Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN

METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN TPI


KETAPANG KECAMATAN BUKIT INTAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Guna Meraih Gelar Sarjana S-1

Oleh :

David
1041611014

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Jalan merupakan sarana transportasi yang telah berkontribusi secara
signifikan dalam menunjang kelancaran perhubungan darat suatu wilayah.
Aktivitas pergerakan manusia maupun barang sangatlah bergantung dengan
kondisi jalan yang akan berdampak pada perkembangan ekonomi di suatu
wilayah. Oleh sebab itu, jalan perlu mendapat porsi perhatian khusus agar dapat
melayani pengguna jalan secara kontinyu dengan aman dan nyaman sesuai dengan
fungsi dan kelas jalan tersebut.
Kerusakan jalan yang terjadi seperti retak (cracking), distorsi (distortion),
cacat permukaan (disintegration), pengausan (polished aggregate), kegemukan
(bleeding), dan penurunan pada bekas-bekas penanaman utilitas (utility cut
depression) dapat menimbulkan permasalahan bagi pengguna jalan seperti waktu
tempuh yang lama, kemacetan, dan kecelakaan lalu lintas. Salah satu faktor
penyebab kerusakan-kerusakan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan sarana kendaraan angkut dan meningkatnya beban volume
kendaraan yang melampaui batas kelas jalan yang sudah direncanakan (Sumantri,
2015), sebagaimana yang terjadi pada Jalan TPI Ketapang di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
Ruas jalan TPI Ketapang merupakan salah satu jalur strategis yang berada di
Kawasan Kota Pangkalpinang karena berada pada kawasan pengembangan
industri, dekat dengan Pelabuhan Pangkalbalam, Kawasan Pelabuhan
Penangkapan Ikan (PPI) serta Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Dengan lokasinya
yang berada pada kawasan industri, ruas jalan TPI Ketapang harus melayani
beban kendaraan berat serta volume kendaraan yang cukup padat setiap hari.
Ruas Jalan TPI Ketapang menurut statusnya merupakan Jalan Provinsi
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor
188.44/478.V/PU/2008. Sedangkan menurut fungsinya merupakan Jalan Kolektor

1
Primer dan menurut kelasnya masuk Jalan Kelas IIIA. Tipe Jalan Eksisting 2/2
UD ( 2 lajur, 2 arah tak terbagi) dengan lebar perkerasan 6 m.
Beban kendaraan yang berat serta volume kendaraan yang padat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada ruas jalan TPI Ketapang. Jenis kerusakan
yang menonjol terlihat pada ruas jalan ini yaitu …… seperti yang ditunjukkan
oleh gambar ..............
Analisa kerusakan jalan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode,
yaitu Metode PCI dan Metode Bina Marga. Metode PCI memiliki beberapa
kelemahan, seperti penilaian kerusakan secara visual dan tidak menentukan jenis
program untuk perbaikan kerusakan. Namun, kelemahan dari metode ini dapat
diatasi dengan menggunakan Metode Bina Marga (BM), karena Metode ini
memperhitungkan lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk menganalisis kerusakan
jalan yang terjadi. Nilai LHR digunakan untuk menentukan nilai urutan prioritas
(UP) dalam perbaikan kerusakan jalan.
Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk menganalisis kerusakan jalan
pada ruas Jalan TPI Ketapang dengan menggunakan Metode Bina Marga,
Kementerian Pekerjaan Umum. Pada Metode Bina Marga, kerusakan yang terjadi
dievaluasi berdasarkan setiap jenis kerusakan.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada ruas Jalan TPI Ketapang?
2. Berapakah nilai kondisi perkerasan lentur pada ruas Jalan TPI Ketapang?
3. Bagaimanakah urutan prioritas dan jenis program pemeliharaan ruas Jalan TPI
Ketapang?

I.3 Batasan Masalah


Untuk mengurangi variabel yang timbul serta untuk memberikan arahan
agar tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka
diperlukan batasan yang meliputi:

2
1. Penelitian ini mengevaluasi kondisi kerusakan ruas Jalan TPI Ketapang
menggunakan Metode Bina Marga.
2. Pencatatan kerusakan jalan yang terjadi dilakukan per 50 meter.
3. Metode survei kerusakan perkerasan jalan mengacu pada Direktorat Jenderal
Bina Marga tentang Survei Kondisi Jalan Untuk Pemeliharaan Rutin No. 001-
01/M/2011.
4. Penelitian ini tidak menganalisis metode perbaikan kerusakan jalan.
5. Penilaian kondisi perkerasan jalan mengacu pada Tata Cara Penyusunan
Program Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990.

I.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada ruas Jalan TPI
Ketapang.
2. Menghitung nilai kondisi perkerasan lentur pada ruas Jalan TPI Ketapang
3. Menentukan urutan prioritas dan jenis program pemeliharaan ruas Jalan TPI
Ketapang

I.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan informasi hasil evaluasi kerusakan ruas Jalan TPI Ketapang
dengan menggunakan Metode Bina Marga.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian berikutnya.
3. Sebagai masukan untuk pembuatan program peningkatan kualitas ruas Jalan
TPI Ketapang.

I.6 Keaslian Penelitian


Penelitian ini dibuat untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Strata Satu pada Program Studi Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, penelitian tentang skripsi Analisis

3
Kerusakan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan TPI
Ketapang belum pernah dilakukan oleh mahasiswa lain di lingkungan
Universitas Bangka Belitung maupun mahasiswa dari perguruan tinggi lain,
kecuali ada beberapa bagian yang merupakan sumber informasi yang perlu
dicantumkan sebagaimana mestinya
I.7 Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, serta
sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Menyajikan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terkait evaluasi
kerusakan jalan dengan menggunakan Metode Bina Marga yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya serta teori-teori tentang evaluasi kerusakan jalan dengan
menggunakan Metode Bina Marga sebagai landasan untuk menganalisis dan
membahas permasalahan penelitian.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. Langkah-
langkah tersebut terdiri dari: pengambilan dan pengolahan data, serta metode
analisis data yang digunakan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menyajikan data-data hasil penelitian dan analisis data untuk menjawab
tujuan penelitian.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
Berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diberikan
untuk penelitian selanjutnya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka


Hendra, Haris dan Rahmat (2022) melakukan penelitian untuk menganalisis
tingkat kerusakan perkerasan jalan dengan Metode Bina Marga dan alternatif
penanganannya pada ruas Jalan Utama Bunsur-Mengkapan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui jenis kerusakan dan tingkat kerusakan jalan pada ruas Jalan
Utama Bunsur-Mengkapan. Langkah awal penelitian ini menghitung lalu lintas
harian rata-rata dan mengelompokkan data hasil survei sesuai dengan jenis
kerusakan jalan. Selanjutnya menilai angka kerusakan rata-rata, nilai kondisi
jalan, nilai urutan prioritas serta penanganan. Hasil penelitian dengan meninjau 1
segmen dengan Panjang 100m dan lebar 6m, didapatkan angka kerusakan sebesar
8, nilai kondisi jalan sebesar 3, nilai urutan prioritas (UP) sebesar 10 yang berarti
jalan perlu pemeliharaan rutin (UP>7), serta disarankan untuk melakukan
penanganan berupa penambalan lubang.
Penelitian analisis kerusakan jalan menggunakan metode Bina Marga juga
dilakukan oleh Siagin, Riani dan Salonten (2021) yang menganalisis Kerusakan
Jalan Dengan Metode LHR Bina Marga pada ruas Jalan Rajawali Kota
Palangkaraya. Metode penelitian yang dilakukan mengacu pada metode LHR
Bina Marga dengan tujuan untuk menganalisis nilai kerusakan dan urutan prioritas
perbaikan jalan. Pada penelitian ini dilakukan survei lalu lintas selama 2 minggu
pada pagi, siang dan sore hari dengan periode waktu 16 jam. Survei dilakukan
sepanjang ± 5,765 km yang dibagi menjadi 5 segmen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai kerusakan masing-masing pada ruas Jalan Rajawali
yaitu pada segmen I (15), segmen II (15), segmen III (15), segmen IV (10) dan
segmen V (9). Selain itu, Urutan prioritas perbaikan jalan pada Jalan Rajawali
yaitu segmen I, II, III, termasuk dalam pemeliharan berkala sedangkan segmen
IV, V termasuk dalam pemeliharaan rutin.
Aryanto, Rachmanto dan Nilamsari (2021) melakukan penelitian Analisis
Kerusakan Jalan menggunakan Metode Bina Marga 1990 pada ruas Jalan Jepara-

6
Mlonggo KM 3+00 hingga KM 5+00. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui nilai persentase kerusakan jalan, nilai kondisi perkerasan jalan, serta
penyebab kerusakan jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kerusakan
yang terdapat pada ruas jalan Jepara-Mlonggo adalah Nilai Persentase masing-
masing jenis kerusakan ruas jalan Jepara-Mlonggo yaitu retakan longitudinal
(9,52%), celah (4,95%), bercak (0,09%), retak kulit buaya (4,56%), lubang
(2,77%), robek (3,03%), retakan tepi (0,95%), obesitas (0,18%), retakan blok
(0,00%), mengembang (0,14%). Pada saat dilakukan penelitian, kondisi jalan pada
ruas jalan Jepara-Mlonggo KM 3 + 000 sampai dengan KM 5 + 000 memiliki
nilai kondisi 7,75. Kemudian rata-rata volume lalu lintas harian pada ruas jalan
JeparaMlonggo adalah 10.917 kendaraan/jam dengan nilai SMP 5.878,6
SMP/jam. Hasil perhitungan urutan prioritas mendapatkan nilai 3,25, sehingga
sesuai dengan nilai prioritas pada metode Bina Marga 1990, ruas jalan tersebut
masuk dalam program perbaikan jalan
Prasetiawan dan Utami (2020) melakukan penelitian Analisa Tingkat
Kerusakan Jalan Dengan Metode Bina Marga dan Alternatif Penanganannya pada
ruas Jalan Pemenang-Bayan KM 57+000 hingga 58+000. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menjelaskan jenis kerusakan jalan, nilai kondisi jalan serta
tindakan penanganan. Hasil ppenelitian menunjukkan setiap segmen ruas jalan
Pemenang – Bayan KM 57+000 - 58+000 memiliki total volume kerusakan
sebesar 309,222 m² dengan jenis kerusakan pelepasan butir, retak rambut, retak
buaya, retak pinggir, retak refleksi, alur, lubang dan pengausan. Dari jenis
kerusakan yang terjadi alternatif penangan yang di terapkan adalah Program
Pemeliharaan Rutin. Dengan metode penanganan Perbaikan P2 (Pelaburan Aspal
Setempat) untuk kerusakan Pelepasan Butir, Retak Rambut, Retak Buaya, Retak
Pinggir dan Retak Refleksi sedangkan metode penanganan Perbaikan P5
(Penambalan Lubang) untuk kerusakan Lubang, Alur, dan Pengausan
Penelitian yang terkait dengan analisis penanganan kerusakan jalan
menggunakan metode Bina Marga juga dilakukan oleh Salsabilla, Sebayang dan
Imananto (2020) dalam penelitian yang berjudul Analisis Kerusakan Jalan
Menggunakan Metode Bina Marga dan Metode PCI pada ruas jalan joyo agung,

7
jalan joyo sari, jalan joyo utomo, jalan joyo tambaksari, Kecamatan Merjosari
Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan jalan,
persentase kerusakan jalan, serta jenis penangangan. Hasil penelitian menujukkan
terdapat 6 jenis kerusakan yaitu : Kekasaran Permukaan, Amblas, Tambalan,
Lubang, Retak Kulit Buaya, dan Retak Memanjang/ Melintang. Sesuai dengan
hasil analisis penentuan kondisi jalan dengan Metode PCI (Pavement condition
index), diperoleh tingkat kondisi kerusakan untuk Jl. Joyo Agung sebesar 41,72
(Sedang), Jl. Joyosari sebesar 40,50 (Sedang), Jl. Joyo Utomo sebesar 51,50
(Sedang), Jl. Joyo Tambaksari sebesar 62,00 (Sedang). Nilai urutan prioritas
berdasarkan Metode Bina Marga untuk Jl. Joyo Agung dan Jl. Joyo Utomo adalah
7, sedangkan Jl. Joyosari dan Jl. Joyo Tambaksari adalah 8 yang artinya kondisi
jalan tersebut masuk kedalam program penanganan pemeliharaan rutin

II.2 Pengertian Jalan


Definisi jalan menurut UU No. 38 Tahun 2004 adalah sarana transportasi
darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air,
serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan roli dan jalan kabel.
Jalan raya merupakan jalur-jalur diatas permukaan bumi yang sengaja dibuat oleh
manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan konstruksinya sehingga dapat
digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang-barang dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya dengan
cepat dan mudah (Sukirman, 1994).

II.3 Klasifikasi Jalan


Dalam UU No. 38 Tahun 2004, jalan terbagi dalam 4 (empat) klasifikasi,
yaitu: klasifikasi jalan menurut sistem, fungsi, status dan kelas. Penjelasan secara
terperinci dari masing-masing klasifikasi tersebut seperti dibawah ini.

8
II.3.1Klasifikasi Jalan Menurut Sistem
Klasifikasi jalan menurut sistemnya terbagi atas 2 (dua) jenis (UU No. 38
Tahun 2004):
1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.

II.3.2Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi


Klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi atas 4 (empat) jenis (UU No. 38
Tahun 2004):
1. Jalan Arteri, yaitu jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan, yaitu jalan yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

II.3.3Klasifikasi Jalan Menurut Status


Klasifikasi jalan menurut statusnya terbagi atas 5 (lima) jenis (UU No. 38
Tahun 2004):
1. Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan jalan antar ibukota dan jalan strategis
nasional, serta tol.

9
2. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

II.3.4Klasifikasi Jalan Menurut Kelas


Dalam UU No. 38 Tahun 2004, untuk pengaturan jalan dan kelancaran lalu
lintas dibagi dalam beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan
prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan
sedang, dan jalan kecil.

II.4 Perkerasan Lentur


Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar (Sukirman, 1999). Konstruksi
perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar
yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada di bawahnya, sehingga beban
yang diterima oleh tanah dasar kecil dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut:

10
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada
dari agregat itu sendiri.
Aspal yang baik memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Sukirman, 1999):
1. Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, faktor pelaksanaan dan
sebagainya.
2. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal
untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.
3. Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur.
4. Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Jadi,
selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang
besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.

II.5 Jenis-jenis Kerusakan Berdasarkan Metode Bina Marga


Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

II.5.1Retak (Cracking)
Retak pada lapisan permukaan perkerasan lentur jalan dapat dibedakan atas:
1. Retak Halus (hair cracking)
Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau
sama dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, bagian

11
perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat
meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan yang
lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas.
Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang
terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan
atau tepi perkerasan, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah
memotong sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.1 Retak halus (hair cracking)
2. Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan (edge joint crack)
Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,
umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat
disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di
bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu
atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan kendaraan berat di bahu jalan.

12
Sumber: Sumantri, 2015
Gambar 2.2 Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack)
3. Retak Kulit Buaya (alligator crack)
Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan
3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang
menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang
baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan
permukaan kurang stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air
tanah naik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika
daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh
repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan
permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air sehingga lama
kelamaan akan menimbulkan lubang- lubang akibat terlepasnya butir-butir dari
perkerasan tersebut.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011

13
Gambar 2.3 Retak kulit buaya (alligator crack)
4. Retak Pinggir (edge crack)
Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan
oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping atau dari daerah bahu jalan, sistem
drainase yang kurang baik, terjadinya penyusutan atau penggerusan tanah, atau
terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar-akar dari tanaman yang
tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini.
Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat menyebabkan semakin rusaknya
lapisan permukaan.

Sumber: Sumantri, 2015


Gambar 2.4 Retak pinggir (edge crack)
5. Retak Sambungan Jalan (lane joint cracks)
Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang yang terjadi
pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan
sambungan kedua lajur atau dapat disebabkan perbedaan waktu pengaspalan
antara bagian kiri dan kanan jalan sehingga tidak menyatu dengan baik.
6. Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening cracks)
Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks) adalah retak
memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan
perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah
bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara
sambungan tidak baik.

14
Sumber: Qadrianti, 2018
Gambar 2.5 Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)
7. Retak Refleksi (reflection crack)
Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang
menggambarkan pola retakan di bawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak
pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum overlay dilakukan.

Sumber: Qadrianti, 2018


Gambar 2.6 Retak refleksi (reflection cracks)
8. Retak Susut (shrinkage crack)
Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan membentuk
kotak-kotak besar dengan susut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume
pada lapisan pondasi dan tanah dasar.

15
Sumber: Qadrianti, 2018
Gambar 2.7 Retak susut (shrinkage cracks)
9. Retak Slip (slippage cracks)
Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti
bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh
adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak
diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antara kedua lapisan. Retak selip pun
dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan.

Sumber: Qadrianti, 2018


Gambar 2.8 Retak slip (slippage cracks)
II.5.2Distorsi (Distortion)
Distorsi adalah perubahan bentuk lapis perkerasan akibat lemahnya tanah
dasar, pemadatan yang kurang optimal pada lapis pondasi, sehingga terjadi

16
tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas, sebelum dilakukan perbaikan
ditentukan terlebih dahulu jenis distorsi apa yang terjadi sehingga distorsi dapat
diperbaiki dengan optimal. Distorsi pada lapisan perkerasan jalan dapat dibedakan
menjadi seperti berikut:
1. Alur (ruts)
Alur (ruts) yaitu kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur
dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan yang dapat mengurangi tingkat kenyamanan yang akhirnya akan timbul
retak retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat
dan akhirnya terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada
lintasan roda kendaraan.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.9 Alur (ruts)
2. Keriting (corrugation)
Keriting (corrugation) yaitu kerusakan yang timbul akibat rendahnya
stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak
menggunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat serta polos dan
berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi ketika lalu lintas
dibuka terlalu cepat sehingga lapis perkerasan belum sepenuhnya siap untuk
dilalui beban lalu lintas.

17
Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011
Gambar 2.10 Keriting (corrugation)
3. Sungkur (shoving)
Sungkur (shoving) yaitu deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan
seperti ini dapat terjadi dengan atau tanpa retakan. Penyebabnya sama seperti
kerusakan keriting.

Sumber: Qadrianti, 2018


Gambar 2.11 Sungkur (shoving)
4. Amblas (grade depressions)
Amblas (grade depressions) dapat terjadi dengan retak atau tanpa retak,
amblas terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Amblas terjadi akibat beban
kendaraan yang tidak sesuai dengan perencanaan, pelaksanaan yang kurang baik,
atau penurunan bagian perkerasan akibat tanah dasar dan lapisan pondasi
mengalami settlement.

18
Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011
Gambar 2.12 Amblas (grade depressions)
5. Jembul (upheaval)
Jembul (upheaval) terjadi setempat, dengan retak atau tanpa retak. Hal ini
terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.13 Amblas (grade depressions)

II.5.3Cacat Permukaan (Disintegration)


Cacat permukaan merupakan kehilangan kehilangan material perkerasan
secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke bawah. Yang termasuk cacat
permukaan antara lain sebagai berikut:
1. Lubang (potholes)
Lubang (potholes) mempunyai ukuran bervariasi dari kecil hingga besar.
Lubang ini menampung dan meresapkan air kedalam lapisan permukaan yang

19
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Lubang dapat disebabkan
karena campuran material lapis permukaan kurang baik dan tipis, sistem drainase
yang kurang bagus dan retak-retak yang tidak segera diperbaiki.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.14 Lubang (potholes)
2. Pelepasan Butir (raveling)
Pelepasan butir (raveling) dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan
memberikan lapisan tambahan diatas daerah yang mengalami pelepasan butir.

Sumber: Qadrianti, 2018


Gambar 2.15 Pelepasan butir (raveling)
3. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)
Pengelupasan (stripping) dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antar
lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.

20
Dapat diperbaiki dengan cara digerus, diratakan dan dipadatkan, selanjutnya
dilapisi dengan buras.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.16 Pengelupasan (stripping)
4. Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan
(polished aggregate) terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan
aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang digunakan berbentuk bulat dan
licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan ditutup latasir atau buras.

Sumber: Qadrianti, 2018


Gambar 2.17 Pengausan (polished aggregate)
5. Kegemukan (bleeding)
Pada temperature tinggi aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda.
Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang terlalu

21
tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime
coat dan tack coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1 (penebaran pasir) yaitu
dengan menaburkan agregat panas lalu dipadatkan.

Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011


Gambar 2.18 Kegemukan (bleeding)
6. Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas (utility cut depression)
Penurunan yang terjadi pada sepanjang bekas penanaman utilitas (utility cut
depression), hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat
diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

II.6 Metode-Metode Untuk Mengevaluasi Kerusakan Jalan


Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan-
kerusakan permukaan jalan di Indonesia adalah metode yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga yang disebut dengan Metode Bina Marga.

II.6.1Metode Bina Marga


Metode Bina Marga merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengevaluasi kerusakan jalan. Hasil akhir dari metode ini berupa urutan prioritas
dan bentuk pemeliharaan yang dibutuhkan sesuai analisis yang dilakukan
(Agusmaniza dan Fadilla, 2019). Penggunaan Metode Bina Marga terdiri dari 3
(tiga) tahapan, yaitu penentuan kelas lalu lintas harian rata-rata (LHR), penilaian
kondisi jalan, dan perhitungan urutan prioritas. Penjelasan dari masing-masing
tahapan tersebut seperti dibawah ini.
1. Penentuan Kelas LHR

22
Penentuan LHR mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
tahun 1997, nilai LHR diperoleh dengan cara jumlah kendaraan dalam satuan
mobil penumpang (smp) dibagi dengan lamanya waktu survei (jam) seperti pada
persamaan 2.1 berikut ini.
Jumlah Kendaraan
LHR =
n (2.1)
.............................................................................
Keterangan:
Jumlah Kendaraan = jumlah lalu lintas selama survei (smp)
n = lamanya waktu survei (jam)
Satu satuan mobil penumpang (smp) diperoleh dengan cara satuan
kendaraan dikalikan dengan ekivalensi mobil penumpang (emp) berdasarkan jenis
kendaraan, yaitu kendaraan berat (heavy vehicle-HV), kendaraan ringan (light
vehicle-LV) dan motorcycle (MC) seperti disajikan pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Untuk kendaraan ringan (LV) emp selalu 1,0.
Tabel 2.1 Emp untuk jalan tak terbagi
emp
Arus lalu lintas MC
Tipe Jalan:
total dua arah Lebar jalur lalu
Jalan tak terbagi LV HV
(kend/jam) lintas Wc (m)
≤6 >6
Dua lajur tak
0 1,0 1,3 0,5 0,4
terbagi
≥ 1800 1,0 1,2 0,35 0,25
(2/2 UD)

Empat lajur tak


0 1,0 1,3 0,4
terbagi
≥ 3700 1,0 1,2 0,25
(4/2 UD)
Sumber: MKJI, 1997

Pengelompokan kelas lalu lintas berdasarkan LHR untuk penentuan bentuk


program pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan


Kelas Lalu Lintas LHR

23
0 < 20

1 20 - 50

2 50 - 200

3 200 - 500

4 500 - 2000

5 2000 - 5000

6 5000 - 20.000

7 20000 – 50.000

8 > 50.000
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

2. Penilaian Kondisi Jalan


Nilai kondisi jalan ditentukan dengan menjumlahkan nilai keseluruhan dari
setiap kondisi kerusakan yang didapatkan dari masing-masing jenis atau tipe
kerusakan. Penilaian dilakukan sesuai dengan pengelompokkan jenis kerusakan
yang terjadi seperti pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Penilaian kondisi jalan

Angka Nilai

26 - 29 9

22 - 25 8

19 - 21 7

16 - 18 6

13 - 15 5

10 - 12 4

7-9 3

4-6 2

24
0-3 1
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.4 Penentuan angka dari jumlah kerusakan

Luas Angka

D. > 30% 3

C. 10% – 30% 2

B. < 10% 1

A. 0 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.5 Penentuan angka dari tipe kerusakan retak-retak


Tipe Angka

E. Buaya 5
D. Acak 4
C. Melintang 3
B. Memanjang 1
A. Tidak Ada 1

Lebar Angka

D. > 2 mm 3
C. 1 - 2 mm 2
B. < 1 mm 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.6 Penentuan angka dari tipe kerusakan alur


Kedalaman Angka

E. > 20 mm 7
D. 11 - 20 mm 5

25
C. 6 - 10 mm 3
B. 0 – 5 mm 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.7 Penentuan angka dari tipe kerusakan tambalan dan lubang
Luas Angka

D. > 30% 3
C. 20% – 30% 2
B. 10% - 20% 1
A. < 10% 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.8 Penentuan angka dari tipe kerusakan kekasaran permukaan


Tipe Angka

E. Disintegration 4

D. Pelepasan Butir 3

C. Rough (hungry) 2

B. Fatty 1

A. Close Texture 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

Tabel 2.9 Penentuan angka dari tipe kerusakan amblas


Luas Angka

D. > 5/100 m 4

C. 2 – 5/100 m 2

B. 0 - 2/100 m 1

A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990

26
3. Perhitungan Urutan Prioritas
Urutan prioritas (UP) dihitung berdasarkan nilai-nilai kelas LHR dan
kondisi jalan, dimana angka 17 (tujuh belas) dikurang dengan hasil penjumlahan
kelas LHR dengan nilai kondisi jalan seperti pada persamaan 2.2 berikut ini.
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi
(2.2)
Jalan).............................................
Keterangan:
Kelas LHR = Kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan (lihat
Tabel 2.2)
Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan (lihat
Tabel 2.3)
Dalam petunjuk teknis Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan

Kota No. 018/T/BNKT/1990 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bina Marga,


nilai Urutan Prioritas (UP) yang didapatkan menentukan jenis program
pemeliharaan yang dapat dilakukan seperti berikut ini.
1. Urutan Prioritas 0 – 3, jalan-jalan yang terletak pada urutan prioritas ini
dimasukkan ke dalam program peningkatan. Peningkatan adalah penanganan
jalan guna memperbaiki pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural
dan atau geometriknya agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.
2. Urutan Prioritas 4 – 6, jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini
dimasukkan ke dalam program pemeliharaan berkala. Pemeliharaan berkala
adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada waktu-waktu tertentu
(tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan
struktural.
3. Urutan Prioritas 7 dan seterusnya, jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas
ini dimasukkan ke dalam program pemeliharaan rutin. Pemeliharaan rutin
adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang
sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding Quality), tanpa
meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang tahun.

27
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di ruas Jalan TPI Ketapang d Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung seperti Gambar 3.1.

Sumber: Google Earth, 2022


Gambar 3.19 Lokasi penelitian

III.2 Pengumpulan Data


Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu
data sekunder dan data primer.

III.2.1 Data Sekunder


Data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data geometrik
Jalan TPI Ketapang yang terdiri dari: tipe jalan, lebar jalur, lebar lajur, fungsi
jalan, dan status jalan. Data ini diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
III.2.2 Data Primer
Data primer diperoleh dengan metode observasi lapangan. Data-data yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Data jumlah kendaraan pada saat ini (eksisting) yang melintas pada Jalan
Lintas Timur pada hari kerja yaitu hari senin dan kamis serta hari libur yaitu
pada hari minggu dari jam 06.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB.
2. Data jenis dan dimensi kerusakan. Data jenis kerusakan didapatkan dengan
pengamatan visual, pengambilan data ini mengacu kepada Manual
Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga. Sedangkan dimensi kerusakan, terdiri dari panjang, lebar,
dan kedalaman kerusakan. Dimensi kerusakan ini dihitung untuk setiap jenis
kerusakan yang terjadi.

III.3 Tahapan Evaluasi Kerusakan dengan Metode Bina Marga


Evaluasi kerusakan dengan menggunakan Metode Bina Marga terdiri dari 3
(tiga) tahap seperti dibawah ini (TP3JK No. 018/T/BNKT/1990).
1. Penentuan kelas LHR. Nilai LHR diperoleh dari volume lalu lintas dikalikan
dengan nilai emp. Volume lalu lintas atau jumlah kendaraan yang melintas
pada penelitian ini diambil langsung dilapangan. Nilai emp untuk
mengkonversi satuan jumlah kendaraan ke satuan mobil penumpang (smp)
sesuai dengan jenis kendaraannya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk
mendapatkan nilai LHR, jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang
(smp) dibagi dengan lamanya waktu pengambilan data jumlah kendaraan
tersebut (n) seperti ditunjukkan pada persamaan 2.1. Dari data LHR tersebut
dapat ditentukan kelas lalu lintas seperti pada Tabel 2.2.
2. Penilaian kondisi jalan. Penilaian ini dimulai dengan membagi jalan yang akan
dievaluasi yaitu sepanjang 1 km menjadi 20 segmen, dimana setiap segmen
mempunyai panjang 50 meter dan diberi tanda menggunakan cat semprot.
Setiap segmen dilakukan penilaian kondisi kerusakan dengan mengukur
dimensi kerusakan yang terdiri dari panjang, lebar, dan kedalaman kerusakan.
Setelah mendapatkan dimensi kerusakan kemudian dianalisis sesuai dengan
jenis kerusakan seperti yang disajikan pada Tabel 2.4 sampai dengan Tabel 2.9
untuk mendapatkan angka kerusakan. Angka kerusakan setiap jenis kerusakan
dan seluruh segmen tersebut kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai
kondisi jalan menggunakan Tabel 2.3. Tahap penilaian kondisi jalan ini
dibutuhkan 5 orang untuk mengukur dimensi kerusakan serta mengukur setiap
segmen jalan dan dilakukan dari jam 09.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB
selama 5 hari dengan estimasi 4 segmen per hari.
3. Perhitungan urutan prioritas. Urutan prioritas (UP) dapat dihitung setelah
diperoleh nilai kelas LHR dan nilai kondisi jalan dengan menggunakan
persamaan 2.2. Setelah diketahui urutan prioritas jalan tersebut, dapat
ditentukan jenis program pemeliharaan yang dapat dilakukan.

III.4 Pengolahan Data


Data primer yang didapatkan dari survei di lapangan kemudian diolah
dengan menggunakan Microsoft Excel.

III.4.1 Pengolahan Data LHR


Data volume lalu lintas terbaru pada tahun 2021 yang diperoleh langsung
dari lapangan dikelompokkan berdasarkan jenis kendaraan, yaitu kendaraan berat
(heavy vehicle-HV), kendaraan ringan (light vehicle-LV) dan motorcycle (MC).
Data tersebut kemudian dikalikan dengan masing-masing nilai emp jenis
kendaraan tersebut dan hasil dari ketiga jenis kendaraan dijumlahkan sehingga
didapatkan jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang (smp). Jumlah
kendaraan dalam satuan mobil penumpang (smp) dibagi dengan lamanya waktu
pengambilan data volume lalu lintas dan didapatkan nilai LHR. Nilai LHR
kemudian digunakan untuk menentukan kelas lalu lintas 0 sampai dengan 8
seperti pada Tabel 2.2.

III.4.2 Pengolahan Data Kerusakan Jalan


Data kerusakan berupa dimensi kerusakan yang terdiri dari panjang, lebar,
dan kedalaman kerusakan yang didapatkan dari masing-masing segmen
dikelompokkan berdasarkan jenis kerusakan yang kemudian dilakukan penilaian
berupa angka sesuai cara penilaian masing-masing jenis kerusakan seperti pada
Tabel 2.4 sampai dengan Tabel 2.9. Angka dari setiap kerusakan diolah
menggunakan Microsoft Excel kemudian dijumlahkan, dari jumlah angka
kerusakan tersebut digunakan untuk menentukan nilai kondisi jalan pada Tabel
2.3 dengan rentang nilai 1 sampai dengan 9. Pengolahan data kerusakan jalan ini
mengacu pada Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota (TP3JK)
No. 018/T/BNKT/1990.

III.5 Analisis Data


Dari data sekunder yang terdiri dari data geometrik Jalan TPI Ketapang dan
data jumlah kendaraan dilakukan analisis untuk mendapatkan nilai lalu lintas
harian rata-rata (LHR) menggunakan persamaan 2.1. Nilai LHR tersebut
digunakan untuk menentukan kelas lalu lintas Jalan Lintas Timur sesuai dengan
Tabel 2.2. Nilai kelas jalan juga ditentukan menggunakan nilai LHR hasil
perhitungan dari data jumlah kendaraan dan lamanya waktu survei yang
didapatkan langsung dilapangan.
Dari data primer berupa data jenis dan dimensi kerusakan dianalisis untuk
memperoleh angka dari setiap jenis kerusakan, angka tersebut digunakan untuk
mendapatkan nilai kondisi jalan. Nilai kondisi jalan yang kemudian dilakukan
analisis menggunakan persamaan 2.2 sehingga mendapatkan Urutan Prioritas
(UP) untuk menentukan jenis program pemeliharaan yang dapat dilakukan pada
Jalan Lintas Timur seperti pada poin ketiga pada sub sub bab 2.6.1.

III.6 Diagram Alir Penelitian


Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut:
Mulai

Tinjauan Pustaka

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


Jenis dan Dimensi Geometrik Jalan
Kerusakan Lintas Timur
Volume Lalu lintas
Tahun 2021

Pengolahan Data Primer Pengolahan Data


Jenis Kerusakan Sekunder
Dimensi Kerusakan Geometrik Jalan Lintas
Volume Lalu lintas Timur
Tahun 2021

Penentuan Kelas LHR

Penilaian Kondisi Jalan

A
A

Analisis Data
Menentukan Urutan
Prioritas (UP)

Analisis Data
Menentukan Jenis
Program Pemeliharaan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Anda mungkin juga menyukai