Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman Jurnal/Book

No. Author / Jurnal Isi Coding


1 (Ritaudin, 2014) Secara umum ada tiga kecenderungan yang menjadi indikasi radikalisme, yaitu : Ciri / indikasi radikalisme
Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung,
biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan
perlawanan. Kedua, produktifitas radikalisme yang tidak berhenti pada upaya
penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk
tatanan lain. Ketiga adalah bahwa kelompok radikalis ini memiliki suatu keyakinan yang
sangat kuat terhadap kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa.
Ketika orang berbicara masalah radikalisme, maka pertama yang tergambarkan adalah Radikalisme dan Politik
persoalan tersebut masuk dalam domain politik, yaitu bagaimana sesungguhnya
radikalisme yang terjadi merupakan bentuk radikalisme negara yang dilakukan oleh * Lihat, M. Zaki Mubarak, Geneologi
perangkat kekuasaan yang ada terhadap warga negaranya, atau tindak radikalisme yang Islam Radikal di Indonesia, (Jakarta:
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang dinilai memiliki sistem dan LP3ES, 2008).
kepentingan politik yang berbeda, atau setidaknya unsur politik diterjemahkan sebagai
adanya pihak lain yang campur tangan dalam fenomena radikalisme yang terjadi.
Dalam sejarahnya, radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik*
Berbicara mengenai sumber radikalisme, maka sebahagian para ahli menuding bahwa Sumber radikalisme
kekuasaanlah yang menjadi akarnya, baik yang direpresentasikan oleh negara maupun
penguasanya.
radikalisme juga sering dimaknai sebagai bentuk dan cara perebutan kekuasaan.* *arti (lihat Henk Schulte Nordholt,
Dewasa ini, apakah orang itu taat beragama ataupun sekuler, ketika ia memegang Geneologi Radikalisme, Dalam Jurnal
kekuasaan cenderung mengikuti pandangan Machiavelli yang mengatakan bahwa Demokrasi Dan Ham, Aksi Radikalisme
salah satu aspek kunci dari kekuasaan adalah radikalisme. Para penguasa politik yang Dan Kekuasaan Vol. 2 Nol 1, Februari-
enggan menggunakan radikalisme tidak akan pernah memperoleh kekuasaan, atau Mei 2002, (Jakarta: Penerbit The
akan kehilangan kekuasaan yang pernah diraihnya.** Habibie Centre 2002), h. 81)
Pada waktu manusia hidup tanpa suatu kekuasaan umum untuk menjaga mereka ** Macheavilli membenarkan untuk
semua dalam keadaan takut, mereka dalam kondisi yang dinamakan perang, dan menggunakan kekerasan jika
dalam perang seperti itu setiap orang menentang setiap orang. Dalam kondisi mengharuskan. Lihat Henry J.
tersebut, radikalisme dan penipuan merupakan cara yang utama dalam Schmandt, Filsafat Politik Kajian
mempertahankan kehidupan.*** Historis dari Zaman Yunani Kuno
Berbeda lagi dengan konsep Johan Galtung yang mengkaitkan persoalan radikalisme sampai Zaman Modern, (Yogyakarta :
dengan hak seseorang, terutama dalam hal ini hak untuk turut serta dalam politik, Pustaka Pelajar, 2005), h. 256.
sehingga pengertian radikalisme menurut Johan Galtung adalah “any avoidable *** A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan
impediment to self-realization”.15 Jadi esensi radikalisme adalah terhalangnya dan Negara: Pemikiran Politik Ibnu
seseorang untuk mengaktualisasikan potensi diri (terutama menyangkut hak yang ada Khaldun, (Jakarta : Penerbit PT.
pada individu maupun kelompok) secara wajar. Karena radikalisme dalam konsep ini Gramedia Pustaka Utama , 1992), h.
bersifat temporal, maka dapat ditegaskan bahwa radikalisme itu sesungguhnya 111.
bukanlah sifat hakekat dari manusia.**** **** Johan Galtung, The True World:
A Transnational Perspectives, (New
York : The Free Press, 1980), h. 67
2 (Widyaningrum & Dugis, Konsekuensi penggunaan istilah radikalisme sendiri menuntut adanya pemahaman Arti radikalisme
2018) yang baik dalam konteks yang tepat pula. Merujuk pada ragam sumber yang membahas
mengenai arti kata radikalisme, dapat dikatakan bahwa radikalisme adalah suatu
paham yang menginginkan perubahan dan pembaharuan secara drastis hingga ke titik
paling mendasar dari sebuah kerangka berpikir. Lebih jauh, radikalisme bahkan
menuntut terjadinya perubahan tersebut dengan cara yang paling ekstrem hingga
melibatkan kekerasan baik fisik maupun non-fisik.
Radikalisme juga kerap dikaitkan dengan konsep agama yang kemudian sering disebut Radikalisme agama
radikalisme agama sehingga menjadi persoalan yang berhubungan dengan pengalaman
inti, memori kolektif dan penafsiran agama (Zuhdi, 2017).
dari sisi pelaku, proses menjadi fanatik dan menolak yang berbeda menyebabkan orang
lepas dari tanggung jawab terhadap tindakannya. Segala tindak kekerasan yang
dilakukannya bersembunyi dibalik pembenaran simbolis, ideologis, atau teologis.
Banyak kisah tentang pelajaran agama yang dijadikan alat pencuci otak sejak masih
kanak-kanak oleh para guru agama, pemuka agama, atau pengkhotbah yang beredar di
masyarakat (Haryatmoko, 2014).
3 (Praditya, 2016) Indonesia masih berada di bawah ancaman ideologi radikal, karena ancaman tersebut Ancaman radikalisme
mampu menggerakkan kaum sipil (non-state actor) menjadi pelaku teror, yang idealnya
seharusnya menjadi komponen pendukung pertahanan negara (Hikam, 2016).
Ada sedikit perbedaan antara radikalisme dan terorisme itu sendiri, meskipun masing- Radikal dan teroris
masing jelas memberikan ancaman yang sama bagi keamanan negara. Pada dasarnya,
seseorang tidak langsung menjadi radikal, karena untuk menjadi radikal pasti
membutuhkan suatu proses. Menurut Ramakrishna, proses itu disebut radikalisasi yang
artinya adalah proses dimana seorang individu berubah dari kepasifan atau aktivisme
menjadi lebih militan, atau ekstremis (Ramakrishna, 2009).
Faktor-faktor tersebut mencakup lingkungan sosial, kepribadian, latar Factors yg mempengaruhi
belakang/sejarah, ideologi, dan identitas kelompok. Menurut Bakti, kesemua faktor ini
memiliki pengaruh kuat dan signifikan dalam mempengaruhi individu itu berpikir,
berkata-kata, dan bertindak, serta pembentukan identitas baru yang hendak
ditampilkan oleh individu tersebut. Tentunya identitas baru itu bersifat anarkis dan
kerap bertentangan dengan nilai-nilai yang ada, serta berpotensi menimbulkan korban
jiwa, karena pengaruh bentukan kelompok dimana ia berada (Bakti, 2014).
UU di Indonesia, maka terorisme adalah orang yang dengan sengaja menggunakan Terorisme berdasarkan UU No. 15 th.
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut 2003
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan * Lihat pasal 6 pada UU No. 15 Tahun
cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme
atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.*
Dari kesemua definisi tersebut, maka sebenarnya ada tiga kunci yang menggambarkan
terorisme, yaitu (1) sudah melakukan tindakan kekerasan, (2) bertujuan politik, dan (3)
sasarannya sudah dituju (intended audience). Khusus untuk intended audience, saat ini
terjadi pergeseran target kelompok teror di Indonesia.
Radikalisasi adalah suatu proses dalam berpikir dan/atau bertindak secara cepat dan Arti radikalisme
mendasar. Radikalisme erat kaitannya paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau sikap
ekstrem dalam suatu aliran politik.
Menurut Silber dan Bhatt, terdapat empat fase proses radikalisasi, yaitu “pre Fase radikalisme. Lihat Jurnal ini
radicalization, self identification, indoctrination, and jihadization (attact) (Silber & Bhatt, halaman 37!!!
2007).
UU yang berlaku, Polri memiliki tiga tugas pokok penting, yaitu (1) memelihara Sinergi TNI-Polri
keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukum; dan (3) memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Tugas dan Wewenang
Polri Pasal 13 pada UU No. 2 Tahun 2002)
UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI disebutkan bahwa TNI memiliki tugas OMSP
(Operasi Militer Selain Perang), termasuk menangani ancaman terorisme. Namun hal ini
dapat dilakukan apabila memang ada permintaan perbantuan dari Polri sendiri.
(Milla, 2019a) Variabel yang dapat menjelaskan radikalisme: 1-4: Komitmen bernegara (Daya tahan
1. Dukungan NKRI seseorang dr radikalisme)
2. Penolakan pada separatisme
3. Dukungan pada sistem demokrasi 5: identitas alternatif
4. Toleransi (inklusivitas)
5. Identitas 6-7: Motivasi sso thdp radikalisme
6. Kebermaknaan 8-11: Mindset bawaan sso thdp
7. Gairah beragama radikalisme ideologi kekerasan
8. Persepsi keterancaman
9. Persepsi ketidakadilan
10. Dukungan terhadap terorisme
11. Justifikasi kekerasan
(Milla, 2019b) Macam alat ukur Radikalisme di dunia
Rater agreement (hal 18)
(Hammad, 2018) Teori radikalisme (lihat BAB 2 hal. 16) Teori
Radikalisme adalah fanatik kepada suatu pendapat serta menegasikan pendapat orang Teori
lain, mengabaikan terhadap kesejahteraan Islam, tidak dialogis, suka mengkafirkan
kelompok orang lain yang tak sepaham dan tekstual dalam memahami teks agama
tanpa mempertimbangkan maqasihid al-syari’at (esensi syariat) (Masduqi, 2011)
Radikalisme sering dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Pada sudut Teori
pandang keagamaan, Radikalisme diartikan sebagai gerakan-gerakan keagamaan yang
berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan
menggunakan kekerasan (Rubaidi, 2007)

(Bakti, 2014) Dua bentuk radikalisme: Halaman 155


1. Level wacana/Pemikiran  radikalisme masih berupa wacana, konsep dan gagasan
yang masih diperbincangkan, yang intinya emndukung cara-cara kekerasan untuk
mencapai tujuan.
2. Level Tindakan  sdh ada upaya nyata dalam mencapai tujuan utamanya, baik pada
ranah sosial-poliyik maupun agama, dan aksi terorisme.
DAFPUS

Bakti, A. S. (2014). Darurat terorisme: Kebijakan pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi (1 ed.). Daulat Press.

Hammad, A. M. A. (2018). Radikalisme di kalangan mahasiswa Surabaya [Universitas Islam Negeri Sunan Ampel]. http://digilib.uinsby.ac.id/24590/3/Ahmad

%20Mohammad%20Al%20Hammad_E01213005.pdf

Haryatmoko. (2014). Etika politik dan kekuasaan. Penerbit Buku Kompas.

Hikam, M. A. S. (2016). Deradikalisasi: Peran masyarakat sipil Indonesia membendung radikalisme. Penerbit Buku Kompas.

Masduqi, I. (2011). Berislam secara toleran: Teologi kerukunan umat beragama. Mizan Pustaka.

Milla, M. N. (2019a, Desember 12). Pengantar kajian akademik tentang terorisme dan radikalisme untuk partisipan [Workshop]. Workshop Pengukuran Dan Identifikasi

Militan Ekstremisme, Jakarta.

Milla, M. N. (2019b, Desember 12). Pengembangan dan deskripsi alat ukur radikalisme di Indonesia [Workshop]. Workshop Pengukuran Dan Identifikasi Militan

Ekstremisme, Jakarta.

Praditya, Y. (2016). Optimalisasi sinergitas TNI-Polri-Sipil dalam menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 6(1).

https://doi.org/10.33172/jpbh.v6i1.293

Ramakrishna, K. (2009). Radical pathways: Understanding muslim radicalization in Indonesia. Preager Security Internasional.

Ritaudin, M. S. (2014). Radikalisme negara dan kekuasaan perspektif politik global. KALAM, 8(2), 389. https://doi.org/10.24042/klm.v8i2.302

Rubaidi, A. (2007). Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama & masa depan moderatisme Islam di Indonesia. Logung Pustaka.

Silber, M. D., & Bhatt, A. (2007). Radicalization in the west: The homegrown threat. The New York City Police Department, 90.
Widyaningrum, A. Y., & Dugis, N. S. (2018). Terorisme, radikalisme dan identitas keindonesiaan. Jurnal Studi Komunikasi (Indonesian Journal of Communications

Studies), 2(1). https://doi.org/10.25139/jsk.v2i1.368

Zuhdi, M. H. (2017). Radikalisme agama dan upaya deradikalisasi pemahaman keagamaan. AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam, 22(1), 199.

https://doi.org/10.32332/akademika.v22i1.568

Anda mungkin juga menyukai