Anda di halaman 1dari 3

Majalah Mingguan Mahasiswa UNPAM Volume 1

SUKMA-UNPAM
Suara Kebangkitan Mahasiswa
Universitas Pamulang
“Peran Mahasiswa Dalam Menyikapi Isu Radikalisme”

Oleh : Paturahman Fikri (Duta Wacana Kantin Berdiskusi )

Pengertian Radikalisme Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang be-
rarti akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan
amat keras untuk menuntut perubahan. (Muslih, 2015: 9) Dalam bahasa Inggris, kata
radikal memiliki makna ekstrem, menyeluruh fanatik, revolusioner, fundamental. Se-
dangkan radikalisme adalah doktrin atau praktek yang mengenut paham radikal. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme berarti “(1) paham atau aliran yang
radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaha- Wacana
ruan sosial dengna cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.
Dalam Kamus Politik, yang dimaksud radikal adalah orang yang ingin membawa ide-ide 1. MENYOAL RADIKALISME; PEMAKNAAN DAN
politiknya ke akar-akarnya, dan mempertegas dengan cara yang sempurna doktrin- DISTORSI (dam Alfian) ....................... 2
doktrin yang dihasilkan oleh usaha tersebut. 2. Menyikapi Radikalisme sebagai
Tantangan Pemerintah Dan Maha-
Berkaitan erat dengan kata radikal sendiri, ada beberapa istilah mengemuka yang siswa (Ayyub Kadriah SH.MH.) .... 3
seakar dengan kata radikal. Beberapa istilah tersebut di antaranya adalah radikalisme,
radikalisasi, dan deradikalisasi. Abu Rokhmad (2014), mengutip pendapat KH. Hasyim 3. RADIKALISME DAN NARASI KEGELI-
Muzadi (Ketua PBNU dan pengasuh pesantren al-Hikam Malang), membedakan antara SAHAN ( Cendikia Ayu Sriwulan ) ...4
radikal, radikalisme, dan radikalisasi. Dalam kutipannya, Rokhmad menjelaskan bahwa
4. Radikalisme dalam Sudut Pandang
seseorang berfikir radikal (maksudnya berfikir mendalam, sampai ke akar-akarnya) boleh
Mahasiswa (Muh.Rayhansyah) ... 5
-boleh saja, dan memang berfikir sudah seharusnya seperti itu. Rokhmad mencontohkan,
misalnya, berkaitan dengan permasalahan bangsa Indonesia yang semakin runyam, baik 5. Gerak Mahasiswa Dalam isu
dalam persoalan ekonomi, social, politik dan sebagainya. Atas berbagai persoalan itu, lahir Radilkalisme (Rezan Nahri) ......... 6
suatu pandangan yang menginginkan sistem pemerintahan Islam ditegakkan di Indonesia
sebagai solusinya. Sedang radikalisme adalah radikal dalam paham atau ismenya. Maksud-
nya ialah radikal yang sudah menjadi ideologi dan madzhab pemikiran. Sedangkan yang
dimaksud radikalisasi, ialah seseorang yang tumbuh menjadi reaktif ketika terjadi ketid-
akadilan di masyarakat.
MENYOAL RADIKALISME; PEMAKNAAN DAN DISTORSI
Essay ini disampaikan dalam kegiatan Kantin Berdiskusi Universitas Pamulang, Jum’at 25
Oktober 2019 Oleh: Adam Alfian1

Mulanya penulis ingin melibatkan banyak dalam bukunya The Archeology of Knowledge
dialog dalam tulisan ringkas ini, namun di salah satunya membahas tentang bagaimana
tengah-tengah penulisan, justru berbalik ide kekuasan melakukan produksi, distribusi, dan
untuk membuat sekaligus membenturkan hegemoni pengetahuan, menurut Foucault, ia
imajinasi pembaca, ekpektasinya adalah ingin melihat bahwa relasi kekuasaan tidak sekedar
membuat tulisan ini seperti story telling agar bekerja pada ranah infrastruktur politik
pembaca dapat dinikmati bagaikan novel (seperti pembagian kekuasaan dan
percintaan. Namun apa daya—nyatanya tema wewenang), justru lebih jauh dari itu,
“radikalisme”—menurut penulis tidak patut kekuasaan bekerja sebagai alat hegemoni
kita cerna secara mentahmentah dan sesantai pengetahuan yang masif dan terstruktur,
layaknya percintaan, mengapa demikian ? tentu saja Foucault melihat kondisi ini dalam
Ruang imajinasi seperti apa yang muncul tendensi bahwa penguasa perlu menjaga
dalam benak pembaca saat ini jika mendengar dominasi kekuasaannya, salah satunya
kata “radikal/radikalisme/radikalisasi” ? dengan cara mereduksi dan mendistorsi pem-
pemikiran penulis pun-sempat dipenuhi ahaman warga negara secara besar-besaran
imajinasi seperti terorisme, kekerasan, intol- dan positif. Namun, mengapa saat ini khu-
eran ketika mendengar kata “radikal/ susnya di Indonesia kata radikal justru ber-
radikalisme/radikalisasi”, pemaknaan yang makna “negatif” seolah-olah melulu disemat-
melulu negatif itu amat dekat maknanya kan dengan berbagai tindak kekerasan.
dalam kata tersebut. Namun setelah mem-
baca studi dan olah debat beberapa
pemikiran, penulis memiliki pandangan ten-
tang kata “radikal/radikalisme/radikalisasi”,
begini ceritanya; Michel Foucault2 salah satu
tokoh Mahzab Frankfurt yang cukup populer

“nyatanya tema radikalisme—menurut penulis tidak patut kita cerna secara


mentahmentah dan sesantai layaknya percintaan”

Radikalisme dalam arus


makna indonesia Mari simak sedikit penjelasan Radilkal untuk di Indonesia

Di Indonesia, penggunaan kata “radikal/ Di Indonesia, penggunaan kata “radikal/radikalisme/radikalisasi” telah muncul sejak zaman pergerakan Nasion-
alisme (1908-1945) tokohtokoh pergerakan nasional menamai diri mereka sebagai “kaum radikal” yang
radikalisme/radikalisasi” telah muncul
menentang dan tidak berkompromi dengan kolonialisme, semisal tokoh-tokoh kunci pergerakan nasional
sejak zaman pergerakan Nasionalisme seperti Tjipto Mangun Kusumo, Ernest Douwes Dekker, Sukarno, Suwardi Surya Ningrat, dan Tan Malaka digo-
(1908-1945) tokohtokoh pergerakan longkan sebagai nasionalis-radikal.
nasional menamai diri mereka sebagai
Gagasan nasionalis-radikal ini juga mengilhami lahirnya Indische Partij yang pada zamannya merupakan partai
“kaum radikal” yang menentang dan progresif dan revolusioner, sebab menentang pengkotak-kotakan etnis yang dilakukan oleh kolonial, sehingga
tidak berkompromi dengan kolonial- menghambat persatuan, Indische Partij juga turut mendobrak cara pandang yang sempit tentang persatuan,
penindasan dan jebakan-jebakan kolonial lainnya.
isme, semisal tokoh-tokoh kunci perge-
rakan nasional seperti Tjipto Mangun Pelabelan cap radikal ini juga turut digunakan oleh kolonial bagi mereka-mereka yang menentangnya, jadi
Kusumo, Ernest Douwes Dekker, Sukar- terdapat dua pandangan tentang pemaknaan radikal, bagi kolonial radikal adalah orang-orang yang menentang
dan mengganggu kekuasaan. Sedangkan bagi pergerakan nasional, radikal adalah sebagai cara berpikir yang
no, Suwardi Surya Ningrat, dan Tan
maju dan mendasar serta anti penindasan. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata “radikal” memiliki
Malaka digolongkan sebagai nasionalis- tiga pengertian. Pertama, secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); kedua, amat keras menuntut
radikal. perubahan; dan ketiga, maju dalam berpikir atau bertindak. Nah lalu dimana poin negatif dari arti kata radikal ?
sehinggal seringkali kita mendengar “menolak radikalisme dan anti radikalisme” ? penggunaan imbuhan “isme”
media arus utama melulu melekatkan dalam sebuah kata berarti menjadi sebuah paham/ajaran, lagi-lagi pertanyaannya dimana arti negatif dalam
kata “radikalisme” bagi para pelaku, istilah radikalisme ? mari simak sedikit lagi analisis dari penulis

bunyi redaksinya seperti ini kira-kira Sejalan dengan Foucault yang mengatakan bahwa kekuasaan juga memproduksi, mendistribusi, dan
“pelaku diduga memiliki paham menghegemoni pengetahuan sehingga pemberian label benar atau salah, baik atau buruk, positif atau
negatif— seakan-akan hanya dapat dinyatakan oleh kekuasaan, sebagian dari kita di era sekarang ini sering
radikalisme” atau “pelaku diduga ter-
mendengar istlah “media arus utama”, itulah distributor pengetahuan yang paling ampuh, jika media arus
jangkit paham radikalisme”. Mengapa utama sudah menyebarkan informasi, maka seolah-olah itu paling benar adanya. Contoh lain semisal, ketika
tidak memberikan sematan kata kekuasaan memberitakan tentang penangkapan teroris atau kelompok-kelompok lain yang dianggap sebagai
“sektarian” bagi tindak terorisme ? ancaman, media arus utama melulu melekatkan kata “radikalisme” bagi para pelaku, bunyi redaksinya seperti
ini kira-kira “pelaku diduga memiliki paham radikalisme” atau “pelaku diduga terjangkit paham radikalisme”.
Mengapa tidak memberikan sematan kata “sektarian” bagi tindak terorisme ? silahkan cek kamus KBBI untuk
arti kata “sektarian/sekte”. Atau kekuasaan ingin rakyatnya tidak boleh radikal ? tidakk boleh maju dalam
berfikir dan bertindak ? tidak boleh menuntut perubahan ? dan bahkan tidak boleh berpikir secara mendasar
dan prinsipil ? karena itu semua akan mengganggu kekuasaan ? mari kita pikirkan jawabnya bersama-sama.
2
MENYIKAPI RADIKALISME SEBAGAI TANTANGAN TERHADAP
PEMERINTAHAN BARU DAN MAHASISWA
( Essai Oleh Ayyub Kadriah, Dalam Kantin Berdiskusi 25 Oktober 2019)
Sifat Negatif Radikalisme

Masalah radikalisme cenderung kompleks ditengah masyarakat Indonesia hari ini, utamanya dalam tubuh kaum akademis Pandangan Egon Bittner mencatat
termasuk mahasiswa, kaum akademis saat ini perlu memahami dan meretas kebingungan epistemologis yaitu bagaimana bahwa terma radikalisme cenderung
mendudukkan peristilahan seperti , radikalisme, fundamentalisme, ekstremisme,fanatisme, militanisme , jihad, dan terorisme merujuk pada sesuatu yang bersifat
revisionis atau perbaikan atas keadaan
Dalam upaya meretas kebingungan epistemologis ini terdapat beberapa pendekatan yang perlu dibuka terkait sebelumnya, Karena pendefinisian
radikalisme Radikalisme berdiri dalam pertarungan wacana modern ini dimana analisis radikalisme berdiri pada sudut baik sebuah konsep selalu menyertakan
didalam analisis terhadap berbagai daerah Indonesia terdapat pula gerakan-gerakan yang bersifat radikal yang bertujuan kemunginan untuk berubah, maka
menolak tatanan politik, sosial, dan ekonomi yang dipaksakan pemerintah penjajah. Itulah yang melahirkan Perang Aceh (1873- konsep radikalisme pun demikian adan-
1942), Perang Paderi (1830- 1837), dan Perang Diponegoro (1825-1830), Radikalisme mereka dianggap positif karena memper- ya, dan ia bisa bermakna positif dan
juangkan hak-hak asasi rakyat pribumi yang tertindas oleh kaum penjajah. Sebagaimana analisis dalam pendekatan sintaksis, negative
bahwa radikalisme ialah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastic Upaya melampaui standard pen-
didikan yang ada saat ini menjadi tan-
Analisis diatas sejalan dengan pandangan Egon Bittner mencatat bahwa terma radikalisme cenderung merujuk pada tangan bagi pemerintah modern Indo-
sesuatu yang bersifat revisionis atau perbaikan atas keadaan sebelumnya, Karena pendefinisian sebuah konsep selalu me- nesia, terutama dalam mendorong dan
nyertakan kemunginan untuk berubah, maka konsep radikalisme pun demikian adanya, dan ia bisa bermakna positif dan menopang wacana pendidikan yang
negative progresif, dimana pendidikan progresif
Sebagai pendorong perubahan pengertian dari radikalisme di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang ini menrupakan perhalusan terhadap
terlihat bahwa radikalisme pasca Orde Baru dipahami secara negatif, sebagaimana ditunjukkan dua organisasi keagamaan pendidikan radikal yang telah terpapar
arus utama di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, yang menolak cara dakwah Front Pembela Islam (FPI) yang merepresentasi- fanatisme ilmu pengetahuan fanatisme
kan sebagai kelompok radikal, lembaga pendidikan dan fanatisme-
fanatisme lainnya yang berdampak pada
terkotak-kotaknya lembaga pendidikan
Fakta sejarah melihat radikalisme sebagai sesuatu yang negative secara garis besar berlawanan dengan pandangan
Arthur G. Gish, yang radikal diartikan sebagai menuju ke akar permasalahan tersebut dengan menawarkan alternatif kepada
Fanatisme menurut Sudirwan
status quo, dimana alternative pandangan terhadap status quo di Indonesia diperhalus dalam istilah progresif adalah sebuah keadaan dimana
seseorang atau kelompok yang menga-
Dan progresifitas sebagai loncatan berfikir dari radikalisme banyak digadang dari ruang-ruang akademis yang dimana nut sebuah paham, baik politik, agama,
kebudayaan atau yang lainnya dengan
dalam sudut pandang Indonesia akademisi ditafsirkan dalam ruang regulasi Indonesia diamanahkan dalam Pasal 1 ayat (1) cara berlebihan (membabi buta)
Undang-undangNomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional : sehingga berakibat destruktif, bahkan
cenderung menimbulkan perseteruan
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dan konflik serius bagi kelompok yang
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berbeda termasuk ras, suku, dan agama

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, Fanatisme Inilah yang menjadi
masyarakat, bangsa dan negara.” dasar terbentuknya Deindividuasi, yang
menurut Lorenz deindividuasi dapat
mengarahkan individu kepada kelelua-
Sedangkan Menurut Langeveled, pendidikan dianalisis sebagai berikut : saan dalam melakukan agresi sehingga
agresi yang dilakukan menjadi lebih
“pendidikan adalah proses bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa dengan tujuan untuk mendewasakan intens. Bagi setiap individu yang secara
orang lain yang dicirikan dengan tiga karakteristik umum, yaitu: (a) stabil, yaitu sikap dan kepribadian yang psikologis sehat (well-adjusted), Identi-
tas dirinya maupun identitas individu-
tetap dalam segala situasi dan kondisi, baik kondisi normal, senang, maupun susah; (b) tanggung jawab, yaitu individu lain merupakan hambatan
orang yang memiliki kemampuan memberikan argumentasi kuat terhadap apa yang telah dikatakan dan dil- setidaknya bisa membatasi intensitas
agresi. Dengan mengindentikkan diri
aksanakan; (c) mandiri, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan atas dasar kemampuan yang dimiliki dengan bangsa, kelompok tertentu,
sendiri, bukan karena paksaan dari pihak lain”. ideology, individuindividu yang terlibat
merasa cukup aman dan sah untuk
menyerang dan menjatuhkan korban
Kotak-kotak fanatic dalam lembaga pendidikan menjadi masalah bagi mahasiswa yang terkotak-kotak dalam ruang sebanyak mungkin dengan segala cara
kepada pihak lain yang diberi label
organisasi, kotak jurusan, kotak fakultas, kotak universitas, ketika bangunan yang di usung dalam kotak tersebut bersifat “musuh”
fanatic dan men-deindividuasi pihak-pihak dari kelompok lain yang sebenarnya adalah sesama mahasiswa namun terlihat
sebagai “Musuh” karena fanatisme kelompok kemahasiswaan ini

Tantangan bagi mahasiswa dalam meretas fanatisme adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari demi menyokong
gerak pembangunan bangsa, dan memerlukan peran bersama dan kesadaran pemerintah jika menginginkan Indonesia maju,
maka harus ada gerak bersama yang tidak fanatic antara pemerintah dan mahasiswa sebagai bagian rakyat Indonesia dalam
membangun bangsa

Anda mungkin juga menyukai