Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Analisa Kerusakan Jalan Mengunakan Metode PCI


(Studi Kasus Jalan Raya Bakalan Ds.Bakalan Kec. Kapas
Kab.Bojonegoro)

Dilakukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan


Pendidikan Program Sarjana (S1) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil
Universitas Bojonegoro

Disusun Oleh :
ACHMAD NUR SYAMSUDIN
NIM. 16.22201.1.078

FAKULTAS TEKNIK PRODI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS BOJONEGORO
BOJONEGORO
2021
UNIVERSITASBOJONEGORO (UNIGORO)
FAKULTAS TEKNIK
Terakreditasi
Program S.1. SK. BAN-PT : Tgl.3 April 2018, No. 925/SK /BAN-PT/Akred/S/IV/2018

Kantor Pusat : Kampus Jl. Lettu Suyitno No. 2 Telp. (0353) 881984 PO. BOX. 114
BOJONEGORO

LEMBAR PENGESAHAN

Analisa Kerusakan Jalan Mengunakan Metode PCI studi kasus


(Jalan Raya Bakalan Ds.Bakalan Kec. Kapas Kab.Bojonegoro

Oleh :

ACHMAD NUR SYAMSUDIN


NIM. 16.22201.1.078

Telah disetujui dan disahkan di Bojonegoro Tanggal …….,........................2021

Tim Penguji

1. Ketua ……………………………

2. Sekretaris ……………………………

3. Anggota ……………………………

Mengetahui
Ketua Program Studi Teknik Sipil

HERTA NOVIANTO, ST,SH.M.Si


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Untuk masa

sekarang dan masa yang akan datang, pada era industrialisasi, perdagangan serta angkutan

umum, angkutan barang dan jasa, harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, salah

satunya adalah dengan adanya prasarana hubungan darat yaitu jalan raya. Tingginya

frekuensi kendaraan yang lewat di atas permukaan jalan yang ada. menyebabkan turunnya

tingkat pelayanan jalan. Karena pada umumnya jalan jalan dalam kota jarang dilewati

kendaraan berat, maka penurunan tingkat pelayanan dapat berupa kerusakan pada permukaan

jalan. Adanya retak-retak (Crack), pengelupasan (Ravelling) dan lubang-lubang (Potholes)

pada permukaan jalan merupakan bukti bahwa jalan mengalami penurunan tingkat pelayanan

atau jalan dalam kondisi rusak.

Kerusakan-kerusakan kecil yang tidak segera diantisipasi penanganannya menyebabkan

kerusakan yang terjadi semakin parah, pengaruhnya semakin luas serta mengurangi kapasitas

jalan itu sendiri. Dari sekian banyak ruas jalan poros kecamatan di kabupaten Bojonegoro

Jawa Timur, khususnya jalan salah satunya adalah ruas jalanRaya Bakalan Kecamatan Kapas

Kab. Bojonegoro, terdapat kerusakan yang cukup banyak seperti retak buaya, lubang, retak

memanjang, tambalan ataupun retak samping jalan. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya

kendaraan barang dan angkutan bermuatan berat yang melalui ruas jalan Raya Bakalan yang

menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapis permukaan jalan. Ternyata ini memberikan

pengaruh dan dampak yang merugikan bagi kemampuan pelayanan struktur jalan. Dari hasil

pemantauan di lapangan terlihat adanya beban lalu lintas yang melebihi kapasitas dari yang

1
ACHMAD NUR SYAMSUDIN 16.222.01.1.078
direncanakan. Bahkan kemungkinan dengan adanya kondisi arus lalu lintas sekarang ini,

struktur perkerasan jalan akan lebih cepat rusak. Untuk menentukan apakah pada waktu dekat

atau di masa yang akan datang, jalan masih dalam kondisi baik, maka kondisi permukaan,

kemampuan struktur dan geometri perlu dievaluasi. Jika pertimbangannya dibuat untuk

menentukan atau memilih perbaikan yang dibutuhkan, maka perbaikan yang paling ekonomis

dapat dirancang dan dilaksanakan.

1.2 RumusanMasalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah :

1. Apa jenis kerusakan lapis perkerasan yang terjadi pada ruas jalan raya bakalan.
2. Bagaimana penanganan kerusakan ruas jalan raya bakalan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan raya bakalan sepanjang 1,8

km.

2. Mengetahui Performance permukaan jalan mengunakan metode PCI yang

dikembangkan oleh U.S. Army Corp of Engineer (Shahin et al., 1976-1984)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :


1. Sebagai pertimbangan instansi yang terkait dalam penanganan jalan khususnya

direktorat jendral bina marga departemen pekerjaan umum.

2. Sebagai literatur dalam kegiatan akademik khususnya dalam bidang Teknik Sipil

agar dapat menambah wawasan tentang penilaian perkerasan jalan.

1.5 Batasan Masalah

Agar tidak menimpang dari tujuan penulisan tugas akhir nantinya, maka dilakukan

beberapa batasan masalah sebagai berikut :

3. Ruas jalan yang di teliti adalah ruas jalan raya bakalan sepanjang 1,8 km.

4. Mengevaluasi jenis kerusakan pada perkerasan lentur yang selama ini terjadi pada

ruas jalan raya bakalan hanya sebatas pada kerusakan yang terjadi pada permukaan

perkerasan atau fungsional jalan.

5. Metode penelitian menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI).

1.6 KeaslianPenelitian

Beberapa penelitian mengenai penilaian kondisi jalan telah dilaksanakan, namun

sepengetahuan penulis untuk lokasi ruas jalan Raya Bakalan belum pernah ada yang

melakukan kajian sehingga bisa di jamin keaslianny


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Kinerja perkerasan adalah respon perkerasan akibat beban lalu lintas, umur, lingkungan serta

kekuatan dan mutu perkerasan sendiri dimana suatu perkerasan akan mengalami kerusakan

sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut

oleh karena itu baik atau buruknya kinerja suatu perkerasan baik secara struktural maupun

fungsional secara fisik akan ditunjukan oleh cepat atau lambatnya awal terjadinya serta

perkembangan sebagai jenis kerusakan pada perkerasan.

2.2 PenilaianKondisiPerkerasan

Survei kondisi permukaan jalan dilakukan secara visual dengan cara melihat sepanjang jalan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survei adalah sebagai berikut:

1. Kekasaran Permukaan (Surface Texture)

2. Lubang-lubang (Pot Holes)

3. Tambalan(Patching)

4. Retak-retak (Cracking)

5. Alur (Ruting)

6. Amblas (Depression)
Urutan Prioritas 0 – 3

Jalan-jalan yang terletak pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program

peningkatan.

Urutan Prioritas 4 – 6

Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan

Berkala.

Urutan Prioritas 7

Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan

Rutin.

2.3 Pavement Condition Index (PCI)

Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI (Pavement Condition Index) adalah tingkatan dari

kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari kondisi permukaan perkerasan

dan ukuran yang ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan di

permukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya

berkisar diantara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak,

dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI ini didasarkan dari hasil survei

kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan ukurannya diidentifikasikan

saat survei kondisi tersebut. PCI dikembangkan untuk memberikan indeks dari integritas

struktur perkerasan dan kondisi operasional permukaannya. Informasi kerusakan yang

diperoleh sebagai bagian dari survei kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab

kerusakan, dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim. Dalam metoda PCI,

tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu : tipe

kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, jumlah atau kerapatan kerusakan


2.3.1 Rumus Menentukan Pavement Condition Index (PCI)

Setelah selesai melakukan survei, data yang diperoleh kemudian dihitung luas dan

persentase kerusakannya sesuai dengan tingkat dan jenis kerusakannya. Langkah

berikutnya adalah menghitung nilai PCI untuk tiap-tiap sampel unit dari ruas-ruas

jalan, berikut ini akan disajikan cara penentuan nilai PCI :

a. Mencari Presentase Kerusakan (Density)

Density adalah presentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit yang ditinjau,

density diperoleh dengan cara membagi luas kerusakan dengan luas sampel unit.

Rumus mencari nilai density:

Density = Ad/As x 100 % Atau

Density = Ld/As x 100 % Dimana:

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)

Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)

As = Luas total unit segmen (m2)

b. Menentukan Deduct Value

Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing-masing jenis kerusakan

diplotkan ke grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk mencari nilai

deduct value.

c. Menjumlah Nilai Total Deduct Value

Total Deduct Value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau

dijumlah sehingga diperoleh Total Deduct Value (TDV)


d. Mencari Nilai q

Syarat untuk menentukan nilai q ditentukan oleh jumlah nilai deduct value

individual yang lebih besar dari 5 pada setiap segmen ruas jalan yang diteliti.

e. Mencari Nilai CDV

Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai

deduct value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada gambar

grafik CDV yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini sesuai dengan nilai

q yang diperoleh.

Gambar 2.1 Grafik CDV


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

f. Menentukan Nilai PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

PCI = 100 – CDV


Setelah nilai PCI diketahui, selanjutnya dapat ditentukan rating dari sampel unit yang ditinjau

dengan mengeplotkan grafik. Sedang untuk menghitung nilai PCI secara keseluruhan dalam

satu ruas jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


PCI
PCI :
N

Dimana:

 PCI = Nilai Total PCI dalam satu Ruas Jalan

N = Jumlah segmen dalam satu Ruas Jalan

2.3.2 Jenis-Jenis kerusakan Permukaan jalan

Menurut Shanin (1994). M.Y, PCI (Pavement Condition Index) adalah petunjuk

penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19

kerusakan, yaitu sebagai berikut:

1. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari

bidang persegi banyak (polygon) kecil menyerupaik kulit buaya, dengan lebar celah

lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban

lalu lintas yang berulang-ulang.

Kemungkinan penyebab :

a. Bahan perkerasan atau kualitas material yang kurang baik sehingga menyebabkan

perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).

b. Pelapukan aspal.
c. Penggunaan aspal kurang.

d. Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan.

e. Lapisan bawah kurang stabil.

Level :

L = Retak memanjang dengan bentuk garis tipis yang tidak saling berhubungan.

M = Pengembangan lebih lajut dari retak dengan kualitas ringan.

H = Retakan-retakan akan saling berhubungan membentuk pecahan- pecahan.

Gambar 2.2 Deduct value Retak Kulit Buaya


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.3 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
2. Kegemukan (Bleeding)

Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal pada suatu tempat tertentu

di permukaan jalan. Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan

terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika

pada kondisi temperatur permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau

pada lalu lintas yang berat, akn terlihat jejak bekas ‘bunga ban’ kendaraan yang

melewatinya. Hal ini juga akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena

jalan akan menjadi licin.

Kemungkinan penyebab utama :

a. Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan.

b. Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai.

c. Akibat dari keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami

kelebihan aspal Level :

L = Aspal meleleh dengan tingkat lelehan rendah dengan indikasi tidak

lengket pada sepatu.

M=Lelehan semakin meluas dengan indikasi aspal menempel disepatu.

H=Lelehan semakin meluas dan mengkhawatirkan.


Gambar 2.4 Deduct Value Kegemukan
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.5 Kegemukan (Bleeding)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)

Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan jalan.

Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan

pola retakan perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm x

200 mm.

Kemungkinan penyebab :

a. Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan di bawahnya.

b. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar ebelum

pekerjaan lapisan tambahan (overlay) dilakukan.

c. Perbedaan penurunan dari timbunan atau pemotongan badan jalan dengan struktur

perkerasan.

d. Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar.

Adanya akar pohon atau utilitas lainnya di bawah lapis perkerasan. Level:
L = Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar.
M = Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut.
H = Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak dengan celah besar.
Gambar 2.6 Deduct value Retak Kotak-Kotak
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.7 Retak Kotak-kotak (Block Cracking)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

4. Cekungan (Bumb and Sags)


Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu
disebabkan perkerasan tidak stabil. Bendul juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :

a. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC.

b. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).

5. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai retakan yang ditambah

dengan beban lalu lintas (kadang-kadang disebut tenda).


Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan

membentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada area yang lebih luas dengan

banyaknya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan biasa disebut

gelombang.

Level :

L = Cekungan dengan lembah yang kecil.

M = Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak.

H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah

yang agak lebar.

Gambar 2.8 Deduct Value Cekungan


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994
Gambar 2.9 Cekungan (Bumb and Sags)
Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

6. Keriting (Corrugation)

Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples.bentuk kerusakan ini

berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yang arahnya

melintang jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement. Kerusakan ini

umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman

kendaraan.

Kemungkinan penyebab :

a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah.

b. Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti digunakannya agregat

yang berbentuk bulat licin.

c. Terlalu banyak menggunakan agregat halus.

d. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.

e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang

menggunakan aspal cair).

Level :

L = Lembah dan bukit gelombang yang kecil.

M = Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dalam.


H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah

yang agak lebar.

Gambar 2.10 Deduct Value Keriting


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.11 Keriting (Corrugation)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

7. Amblas (depression)

Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya permukaan lapisan

permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu (setempat) dengan atau tnpa

retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung

atau meresapkan air.


Kemungkinan penyebab :

a. Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian bawah

perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.

b. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar.

c. Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.

Level :

L = Kedalaman 0,5-1 inch (13-25 mm).

M = Kedalaman 1-2 inch (25-50 mm).

H = Kedalaman >2 inch (>50 mm).

Gambar 2.12 Amblas (Depression)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

Gambar 2.13 Deduct Value Amblas


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

8. Retak Samping Jalan (Edge Cracking)

Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga biasanya

berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6 m) dari pinggir perkerasan. Ini biasa
disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas

maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantara area retak

pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang lunak dan

kadangkadang pondasi yang bergeser.

Kemungkinan penyebab :

a. Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).

b. Drainase kurang baik.

c. Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan.

d. Konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan.

Level :

L = Retak yang tidak disertai perenggangan perkerasan.

M = Retak yang beberapa mempunyai celah yang agak lebar.

H = Retak dengan lepas perkerasan samping.

Gambar 2.14 Deduct Value Retak Samping Jalan


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994
Sambar 2.15 Retak Samping Jalan (Edge Cracking)
Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

9. Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)

Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah dihamparkan di

atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay)

aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berbeda di

bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal atau

membentuk blok. Kemungkinan penyebab :

a. Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang timbul

akibat ekspansi dan konstraksi saat terjadi perubahan temperatur atau kadar air.

b. Gerakan tanah pondasi.

c. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.

Level :

L = Retak dengan lebar 10 mm.

M = Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm.

H = Retak dengan lebar >76 mm.


Gambar 2.16 Deduct Value Retak Sambung
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.17 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

10. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)

Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara permukaan

perkerasan dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu

lebih renadah terhadap permukaan perkerasan.

Kemungkinan penyebab :

a. Lebar perkerasan yang kurang.

b. Material bahu yang mengalami erosi atau penggerusan.

c. Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan pembentukan

bahu.
Level :

L = Turun sampai 1 – 2 inch (25 mm – 50 mm).

M = Turun sampai 2 – 4 inch (50 mm – 102 mm).

H = Turun sampai >4 inch (>102 inch).

Gambar 2.18 Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.19 Pinggiran Jalan Turun Vertikal


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

11. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking)

Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya yaitu,

retak memanjang dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang

terdiri dari beberapa celah.

Kemungkinan penyebab :
a. Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan di bawahnya.

b. Lemahnya sambungan perkerasan.

c. Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume akibat

pemuaian lempung pada tanah dasar.

d. Sokongan atau material bahu samping kurang baik.

Level :

L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm).

M = Lebar retak 3/8 – 3 inch (10 mm – 76 mm).

H = Lebar retak >3 inch (76 mm).

Gambar 2.20 Deduct Value Retak Memanjang/Melintang


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.21 Retak Memanjang/Melintang


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
12. Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)

Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk

mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru untuk

memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan

diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan

sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang

rusak pada badan jalan tersebut.

Kemungkinan penyebab :

a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.

b. Penggalian pemasangan saluaran atau pipa.

Level :

L = Luas 10 sqr ft (0,9 m2).

M = Luas 15 sqr ft (1,35 m2).

H = Luas 25 sqr ft (2,32 m2).

Gambar 2.22 Deduct Value Tambalan


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994
Gambar 2.23 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

13. Pengausan Agregat (Polised Agregat)

Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulangulang dimana

agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada

tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna. Pada pengurangan

kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan butiran dimana

pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan dibawah

aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana

pada nomor skid resistence test adalah rendah.

Kemungkinan penyebab :

a. Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.

b. Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan hasil dari

mesin pemecah batu).

Level :

L = Agregat masih menunjukan kekuatan.


M = Agregat sedikit mempunyai kekuatan.

H = Pengausan tanpa menunjukan kekuatan.

Gambar 2.24 Deduct Value Pengausan Agregat


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.25 Pengausan Agregat (Polised Agregat)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

14. Lubang (Pothole)

Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan

air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di

daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).

Kemungkinan penyebab :

a. Kadar aspal rendah. Pelapukan aspal.


b. Penggunaan agregat kotor atau tidak baik.

c. Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.

d. Sistem drainase jelek.

e. Merupakan kelanjutan daari kerusakan lain seperti retak dan pelepasan butir.

Level :

L = Kedalaman 0,5 – 1 inci (12,5 mm – 25,4 mm)

M = Kedalaman 1 – 2 inci (25,4 mm – 50,8 mm)

H = Kedalaman >2 inci (>50,8 mm)

Gambar 2.26 Deduct Value Lubang


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.27 Lubang (Pothole)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
15. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)

Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah

penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan

karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan

dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi antara rel dan perkerasan.

Kemungkinan penyebab :

a. Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara permukaan

perkerasan dengan permukaan rel.

b. Pelaksanaan pekerjaan atau pemasangan rel yang buruk.

Level :

L = Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm).

M = Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm).

H = Kedalaman >1 inch (>25 mm).

Gambar 2.28 Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
Gambar 2.29 Deduct Value Rusak Perpotongan Rel
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

16. Alur (Rutting)

Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah

longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan

roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur. Kemungkinan penyebab :

a. Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu

lintas.

b. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.

c. Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehingga

terjadi deformasi plastis.

Level :

L = Kedalaman alur rata-rata 1⁄4 - 1⁄2 in. (6 – 13 mm)

M = Kedalaman alur rata-rata 1⁄2 - 1 in. (13 – 25,5 mm)

H = Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)


Gambar 2.30 Deduct Value Alur
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.31 Alur (Rutting)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

17. Sungkur (Shoving)

Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang

disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong berlawanan

dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan.

Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat

ketika menerima beban dari kendaraan.

Kemungkinan penyebab :

a. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.

b. Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai.

c. Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan.


d. Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.

e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.

Level :

L = Sungkur hanya pada satu tempat.

M = Sungkur pada beberapa tempat.

H = Sungkur sudah hampir seluruh permukaan pada area tertentu.

Gambar 2.32 Deduct Value Sungkur


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.33 Sungkur (Shoving)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983

18. Patah Slip (Slippage Cracking)

Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah bulan yang

disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan

perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran

lapisan perkerasan yang rendah dan jelek.


Kemungkinan penyebab : Lapisan perekat kurang merata.

a. Penggunaan lapis perekat kurang.

b. Penggunaan agregat halus terlalu banyak.

c. Lapis permukaan kurang padat.

Level :

L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm).

M = Lebar retak 3/8 – 1,5 inch (10 mm – 38 mm).

H = Lebar retak >1,5 inch (>38 mm).

Gambar 2.34 Deduct Value Patah Slip


Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.36 Patah Slip (Slippage Cracking)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
19. Mengembang Jembul (Swell)

Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang lapisan

perkerasan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira panjangnya 10 kaki

(10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan dan

biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas.

Level :

L = Perkerasan mengembang yang tidak selalu dapat terlihat oleh mata.

M = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang kecil.

H = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang besar.

Gambar 2.36 Deduct Value Mengembang Jembul S


umber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.37 Mengembang Jembul (Swell)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
20. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar

pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan

salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda

kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan oleh

tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan perkerasan dan

tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan

bakar.

Kemungkinan penyebab :

a. pelapukan material pengikat atau agregat.

b. Pemadatan yang kurang.

c. Penggunaan material yang kotor.

d. Penggunaan aspal yang kurang memadai.

e. Suhu pemadatan kurang.

Level :

L = Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat.

M = Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas.

H = Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat lepas dengan

membentuk lubang-lubang kecil.


Gambar 2.38 Deduct Value Pelepasan Butir
Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Gambar 2.39 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)


Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tinjauan Umum

Penilaian kerusakan secara detail dibutuhkan sebagai bagian dari perencanaan

dan perancangan proyek rehabilitasi. Penilaian kerusakan perkerasan adalah

kompilasi dari berbagai tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, lokasi, dan

luas penyebarannya. Perhatian harus diberikan terhadap konsisten dari personil

penilai kerusakan, baik secara individual maupun kelompok-kelompok yang

melakukan penilaian.Pekerjaan penilaian kerusakan dilakukan untuk

mengidentifikasi dan mencatat kerusakan permukaan perkerasan, dengan tanpa

memperhatikan faktor-faktor lain yang terkait dengan kondisi perkerasan.

Informasi ini digunakan ketika melakukan penilaian tebal efektif dari perkerasan

yang telah ada dalam satu prosedur dan juga untuk melakukan estimasi kebutuhan

biaya perbaikan kerusakan.

Dalam melakukan penilaian kerusakan, seluruh bagian perkerasan yang

direncanakan akan diperbaiki perlu di nilai secara detail yaitu dengan

mengumpulkan seluruh informasi yang dibutuhkan. Dari sini, korelasi-korelasi

dapat dilakukan dalam rangka untuk mengetahui hubungan antara kemungkinan

sebab-sebab kerusakan dan pengaruhnya. Kerusakan perkerasan seperti yang

terlihat dipermukaan dapat atau tidak dapat menunjukkan ancaman kegagalan

perkerasan. Karena itu, penting untuk meyakinkan penyebab dari ketidakberaturan

permukaan perkerasan.
3.2 Bagan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat

dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode dengan cara deskriptif

analisis berdasarkan metode Pavement Condotion Index (PCI). Diskriptif berarti

survei yang memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat sekarang,

keadaan kerusakan perkerasan jalan yang diteliti, sedangkan analisis berati data

yang dikumpulkan dan disusun, kemudian dianalisis dengan mengunaka prinsip-

prinsip analisis Metode Pavement Condotion Index (PCI).

Shahin(1994)/Hardiytamo, H.C, (2007).

3.4 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan

dan pengolahan data. Tahap ini dilakukan dengan penyusunan rencana sehingga

diperoleh efisiensi serta efektifitas waktu dan pekerjaan. Tahap ini juga dilakukan

pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam mengidentifikasi

dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Tahap persiapan ini meliputi :

1. Studi pustaka terhadap materi untuk proses evaluasi dan perencanaan.

2. Mendata instansi dan institusi yang dapat dijadikan sumber data.

3. Menentukan kebutuhan data, yaitu pengambilan data di lapangan dengan

penempatan surveyor di lokasi yang ditinjau.

4. Studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data - data dari lapangan atau ruas

yang akan dijadikan bahan penelitian dan keterangan dari buku-buku yang

berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan - masukan

dari dosen pembimbing. Data-data yang digunakan untuk menentukan tingkat


kerusakan jalan yaitu berupa data panjang, lebar, luasan, serta kedalaman tiap jenis

kerusakan yang terjadi.

3.5 LokasiSurvei

Lokasi survei ini mengambil ruas jalan yang ada di wilayah Kecamatan Kapas,

yaitu pada ruas jalan poros kecamatan jalan raya bakalan, kapas, kab.bojonegoro

sepanjang 1800m.

Gambar 3.2 Lokasi Survei Jalan Raya Bakalan Kec.Kapas Kab.Bojonegoro

Sumber : https://maps.apple.com/?ll=-7.159885,111.928047&q=Marked

Location&_ext=EiQpkOe43LijHMAxFEETHmX7W0A5kOe43LijHMBBFEETH

mX7W0A=
3.6 Alat dan Bahan Survei

3.6.1 Alat Survei

Adapun peralatan dan hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam survei ini meliputi :

1. Alat tulis, digunakan untuk menulis berupa ballpoint, pena, pensil dan lain-lain.

2. Roll meter, digunakan mengukur lebar kerusakan dan lebar penampang jalan.

3. Kamera, di gunakan untuk dokumentasi selama penelitian.

4. Cat semprot atau White Board, digunakan untuk menandai jarak per kerusakan.

5. Motor, menggunakan motor karena berguna untuk mengukur jarak.

3.6.2 Bahan atau Data Survei

Tahap pengumpulan data merupakan langkah awal setelah tahap

persiapan dalam proses pelaksanaan evaluasi dan perencanaan yang sangat penting,

karena dari sini dapat ditentukan permasalahan dan rangkaian penentuan alternatif

pemecahan masalah yang diambil. Data yang dibutuhkan antara lain :

1. Data Sekunder

Yang dimaksud data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dari instasi terkait

yang berupa peta lokasi penelitian, geometrik jalan, dan data himpunan

perhitungan lalu lintas.

2. Data Primer

Yang dimaksud data primer adalah data yang tidak mengalami perubahan selama

pelaksanaan survei, data yang dimaksud adalah data geometri jalan. Data geometri

jalan diperoleh dengan cara pengukuran di lapangan,pengukuran yang dilakukan

oleh peneliti meliputi.


3.7 Analisis Data

Analisis perhitungan sesuai rumusan masalah, diuraikan dalam sub-Bab berikut.

1. Penilaian Kondisi Jalan

Sesuai Metode Pavement Condition Index (PCI)

a. Penentuan jenis kerusakan

b. Pegukuran kuantitas jenis kerusakan

c. Menentukan tingkat kerusakan jalan yaitu biasa (low), sedang (medium), parah

(high)

d. Menentukan kadar kerusakan (density)

e. Menentukan nilai pengurang (deduct value), sesuai pembacaan kurva DV.

f. Menentukan total deduct value (TDV)

g. Menentukan corrected deduct value (CDV), sesuai pembacaan grafik hubungan

TDV dan CDV.

h. Menentukan nilai PCI

i. Menentukan nilai PCI keseluruhan

3.8 Alur Penelitian

3.8.1 Survei Lapangan

Survei jalan dilakukan untuk mengetahui kondisi kerusakan jalan dengan

mengunkan metode Pavement Condition Index (PCI). Kegiatan yang dilakukan pada

survei adalah :

1. Menentukan ruas jalan yang akan ditinjau .


2. Menentukan panjang jalan.

3. Mengukur setiap jenis kerusakan jalan.

4. Menentukan solusi perbaikan untuk setiap perkerasan ruas jalan. Formulir

Survei Kerusakan Jalan dengan mengunakan tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Formulir Survei Pavement Condition Index (PCI)

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994


3.8.2 Tinjauan Kerusakan

Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan diambil dari setiap unit yang telah

dipilih pada lokasi ruas jalan yang mengalami kerusakan. Tiap kerusakan memiliki

cara pengukuran yang berbeda. Cara pengukuran kerusakan jalan menurut Shahin

(1994) sebagai berikut :

a. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)

Retak kulit buaya diukur dengan cara mengukur luas permukaan dalam satuan

meter persegi (m2). Kesulitan utama dalam mengukur jenis kerusakan ini yaitu jika

terdapat dua atau tiga tingkat kerusakan dalam satu unit. Jika kerusakan tersebut

mudah dibedakan satu sama lain, maka harus diukur dan dicatat secara terpisah.

Namun, jika tingkat kerusakan yang berbeda sulit dibedakan, maka seluruh

kerusakan harus dinilai pada tingkat kerusakan tertinggi. Jika retak buaya dan alur

terjadi di daerah yang sama, masing- masing dicatat secara terpisah di masing-

masing tingkatannya.

b. Kegemukan (Bleeding)

Cacat permukaan ini diukur dengan cara mengukur luas permukaan dalam satuan

meter persegi (m2).

c. Retak Blok (Block Cracking)

Retak Blok diukur dengan cara mengukur luas permukaan dalam satuan meter

persegi (m2). Setiap bagian perkerasan yang memiliki tingkat kerusakan yang jelas

berbeda harus diukur dan dicatat secara terpisah.

d. Keriting (Corrugation)

Keriting diukur dalam meter persegi (m2). Perbedaan ketinggian rata-rata antara
tinggi dan kedalaman lipatan menunjukkan tingkat keparahan. Untuk menentukan

perbedaan ketinggian rata-rata, alat ukur harus ditempatkan tegak lurus terhadap

lipatannya sehingga kedalaman bisa diukur dalam satuan inci (mm). Kedalaman

rata-rata dihitung dari pengukuran tersebut.

e. Amblas (Depression)

Amblas diukur dalam meter persegi (m2) dari permukaan unit. Kedalaman

maksimum amblas menentukan tingkat kerusakan. Kedalaman ini dapatdiukur

dengan menempatkan alat ukur sejajar di daerah amblas dan di ukur

kedalamannya.

f. Cacat Tepi Perkerasan (Edge Cracking)

Cacat permukaan ini diukur dengan cara mengukur luas permukaan dalam satuan

meter persegi (m2).

g. Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)

Diukur dalam meter panjang (m), panjang dan tingkat kerusakan retak masing-

masing harus diidentifikasi dan dicatat. Jika retak memiliki tingkat kerusakan yang

berbeda dalam satu unit, maka setiap bagian harus dicatat secara terpisah.

h. Retak Memanjang dan Melintang (Longitudinal & Transfersal Cracks) Retak

memanjang dan melintang diukur di dalam meter panjang (m). Panjang dan tingkat

kerusakan masing-masing retak harus diidentifikasi dan dicatat. Jika setiap bagian

retak memiliki tingkat kerusakan berbeda harus dicatat secara terpisah.

i. Tambalan (Patching and Utility Cut Patching)

Tambalan diukur dalam satuan meter persegi (m2) dari permukaan unit yang
mengalami kerusakan. Namun, jika luas unityangmengalami kerusakan memiliki

tingkat kerusakan yang berbeda, bidang-bidang ini harus diukur dan dicatat secara

terpisah.

j. Agregat Licin (Polished Aggregate)

Diukur dalam satuan meter persegi (m2) dengan cara mengukur luas permukaan

unit yang mengalami kerusakan.

k. Lobang (Potholes)

Diukur dalam meter persegi (m2) dari permukaan unit. Kedalaman maksimum

lobang menentukan tingkat kerusakan. Kedalaman ini dapat diukur dengan

menempatkan alat ukur sejajar di daerah lobang dan di ukur kedalamannya.

l. Alur(Rutting)

Alur diukur dalam satuan meter persegi (m2), dan tingkatan kerusakannya

ditentukan oleh kedalaman alur tersebut. Untuk menentukan kedalaman, alat ukur

harus diletakkan di alur dan diukur kedalaman maksimumnya.

m. Sungkur (Shoving)

Sungkur diukur dalam meter persegi (m2) dengan cara mengukur luas permukaan

pada unit yang mengalami sungkur.

3.8.3 Analisi Data

a. Density (Kadar Kerusakan)

Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan

terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter panjang. Nilai density

suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya.


b. Menghitung Deduct Value (Nilai Pengurangan)

Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh

dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Grafik Deduct value juga

dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap - tiap jenis kerusakan yang dapat

dilihat pada landasan teori.

c. Menghitung Total Deduct Value (TDV)

Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct value untuk

tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

d. Menentukan Nilai q Syarat untuk menentukan nilai q ditentukan oleh jumlah nilai

deduct value individual yang lebih besar dari 5 pada setiap segmen ruas jalan yang

diteliti.

e. Menghitung Corrected Deduct Value (CDV)

Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara Jumlah nilai

Deduct Value Yang lebih dari 5 dengan nilai CDV. dilanjutkan pemilihan

lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai individual Deduct Value yang

mempunyai nilai lebih besar dari 5.

f. Klasifikasi Kualitas Perkerasan dengan metode PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan menggunakan

rumus (3.3) Sedang untuk menghitung nilai PCI secara keseluruhan dalam satu

ruas jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus.

3.8.4 Analisa hasil keputusan


Dari nilai PCI masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis

perkerasan untuk unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna

(excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat

jelek (very poor), dan gagal (failed).

3.8.5 Menentukan Jenis Penanganan

Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan hasil dari perhitungan nilai

PCI, maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan

atau perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis

pemeliharaannya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina

marga sehingga didapatkan nilai kondisi jalan.

Anda mungkin juga menyukai