6 PENELITIAN OBSERVASIONAL
\
Disusun oleh:
1. A. Taufikur Rahman (16.3169.02.0001)
2. Abriliana Fuji Kusuma (16.3169.02.0003)
3. Laili Nur Azizah (16.3169.02.0015)
4. Shalihah Alfirdaus (16.3169.02.0027)
2
PEMBAHASAN
3
(2) Studi/laporan kasus (penelaahan kasus/case study), merupakan suatu
bentuk dokumentasi yang berharga dari suatu penelitian terhadap
fenomena baru yang bersifat tunggal. Nilai penelitian dari studi kasus
ini dianggap rendah, karena tidak adanya faktor pembanding
(kontrol), sehingga kita dapat menilai adanya suatu hubungan sebab-
akibat. Walaupun demikian, studi kasus seringkali menjadi dasar dari
penelitian lanjutan yang menghasilkan penemuan baru. Contohnya:
studi kasus efek samping obat, studi kasus prosedur tertentu dalam
pembedahan, studi kasus keracunan makanan.
(3) Studi perbandingan (comparative study), merupakan penelitian yang
membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena-fenomena yang
ada, untuk kemudia mencari faktor-faktor dan kondisi apa saja yang
menyebabkan fenomena tersebut terjadi. Contohnya: studi
perbandingan beberapa kasus anemia.
(4) Studi prediksi (prediction study), merupakan suatu penelitian yang
digunakan untuk memperkirakan (memprediksi/meramalkan)
kemungkinan munculnya suatu fenomena berdasarkan fenomena lain
yang sudah ada. Contohnya: perkiraan kemungkinan terjadinya wabah
demam berdarah berdasarkan hasil pemeriksaan sarang nyamuk.
(5) Stude korelasi (correlation study), merupakan suatu penelitian yang
digunakan untuk melihat hubungan antara suatu fenomena dengan
fenomena lainnya. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi atau
koefisien korelasi. Contohnya: ingin melihat hubungan antara
mendengarkan musik klasik dengan tingkat kecerdasan seorang anak.
(6) Studi evaluasi (evaluation study), merupakan suatu penelitian yang
digunakan untuk melihat suatu fenomena yang sudah terjadi dan
masih berlangsung. Contohnya: evaluasi mengenai program ASI
eksklusif.
4
Peneliti mulai
Dari sini
Menentukan
Menentukan Melakukan
variable
Subjek pengukuran/
penelitian
penelitian pengamatan
(perilaku
(ibu menyusui) pada variabel
pemberian ASI)
Mendeskripsikan Mendeskripsikan
perilaku, misalnya: perilaku pemberian
Baik, cukup, kurang. ASI berdasarkan:
Ekonomi,
pekerjaan, umur,
sosial, pengetahuan.
Gambar 1. Contoh bagan rancangan penelitian observasional
bersifat deskriptif pada perilaku pemberian ASI
5
Peneliti mulai dari sini
Menentukan variabel
dependen dan indepanden
Dianalisis
Hasil
analisis
Gambar 2. Contoh bagan rancangan penelitian observasional
bersifat analitik hubungan cara perawatan payudara terhadap
kelancaran pengeluaran ASI pada ibu post partum
6
Hasil pengukuran biasanya ditampilkan dalam tabel kontingensi 2 × 2.
Melalui tabel tersebut dapat dilihat prevalens penyakit (efek) pada
kelompok dengan / tanpa faktor risiko, dan selanjutnya dapat dihitung
suatu Rasio Prevalens (RP). Rasio Prevalens (RP) ialah suatu
perbandingan antara prevalensi efek pada kelmpok dengan faktor
risiko dengan prevalensi efek pada kelompok tanpa faktor risiko.
Efek
Faktor Risik Jumlah
Ya ( + ) Tidak ( - )
Ya (+) A B A+B
Tidak ( - ) C D C+D
Rasio prevalensi (RP) = A / (A + B) : C / (C+D)
Bila RP: >1 : faktor tersebut adalah faktor risiko
=1 : faktor tersebut bukan faktor risiko
<1 : faktor tersebut adalah faktor protektif
Ternyata desain potong-silang ini dapat digunakan baik untuk
penelitian observasional analitik maupun untuk penelitian
observasional deskriptif.
Contoh penelitian cross-sectional deskriptif:
a. Penelitian tentang prevalensi asma pada mahasiswa kedokteran
b. Penelitian tentang persentase osteoporosis pada suatu komunitas
c. Penelitian tentang tinggi badan bayi baru lahir pada suatu populasi
Contoh penelitian cross-sectional analitik:
a. Perbedaan kadar klesterol antara usila di kota dan desa
b. Perbedaan prevalensi asma antara perokok dan non-perokok
c. Peran kebiasaan merokok dalam terjadinya penyakit tuberkulosis
paru
d. Pengaruh malnutrisi pada diare kronik
Dalam penlitian kedokteran/kesehatan, studi cross-sectional meliputi
sekitar 30% penelitian dan biasanya digunakan untuk mempelajari
suatu penyakit yang memilki onset yang lama (slow onset) dan lama
sakit (duration) yang lama. Sesuai dengan namanya, pada studi
prevalensi ini dinilai baik subjek yang baru dan yang sudah lama
menderita penyakit atau kelainan yang diteliti.
7
Kelebihan penelitian cross-sectional:
a. Memungkinkan menggunakan populasi dari masyarakat umum
(tidak hanya yang mencari pengobatan), sehingga generalisasinya
cukup memadai.
b. Relatif mudah, murah, dan hasil cepat diperoleh.
c. Dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
d. Tidak terancam loss to follow-up (drop-out)
e. Dapat menjadi awal/dasar dari studi khort atau eksperimental
tanpa/dengan sedikit tambahan biaya.
Kekurangan penelitian cross-sectional:
a. Sulit menentukan sebab dan akibat, karena pengambilan data risiko
dan efek dilakukan pada saat bersamaan (tidak jelas temporal
relationship).
b. Memungkinkan terjaidnya salah interpretasi, karena kesempatan
penderita yang memiliki karakteristik cepat sembuh/cepat
meninggal berbeda dengan yang memiliki masa sakit panjang,
untuk dapat ikut dalam penelitian ini.
c. Perlu sampel dalam jumlah yang cukup besar.
d. Tidak dapat menggambarkan patogenesis, insidens, maupun
prognosis.
e. Tidak praktis pada penelitian untuk kasus yang jarang.
8
Peneliti mulai dari sini
Hasil analisis
9
dengan faktor risiko secara tidak langsung, yaitu melalui
penghitungan risiko relatif yang dinyatakan sebagai rasio oods
(odds ratio=OR). Odds Ratio (OR) ialah perbandingan antara
peluang terjadinya sesuatu dengan peluang untuk tidak terjadinya
sesuatu.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tahapan pada penelitian
kasus-kontrol, yaitu:
a. Tahap I, menentukan identifikasi masalah yang diikuti dengan
membuat hipotesis penelitian.
b. Tahap II, menentukan variabel penelitian yang terdiri dari efek
dan faktor risiko.
c. Tahap III, menentukan populasi terjangkau dan sampel, baik
untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol.
d. Tahap IV, melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko.
Tergantung dari ada/tidaknya matching pada waktu menetapkan
kelompok kontrol, maka analisis pada studi kasus-kontrol dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Studi kasus-kontrol tanpa matching
Efek
Faktor Risiko Jumlah
Ya ( + ) Tidak ( - )
Ya (+) A B A+B
Tidak ( - ) C D C+D
Bila RP : >1 : faktor tersebut adalah faktor risiko
=1 : faktor tersebut bukan faktor risiko
<1 : faktor tersebut adalah faktor protektif
Odds Ratio = ( A / (A+B) : B / (A+B) ) / ( C / (C+D) : D / (C+D) )
=A/B:C/D
= AD / BC
b. Studi kasus-kontrol dengan matching
Pada studi jenis ini, kita harus menjadikan kasus dan kontrol
sebagai pasangan-pasangan sehingga tabel 2 × 2 menjadi seperti
di bawah ini:
10
Kontrol
Risiko ( + ) Risiko ( - )
Risiko (+) A B
Kasus
Risiko (-) C D
Bila RP : >1 : faktor tersebut adalah faktor risiko
=1 : faktor tersebut bukan faktor risiko
<1 : faktor tersebut adalah faktor protektif
Dalam suatu kasus yang menyangkut masyarakat luas (public
health: population based), maka diperlukan suatu nilai
Population Attributable Risk (PAR) yang dapat menggambarkan
seberapa besar dampak yang terjadi pada masyarakat bila faktor
PAR = p ( OR – 1 ) / 1 + p (OR – 1 )
P = proporsi dari populasi yang terpanjang, yaitu: B / B+D
risiko tersebut dihilangkan.
Contoh penelitian kasus-kontrol:
a. Hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan kejadian
penyakit jantung koroner akut
b. Hubungan antara merokok dengan kejadian kanker paru
c. Hubungan antara merokok dan silikosis dengan kejadian
kanker paru pada pekerja tambang (population based)
d. Hubungan antara sterilitas pemotongan tapi pusat dengan
kejadian tetanus neonatorum dalam suatu populasi tertentu
(population based)
11
Gambar 5. Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol
Ya Apakah
Kasus dengan penyakit
menggunakan pil KB
Tidak
Ya
Apakah Kontrol tanpa
Tidak menggunakan pil KB penyakit
12
Kelebihan penelitian kasus-kontrol:
a. Dapat digunakan untuk meneliti suatu kasus yang jarang atau
penyakit yang memiliki masa laten yang panjang.
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
c. Biaya penelitian relatif lebih murah.
d. Jumlah subjek penelitian lebih sedikit.
e. Dapat sekaligus mengidentifikasi beberapa faktor risiko.
Kekurangan penelitian kasus-kontrol:
a. Terdapat recall bias dalam menentukan ada/tidaknya faktor
risiko, karena mengandalkan memori dari subjek penelitian
maupun data rekam medik yang kurang akurat.
b. Validitas dari informasi kadang-kadang sulit didapat
c. Sulit untuk meyakinkan bahwa antara kelompok kasus dengan
kontrol memiliki sumber bias yang setara.
d. Tidak dapat memberikan incidence rates.
e. Tidak dapat digunakan untuk menentukan lebih dari satu
variabel dependen (efek/penyakit).
(3) Penelitian Kohort (Cohort Study)
Berbeda dengan studi kasus-kontrol, maka pada studi kohort
penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi faktor risiko
(kausa) terlebih dahulu, kemudian subjek diikuti secara prospektif
selama periode tertentu untuk mencari ada/tidaknya efek
(penyakit) yang ditimbulkan oleh faktor risiko tersebut. Jadi studi
kohort merupakan studi longitudinal yang bersifat prospektif. Pada
studi ini subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok yang diteliti terdiri dari subjek yang terpajan dan
kelompok kontrol terdiri dari subjek yang tidak terpajan. Hasil
pengamatan juga disusun dalam tabel 2 × 2, untuk kemudian
ditentukan insiden terjadinya efek pada kedua kelompok dan
dihitung risiko relatif atau risik insiden (RR).
Pada studi kohort juga diperlukan adanya suatu hipotesis
penelitian. Risiko Relatif (RR) ialah perbandingan antara insiden
13
efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan insiden efek pada
kelompok tanpa faktor risiko.
Terdapat beberapa jenis studi kohort, antara lain:
a. Studi kohort prospektif dengan kelompok pembanding internal,
kedua kelompok belum terkena pajanan pada awal penelitian.
b. Studi kohort prospektif dengan kelompok pembanding eksternal
(studi kohort ganda), kelompok kasus sudah terkena pajanan,
walaupun belum ada efek pada awal penelitian.
c. Studi kohort retrospektif, kelompok penelitian sudah mengalami
efek, kemudian ditelusuri, jadi sebenarnya sama dengan studi
kohort namun data diambil secara retrospektif karena telah
terjadi pada masa lalu.
d. Nested case control study, terdapatnya suatu bentuk studi kasus-
kontrol yang bersarang (nested) di dalam rancangan penelitian
yang bersifat khort, namun data diambil dari studi kohort.
Efek
Faktor Risiko Jumlah
Ya ( + ) Tidak ( - )
Ya (+) A B A+B
Tidak ( - ) C D C+D
Bila RR : >1 : faktor tersebut adalah faktor risiko
=1 : faktor tersebut bukan faktor risiko
<1 : faktor tersebut adalah faktor protektif
Contoh penelitian kohort:
a. Pengaruh pemberian imunisasi influenza terhadap kejadian
kekambuhan sma bronkiale (berdasarkan data rekam medik
yang lengkap : kohort retrospektif)
b. Pengaruh logam berat merkuri yang berasal dari tambalan gigi
terhadap kejadian penyakit Alzheimer (kohort ganda)
c. Pengaruh jumlah rokok dan lama merokok terhadap kejadian
kanker paru (studi kohort)
d. Pengaruh gen metallothionein pada penderita penyakit
Alzheimer (nested case control study)
14
Kelebihan studi kohort:
a. Merupakan rancangan terbaik dalam menentukan insiden /
perjalanan penyakit dan efek yang diteliti.
b. Terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara faktor
risiko dengan efek secara temporal.
c. Terbaik dalam meneliti kasus yang bersifat fatal dan progresif.
d. Dapat digunakan untuk meneliti beberapa efek sekaligus dari
suatu faktor risiko tertentu.
e. Memiliki kekuatan yang handal dalam meneliti berbagai masalah
kesehatan, karena sifat pengamatannya yang kontinu dan
longitudinal.
Kekurangan studi kohort:
a. Memerlukan waktu yang lama.
b. Memerlukan sarana dan biaya yang besar.
c. Lebih rumit.
d. Kurang efisien dalam meneliti kasus yang jarang terjadi.
e. Ancaman terjadinya drop-out cukup besar.
f. Masalah etika penelitian sering terabaikan.
15
Penelitian mulai disini Diikuti secara progresif Apa yang terjadi
Ya
Factor resiko (+) Apakah terjadi
(menggunakan pil KB) hipertensi Tidak
Subjek penelitian
Faktor risilo (-) Apakah terjadi
(tidak menggunakan pil KB) hipertensi
16
karena ada kemungkinan seseorang lebih tertarik pada fenomena tertentu,
dan justru lebih gampang mengingatnya, daripada harus mengingat-ingat
fenomena yang akan diteliti dan harus diingatnya. Sebaliknya, subjek
amatan justru lebih mudah berubah apabila mengetahui bahwa dia sedang
diamati dan dicatat tingkah lakunya (berbeda pada benda atau hewan).
4) Pengkodean (encoding) berarti proses menyederhanakan catatan-catatan
melalui metode reduksi data. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
menghitung frekuensi bermacam-macam perilaku. Rangkaian perilaku
dan suasana yang ada, menunjukkan bahwa observasi melakukan
serangkaian pengukuran yang berlainan pada perilaku dan suasana. Selain
itu, dapat dilakukan untuk menyederhanakan pengamatan yang
berlangsung secara cepat, menggunakan kata kunci (key words), yang
nantinya disempurnakan menjadi kalimat berita secara utuh, setelah
pengamatan berlangsung.
5) In situ, berarti pengamatan kejadian dalam situasi alamiah (naturalistic),
meskipun tanpa menggunakan manipulasi eksperimental, misalnya
pengamatan perilaku mahasiswa di kelas. Pengamatan in situ merupakan
proses mengamati hal apa saja yang riil/nyata, berdasarkan pengalaman
riil di tempat kejadian berlangsung. Observasi yang dimaksudkan di sini
diartikan sebagai seluruh kegiatan atau aktivitas ilmiah empiris, diawali
dengan kegiatan mengamati gejala atau realitas bersifat empiris.
6) Observasi untuk tujuan empiris yaitu deskripsi, melahirkan teori dan
hipotesis (penelitian kualitatif), atau menguji teori dan hipotesis
(penelitian kuantitatif). Fungsi observasi antara lain deskripsi, berarti
observasi digunakan untuk menjelaskan, memberikan, dan merinci gejala
yang terjadi, seperti seorang laboran menjelaskan prosedur kerja atom
hidrogen, atau ahli komunikasi menjelaskan secara rinci prosedur kerja di
stasiun televisi. Mengisi data, memiliki maksud bahwa observasi yang
dilakukan berfungsi melengkapi informasi ilmiah atas gejala sosial yang
diteliti melalui teknik-teknik penelitian. Memberikan data yang dapat
digeneralisasikan, maksudnya adalah setiap kegiatan penelitian, sehingga
mengakibatkan respon atau reaksi dari subjek amatan. Dari gejala yang
ada, peneliti dapat mengambil kesimpulan umum dari gejala tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA
18