakit, dengan memilih dua atau lebih kelompok-kelompok studi
berdasarkan perbedaan status paparan, kemudian mengikuti sepanjang suatu
periode waktu untuk melihat berapa banyak subyek dalam masing- masing
kelompok mengalami penyakit (Murti,2003). Status paparan diukur pada awal
penelitian dan kohor diikuti untuk melihat kejadian penyakit di masa yang akan
datang.
E+
D+
E-

E+
D-
E-
Keterangan :
D+ = Kasus x
D- = Kontrol penyakit x
E+ = terpapar
E- = tidak terpapar

Bila pada studi kasus kontrol dimulai dengan mengidentifikasi efek


(penyakit) kemudian menelusuri (retrospektif) apa faktor resikonya, pada studi
kohort dimulai dengan mengidentifikasi kausa atau faktor resiko, kemudian
secara prospektif selama periode tertentu diikuti dengan mencari ada atau
tidaknya efek (penyakit)
Menggunakan studi kohort, peneliti akan dapat menentukan insidens
efek atau penyakit yang timbul akibat pajanan faktor resiko. Oleh sebab itu,
studi kohort disebut juga studi insidens
Pada studi kohort, sekelompok subyek yang belum mengalami pajanan
atas faktor resiko dan belum terserang penyakit atau efek yang diteliti, diamati
secara prospektif. Secara alamiah, mereka akan terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
1) kelompok dengan faktor resiko dan
2) kelompok tanpa faktor resiko
Resiko relatif(RR, relative ratio) merupakan hal yang ingin diukur dalam
penelitian kohort. Pemodelannya menggunakan tabel 2 x 2 seperti berikut :
FAKTOR EFEK YA TIDAK Jumlah
RESIKO
YA a b a+b
TIDAK c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Dimana :
a = subyek dengan faktor resiko yang mengalami efek.
b = subyek dengan faktor resiko yang tidak mengalami efek.
c = subyek tanpa faktor resiko yang mengalami eFek.
d = subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek.
a
(a+ b)
Rumus dasar Rasio Relatif (RR) RR=
c
(c +d )

Keterangan hasil :
1) RR =1, maka pajanan bukan sebagai faktor resiko.
2) RR >1, maka pajanan merupakan faktor resiko.
3) RR <1, maka pajanan merupakan faktor protektif

Kelebihan Kekurangan
1) Dapat digunakan untuk 1) Memerlukan ukuran sampel
mengetahui ada atau tidaknya yang besar, terutama untuk
asosiasi antara faktor resiko jenis penyakit yang jarang
dan penyakit dijumpai di masyarakat
2) Sangat bermanfaat untuk studi 2) Memerlukan waktu follow up
penyakitpenyakit yang jarang yang cukup lama
dijumpai 3) Biaya yang diperlukan selama
3) Dapat memberikan keterangan melaksanakan studi cukup
yang lengkap mengenai faktor besar
resiko (pajanan) yang dialami 4) Follow up kadang sulit
oleh individu dan riwayat dilakukan dan sampel yang loss
alamiah perjalanan penyakit overload dapat mempengaruhi
4) Masalah etika lebih sedikit hasil studi
daripada studi eksperimental
5) Dapat secara langsung
menghitung angka insidensi
penyakit dan resiko relatif,
serta dapat mengetahui faktor
resiko yang sedang diteliti
6) Informasi mengenai studi
mudah dimengerti oleh orang
selain ahli epidemiologi

5. Studi kasus
Suatu rancangan penelitian yang menggambarkan sekelompok kasus dengan
diagnose yang sama. Rancangan penelitian ini jarang digunakan. Kegunaan
penelitian studi kasus : a. Sebagai petunjuk pertama dalam mengidentifikasi
suatu penyakit baru b. Untuk memformulasikan suatu hipotesa atau dugaan
Kelemahan penelitian: c. Tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesa karena
tidak ada kelompok pembanding d. Terdiri dari lebih dari satu kasus akan tetapi
tidak ada kelompok pembanding sehingga tidak dapat digunakan untuk menguji
hubungan assosiasi yang valid secara statistic
6. Studi eksperimental
a. Randomized control trial yaitu eksperimen epidemiologi yang
mempelajari sebuah pencegahan atau cara hidup yang dapat mengobati.
Jika perawatan menghasilkan outcome yang lebih baik, maka diharapkan
untuk mendapatkan outcome yang lebih baik pada subjek dengan
perawatan baru dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada.
b. Field trial (eksperimen lapangan) yaitu jenis eksperimen yang dilakukan
di lapangan dengan individu-individu yang belum sakit sebagai subyek.
Mirip dengan studi kohor propektif, rancangan ini diawali dengan
memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek yang terjangkit dan
tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi kemudian
dibandingkan untuk menilai pengaruh perlakuan. Jika laju kejadian
penyakit dalam populasi rendah, maka eksperimen lapangan
membutuhkan jumlah subyek yang sangat besar pula.
c. Community trial (intervensi komunitas) Intervensi komunitas adalah
studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas, bukan kepada
individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi
tidak mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu. D
BAB III
ANALISA KASUS
KASUS
Di Rumah sakit X selama periode 1 januari s/d 30 juni 1990, di temukan kasus
tb aktif sejumlah 100 kasus. Sedangkan menurut daftar/ register di kota tersebut
selain kasus baru, pada tanggal 30 juni 1990 tercatat 475 kasus tb aktif. jumlah
penduduk di kota tersebut pada periode pertengahan ( 10 maret 1990 ) tercatat
450.000 jiwa.
a. Hitung insiden rate per 10.000, tb aktif pada periode waktu tersebut
100/450.000 x 10.000 = 2,22 > incidence rate kasus tb pada kelompok
penduduk di kota tersebut adalah 2 kasus per 10.000 penduduk
b. Hitung persen penambahan kasus tb aktif pada 30 juni 1990!
100/475 x 100% = 21% > jumlah penambahan kasus Tb aktif dari bulan
januari sampai dengan juni bertambah sebanyak 21% kasus dengan total
sekitar 100 penderita bertambah dari bulan januari hingga juni
c. Hitunglah prevalence rate per 10.000 tb aktif pada 30 juni 1990!
Point prevalence : 475/450.000 x 10.000 = 10,56 > prevalence rate yang
didapati dari kasus tb pada kota tersebut ada sebanyak 11 per 10.000
penduduk
Dari data yang ada pada kasus tb aktif ( 100 kasus ), menurut umur adalah
sebagai berikut
Gol Umur Jumlah kasus % Jumlah Incidence
(Umur) Penduduk Rate / 10.000
<5 8 8% 42.400 1,886792453
5 – 14 17 17% 91.350 1,860974275
15 – 44 42 42% 164.800 2,548543689
45 – 64 24 24% 87.250 2,750716332
> 65 9 9% 65.200 1,380368098
Total 100 100% 450.000
d. Isikan distribusi proporsi pada penderita tb aktif yang di temukan bulan
januari s/d juni 1990, pada kelompok masa yang paling ptinggi ?
Dari bulan januari hingga bulan juni tercatat kelompok dengan distribusi
proporsi terbanya adalah pada kelompok umur 15 – 44 tahun.
e. berdasarkan golongan umur, isikan incidence rate masing masing, pada
kelompok umur mana insidance rate yang paling tinggi ?
Dari data di atas didapati incidence rate tertinggi terdapat pada golongan
umur 45 – 64 tahun dengan incidence rate per 10.000 penduduk sebanyak
2,7
f. bagaimana mengartikan angka angka tersebut ? (antara proporsi kasus
dengan inciden rate tersebut)
dari data di atas didapati pada usia 15 – 44 tahun memiliki total kasus
sebanyak 42 kasus dari 100 kasus yang ada dan incidence rate per 10.000
populasi yang beresiko sebanyak 2.5
Data dari kota tersebut: penduduk 450.000 (215.000 adalah laki laki dan sisanya
perempuan). Jumlah kematian yang tercatat adalah 1.000 orang (dari januari s/d
juni 1990) berdasar jenis kelamin : 600 laki laki dan sisanya perempuan. Pada
penderita tb aktif yang tercatat (475) ternyata yang meninggal pada periode
tersebut adalah 95 (60 laki laki dan 35 perempuan)
g. hitunglah angka kematian kasar di kota tersebut!
1.000/450.000 x 10.000 = 22.222 > kasus kematian kasar dari penduduk di
kota tersebut sebanyak 22 kasus per 10.000 penduduk
h. hitunglah angka kematian spesifik berdasar jenis kelamin!
Laki – laki : 600/450.000 x 10.000 = 13,33 > total kasus kematian
pada jenis kelamin laki – laki per 10.000 penduduk sebanyak 13 kasus
kematian
Perempuan : 400/450.000 x 10.000 = 8,89 > total kematian pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 9 kasus kematian per 10.000 populasi
i. hitunglah angka kematian spesifik oleh karena tb aktif !
95/450.000 x 10.000 = 2,1 > total kematian yang disebabkan oleh penyakit
TB sebanyak 2 kasus per 10.000 penduduk
j. hitunglah CFR dari tb aktif tersebut!
95/475 x 1.000 = 200 > total angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tb dalam periode waktu januari – juni 1990 sebanyak 200
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam mendesain sebuah studi diperlukan data data yang dapat
didapatkan dari penduduk dari sebuah daerah dan juga dalam mendesain kita
juga harus memperhatikan kondisi dari daerah yang akan dilakukan studi.
Saran
Dalam mendesain sebuah studi desain epidemiologi sebaiknya tidak
hanya menggunakan 1 buah desain studi tapi dapat di tambahkan desain studi
lain yang dapat mengankat desain studi yang kita gunakan
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Ferry; Makhfudli. 2009. KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai