Skripsi
Oleh :
David
1041611014
1
Primer dan menurut kelasnya masuk Jalan Kelas IIIA. Tipe Jalan Eksisting 2/2
UD ( 2 lajur, 2 arah tak terbagi) dengan lebar perkerasan 6 m.
Beban kendaraan yang berat serta volume kendaraan yang padat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada ruas jalan TPI Ketapang. Jenis kerusakan
yang menonjol terlihat pada ruas jalan ini yaitu …… seperti yang ditunjukkan
oleh gambar ..............
Analisa kerusakan jalan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode,
yaitu Metode PCI dan Metode Bina Marga. Metode PCI memiliki beberapa
kelemahan, seperti penilaian kerusakan secara visual dan tidak menentukan jenis
program untuk perbaikan kerusakan. Namun, kelemahan dari metode ini dapat
diatasi dengan menggunakan Metode Bina Marga (BM), karena Metode ini
memperhitungkan lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk menganalisis kerusakan
jalan yang terjadi. Nilai LHR digunakan untuk menentukan nilai urutan prioritas
(UP) dalam perbaikan kerusakan jalan.
Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk menganalisis kerusakan jalan
pada ruas Jalan TPI Ketapang dengan menggunakan Metode Bina Marga,
Kementerian Pekerjaan Umum. Pada Metode Bina Marga, kerusakan yang terjadi
dievaluasi berdasarkan setiap jenis kerusakan.
2
1. Penelitian ini mengevaluasi kondisi kerusakan ruas Jalan TPI Ketapang
menggunakan Metode Bina Marga.
2. Pencatatan kerusakan jalan yang terjadi dilakukan per 50 meter.
3. Metode survei kerusakan perkerasan jalan mengacu pada Direktorat Jenderal
Bina Marga tentang Survei Kondisi Jalan Untuk Pemeliharaan Rutin No. 001-
01/M/2011.
4. Penelitian ini tidak menganalisis metode perbaikan kerusakan jalan.
5. Penilaian kondisi perkerasan jalan mengacu pada Tata Cara Penyusunan
Program Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990.
3
Kerusakan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan TPI
Ketapang belum pernah dilakukan oleh mahasiswa lain di lingkungan
Universitas Bangka Belitung maupun mahasiswa dari perguruan tinggi lain,
kecuali ada beberapa bagian yang merupakan sumber informasi yang perlu
dicantumkan sebagaimana mestinya
I.7 Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, serta
sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Menyajikan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terkait evaluasi
kerusakan jalan dengan menggunakan Metode Bina Marga yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya serta teori-teori tentang evaluasi kerusakan jalan dengan
menggunakan Metode Bina Marga sebagai landasan untuk menganalisis dan
membahas permasalahan penelitian.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. Langkah-
langkah tersebut terdiri dari: pengambilan dan pengolahan data, serta metode
analisis data yang digunakan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menyajikan data-data hasil penelitian dan analisis data untuk menjawab
tujuan penelitian.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
Berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diberikan
untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Mlonggo KM 3+00 hingga KM 5+00. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui nilai persentase kerusakan jalan, nilai kondisi perkerasan jalan, serta
penyebab kerusakan jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kerusakan
yang terdapat pada ruas jalan Jepara-Mlonggo adalah Nilai Persentase masing-
masing jenis kerusakan ruas jalan Jepara-Mlonggo yaitu retakan longitudinal
(9,52%), celah (4,95%), bercak (0,09%), retak kulit buaya (4,56%), lubang
(2,77%), robek (3,03%), retakan tepi (0,95%), obesitas (0,18%), retakan blok
(0,00%), mengembang (0,14%). Pada saat dilakukan penelitian, kondisi jalan pada
ruas jalan Jepara-Mlonggo KM 3 + 000 sampai dengan KM 5 + 000 memiliki
nilai kondisi 7,75. Kemudian rata-rata volume lalu lintas harian pada ruas jalan
JeparaMlonggo adalah 10.917 kendaraan/jam dengan nilai SMP 5.878,6
SMP/jam. Hasil perhitungan urutan prioritas mendapatkan nilai 3,25, sehingga
sesuai dengan nilai prioritas pada metode Bina Marga 1990, ruas jalan tersebut
masuk dalam program perbaikan jalan
Prasetiawan dan Utami (2020) melakukan penelitian Analisa Tingkat
Kerusakan Jalan Dengan Metode Bina Marga dan Alternatif Penanganannya pada
ruas Jalan Pemenang-Bayan KM 57+000 hingga 58+000. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menjelaskan jenis kerusakan jalan, nilai kondisi jalan serta
tindakan penanganan. Hasil ppenelitian menunjukkan setiap segmen ruas jalan
Pemenang – Bayan KM 57+000 - 58+000 memiliki total volume kerusakan
sebesar 309,222 m² dengan jenis kerusakan pelepasan butir, retak rambut, retak
buaya, retak pinggir, retak refleksi, alur, lubang dan pengausan. Dari jenis
kerusakan yang terjadi alternatif penangan yang di terapkan adalah Program
Pemeliharaan Rutin. Dengan metode penanganan Perbaikan P2 (Pelaburan Aspal
Setempat) untuk kerusakan Pelepasan Butir, Retak Rambut, Retak Buaya, Retak
Pinggir dan Retak Refleksi sedangkan metode penanganan Perbaikan P5
(Penambalan Lubang) untuk kerusakan Lubang, Alur, dan Pengausan
Penelitian yang terkait dengan analisis penanganan kerusakan jalan
menggunakan metode Bina Marga juga dilakukan oleh Salsabilla, Sebayang dan
Imananto (2020) dalam penelitian yang berjudul Analisis Kerusakan Jalan
Menggunakan Metode Bina Marga dan Metode PCI pada ruas jalan joyo agung,
7
jalan joyo sari, jalan joyo utomo, jalan joyo tambaksari, Kecamatan Merjosari
Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan jalan,
persentase kerusakan jalan, serta jenis penangangan. Hasil penelitian menujukkan
terdapat 6 jenis kerusakan yaitu : Kekasaran Permukaan, Amblas, Tambalan,
Lubang, Retak Kulit Buaya, dan Retak Memanjang/ Melintang. Sesuai dengan
hasil analisis penentuan kondisi jalan dengan Metode PCI (Pavement condition
index), diperoleh tingkat kondisi kerusakan untuk Jl. Joyo Agung sebesar 41,72
(Sedang), Jl. Joyosari sebesar 40,50 (Sedang), Jl. Joyo Utomo sebesar 51,50
(Sedang), Jl. Joyo Tambaksari sebesar 62,00 (Sedang). Nilai urutan prioritas
berdasarkan Metode Bina Marga untuk Jl. Joyo Agung dan Jl. Joyo Utomo adalah
7, sedangkan Jl. Joyosari dan Jl. Joyo Tambaksari adalah 8 yang artinya kondisi
jalan tersebut masuk kedalam program penanganan pemeliharaan rutin
8
II.3.1Klasifikasi Jalan Menurut Sistem
Klasifikasi jalan menurut sistemnya terbagi atas 2 (dua) jenis (UU No. 38
Tahun 2004):
1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
9
2. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
10
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada
dari agregat itu sendiri.
Aspal yang baik memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Sukirman, 1999):
1. Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, faktor pelaksanaan dan
sebagainya.
2. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal
untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.
3. Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur.
4. Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Jadi,
selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang
besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
II.5.1Retak (Cracking)
Retak pada lapisan permukaan perkerasan lentur jalan dapat dibedakan atas:
1. Retak Halus (hair cracking)
Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau
sama dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, bagian
11
perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat
meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan yang
lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas.
Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang
terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan
atau tepi perkerasan, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah
memotong sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
12
Sumber: Sumantri, 2015
Gambar 2.2 Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack)
3. Retak Kulit Buaya (alligator crack)
Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan
3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang
menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang
baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan
permukaan kurang stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air
tanah naik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika
daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh
repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan
permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air sehingga lama
kelamaan akan menimbulkan lubang- lubang akibat terlepasnya butir-butir dari
perkerasan tersebut.
13
Gambar 2.3 Retak kulit buaya (alligator crack)
4. Retak Pinggir (edge crack)
Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan
oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping atau dari daerah bahu jalan, sistem
drainase yang kurang baik, terjadinya penyusutan atau penggerusan tanah, atau
terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar-akar dari tanaman yang
tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini.
Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat menyebabkan semakin rusaknya
lapisan permukaan.
14
Sumber: Qadrianti, 2018
Gambar 2.5 Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)
7. Retak Refleksi (reflection crack)
Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang
menggambarkan pola retakan di bawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak
pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum overlay dilakukan.
15
Sumber: Qadrianti, 2018
Gambar 2.7 Retak susut (shrinkage cracks)
9. Retak Slip (slippage cracks)
Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti
bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh
adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak
diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antara kedua lapisan. Retak selip pun
dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan.
16
tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas, sebelum dilakukan perbaikan
ditentukan terlebih dahulu jenis distorsi apa yang terjadi sehingga distorsi dapat
diperbaiki dengan optimal. Distorsi pada lapisan perkerasan jalan dapat dibedakan
menjadi seperti berikut:
1. Alur (ruts)
Alur (ruts) yaitu kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur
dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan yang dapat mengurangi tingkat kenyamanan yang akhirnya akan timbul
retak retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat
dan akhirnya terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada
lintasan roda kendaraan.
17
Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011
Gambar 2.10 Keriting (corrugation)
3. Sungkur (shoving)
Sungkur (shoving) yaitu deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan
seperti ini dapat terjadi dengan atau tanpa retakan. Penyebabnya sama seperti
kerusakan keriting.
18
Sumber: MSKJPR No. 001-01/M/BM/2011
Gambar 2.12 Amblas (grade depressions)
5. Jembul (upheaval)
Jembul (upheaval) terjadi setempat, dengan retak atau tanpa retak. Hal ini
terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif.
19
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Lubang dapat disebabkan
karena campuran material lapis permukaan kurang baik dan tipis, sistem drainase
yang kurang bagus dan retak-retak yang tidak segera diperbaiki.
20
Dapat diperbaiki dengan cara digerus, diratakan dan dipadatkan, selanjutnya
dilapisi dengan buras.
21
tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime
coat dan tack coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1 (penebaran pasir) yaitu
dengan menaburkan agregat panas lalu dipadatkan.
22
Penentuan LHR mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
tahun 1997, nilai LHR diperoleh dengan cara jumlah kendaraan dalam satuan
mobil penumpang (smp) dibagi dengan lamanya waktu survei (jam) seperti pada
persamaan 2.1 berikut ini.
Jumlah Kendaraan
LHR =
n (2.1)
.............................................................................
Keterangan:
Jumlah Kendaraan = jumlah lalu lintas selama survei (smp)
n = lamanya waktu survei (jam)
Satu satuan mobil penumpang (smp) diperoleh dengan cara satuan
kendaraan dikalikan dengan ekivalensi mobil penumpang (emp) berdasarkan jenis
kendaraan, yaitu kendaraan berat (heavy vehicle-HV), kendaraan ringan (light
vehicle-LV) dan motorcycle (MC) seperti disajikan pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Untuk kendaraan ringan (LV) emp selalu 1,0.
Tabel 2.1 Emp untuk jalan tak terbagi
emp
Arus lalu lintas MC
Tipe Jalan:
total dua arah Lebar jalur lalu
Jalan tak terbagi LV HV
(kend/jam) lintas Wc (m)
≤6 >6
Dua lajur tak
0 1,0 1,3 0,5 0,4
terbagi
≥ 1800 1,0 1,2 0,35 0,25
(2/2 UD)
23
0 < 20
1 20 - 50
2 50 - 200
3 200 - 500
4 500 - 2000
5 2000 - 5000
6 5000 - 20.000
7 20000 – 50.000
8 > 50.000
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
Angka Nilai
26 - 29 9
22 - 25 8
19 - 21 7
16 - 18 6
13 - 15 5
10 - 12 4
7-9 3
4-6 2
24
0-3 1
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
Luas Angka
D. > 30% 3
C. 10% – 30% 2
B. < 10% 1
A. 0 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
E. Buaya 5
D. Acak 4
C. Melintang 3
B. Memanjang 1
A. Tidak Ada 1
Lebar Angka
D. > 2 mm 3
C. 1 - 2 mm 2
B. < 1 mm 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
E. > 20 mm 7
D. 11 - 20 mm 5
25
C. 6 - 10 mm 3
B. 0 – 5 mm 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
Tabel 2.7 Penentuan angka dari tipe kerusakan tambalan dan lubang
Luas Angka
D. > 30% 3
C. 20% – 30% 2
B. 10% - 20% 1
A. < 10% 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
E. Disintegration 4
D. Pelepasan Butir 3
C. Rough (hungry) 2
B. Fatty 1
A. Close Texture 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
D. > 5/100 m 4
C. 2 – 5/100 m 2
B. 0 - 2/100 m 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: TP3JK No. 018/T/BNKT/1990
26
3. Perhitungan Urutan Prioritas
Urutan prioritas (UP) dihitung berdasarkan nilai-nilai kelas LHR dan
kondisi jalan, dimana angka 17 (tujuh belas) dikurang dengan hasil penjumlahan
kelas LHR dengan nilai kondisi jalan seperti pada persamaan 2.2 berikut ini.
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi
(2.2)
Jalan).............................................
Keterangan:
Kelas LHR = Kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan (lihat
Tabel 2.2)
Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan (lihat
Tabel 2.3)
Dalam petunjuk teknis Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan
27
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
A
A
Analisis Data
Menentukan Urutan
Prioritas (UP)
Analisis Data
Menentukan Jenis
Program Pemeliharaan
Selesai