Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN REKAYASA JALAN RAYA 2

Laporan ini dibuat untuk memenuhi Tugas Presentasi pada


Mata Kuliah “Rekayasa Jalan Raya 2”

Disusun Oleh : Kelompok 5


1. Ayuni Patrisia (2020250055)
2. Muhammad Fathur Ramadhan (2020250034)
3. Wahyu Laga Saputra (2020250021)
4. A. Rafid Fatihuddin (2020250011)
5. Steven Septiadi (2020250048)
Mata Kuliah : Rekayasa Jalan Raya 2
Dosen Pengampuh : Khodijah Al Qubro, S.T., M.T

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia
serta kasih sayang Nya saya dapat menyelesaikan “Laporan Rekayasa Jalan Raya 2” ini
dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi
Muhammad SAW. tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Khodijah Al
Qubro,S.T.,M.T selaku dosen mata kuliah Rjr 2.

Dalam penulisan Laporan ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan
dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan


ilmupengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Palembang, Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………….…………....

KATA PENGANTAR………………………………………………………........i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..iii

1.1 Latar Belakang………………………………………………..........…….......


1.2 Rumusan Masalah…………………………..……………………….............
1.3 Maksud dan Tujuan………………………………..…………………..........

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………….……………................iv

2.1 Tinjauan Umum………………………………………………...……...........


2.2 Definisi Jalan………………………………………………...……...............
2.3 Jenis-jenis Kerusakan Perkersan Jalan…………………………….....….…
2.4 Survei Kondisi Jalan………………………………………………..........…
2.5 Faktor Penyebab Kerusakan……………………………………….........…
2.6 Pavement Condition Index (PCI) ………………………………….......……
BAB III METEODOLOGI……………………………..........………………..v

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….……..


3.2 Teknik Pengumpulan Data……………………………………….…….......
3.3 Alat Penelitian………………………………………………...……............
3.4 Langkah Pelaksanaan Survey……………………………………….….......
3.5 Analisis Hasil Survey………………………………………………...……..
3.6 Diagram Alir Penelitian………………………………………………...…..
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………..…..vi

BAB V PENUTUP…………………………………………………...………vii

3.1 Saran............................................................................................................

3.2 Kesimpulan..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….....…viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar
kegiatan hubungan ekonomi dan kegiatan sosial lainnya. Namun jika terjadi kerusakan
jalan akan berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan sosial lainnya
namun dapat terjadi kecelakaan bagi pemakai jalan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis kerusakan jalan, faktor penyebabnya serta solusi untuk mengatasi
kerusakan yang terjadi.
Ruas jalan Opi Raya merupakan jalan Kolektor yang mempunyai frekuensi lalu
lintas tinggi sehingga sangat rentan akan kerusakan. Hal ini terjadi karena semua jenis
kendaraan melewati jalan tersebut tanpa batasan, beban kendaraan yang berlebih,
genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang
kurang baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan (overloaded) yang menyebabkan
umur pakai jalan lebih pendek dari perencanaan. Agar selalu lancar, maka ruas jalan Opi
Raya sangat membutuhkan pemeliharaan dan perbaikan yang berkala. Perbaikan
dilakukan sesuai dengan hasil survey kerusakan. Salah satu penilaian jalan adalah
dengan menggunakan system PCI, dimana kerusakan ruas jalan akan diukur secara
manual dan dengan menggunakan standar yang akan dilakukan penilaian.
Jenis kerusakan yang mendominasi pada ruas jalan tersebut berupa lubang
(potholes) sebesar 23.5991 m2 atau 62.1%, dan retak kulit buaya sebesar 10.4541 m2
atau 27.5% dari total kerusakan yang terjadi sepanjang ruas jalan tersebut. Lubang
(potholes) dapat disebabkan oleh kadar aspal yang rendah, pelapukan aspal, dan suhu
campuran tidak memenuhi syarat. Retak kulit buaya dapat diresapi pula oleh air
sehingga jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan terjadinya lubang–lubang
kecil akibat terlepasnya butir-butir. Hal ini akan mengakibatkan sangat tidak nyamannya
pengendara menggunakan jalan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang ada di ruas jalan Opi Raya ?
2. Berapa nilai rata-rata pavement condition index (PCI) ruas jalan Opi Raya ?
3. Bagaimana solusi perbaikan untuk setiap perkerasan ruas jalan yang rusak ?

1.3 Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada permukaan perkerasan di ruas Opi
Raya menggunakan metode PCI.
2. Mengetahui bagaimana nilai tingkat kerusakan pada ruas jalan Opi Raya dengan
menggunakan metode PCI.
3. Menganalisis Volume kerusakan dan strategi penanganan kerusakan jalan tersebut
sesuai dengan jenis dan tingkat kerusakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang
yang berlebihan (overloaded), panas/suhu udara,air dan hujan,serta mutu awal
produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan
harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama
umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga
daya tahan /keawetan sampai umur rencana. (Suwardo & Sugiharto, 2004)
Penilaian tipe dan kondisi permukaan jalan yang ada merupakan aspek
yang paling penting dalam penentuan sebuah proyek, sebab karakteristik inilah
yang akan menentukan satuan nilai manfaat ekonomis yang ditimbulkan oleh
adanya perbaikan jalan.

2.2 Definisi Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). Jalan
raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu (Bina Marga
1997).
Klasifikasi jalan menurut fungsinya terdiri atas 4 golongan (UU No. 22 Tahun
2009) yaitu :
a. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan tinggi dan jumlah jalan masuk yang di
batasi secara efisien.
b. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.

2.3 Jenis-jenis Kerusakan Perkersan Jalan


Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI ( Pavement Contidion Index) adalah
tingkat dari kondisi permukaan perkerasan dan ukurannya yang ditinjau dari
fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan di permukaan
perkerasan yang terjadi (Hardiyatmo, 2005). Menurut Hardiyatmo (2005)
jenisjenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
 Deformasi berupa bergelombang, alur, amblas, sungkur, mengembang, benjol
dan turun.
 Retak berupa retak memanjang, retak melintang, retak diagonal, retak
diagonal, retak reflektif, retak blok, retak kulit buaya, dan retak bulan sabit.
 Kerusakan tekstur permukaan berupa pelepasan butiran, kegemukan,
pengausan agregat, penglupasan, dan stripping.
 Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan rel
 Kerusakan di pinggir perkerasan berupa retak pinggir dan penurunan bahu
jalan
Adapun jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan akibat
beberapa faktor kerusakan berdasarkan Manual Pemeliharaan Jalan Direktorat
Jenderal Bina Marga No. 03/MN/B/1983, kerusakan jalan dapat dibedakan
kedalam 19 (sembilan belas) jenis kerusakan. Adapun dari ke-19 (sembian belas)
kerusakan perkerasan tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)
Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon)
kecil Menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama
dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas
yang berulang-ulang. Adapun penyebab dari retak rulit buaya (alligator
cracking) yaitu:
a. Bahan perkerasan atau kualitas material yang kurang baik sehingga
menyebabkan perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).
b. Pelapukan aspal.
c. Penggunaan aspal yang kurang.
d. Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan.
e. Lapis pondasi bawah kurang stabil.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi kerusakan retak kulit buaya
(alligator cracking) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan, adapun
tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pada retak kulit buaya (alligator
cracking) dapat dilihat pada Table 2.1.
Tabel 2.1 Indentifkasi Tingkat kerusakan Retak Kulit Buaya (Alligator
Cracking)
Level Identifikasi
Kerusakan
Halus, retak yang membentuk garis halus memanjang sejajar satu
L dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain.
Retakan tidak mengalami gompal
Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola
M ataujaringan retakan yang diikuti gompal ringan.

Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan


H dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal dipinggir.
Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas.

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.1 Deduct value Retak Kulit Buaya


Sumber : ASTM internasional, 2007
Gambar 2.2 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

2. Kegemukan (Bleeding)
Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya lapisan tipis
aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi
temperatur permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalu
lintas yang berat, akn terlihat jejak bekas batik bunga ban kendaraan yang
melewatinya. Hal ini akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan
akan menjadi licin. Adapun penyebab dari kegemukan (bleeding) yaitu:
a. Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan.
b. Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai.
c. Akibat dari keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan
aspal.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi kegemukan (bleeding) guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi pada kegemukan (bleeding) dapat dilihat
pada Table 2.2.
Tabel 2.2 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Kegemukan
(Bleeding/Flushing)
Level Identifikasi Kerusakan

Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan nampak hanya


L beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau
roda kendaraan
Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau
M roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun.

Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat pada sepatu
H dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari
beberapa minggu dalam setahun.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.3 Deduct Value Kegemukan


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.4 Kegemukan (Bleeding)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)
Retak kotak-kotak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan jalan. Retak
ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan
pola retakan perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200
mm × 200 mm. Adapun penyebab dari retak kotak-kotak (block cracking)
yaitu:
a. Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan di bawahnya.
b. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar
sebelum pekerjaan lapisan tambahan (overlay) dilakukan.
c. Perbedaan penurunan dari timbunan atau pemotongan badan jalan dengan
struktur perkerasan.
d. Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar.
e. Adanya akar pohon atau utilitas lainnya di bawah lapis perkerasan.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak kotak-kotak (block
cracking) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi,
adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pada retak kotak-kotak
(block cracking) dapat dilihat pada Table 2.3.

Tabel 2.3 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Kotak-kotak (Block Cracking)

Level Identifikasi Kerusakan

L Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar

M Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut

H Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak dengan celah besar

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)


Gambar 2.5 Deduct value Retak Kotak-Kotak
Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.6 Retak Kotak-kotak (Block Cracking)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

4. Cekungan (Bumps and Sags)


Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu
disebabkan perkerasan tidak stabil. Adapun penyebab dari cekungan (bumps
and sags) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC.
b. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).
c. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai retakan yang
ditambah dengan beban lalu lintas (kadang-kadang disebut tenda).

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi cekungan (bumps and sags)
guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi pada cekungan (bumps and sags) dapat
dilihat pada Table 2.4.
Tabel 2.4 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Cekungan (Bumps and Sags)

Level Identifikasi Kerusakan

L Cekungan dengan lembah yang kecil.

M Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak.

Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan


H dan celah yang agak lebar

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.7 Deduct Value Cekungan


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.8 Cekungan (Bumb and Sags)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
5. Keriting (Corrugation)
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples.bentuk kerusakan
ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yang
arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement.
Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat
pengereman kendaraan. Adapun penyebab dari keriting (corrugation) juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah.
b. Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti digunakannya
agregat yang berbentuk bulat licin.
c. Terlalu banyak menggunakan agregat halus.
d. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.
e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang
menggunakan aspal cair).
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi keriting (corrugation)guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi keriting (corrugation) dapat dilihat pada
Table 2.5

Tabel 2.5 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Keriting (Corrugation)


Level Identifikasi Kerusakan

L Lembah dan bukit gelombang yang kecil.

M Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dalam

Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan


H retakan dan celah yang agak lebar.

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)


Gambar 2.9 Deduct Value Keriting
Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.10 Keriting (Corrugation)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

6. Amblas (Depression)
Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya permukaan
lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu (setempat) dengan
atau tanpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan
menampung atau meresapkan air. Adapun penyebab dari amblas (depression)
juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
a. Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian bawah
perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.
b. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar.
c. Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi amblas (depression) guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi amblas (depression) dapat dilihat pada
Table 2.6.

Tabel 2.6 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)


Level Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman maksimum ambles ½ - 1 in.(13 – 25
mm)
M Kedalaman maksimum ambles 1 – 2 in. (25 – 51mm)

H Kedalaman ambles > 2 in. (51 mm)


Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.11 Deduct Value Amblas


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.12 Amblas (Depression)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
7. Retak Pinggir (Edge Cracking)
Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga
biasanya berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6 m) dari pinggir perkerasan. Ini
biasa disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang memperlemah pondasi
atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantara
area retak pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang
lunak dan kadangkadang pondasi yang bergeser. Adapun penyebab dari retak
pinggir (edge cracking) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).
b. Drainase kurang baik.
c. Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan.
d. Konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak pinggir (edge cracking)
guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi retak pinggir (edge cracking) dapat dilihat
pada Table 2.7.

Tabel 2.7 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracking)


Level Identifikasi Kerusakan

L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran


lepas.
M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas

H Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan.


Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)
Gambar 2.13 Deduct Value Retak Samping Jalan
Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.14 Retak Samping Jalan (Edge Cracking)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

8. Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)


Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah dihamparkan
di atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan
(overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama
yang berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang,
diagonal atau membentuk blok. Adapun penyebab dari (joint reflection
cracking) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang
timbul akibat ekspansi dan konstraksi saat terjadi perubahan temperatur atau
kadar air.
b. Gerakan tanah pondasi.
c. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak sambung (joint reflection
cracking) menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun
tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi retak sambung (joint reflection
cracking) dapat dilihat pada Table 2.8.

Tabel 2.8 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Sambung (Joint Reflection


Cracking)
Level Identifikasi Kerusakan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
L 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in. (10 mm)
2. Retak terisi sembarang lebar ( pengisi kondisi bagus).
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
M 1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 - 76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in. (76 mm) dikelilingi
retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
H 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak,
kerusakan sedang atau tinggi.
2. Retak tak terisi lebih dari 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan,
pecah (retak berat menjadi pecahan)
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.15 Deduct Value Retak Sambung


Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 2.16 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

9. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)


Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara
permukaan perkerasan dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana
permukaan bahu lebih rendah terhadap permukaan perkerasan. Penyebab dari
pinggiran jalan turun vertikal (lane/shoulder drop off) juga dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
a. Lebar perkerasan yang kurang.
b. Material bahu yang mengalami erosi atau penggerusan.
c. Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan
pembentukan bahu.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pinggiran jalan turun vertikal
(lane/shoulder drop off) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pinggiran jalan
turun vertikal (lane/shoulder drop off) dapat dilihat pada Table 2.9

Tabel 2.9 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Pinggiran Jalan Turun Vertikal


(Lane/Shoulder Dropp Off)
Level Identifikasi Kerusakan
L Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan 1 – 2 in. (25
– 51 mm)
M Beda elevasi > 2 – 4 in. (51 – 102 mm).
H Beda elevasi > 4 in. (102 mm).
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007))
Gambar 2.17 Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal
Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.18 Pinggiran Jalan Turun Vertikal


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

10. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse Cracking)


Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya
yaitu, retak memanjang dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi
berjajar yang terdiri dari beberapa celah. Adapun penyebab dari retak
memanjang/melintang (longitudinal/trasverse cracking) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan di bawahnya.
b. Lemahnya sambungan perkerasan.
c. Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume
akibat pemuaian lempung pada tanah dasar.
d. Sokongan atau material bahu samping kurang baik.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak memanjang/melintang
(longitudinal/transverse cracking) guna menentukan level atau tingkatan
kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi
retak memanjang/melintang (longitudinal/trasverse cracking) dapat dilihat
pada Table 2.10.

Tabel 2.10 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Memanjang/Melintang


(Longitudinal/Trasverse Cracking)
Level Identifikasi Kerusakan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
L 1. Retak tak terisi, lebar 3/8 in. (10 mm), atau
2. Retak terisi sembarang lebar ( pengisi kondisi bagus).
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
M 1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10-76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in. (76 mm)
dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar dikelilingi retak agak acak.
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
H 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak,
kerusakan sedang sampai tinggi.
2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan,
pecah.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.19 Deduct Value Retak Memanjang/Melintang


Sumber : ASTM internasional, 2007
Gambar 2.20 Retak Memanjang/Melintang
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

11. Tambalan (Patching and Utility Cut Patching)


Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk
mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru untuk
memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan
diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari
perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa
keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut. Adapun faktor dari tambalan
(patching and utility cut patching) juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.
b. Penggalian pemasangan saluaran atau pipa.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi tambalan (patching and utility
cut patching) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi,
adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi tambalan (patching and
utility cut patching) dapat dilihat pada Table 2.11.
Tabel 2.11 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Jalan Berupa Tambalan (Patching
and Utility Cut Patching)
Level Identifikasi Kerusakan
L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan
kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.

M Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan kendaraan agak


terganggu.
H Tambalan sangat rusak dan/atau kenyamanan kendaraan sangat
terganggu.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007))

Gambar 2.21 Deduct Value Tambalan


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.22 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
12. Pengausan Agregat (Polished Aggregate)
Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulangulang
dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan
permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak
sempurna. Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah
pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat
dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin.
Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistence test
adalah rendah. Adapun penyebab dari pengausan agregat (polished
aggregate) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.
b. Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan
hasil dari mesin pemecah batu).
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pengausan agregat (polished
aggregate) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi,
adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pengausan agregat
(polished aggregate) dapat dilihat pada Table 2.12.

Tabel 2.12 Indentifikasi Tingkat Pengausan Agregat (polished aggregate)


Level Identifikasi Kerusakan

L Agregat masih menunjukan kekuatan

M Agregat sedikit mempunyai kekuatan.

H Pengausan tanpa menunjukan kekuatan

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)


Gambar 2.23 Deduct Value Pengausan Agregat
Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.24 Pengausan Agregat (Polised Agregat)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

13. Lubang (Potholes)


Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan
meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat
retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan
tergenang oleh air). Adapun penyebab dari lubang (potholes) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Kadar aspal rendah.
b. Pelapukan aspal.
c. Penggunaan agregat kotor atau tidak baik.
d. Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.
e. Sistem drainase jelek.
f. Merupakan kelanjutan daari kerusakan lain seperti retak dan pelepasan
butir.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi lubang (potholes) guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi lubang (potholes) dapat dilihat pada Table
2. 13.
Tabel 2.13 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Diameter rata-rata lubang
Kedalaman 4 – 8 in. 8 – 18 in.
18 – 30 in. (457
maksimum 5 (102 – (203 – 457
– 762 mm)
203 mm) mm)
½ - 1 in.
L L M
(12,7 – 25,4 mm)
>1 – 2 in.
(25,4 – 50,8 mm) L M H

>2 in.
M M H
(> 50,8 mm)
L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau di seluruh kedalaman
M : Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman
H : Penambalan di seluruh kedalaman
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.25 Deduct Value Lubang


Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 2.26 Lubang (Pothole)
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

14. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)


Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel
adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan
oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan
lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi
antara rel danperkerasan. Adapun faktor dari rusak perpotongan rel (railroad
crossing) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara permukaan
perkerasan dengan permukaan rel.
b. Pelaksanaan konstruksi pekerjaan atau pemasangan rel yang buruk.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi rusak perpotongan rel
(railroad crossing) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi rusak
perpotongan rel (railroad crossing) dapat dilihat pada Table 2.14.

Tabel 2.14 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Perpotongan Rel


(Railroad Crossing)
Level Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm).
M Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm).
H Kedalaman >1 inch (>25 mm).
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)
Gambar 2.27 Deduct Value Rusak Perpotongan Rel
Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.28 Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

15. Alur (Rutting)


Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah
longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada
lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur. Adapun penyebab
dari Alur (Rutting) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban
lalu lintas.
b. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.
c. Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah
sehingga terjadi deformasi plastis.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi alur (rutting) guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi alur (rutting) dapat dilihat pada Table
2.15.
Tabel 2.15 Indentifikasi Tingkat Kerusakan Alur (Rutting)
Level Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in. (6 – 13 mm)
M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in. (13 – 25,5 mm)

H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.29 Deduct Value Alur


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.30 Alur (Rutting)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
16. Sungkur (Shoving)
Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang
disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong
berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan
perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil
dan terangkat ketika menerima beban dari kendaraan. Adapun penyebab dari
sungkur (shoving) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.
b. Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai. Pemadatan yang kurang
pada saat pelaksanaan.
c. Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.
d. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi sungkur (shoving) guna


menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi sungkur (shoving) dapat dilihat pada
Table 2.16.

Tabel 2.16 Indentifikasi Sungkur (Shoving)


Level Identifikasi Kerusakan
L Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan
kendaraan
M Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan
kendaraan.
H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)
Gambar 2.31 Deduct Value Sungkur
Sumber : ASTM internasional,2007

\
Gambar 2.32 Sungkur (Shoving)
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

17. Patah Slip (Slippage Cracking)


Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah bulan yang
disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk
lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan
pencampuran lapisan perkerasan yang rendah dan jelek. Adapun penyebab
dari patah slip (slippage cracking) juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Lapisan perekat kurang merata.
b. Penggunaan lapis perekat kurang.
c. Penggunaan agregat halus terlalu banyak.
d. Lapis permukaan kurang padat

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi patah slip (slippage cracking))
guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi patah slip (slippage cracking) dapat
dilihat pada Table 2.17.

Tabel 2.17 Indentifikasi Tingkat Patah Slip (Slippage Cracking)


Level Identifikasi Kerusakan
L Retak rata-rata lebar < 3/8 in. (10 mm)
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
M 1. Retak rata-rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38 mm).
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-pecahan
terikat.
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
H 1. Retak rata-rata > ½ in. (>38 mm).
2. Area di sekitar retakan, pecah ke dalam pecahan-pecahan
mudah terbongkar.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.33 Deduct Value Patah Slip


Sumber : ASTM internasional,2007
\
\

Gambar 2.34 Patah Slip (Slippage Cracking)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

18. Mengembang Jembul (Swell)


Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang lapisan
perkerasan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira panjangnya 10 kaki
(10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan
dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul
keatas. Adapun penyebab dari mengembang jembul (swell) Menurut Hary
Christady Hardiyatmo (2005) yaitu :
a. Mengembangnya material lapisan di bawah perkerasan atau tanah dasar.
b. Tanah das perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umumnya, hal
ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang mudah mengembang
(lempung mentmorillonite) oleh kenaikan kadar air.
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi mengembang jembul (swell)
guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat
kerusakan berdasarkan indentifikasi mengembang jembul (swell) dapat dilihat
pada Table 2.18.
Tabel 2.18 Indentifikasi Tingkat Mengembang Jembul (Swell)
Level Identifikasi Kerusakan
L Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat,
tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat.
Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan
M Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang
kecil.
H Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang besar

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.35 Deduct Value Mengembang Jembul


Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.36 Mengembang Jembul (Swell)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
19. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)
Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau
tar pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan ini
menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya
dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat
disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan
perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena
tumpahan minyak bahan bakar. Adapun penyebab dari pelepasan butir
(weathering/raveling) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Pelapukan material pengikat atau agregat.
b. Pemadatan yang kurang.
c. Penggunaan material yang kotor.
d. Penggunaan aspal yang kurang memadai.
e. Suhu pemadatan kurang.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pelepasan butir


(weathering/raveling) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pelepasan butir
(weathering/raveling) dapat dilihat pada Table 2.19.

Tabel 3.19 Indentifikasi Tingkat Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)


Level Identifikasi Kerusakan
L Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat.

M Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas


H Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat lepas dengan
membentuk lubang-lubang kecil.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)
Gambar 2.37 Deduct Value Pelepasan Butir
Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.38 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)


Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

2.4 Survei Kondisi Jalan


Survei kondisi adalah survei yang dimaksudkan untuk menentukan kondisi
perkerasan pada waktu tertentu. Tipe survei semacam ini tidak mengevaluasi
kekuatan perkerasan. Survei kondisi bertujuan untuk menunjukan kondisi perkerasan
pada saat waktu dilakukan survei. Jadi, survei ini sifatnya kualitatif. Informasi yang
diperoleh akan digunakan untuk menetapkan: macam studi, penilaian prioritas dan
program pemeliharaan. Survei kondisi juga berguna untuk persiapan analisis
struktural secara detail, dan untuk rehabilitasi. Jika area-area secara baik
direferensikan dalam stasiun-stasiun, maka area yang membutuhkan pengumpulan
data yang lebih intensif dapat didefinisikan.
2.5 Faktor Penyebab Kerusakan
Menurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstruksi perkersasan jalan dapat
disebabkan oleh :
1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban,
2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase yang tidak berjalan
dengan baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas,
3. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan oleh sifat material itu
sendiri atau bias disebabkan oleh sistem pengolahan bahan itu sendiri,
4. Iklim di Indonesia yang tropis cenderung mengakibatkan suhu udara dan
curah hujan yang umumnya tinggi sehingga dapat menjadi salah satu
penyebeab kerusakan jalan yang ada di Indonesia ini,
5. Kondisi tanah yang tidak setabil, kemungkinan bisa disebabkan oleh sistem
pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah
dasarnya itu sendiri,
6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Dalam mengevaluasi keruskan jalan perlu di tentukan :
1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya,
2. Tingkat kerusakan (distress severity),
3. Jumlah kerusakan (distress amount).

2.6 Pavement Condition Index (PCI)


Metode survei dari PCI mengacu pada ASTM D6433 (Standard Practice for
Roads and Parking Lots Pavement Condition Surveys). Pavement Condition Index
(PCI) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat
dan luas kerusakan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha
pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 sampai 100 dengan kriteria
sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek
(poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed).
a. Tingkat kerusakan (Severity level)
Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiaptiap jenis kerusakan. Tingkat
kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low severity level
(L), medium severity level (M) dan high severity level (H). Untuk jenis
kerusakan pengausan (polished aggregate), tidak ada definisi derajat
kerusakan.
b. Density (kadar kerusakan)
Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis
kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi
atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga
berdasarkan tingkat kerusakannya. Rumus mencari nilai density :
Density = Ad/As x 100% atau
Density = Ld/As x 100% ………………. (pers.1)
Untuk jenis kerusakan lubang, density dihitung dengan rumus :
Density = n/As x 100% ………………....(Pers.2)
dengan :
Ad: luas total jenis kerusakan unntuk tiap tingkat kerusakan (m2 )
As: luas total unit segmen (m2 )
Ld: panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
N : jumlah lubang untuk tiap tingkat kerusakan

c. Deduct value (nilai pengurangan)


Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang
diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value
juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan.

d. Total deduct value (TDV)


Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap
jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

e. Nilai allowable maximum deduct value (m)


Sebelum ditentukan nilai TDV dan CDV nilai deduct value perlu di cek
apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan
selanjutnya atau tidak dengan melakukan perhitungan nilai alowable
maximum deduct value (m).
m= 1+ 9/98 (100 – HDVi) …………......(Pers. 3)
dengan :
m: nilai koreksi untuk deduct value
HDVi : nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit
f. Corrected deduct value (CDV)
Corrected deduct value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai
TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan
jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2
(dua) yang disebut juga dengan nilai (q). Menurut (Shahin, 1994) sebelum
ditentukan nilai CDV harus ditentukan terlebih dahulu nilai CDV maksimum
yang telah terkoreksi dapat diperoleh dari hasil pendekatan deduct value dari
yang terkecil nilainya dijadikan = 2 sehingga nilai q akan berkurang sampai
diperoleh nilai q= 1 setelah itu nilai deduct value di totalkan (TDV) kemudian
hubungkan TDV dengan nilai q.

Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui
dengan rumus :
PCI(s) = 100 – CDV ……………………(Pers 4)
dengan :
PCI(s) : nilai PCI untuk tiap unit
CDV: nilai CDV untuk tiap unit
Untuk Nilai PCI secara keseluruhan :

dengan :
PCI: nilai PCI perkerasan keseluruhan
PCI(s): nilai PCI untuk tiap unit
N : jumlah uni
Dari nilai PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis
perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna (excellent),
sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very
poor) dan gagal (failed).

Gambar 2.39 Ratting kondisi jalan berdasarkan


metode PCI
BAB III
METEODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada ruas Jalan Opi Raya Arah Jl. Guberbur H. Bastari
(Sta. 0.00 dimulai dari Selatan ke Sta. 100 arah utara) dan ruas Jalan Opi Raya Arah
Danau OPI (Sta.0.00 dimulai dari arah Utara ke Sta. 100 arah Selatan). Penulis
hanya mengambil sampel sepanjang 100 meter dari 2 jalur. Sedangkan waktu
penelitian ini dilakukan pada bulan 13 Desember 2022.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

3.2 Teknik Pengumpulan Data


a. Teknik Observasi Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan survei pendahuluan dan juga pengambilan data langsung ke lokasi di
antaranya survei visual tipe - tipe kerusakan jalan yang terjadi pada ruas Jalan
Opi Raya.
Data :
1. Jenis kerusakan jalan
2. Jumlah/luas kerusakan jalan
3. Tingkat kerusakan
4. Kondisi lingkungan
b. Teknik dokumentasi Teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara mengambil gambar dan foto kerusakan jalan.
3.3 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam teknik survei adalah sebagai berikut:
a) Alat Tulis
b) Formulir Penelitian
c) Roll meter

3.4 Langkah Pelaksanaan Survey


Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei visual dan dibagi menjadi dua tahap
yaitu :
1. Menentukan jumlah minimum sampel unit yang disurvei
2. Pelaksanaan survei lapangan
Survei dilakukan secara pengamatan visual terhadap kerusakan-kerusakan yang
terdapat pada perkerasan jalan. Hal-hal yang harus diamati dan dicatat dalam
formulir pada saat pengamatan adalah tipe kerusakan, tingkat kerusakan (berat,
sedang, ringan), kuantitas kerusakan (luas kerusakan).
Adapun langkah-langkah untuk pelaksanaan survei kerusakan adalah sebagai berikut :
a. Membagi tiap segmen menjadi beberapa unit sampel, pada penelitian ini unit
sampel dibagi setiap jarak 50 meter per 100 meter.
b. Mendokumentasikan tiap kerusakan yang ada.
c. Menentukan tingkat kerusakan (severity level).
d. Mengukur dimensi kerusakan pada tiap unit sampel.
e. Mencatat hasil pengukuran ke dalam form survei.

3.5 Analisis Hasil Survey


Analisis kondisi jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI)
a. Menghitung density (kadar kerusakan).
b. Menentukan nilai deduct value tiap jenis kerusakan.
c. Menghitung alowable maximum deduct value (m).
d. Menghitung nilai total deduct value (TDV).
e. Menentukan nilai corrected deduct value (CDV).
f. Menghitung nilai PCI (Pavement Condition Index)

3.6 Diagram Alir Penelitian


Penelitian dilaksanakan dengan prosedur yang sistematik dengan tahapan-tahapan
yang dapat terlihat pada Gambar 3.2.
mulai

Identifikasi Masalah

Pengumpulan
Data

Data Primer :
Dokumentasi Kerusakan Data Sekunder :
Dimensi Kerusakan Jurnal, SNI

Analisis data

Menghitung kadar kerusakan (density)

Menentukan deduct value

Menghitung nilai m

Menghitung nilai TDV

Menentukan nilai CDV

Menghitung PCI

Nilai kondisi
jalan

Kesimpulan

Selesai
BAB IV
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi Jalan Opi Raya Palembang yang lebih kurang 1,2
KM yaitu dimulai pada ruas Jalan Opi Raya Arah Jl. Guberbur H. Bastari (Sta. 0.00
dimulai dari Selatan ke Sta. 100 arah utara) dan ruas Jalan Opi Raya Arah Danau OPI
(Sta.0.00 dimulai dari arah Utara ke Sta. 100 arah Selatan).

A. Hasil survei
Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan dilakukan pada jalan Opi Raya Palembang
sepanjang 100 meter dihitung per 50 meter. Data yang diperoleh dimasukan kedalam
formulir yang tersedia. Survey dilaksanakan pada sisi kiri dan kanan badan jalan.

Data Lapangan
Kerusakan jalan Opi Raya 2 jalur per 50 meter dengan,
panjang = 50 m
lebar jalan = 5,4 m
median =1m
lebar bahu jalan = 2 m (dengan kondisi tanpa perkerasan)

Arah Jl. Guberbur H. Bastari Arah Danau OPI


STA Panjang Jalan Seksi Ukuran masing-masing Kerusakan Ukuran masing-masing Kerusakan
No. Jenis Kerusakan Jalan No. Jenis Kerusakan Jalan
h (cm) P (m) L (m) A (m2) h (cm) P (m) L (m) A (m2)
1. Lubang 0.51 1.18 0.83 0.9794 1. Lubang 1.61 4.78 0.68 3.2504
2. Lubang 0.44 1.01 2.76 2.7876 2. Lubang 0.72 2.53 1.29 3.2637
3. Lubang 0.18 0.42 0.39 0.1638 3. Lubang 0.14 0.38 0.23 0.0874
4. Lubang 0.26 0.67 0.41 0.2747 4. Retak Buaya 4.24 1.56 6.6144
0+000 - 0+050 50 1
5. Ambles 0.17 0.25 0.48 0.12 5. Lubang 0.39 0.82 0.6 0.492
6. Lubang 0.83 0.91 0.37 0.3367
7. Ambles 0.35 0.24 0.19 0.0456
8. Retak Buaya 1.48 0.93 1.3764
1. Lubang 0.24 1.85 1.12 2.072 1. Retak Buaya 2.07 1.19 2.4633
2. Lubang 0.58 2 0.69 1.38 2. Tambalan 1.2 0.6 0.72
3. Tampalan 1.45 1.3 1.885 3. Tambalan 0.75 0.4 0.3
4. Lubang 1.48 2.17 0.57 1.2369 4. Lubang 0.19 0.84 0.36 0.3024
5. Lubang 0.33 0.84 0.38 0.3192 5. Lubang 0.24 0.46 0.31 0.1426
0+050 - 0+100 50 2
6. Lubang 0.82 1.53 0.74 1.1322 6. Lubang 0.15 0.68 0.29 0.1972
7. Lubang 1.08 1.39 0.79 1.0981 7. Retak Slip 0.77 0.11 0.0847
8. Tampalan 0.96 0.52 0.4992
9. Ambles 0.28 0.62 0.43 0.2666
10. Lubang 0.91 3.46 1.18 4.0828
Berdasarkan hasil survey di lapangan, maka didapatkan data-data kerusakan sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Survey Jenis Kerusakan Jalan Opi Raya Palembang sepanjang 100 meter
Ukuran masing-masing Kerusakan
STA Kode Jenis Kerusakan Jalan Kelas Kerusakan
P (m) L (m) A (m2)
13 Potholes 1.18 0.83 0.9794 H
13 Potholes 1.01 2.76 2.7876 H
13 Potholes 0.42 0.39 0.1638 L
0+000 - 0+050 (SEG. 1)

13 Potholes 0.67 0.41 0.2747 M


6 Depression 0.25 0.48 0.12 L
13 Potholes 0.91 0.37 0.3367 M
6 Depression 0.24 0.19 0.0456 M
1 Alligator Cracking 1.48 0.93 1.3764 M
13 Potholes 4.78 0.68 3.2504 H
13 Potholes 2.53 1.29 3.2637 H
13 Potholes 0.38 0.23 0.0874 L
1 Alligator Cracking 4.24 1.56 6.6144 H
13 Potholes 0.82 0.6 0.492 H
13 Potholes 1.85 1.12 2.072 M
13 Potholes 2 0.69 1.38 H
11 Patching & Util. Cut Patching 1.45 1.3 1.885 M
13 Potholes 2.17 0.57 1.2369 H
13 Potholes 0.84 0.38 0.3192 M
0+000 - 0+100 (SEG.2)

13 Potholes 1.53 0.74 1.1322 H


13 Potholes 1.39 0.79 1.0981 H
11 Patching & Util. Cut Patching 0.96 0.52 0.4992 L
6 Depression 0.62 0.43 0.2666 M
13 Potholes 3.46 1.18 4.0828 H
1 Alligator Cracking 2.07 1.19 2.4633 H
11 Patching & Util. Cut Patching 1.2 0.6 0.72 H
11 Patching & Util. Cut Patching 0.75 0.4 0.3 L
13 Potholes 0.84 0.36 0.3024 L
13 Potholes 0.46 0.31 0.1426 L
13 Potholes 0.68 0.29 0.1972 L
17 Slippage Cracking 0.77 0.11 0.0847 H

Jenis kerusakan yang terjadi pada 50 meter segmen 1 adalah :


1. Kerusakan Lubang dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
Low = 0.2512 m2
Medium = 0.6114 m2
High = 10.7731 m2
2 Kerusakan Amblas, dengan total luas :
Low = 0.1656 m2
3. Retak Kulit Buaya dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
Medium = 1.3764 m2
High = 6.6144 m2
Jenis kerusakan yang terjadi pada 50 meter segmen 2 adalah :
1. Kerusakan Lubang dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
Low = 0.6422 m2
Medium = 2.3912 m2
High = 8.93 m2
2. Kerusakan Amblas dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
Medium = 0.2666 m2
3. Retak Kulit Buaya dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
High = 2.4633 m2
4. Tambalan dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
Low = 0.7992 m2
Medium = 1.885 m2
High = 0.72 m2
5. Retak Slip dengan tingkat kerusakan, dengan total luas :
High = 0.0847 m2
Tabel 2. Presentase perbandingan jenis-jenis kerusakan yang terjadi

No. Jenis Kerusakan Luas (m²) % Kerusakan


1. Lubang 23.5991 62.1
2. Ambles 0.4322 1.1
3. Tampalan 3.4042 9.0
4. Retak Buaya 10.4541 27.5
5. Retak Slip 0.0847 0.2
Total 37.9743 100

B. Menghitung Nilai PCI


Adapun langkah – langkah pengukuran setiap jenis kerusakannya adalah sebagai
berikut
a) Menghitung density (kadar kerusakan).
b) Menentukan nilai deduct value tiap jenis kerusakan.
c) Menghitung alowable maximum deduct value (m).
d) Menghitung nilai total deduct value (TDV).
e) Menentukan nilai corrected deduct value (CDV).
f) Menghitung nilai PCI (Pavement Condition Index)

0+000 - 0+050 (SEG. 1)


a. Pengukuran density (kadar kerusakan) setiap kerusakan
Mencari persentase kerusakan (density)
Density adalah persentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit
Density = l / Lu
Dimana :
Lu : luas sampel unit yang disurvei
l : luas kerusakan

50 meter segmen 1 :
Lu = p x l = 50 x 5,4 = 270 m2
D = l/lu
 D = 0,2512/270 = 0,00093
 D = 0,6114/270 = 0,00226
 D = 10,7731/270 = 0,0399
 D = 0,1656/270 = 0,0006
 D = 1,3764/270 = 0,0050
 D = 6,6144/270 = 0,0244

Tabel 3. Perhitungan Density Kerusakan

ASPHALT SURFACED ROADS AND PARKING LOTS SKETCH :


CONDITION SURVEY DATA SHEET
FOR SAMPLE UNIT
BRANCH SECTION 1 SAMPLE UNIT
SURVEYED BY Team 5 DATE 13 Desember 2022 SAMPLE AREA
1. Alligator Cracking 6. Depression 11. Patching & Util. Cut Patching 16. Shoving
2. Bleeding 7. Edge Cracking 12. Polished Aggregate 17. Slippage Cracking
3. Block Cracking 8. Jt. Reflection Cracking 13. Potholes 18. Swell
4. Bumps and Sags 9. Lane/Shoulder Drop Off 14. Railroad Crossing 19. Weathering
5. Corrugation 10. Long & Trans Cracking 15. Rutting
DISTRESS DENSITY DEDUCT
QUANTITY TOTAL
SEVERITY % VALUE
13H 0.9794 2.7876 3.2504 3.2637 0.492 10.7731 0.0399 38
13L 0.1638 0.0874 0.2512 0.00093 2
13M 0.2747 0.3367 0.6114 0.002264 6
6L 0.12 0.0456 0.1656 0.000613 5
1M 1.3764 1.3764 0.005098 7
1H 6.6144 6.6144 0.024498 11
b. Menentukan deduct value
Setiap jenis kerusakan diplotkan ke grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk
menentukan nilai deduct value.
a. 50 meter segmen 1 :

Garfik 1. Deduct value Potholes (Lubang)

Garfik 2. Deduct value Depression (Amblas)

Garfik 3. Deduct value Alligator Cracking (Kulit Buaya)


c) Menghitung alowable maximum deduct value (m).
Tabel 4. Perhitungan Deduct Value
Jenis Kerusakan Jalan Kelas Deduct Value
Potholes H 38
Potholes L 2
Potholes M 6
Depression L 5
Alligator Cracking M 7
Alligator Cracking H 11
Total : 69

DV1 = 38 Dv4 = 5
Dv2 = 2 Dv5 = 7
Dv3 = 6 Dv6 = 11

Mi = 1 + (9/98)*(100-HDVi)
Mi : nilai koreksi deduct value
HDVi : nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit
Mi = 1 + (9/98)*(100-HDVi)
= 1 + (9/98)*(100-38)
= 6.693878

Q1 = 5
Maka, HDVi = 38
Q2 = 4
Mi = 6.693878
Q3 = 3

Q4 = 2

Q5 = 1
d) Menghitung nilai total deduct value (TDV).
Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis
kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

Tabel.5 Perhitungan TDV dan CDV


# Deduct Value Total q CDV
38 11 7 6 5 2
1 38 11 7 6 5 2 69 5 33
2 38 11 7 6 2 2 66 4 36
3 38 11 7 2 2 2 62 3 39
4 38 11 2 2 2 2 57 2 42
5 38 2 2 2 2 2 48 1 48
CDV Maks : 48

e) Menentukan nilai corrected deduct value (CDV).


Mencari Corrected Deduct Value (CDV). Nilai Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh
dengan memasukan nilai DV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertikal pada nilai
TDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal.

Garfik 4. Corrected deduct value (CDV)

f) Menghitung nilai PCI (Pavement Condition Index)


PCI = 100 – CDV
= 100 – 48
= 52%
0+000 - 0+100 (SEG.2)
a. Pengukuran density (kadar kerusakan) setiap kerusakan
50 meter segmen 2 :
Lu = p x l = 50 x 5,4 = 270 m2
D = l/lu
 D = 0,6422/270 = 0,0023
 D = 2,3912/270 = 0,0088
 D = 8,93/270 = 0,0330
 D = 0,2666/270 = 0,0009
 D = 2,4633/270 = 0,0091
 D = 0,7992/270 = 0,0029
 D = 1,885/270 = 0,0069
 D = 0,72/270 = 0,0026
 D = 0,0847/270 = 0,0003

Tabel 6. Perhitungan Density Kerusakan


ASPHALT SURFACED ROADS AND PARKING LOTS SKETCH :
CONDITION SURVEY DATA SHEET
FOR SAMPLE UNIT
BRANCH SECTION 2 SAMPLE UNIT
SURVEYED BY Team 5 DATE 13 Desember 2022 SAMPLE AREA
1. Alligator Cracking 6. Depression 11. Patching & Util. Cut Patching 16. Shoving
2. Bleeding 7. Edge Cracking 12. Polished Aggregate 17. Slippage Cracking
3. Block Cracking 8. Jt. Reflection Cracking 13. Potholes 18. Swell
4. Bumps and Sags 9. Lane/Shoulder Drop Off 14. Railroad Crossing 19. Weathering
5. Corrugation 10. Long & Trans Cracking 15. Rutting
DISTRESS DENSITY DEDUCT
QUANTITY TOTAL
SEVERITY % VALUE
13M 2.072 0.3192 2.3912 0.008856 6
13H 1.38 1.2369 1.1322 1.0981 4.0828 8.93 0.033074 33
11M 1.885 1.885 0.006981 2
11L 0.4992 0.3 0.7992 0.00296 0
6M 0.2666 0.2666 0.000987 9
1H 2.4633 2.4633 0.009123 11
11H 0.72 0.72 0.002667 7
13L 0.3024 0.1426 0.1972 0.6422 0.002379 3
17H 0.0847 0.0847 0.000314 5
b. Menentukan deduct value

Garfik 5. Deduct value Potholes (Lubang)

Garfik 6. Deduct value Depression (Amblas)

Garfik 7. Deduct value Alligator Cracking (Kulit Buaya)


Garfik 8. Deduct value Slippage Cracking (retak slip)

Garfik 9. Deduct value Patching and Utillity Cut Patching


(Tambalan)

c. Menghitung alowable maximum deduct value (m).


Tabel 7. Perhitungan Deduct Value
DV1 = 6 Dv4 = 0 Dv7 = 7
Dv2 = 33 Dv5 = 9 Dv8 = 3
Dv3 = 2 Dv6 = 11 Dv9 =5

Mi = 1 + (9/98)*(100-HDVi)
Mi : nilai koreksi deduct value
HDVi : nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit
Mi = 1 + (9/98)*(100-HDVi)
= 1 + (9/98)*(100-33)
= 7,1530

Maka, HDVi = 33
Mi = 7,1530

d) Menghitung nilai total deduct value (TDV).


Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis
kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

Tabel.8 Perhitungan TDV dan CDV


# Deduct Value Total q CDV
33 11 9 7 6 5 3 2 0
33 11 9 7 6 5 3 2 0
33 11 9 7 6 5 3 2 0
33 11 9 7 6 5 3 2 0
1 33 11 9 7 6 2 2 2 0 72 5 36
2 33 11 9 7 2 2 2 2 0 68 4 38
3 33 11 9 2 2 2 2 2 0 63 3 40
4 33 11 2 2 2 2 2 2 0 56 2 42
5 33 2 2 2 2 2 2 2 0 47 1 47
CDV Maks : 47

e) Menentukan nilai corrected deduct value (CDV).


Mencari Corrected Deduct Value (CDV). Nilai Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh
dengan memasukan nilai DV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertikal pada nilai
TDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal.
Garfik 10. Corrected deduct value (CDV)

f) Menghitung nilai PCI (Pavement Condition Index)


PCI = 100 – CDV
= 100 – 47
= 53%

Segmen STA TDV CDV maks PCI Rating Kondisi


1 0+000 - 0+050 69 48 52 Fair
2 0+050 - 0+100 72 47 53 Fair
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
A. Berdasarkan survei kondisi jalan jenis kerusakan yang terjadi pada ruas Jalan Opi
Raya retak kulit buaya, lubang, retak slip, amblas dan tambalan. Jenis kerusakan yang
mendominasi pada ruas jalan tersebut berupa lubang (potholes) sebesar 23.5991 m2
atau 62.1%, dan retak kulit buaya sebesar 10.4541 m2 atau 27.5% dari total
kerusakan yang terjadi sepanjang ruas jalan tersebut.
B. Kemungkinan faktor-faktor penyebab secara umum disebabkan sistem drainase yang
tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan yang kurang baik, iklim, kondisi tanah
yang tidak stabil, perencanaan lapis perkerasan yang tipis, proses pelaksanaan
pekerjaan konstruksi perkerasan yang kurang sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam spesifikasi, yang saling terkait dan mempengaruhi.
C. Berdasarkan jenis kerusakan yang terjadi di lapangan maka tindakan perbaikan dapat
dilakukan dengan tindakan perbaikan per segmen.

5.2 Saran
1. Perlunya dilakukan penanganan kerusakan jalan untuk mengurangi tingkat kecelakaan
dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.
2. Jika kerusakan-kerusakan yang terjadi di lapangan akan dilakukan perbaikan,
hendaknya terlebih dahulu dilakukan observasi langsung di lapangan oleh pihak
terkait, agar perbaikan yang dilakukan sesuai dengan kondisi kerusakan yang terjadi,
sehingga perbaikan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.
3. Untuk mempertahankan kinerja perkerasan, diperlukan beberapa tindakan perbaikan
kerusakan, baik berupa pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap tahun maupun
pemeliharaan berkala yang biasanya dilakukan 2 atau 3 tahun sekali.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/acer/Downloads/142655-ID-analisa-faktor-penyebab-kerusakan-
jalan.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/638-1721-1-SM.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/JURNAL.pdf
file:///C:/Users/acer/Documents/semester%204/rjr/pedoman%20desain%20geome
trik%20jalan%202021.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/UNIKOM_CHANDRA%20TIO%20G%20P_BA
B%20I%20PENDAHULUAN.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/Penilaian_Kondisi_Jalan_dengan_Metode_Pci_P
avement.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/LAPORAN%20PENELITIAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai