Anda di halaman 1dari 10

MODUL ETHIC AND PROFESSIONALISM

SELF LEARNING REPORT


CASE STUDY I

Dosen:

drg. Fitri Diah Okta Dewi

Disusun Oleh:
Wizni A'dila A'ziza
(G1B019020)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI


UNIPERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2022
Case Study 1
(Pengukuran Dalam Epidemiologi)

1. Pengukuran angka kesakitan dan kematian dalam epidemiologi deksriprif


a. Pengertian numerator dan denominator
Numertor dan dominator epidemiologi berkaitan dengan keberadaan
masalah kesehatan dlam suatu populasi atau terjadinya peristiwa kesehatan baru
dalam suatu populasi.
• Numerator: numerator dalam rasio atau laju penyakit misalnya adalah
kasus yang ada/ prevalen seperti ukuran prevalensi atau kasus baru/
kejadian seperti insiden.
• Denominator: dominator adalah populasi yang berisiko atau populasi
dimana kasus telah ada tan terjadi.
b. Pengertian ratio, proporsi dan rate
rasio, proorsi, dan rate adalah tiga kelas besaran matematika yang
digunakan untuk mengukur status kesehatan dan terjadinya kejadian kesehatan
pada populasi.
• Ratio: rasio merupakan istilah umum yang menyertakan sejumlah ukuran
yang lebih spesifik seperti proporsi, persentase, dan rate. Rasio dapat
diperoleh dengan cara membagi satu kuantitas dengan yang lain tanpa
menyiratkan hubungan tertentu antara numerator dan denominator. Nilai
rasio bisa berkisar dari negatif hingga positif tak terhingga.
• Proporsi: proorsi adalah jenis rasio yang termasuk ke dalam numerator dan
harus masuk ke dalam denominator, numerator adalah bagian dari
denominator. Besarnya proporsi biasanya dinyatakan sebagai persentase.
• Rate: rate adalah perbandingan dimana terdapat hubungan yang jelas antara
nominator dan denominator. Jangka waktu tertentu adalah komponen
penting dari denominator.
Rate digunakan sebagai perbandingan antara rate yang diamati dengan rate
target, perbandingan dua populasi yang berbeda pada waktu yang sama
(kedua populasi harus serupa dan diukur dengan cara yang sama persis),
perbandingan poulasi yang sama pada dua periode waktu yang berbeda
(digunakan untuk mempelajari tren waktu).
Kategori rate:
-- crude rates/ rates kasar: rates yang berlaku untuk seluruh populasi tanpa
mengacu pada karakteristik individu di dalamnya. Rates yang valid tapi
sering menyebabkan kesalahan.
-- rates spesifik: rates yang digunakan ketika populasi dibagi ke subgrup
yang lebih homogen berdsarkan beberapa karakteristik tertentu misalnya
usia.
-- rates standar: rates yang distandarisasi untuk membandingkan antara dua
atau lebih populasi yang berbeda.
c. Pengertian dan pengukuran frekuensi penyakit (prevalensi, insidensi dan
sebagainya)
• Prevalensi: prevalensi adalah perkiraan individu proporsi individu dalam
populasi dengan penyakit, disabilitas, atau keadaan kesehatan tertentu pada
titik waktu tertentu. Menggambarkan jumlah kasus yang ada pada satu
waktu tertentu
Prevalensi = jumlah individu yang sedang sakit pada waktu tertentu/
jumlah individu dalam populasi tersebut pada waktu tersebut
Ciri:
◼ Berbentuk proporsi
◼ Tanpa dimensi, bisa dinyatakan dalam persen
◼ Bukan rate
◼ Tergantung insidensi dan durasi
◼ Besarnya antara nol dan satu
• Point prevalens: probabilitas dari individu dalam populasi berada dalam
keadaan sakit pada satu waktu tertentu.
Point of prevalence = jumlah penderita lama dan baru pada satu titik
tertentu / jumlah populasi beresiko pada satu titik waku
• Period prevalens: proporsi populasi yang sakit pada satu periode tertentu
• Insidensi: insiden rate adalah jumlah kasus baru pada periode waktu
tertentu dibagi populasi yang berisiko pada waktu yang sama x konstanta
Angka insiden =( jumlah kejadian baru / populasi yang beresiko) x 100
• Attack rate: insiden pada periode singkat dan terbatas/ epidemi
• Insiden kumulatif: probabillitas orang yang tidak sakit untuk menjadi sakit
selama periode waktu tertentu dengan syarat tidak meninggal oleh sebab
yang lain. [risiko ini digunakan untuk mengukur serangan penyakit yang
pertama pada orang sehat tersebut.
CI = jumlah kasus baru / jumlah poulasi pada permulaan periode
Numerator dan denominatir dalam perhitungan ini adalah individu tidak
sakit pada permulaan periode pengamatan sehingga memiliki resiko untuk
terserang[ yang disebut sebagat populasi yang berisiko.
Ciri insiden kumulatif:
◼ Berbentuk proporsi
◼ Tidak memiliki satuan
◼ Besarnya antara nol dan satu
2. Penilaian fakto resiko dalam epidemiologi
a. Pengertian dan jenis faktor resiko
Faktor resiko adalah faktor penyebab dalam penyakit tidak menular. Berikut
adalah macam macamnya:
1) Menurut Dapat – Tidaknya Resiko itu diubah :
a) Unchangeable Risk Factors
Faktor risiko yang tidak dapat diubah. Misalnya : Umur, Genetik
b) Changeable Risk Factors
Faktor risiko yang dapat berubah. Misalnya : kebiasaan merokok, olah raga.
2) Menurut Kestabilan Peranan Faktor risiko :
a) Suspected Risk Factors (Faktor risiko yg dicurigai)
Faktor risiko yang belum mendapat dukungan ilmiah/penelitian, dalam
peranannya sebagai faktor yang memengaruhi suatu penyakit.
3) established risk factors
Faktor risiko yang telah mendapat dukungan ilmiah/penelitian, dalam
peranannya sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit.
Misalnya, rokok sebagai Faktor risiko terjadinya kanker paru. Perlunya
dikembangkan konsep Faktor risiko ini dalam Epidemiologi PTM
dikarenakan beberapa alasan, antara lain :
1) Tidak jelasnya kausa PTM terutama dalam hal ada tidaknya
mikroorganisme dalam PTM.
2) Menonjolnya penerapan konsep multikausal pada PTM.
3) Kemungkinan terjadinya penambahan atau interaksi antar resiko.
4) Perkembangan metodologik telah memungkinkan untuk mengukur
besarnya Faktor risiko.
b. Penilaian faktor resiko (odds ratio, relative ratio dan sebagainya)
◼ oods ratio:
odd adalah perbandingan antara probabilitas terjadinya event dengan tidak
terjadinya event tertentu. Bil[a kemungkinan sakit adalah P dan
kemungkinan tidak sakit adalah 1-P maka nil[ai odd adal[ah P / (1-P). odd
ratio adalah odd kelompok terpapar dengan odd kelompok tidak terpapar.
no Faktor resiko Kasus scc Kasus non scc Total
1 Ekspose + a b N1
2 Ekspose - c d N0
Total

Odd ratio = odd ekspose / odds nonekspose = (a/b) / (c/d) = ad / bc


◼ prevalence odd ratio
perbandingan prevalence rate antara kelompok terpapar dengan kelompok
tidak terpapar. Prevalen rate adalah jumlah kasus dibagi dengan jumlah
orang-waktu pengamatan. Bila pada kelompok terpapar terdapat a kasus dari
n1 orang-waktu pengamatan dan dari kelompok tidak terpapar terdapat b
kasus dari n0 orang-waktu pengamatan, maka:
Prevalen Odd ekspose = a/n1
Prevalen Odd nonekspose = b/no
POR = (a/n1) / (b/n0) = a.n0 / b.n1

3. Screening
a. Gambaran umum screening
skrining merupakan upaya menyaring orang-orang yang tampak sehat, tidak
tampak menderita enyakit dari suatu populasi tertentu sebagai usaha untuk
mendeteksi penyakit tanpa gejala tertentu dengan suatu tes/ pemeriksaan
singkat dan sederhana.
b. Tipe dan kriteria screening
• Bentuk skrining:
- Skrining seri: dilakukan dua kali penyaringan dan hasilnya dinyatakan
positif jika hasil kedua penyaringan tersebut positif. Ini akan
menghasilkan false negative meningkat dan false positive rendah
- Skrining paralel: dilakukan dua kali penyaringan dan hasilnya
dinyatakan positif jika salah satu hasilnya adalah positif. Ini
menghasilkan true positive meningkat dan false negative rendah.
• kriteria screening:
- penyakit menjadi masalah kesehatan yang berarti
- tersedia obat yang yang potensial atau memungkika bagi mereka yang
dinyatakan positif
- fasilitas dan biaya untuk diagnosis dan pengobatan tersedia. Setelah diskrining
maka dilakukan upaya diagnosis dan segera disusul pengobatan sesuai hasil
diagnosis.
- penyakit dapat diketahui dengan pemeriksaan atau tes khusus
- Hasil perhitungan uji saring memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan
spesifisitas.
- sifat perjalanan enyakit diketahui pasti
- Adanya standar yang disepakati untuk yang menderita
Biaya yang digunakan seimbang dengan resiko biaya bila tanpa skrining
- dimungkinkan untuk dilakukan follow up dan kemungkinan pencarian
penderita secara berkesinambungan.
c. Validitas dan reliabilitas alat ukur dalam screening.
• Validitas
Validitas alat ukur skrining merupakan kemampuan alat tersebut untuk
memberikan indikasi pendahuluan mengenai siapa yang menderita penyakit dan
siapa yang tidak. Unsur dari validitas adalah sensitivitas dan spesifisitas.
Sensitivitas adalah kemampuan untuk menemukan mereka yang menderita
penyakit sedangkan spesifisitas sebaliknya. Dengan asumsi bahwa diagnosis
yang tepat disusun tabel 2 x 2 sebagai berikut:
Diagnosis
Penyakit positif Penyakit negatif
Hasil tes positif a b
Hasil tes negatif c d
total a+c b+d
Keterangan:
a = true positive → menderita penyakit dan diagnostik +
b = false positive → tidak menderita penyakit tetapi diagnostik +
c = false negative → menderita penyakit tetapi diagnostik –
d = true negative → menderita penyakit dan diagnostik –
penghitungan sensitivitas dan spesifisitas dihitung sebagai berikut:
sensitifitas: a/ a+c
spesifisitas: d/ b+d
false negative: c/ a+c
false positive: b/ b+d

Tes untuk menemukan kasus agar mendapatkan perawatan dan pengobatan →


tes dengan sensitivitas tinggi
Prevalensi rendah dan tida ada maksud untuk mengadakan pemastian diagnosis
→ alat dengan spesifitas yang tinggi dan sensitivitas yang rnedah.
• Realibilitas
Realibilitas alat ukur skrining menggambarkan keterandalan atau
konsistensi alat ukur bila digunakan pada objek yang sama dengan kondisi
yang sama.
- variasi dalam cara skrining
- stabilitas alat tes atau regresi yang digunakan
- fluktuasi keadaan dari nilai yang akan diukur
- kesalahan pengamatan
berikut adalah usaha untuk meningkatkan nilai realibilitas:
◼ pembaruan/ standarisasi cara penyaringan
◼ peningkatan dan pemantapan keterampilan pengamatan melalui
skrining
◼ pengamatan yang cermat pada setiap hasil pengamatan
◼ memperbesar klasifikasi kategori yang ada bila kondisi penyakit juga
bervariasi.

SKENARIO:
1. Seorang dokter menemukan adanya175 kasus DBD pada sebuah desa tahun 2010
dengan populasi 10.000 penduduk. Lalu pada bulan Maret 2010 ditemukan 10
kasus baru. Pada bulan Agustus ditemukan kembali 25 kasus baru. Bulan
Desember terdapat 20 kasus baru DBD.
a. Berapakah prevalensi kasus DBD pada bulan Januari-Desember 2010?
[(175 + 10 + 25 + 20) / 10000] = 0,023
b. Berapakah point prevalensi kasus DBD pada bulan Agustus 2010?
(175 + 10 + 25) / 10000 = 0,021
c. Berapakah insidensi kasus DBD bulan Januari – Agustus 2010?
10 + 25 / 10000 = 0,35
2. Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara faktor resiko menginang
dengan kejadian squamous cell carcinoma (SCC) di sebuah desa. Peneliti
mengumpulkan 100 orang perempuan penderita SCC dan 100 orang perempuan
yang tidak menderita SCC. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil bahwa:
pada 100 orang perempuan penderita SCC diketahui 80 orang memiliki kebiasaan
menginang, sedangkan 20 orang tidak menginang. Sedangkan pada 100 orang
perempuan yang tidak menderita SCC, diketahui bahwa 25 orang menginang dan
75 orang tidak menginang.
a. Apakah jenis penelitian tersebut?
Case control
b. Jelaskan kasus tersebut dalam tabel kontingensi 2x2!
No Faktor resiko Kasus scc Kasus non scc Total
1 Menginang 80 25 105
2 Tidak menginang 20 75 95
Total 100 100 200

c. Buktikan apakah menginang merupakan faktor risiko untuk terjadinya SCC


melalui penghitungan besar faktor resiko (odds ratio).

Odds ratio = 80 . 75 / 20 . 25 = 6000/500 = 12

3. Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian


kanker paru. Penelitian ini melibatkan responden yang mempunyai kebiasaan
merokok sebanyak 200 orang dan responden yang tidak merokok sebanyak 150
orang. Penelitian ini mengamati perubahan responden selama lima tahun ke depan,
dengan hasil sebagai berikut: Pada 200 responden yang merokok, diketahui 175
responden menderita kanker paru, 25 responden tidak menderita kanker paru. Pada
150 responden yang tidak merokok, diketahui 20 responden menderita kanker
paru, 130 responden tidak menderita kanker paru.
a. Apakah jenis penelitian tersebut?
Kohort
b. Jelaskan kasus tersebut dalam tabel kontingensi 2x2!
no Faktor resiko Kasus ca paru Kasus non ca paru Total
1 Merokok 175 25 200
2 Tidak merokok 20 130 150
Total 195 155 350

c. Buktikan apakah menginang merupakan faktor risiko untuk terjadinya SCC


melalui penghitungan besar faktor resiko (relative risk).
POR = (175 x 150) / (25 x 200) = 26250 / 5000 = 5,25

4. Tim peneliti sebuah universitas sedang mengembangkan sebuah alat pendeteksi


virus Covid-19 bernama “salivarious” dengan sampel saliva sebagai alternatif alat
diagnostic Covid-19 yang mudah, murah namun efektif. Hasil uji coba alat ini
dibandingkan dengan hasil uji menggunakan gold standar yakni tes swab PCR.
Hasil uji coba “salivarious” pada 1.980 orang diperoleh hasil berikut:

Tentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value dan negative


predictive value “salivarious” sebagai alat pendeteksi covid -19!
Sensitivitas = 150/ (150 + 30) = 83,3 %
Spesifisitas = 1700/ (100 + 1700) = 94,4 %
Positive predictive value = 150/ (150 + 100) = 60%
Negative predictive value = 1700/ (30 + 1700) = 98,3 %

Anda mungkin juga menyukai