Anda di halaman 1dari 123

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Tulungagung adalah salah satu Kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Tulungagung sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Kediri, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia,
sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Blitar, dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Trenggalek. Pusat pemerintahan Kabupaten Tulungagung
berada di Kecamatan Tulungagung. Tulungagung terkenal sebagai satu dari
berberapa daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia, dan terletak 154 km
barat daya Kota Surabaya, Ibu Kota Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah Kabupaten
Tulungagung adalah 1.055,65 km2 . Jumlah penduduk Kabupaten Tulungagung
1.098.557 jiwa (Sumber: BPS Kabupaten Tulungagung, 2019). Berdasarkan
klasifikasi sesuai UU Nomor 38 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah nomor 34
Tahun 2006 tentang jalan, maka jalan raya Campurdarat dikategorikan sebagai
jalan lokal primer, kecepatan paling rendah adalah 20 kilometer per jam dengan
ukuran lebar badan jalan 7 meter. Dan dikategorikan sebagai jalan kelas IIIA yang
dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.
Jalan raya Campurdarat adalah akses utama yang menghubungkan pusat kota
Tulungagung dengan kawasan wisata pantai dan beberapa kecamatan yang berada
di wilayah selatan, karena itu penulis melakukan penelitian mengenai kerusakan
jalan yang terdapat pada ruas jalan raya Campurdarat, sesuai pengamatan dan
pengambilan data penulis jalan ini memiliki volume lalu lintas yang sangat tinggi,
karena setiap hari dilalui kurang lebih 4,726 kendaraan per hari. Intensitas
pengguna jalan menggunakan kendaraan berat rata rata 265 kendaraan per hari,
yang akan mengakibatkan kerusakan yang terjadi di badan jalan akibat beban
kendaraan yang melewatinya. Dengan demikian maka ruas jalan tersebut harus
didukung oleh perkerasan yang baik.
Dalam menunjang perkembangan suatu daerah, banyak faktor-faktor yang
perlu dibenahi. Baik itu dari sarana maupun prasarana pendukung. Salah satu faktor
penunjang suatu perkembangan suatu daerah adalah keberadaan sistem transportasi
yang memadai dan dapat menunjang mobilisasi penduduk. Seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin maju dan disertai dengan pertumbuhan dari
tingkat perekonomian di suatu daerah yang semakin meningkat. Hal ini akan
menuntut adanya fasilitas transportasi yang memadai.

Kecamatan Campurdarat adalah salah satu daerah di Tulungagung yang


mayoritas penduduknya bekerja sebagai perajin dan pemilik usaha kerajinan batu
marmer. Sehingga menjadikan jalan raya Campurdarat selain sebagai akses menuju
wisata pantai juga menjadi tumpuan utama perekonomian bagi warga kecamatan
Campurdarat dan sekitarnya. Dalam hal ini menjadikan jalan raya Campurdarat
menjadi akses utama bagi truk dan kontainer yang membawa hasil kerajinan batu
marmer. Dan berakibat pada volume kendaraan dan jenis kendaraan, yang menjadi
salah satu pemicu kerusakan jalan karena mengalami overload atau beban terlebih
dari kendaraan yang melawati jalan yang tidak sesuai dengan klasifikasi tipe jalan
dan ketentuan yang menjadi tolak ukur perencanaan perkerasan jalan
Kondisi perkerasan lentur Jalan Raya Campurdarat di Kecamatan
Campurdarat, Kabupaten Tulungagung saat ini mayoritas membutuhkan
perbaikan. Jalan sudah mengalami pelepasan butiran, lubang, retak, serta pecah
dibagian pinggir. Sehingga diperlukan suatu upaya perbaikan agar jalan tetap pada
kondisi baik dan tidak menjadi suatu hambatan aktivitas penggunanya. Karena itu
dibutuhkan suatu penelitian untuk menganalisis kerusakan lapisan perkerasan
lentur jalan. Analisis kerusakan jalan yang digunakan menggunakan metode PCI
(pavement condition index ) dimana analisis tersebut berupa perhitungan-
perhitungan data hasil survey di lapangan. Tujuan dari analisis kerusakan jalan
adalah menentukan jenis perbaikan jalan yang sesuai dan bisa diterapkan pada ruas
Jalan Raya Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Oleh karena itu penulis
bermaksud mengangkat permasalahan tersebut sebagai topik bahasan dengan judul
“Analisis Kerusakan dan Perbaikan Perkerasan Lentur Jalan Raya Campurdarat,
Kabupaten Tulungagung Menggunakan Metode PCI”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan data yang diperoleh , maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana jenis kerusakan permukaan perkerasan lentur yang terjadi di
Jalan Raya Campurdarat?
2. Berapa besar nilai PCI ( pavement condition index ) dan jenis
penanganan terhadap kerusakan lapis perkerasan lentur di Jalan Raya
Campurdarat?
3. Berapa besar biaya yang diperlukan untuk perbaikan pada ruas Jalan
Raya Campurdarat

1.3 Tujuan Penelitian


Maksud dan tujuan penelitian yang diharapkan dalam penulisan tugas akhir
ini adalah :

1. Mengidentifikasi jenis kerusakan permukaan perkerasan lentur yang


terjadi di Jalan Raya Campurdarat.
2. Mengetahui besar nilai PCI ( pavement condition index ) dan
menentukan jenis penanganan terhadap kerusakan lapis perkerasan
lentur di Jalan Raya Campurdarat.
3. Mengetahui besar biaya yang diperlukan untuk perbaikan ruas Jalan
Raya Campurdarat

1.4 Batasan Masalah


Dari rumusan di atas dalam penelitian studi kasus Analisis Kerusakan dan
Pemeliharaan Perkerasan Lentur Ruas Jalan Raya Campurdarat Kabupaten
Tulungagung adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilaksanakan sepanjang Ruas Jalan Raya Campurdarat di


Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
2. Ruas jalan yang menjadi lokasi penelitian memiliki panjang total 2,7 km
dan lebar 7 m
3. Penelitian jenis kerusakan dilakukan pada permukaan perkerasan lentur.
4. Metode penilaian kondisi kerusakan permukaan perkerasan lentur
menggunakan metode PCI ( pavement condition index ).
5. Sumber pengumpulan data primer hasil dari survei yang dilakukan
langsung terjun ke lapangan sedangkan data sekunder merupakan data
dari dinas PUPR Kabupaten Tulungagung.
6. Optimasi desain perbaikan perkerasan dilakukan berdasarkan asumsi
yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori
yang berkaitan.
7. Hanya menghitung kondisi kerusakan jalan.
8. Lalu lintas yang dihitung dalam kondisi normal. Kelebihan beban
diabaikan.
9. Perhitungan perkiraan harga menitik beratkan pada kebutuhan material.
10. Penentuan biaya konstruksi berdasarkan harga satuan pokok kegiatan
dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Tulungagung
dan dari analisis biaya Dirjen Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum
dan Perumahan

1.5 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Peneliti dan pembaca mengetahui nilai kerusakan jalan yang terdapat
pada ruas jalan raya Campurdarat dan mengetahui jenis perbaikan
kerusakan serta mengetahui biaya perbaikan kerusakan .
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan evaluasi
mengenai kerusakan jalan yang terjadi di jalan raya Campurdarat agar
menjadi bahan pertimbangan untuk pembuatan kebijakan dalam
rangka perbaikan dan peningkatan mutu ruas jalan raya Campurdarat.
b. Bagi Masyarakat
Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai penilaian
kondisi jalan dalam ini studi kasus ruas jalan raya Campurdarat
dengan menggunakan metode PCI ( pavement condition index ) guna
menentukan jenis perbaikan sesuai nilai kerusakan jalan.
c. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan wawasan pengetahuan
yang lebih luas mengenai jenis jenis kerusakan jalan dan jenis
perbaikan , dalam ini penulis menggunakan metode PCI (pavement
condition index) untuk mengetahui nilai kerusakan jalan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
Penanganan untuk perkerasan dapat dilakukan ketika kerusakan yang terjadi
telah dapat dievaluasi mulai dari penyebab hingga akibatnya. Penanganan disini
dapat bermacam-macam bisa berupa peningkatan, pemeliharaan, rehabilitasi
ataupun penunjang. Seorang pengamat disini sangatlah penting peranannya, karena
suatu kerusakan yang terjadi dapat ditentukan langkah penanganannya apabila
telah diketahui besar dampak yang nantinya akan terjadi. Oleh karena itu seorang
pengamat haruslah orang yang benar-benar menguasai serta paham dengan jenis,
tingkat kerusakan dan cara penanganan yang tepat untuk tiap kerusakan yang
timbul (Sukirman, 1999: 223). Tidak hanya disebabkan satu faktor namun
kerusakan juga disebabkan oleh beberapa faktor, dimana beberapa faktor tersebut
saling berkaitan satu sama lain (Sukirman, 1999: 224).

PCI ( pavement condition index ) adalah suatu kondisi dari permukaan


perkerasan lentur yang dapat dilihat dari kerusakan yang terjadi di permukaan
perkerasan. Nilai indeks kerusakan memiliki nilainya antara nol hingga seratus.
Nilai nol, menunjukkan bahwa nilai suatu permukaan lentur sangat rusak dan nilai
seratus menunjukkan nilai suatu permukaan lentur yang masih sangat bagus. Hasil
dari PCI berdasarkan hasil survei langsung dilapangan mengenai kondisi kerusakan
perkerasan yang dilakukan secara visual. Jenis kerusakan, tingkat kerusakan dan
ukuran dari setiap kerusakan dapat diidentifikasi ketika survei secara langsung
tersebut. PCI dilakukan untuk memberi nilai indeks dari suatu kondisi kerusakan
di permukaan perkerasan. Data kerusakan perkerasan yang didapat merupakan satu
bagian dari survei secara visual langsung dilapangan tadi, dimana dari hasil survei
tersebut dapat memberikan keterangan kepada peneliti mengenai penyebab dari
suatu kerusakan dan apakah ada kaitannya dengan beban kendaraan atau iklim
terkait dengan kerusakan tersebut (Hardiyatmo, 2015: 57).

Dalam analisa PCI (pavement condition index), terdapat 3 faktor utama


tingkat kerusakan atau keparahan suatu perkerasan yaitu:

1. Tipe dari kerusakan yang terjadi.


2. Tingkat kerusakan dari suatu perkerasan.
3. Jumlah dari kerusakan.

2.2 Definisi dan Klasifikasi Jalan


Menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang jalan, jalan
merupakan sarana transportasi terutama darat yang meliputi semua bagian dari
jalan, yang diperuntukkan bagi lalu lintas termasuk bangunan dan perlengkapan
yang ada didalamnya, baik semua yang berada di atas permukaan tanah maupun di
bawah permukaan tanah dan atau di atas permukaan air, kecuali jalan kabel, jalan
kereta api, dan jalan lori.

Menurut Sukirman (1999), klasifikasi jalan berdasarkan fungsi jalan, jalan


dapat dibedakan atas:

1. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
a. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota
jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
b. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua.
2. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
a. Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga.
b. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga.
3. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
a. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang
dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota dibawah
jenjang ketiga sampai persil.

b. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan


sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan perumahan atau menghubungkan kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
4. Jalan lingkungan adalah jalan umum yang melayani angkutan
lingkungan dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-
rata rendah. Menurut UU No. 22 Tahun 2009, jalan dikelompokkan
dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan
penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan.
b. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi
kendaraan bermotor.

2.3 Jenis Perkerasan


Menurut (Suprapto, 2000), berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi
perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan
utama, yaitu:
a. Lapis permukaan (surface course)
b. Lapis pondasi (base course)
c. Lapis tanah dasar (subgrade)
Gambar 2. 1 Lapisan Perkerasan Lentur
Sumber: (Sadegaonito, 2012)

Lapis permukaan berkisar antara 50 - 110 mm, lapis pondasi 100-250 mm


dan lapis pondasi bawah minimum 100 mm. Nilai tebal minimum tersebut
bergantung pada macam bahan yang digunakan.

Kapasitas dukung perkerasan lentur murni, bergantung pada karakteristik


distribusi beban dari sistem lapisan pembentuknya. Perkerasan lentur terdiri dari
beberapa lapisan dengan material yang berkualitas tinggi diletakkan di dekat
permukaan. Jadi, kekuatan perkerasan lentur adalah lebih dihasilkan dari kerjasama
lapisan yang tebal dalam menyebarkan beban ke tanah dasar (subgrade), daripada
dihasilkan oleh aksi perlawanan pelat terhadap beban.

Perancangan tebal perkerasan dipengaruhi oleh kekuatan tanah dasar. Jika


perkerasan aspal mempunyai kekakuan tinggi, maka dapat berperilaku seperti
perkerasan kaku, dan kelelehan (fatigue) pada permukaan perkerasan, atau pada
sembarang komponen perkerasan yang lain, menjadi hal yang menentukan.
Sebagai contoh, dalam kondisi tertentu perkerasan aspal dipakai di seluruh
kedalamannya. Tipe perkerasan seperti ini akan seperti perkerasan kaku, sehingga
cara klasik perancangan perkerasan lentur tidak dipakai lagi. Agar kesamaan ini
berlaku, maka harus digunakan bahan perekat untuk menaikkan stabilitas lapis
pondasi atau lapis pondasi bawah. Menurut Sukirman (2002), syarat – syarat 7
berlalu lintas dan kekuatan sturktural adalah sebagai berikut:
Syarat – syarat berlalu – lintas :

Untuk memenuhi kriteria konstruksi perkerasan lentur agar dapat


memberikan rasa aman dan nyaman berlalu lintas, maka konstruksi perkerasan
jalan haruslah memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:

a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut, dan tidak


berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja di atasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tak mudah untuk menyiap.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

Syarat – syarat kekuatan atau struktural :

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan


menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat – syarat:

a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban / muatan


lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan
dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di
atasnya dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan


pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis
pondasi bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan atau
tanpa lapisan aspal sebagai lapis permukaan.

Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi


dari perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan
dibawahnya sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi,
maka beban yang disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya
areal yang menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan
dibawah (tanah dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.

Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang
rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Untuk tingkat kenyaman yang tinggi,
biasanya perkerasan kaku dilapisin perkerasan beraspal.

Untuk mengetahui struktur perkeasan kaku dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Struktur perkerasan kaku pada umumnya terdiri atas: Lapisan Tanah Dasar
(subgrade), pelat beton dan lapis permukaan.

Gambar 2. 2 Struktur Perkerasan Kaku


Sumber: (Rezaslash, 2012)

Lapis pondasi bawah berfungsi untuk:

a. Mengendalikan pengaruh pemompaan (pumping).

b. Mengendalikan aksi pembekuan.

c. Sebagai lapisan drainase.

d. Mengendalikan kembang-susut-tanah dasar.

e. Memudahkan pelaksanaan, karena dapat juga berfungsi sebagai lantai


kerja.

f. Mengurangi terjadinya retak pada pelat beton.


Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat
pada Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku


No Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1 Bahan pengikat Aspal Semen

2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan pada Timbul retak – retak pada
jalur roda) permukaan

3 Penurunan tanah Jalan bergelombang (mengikuti Bersifat sebagai balok di atas


dasar tanah dasar) perletakan

4 Perubahan Modulus kekakuan berubah, Modulus kekakuan tidak


temperatur Timbul tegangan dalam yang kecil berubah, Timbul tegangan dalam
yang besar

Sumber: Sukirman (2002)

3. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan


Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas dan dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya
dengan klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan


Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST) Ton

I >10

Arteri II 10

IIIA 8

Kolektor IIIA 8

IIIB 8

Sumber: TPGJAK No. 038/ T/ BM/ 1997


2.3.1. Jenis – jenis Kerusakan Jalan
Menurut (Sukirman 2002), jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat
dibedakan atas:

1. Retak (Craking)
2. Distorsi (Distortion)
3. Cacat Permukaan (Disintegration)
4. Pengausan (Polised Agregat)
5. Kegemukan (Blending or Flushing)
6. Penurunan pada bekas penamanan untilitas

2.3.2. Penyebab Kerusakan Jalan


Menurut Sukirman (2002) kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat
disebabkan oleh:

1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.
2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak
baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas.
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebebakan oleh
sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh pengolahan
yang tidak baik.
4. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh
sifat tanah dasarnya yang memang jelek.
6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu


faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling kait mengait.
Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan:

a. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya.


b. Tingkat kerusakan (distress severity).
c. Jumlah kerusakan (distress amount).

2.3.3 Indeks Kondisi Perkerasan (Pavement Condition Index)


Indeks kondisi perkerasan atau PCI (pavement condition index) adalah
tingkatan kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari fungsi daya
guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan di permukaan perkerasan yang
terjadi. Nilai PCI dan kondisi perkerasan jalan ditunjukkan pada Tabel 2.2 mulai
dari kondisi yang sempurna sampai pada kondisi yang gagal.
PCI (pavement condition index) ini merupakan indeks numeric yang lainnya
berkisar di antara 0 sampai 100. Nilai 0 menunjukkan perkerasan dalam kondisi
sangat rusak dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna.

Dalam sistem penilaian ini, tingkat keparahan kerusakan perkerasan


merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu:

a. Tipe kerusakan
b. Tingkat keparahan kerusakan
c. Jumlah atau kerapatan kerusakan

Tabel 2. 3 Nilai PCI ( pavement condition index ) dan Kondisi Perkerasan Jalan
Nilai PCI Kondisi

0-10 Gagal (failed)

11-25 Sangat Buruk (very poor)

26-40 Buruk (poor)

41-55 Sedang (fair)

56-70 Baik (good)

71-85 Sangat Baik (very good)

86-100 Sempurna (excellent)

Sumber: Hardiyatmo (2015); Shahin (1994)


a) Kadar kerusakan / kerapatan (Density)

Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis
kerusakan terhadap luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit
segmen yang diukur dalam meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu
jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya.

Rumus mencari nilai density:

Density = (Ad/As) x 100% ………………………………......…(2.1)

Atau Density = (Ld/As) x 100% ………………………………….(2.2)


dengan,

Ad = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat keparahan
kerusakan (m²)

As = luas total unit sampel (m²)

Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat keparahan kerusakan

Luas total (Ad) merupakan penjumlahan dari beberapa luas kerusakan jalan
yang mempunyai jenis dan tingkat kerusakan yang sama. Luas masing-masing
jenis kerusakan sesuai dengan tingkat keparahannya juga bisa dihitung dengan
menggunakan rumus (2.1).

b) Nilai Pengurangan

Nilai pengurang atau Deduct Value (DV) adalah suatu nilai pengurang untuk
setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan
tingkat keparahan (severity level) kerusakan. Nilai pengurang juga dibedakan atas
tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan. Beberapa nomogram dibuat oleh
sesuai dengan jenis kerusakan jalan. Sebagai contoh kerusakan retak buaya, apabila
nilai densitas suatu jenis kerusakan dan tingkat keparahan kerusakan diketahui
maka nilai DV bisa diperoleh dengan menghubungkan nilai density dengan kurva
tingkat keparahan.
Gambar 2. 3 Grafik Nilai Pengurang Retak Buaya (kiri) dan Lubang (kanan)
Sumber: Hardiyatmo 2015

Gambar 2. 4 Grafik Nilai Pengurang Retak Memanjang (kiri) dan Tambalan


(kanan)
Sumber: (Hardiyatmo 2015)

Gambar 2. 5 Grafik Nilai Pengurang Sungkur (kiri) dan Retak Pinggir (kanan)
Sumber: Hardiyatmo, 2015

Nilai DV yang diperoleh harus disesuaikan dengan jenis perkerasan jalan


apakah merupakan perkerasan aspal atau perkerasan beton. Untuk perkerasan aspal
digunakan nilai DV lebih besar dari 2 (q = 2), artinya nilai DV yang boleh
digunakan harus lebih besar dari 2 (dua). Untuk perkerasan beton dan bandara
digunakan nilai DV lebih besar dari 5 (q= 5), artinya nilai DV yang boleh
digunakan harus lebih besar dari 5 (lima). Apabila nilai DV yang ada hanya 1 (satu)
maka boleh langsung digunakan sebagai TDV sebagai nilai pengurang. Jika nilai
DV lebih dari satu maka harus dicari nilai CDV maksimum.

c.) Nilai pengurang total (Total Deduct Value)

Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct
value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu
penelitian. Nilai tersebut merupakan penjumlahan dari nilai deduct value dari
semua jenis dan tingkat kerusakan jalan.
d.) Nilai pengurang terkoreksi (Corrected Deduct Value)

Corrected Deduct Value (CVD) diperoleh dari kurva hubangan antara nilai
TDV dengan nilai DV. Nilai DV yang digunakan harus lebih besar dari 2

(q =2) dan dikoreksi dengan nilai pengurang ijin (mi),

Mi = 1 +( -
HDVi).................................................................................(2.3)

dengan, mi

= nilai

pengurang ijin

HDVi = nilai pengurang DV tertinggi (Highest Deduct Value)

Nilai mi merupakan nilai acuan dalam menggunakan nilai DV, langkah


mencari nilai
1. Gunakan nilai DV yang lebih besar dari 2 (q = 2), andaikan ada 4 nilai
DV.

2. Hitung nilai mi.

3. Bandingkan nilai mi dengan jumlah nilai DV pada poin 1 (satu), apabila


nilai mi yang dihitung adalah 5, maka mi > nilai DV, atau nilai mi = 5 >
nilai DV = 4, artinya semua data nilai DV harus digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Apabila nilai mi < nilai DV maka nilai yang
dipakai adalah nilai DV yang lebih besar dari 2 (dua), yaitu q = 2.

Nilai TDV diperoleh dari penjumlahan nilai DV, dengan melakukan


beberapa iterasi sampai nilai q mencapai angka 1 yaitu nilai TDV sama dengan
nilai CDV.
Sebagai contoh,
1. Nilai DV ada 4 (empat) buah.

Nilai DV = 4 maka nilai q = 4, jumlahkan semua nilai tersebut menjadi


TDV, nomogram hubungan antar TDV dengan CDV dengan q = 4
seperti Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Nilai Pengurang Terkoreksi (CDV)


Sumber: Hardiyatmo, 2015
2. Lanjutkan iterasi dengan mengganti 1 (satu) nilai DV yang terkecil
dengan angka q = 2, kemudian jumlahkan semua angka menjadi TDV.
Gunakan grafik 2.4 untuk mencari nilai CDV dengan q = 3.
3. Iterasi selanjutnya dengan mengganti 2 (dua) angka nilai DV dengan
angka q = 2, untuk 2 (dua) nilai DV yang terkecil, kemudian jumlahkan
semua nilai DV menjadi TDV, gunakan grafik 2.4 dengan q = 2.

4. Iterasi terakhir dengan mengganti 3 (tiga) angka nilai DV dengan angka


q = 2, untuk 3 (tiga) nilai DV yang terkecil, kemudian jumlahkan semua
nilai DV menjadi TDV , gunakan grafik 2.4 dengan q=1

Hasil perhitungan nilai CDV pada langkah 1 sampai dengan 4 di atas,


digunakan nilai CDV yang paling besar (CDVmaksimum). Untuk
mendapatkan nilai PCI digunakan rumus,
PCI(s) = 100 – CDV
............................................................................................ (2.4)

Dengan,
PCI(s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit

CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit Untuk nilai PCI secara
keseluruhan:

PCI = (∑PCI(s) / N)…


........................................................................................ (2.5)

dengan,
PCI = Nilai PCI perkerasan keseluruhan

PCI(s) = Nilai PCI untuk tiap unit

N = Jumlah unit

2.3.4 Kerusakan Yang Terjadi Pada Perkerasan Lentur


Menurut Sukirman 2002, kerusakan jalan dapat dibedakan atas :

 Retak (Cracking)

Retak yang terjadi pada permukaan jalan terdiri dari:

Retak halus (hair cracking) pada Gambar 2.7, lebar celah lebih kecil atau
sama dengan 3 mm, penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus
ini dapat meresapkan air kedalam lapis permukaan. Untuk pemeliharaan dapat di
pergunakan lapis latasir, atau buras. Dalam tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi
dengan perbaikan sistem drainase. Retak rambut dapat berkembang menjadi retak
kulit buaya.
Gambar 2. 7 Retak Halus
Sumber: (Sukirman, 2002)

Retak kulit buaya (alligator crack) pada Gambar 2.8, lebar celah lebih besar
atau sama dengan 3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak- kotak
kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan
yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan
dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan
jenuh air (air tanah naik).

Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah
dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi
beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan
tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan
mempergunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, jika celah ≤ 3 mm. Sebaiknya
bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yang
merembes masuk kelapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara
dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali
dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase
disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki
dengan memberi lapis tambahan. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air sehingga
lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya butir-butir.
Gambar 2. 8 Retak Buaya
Sumber: Sukirman, 2002

Retak Pinggir (edge crack) pada Gambar 2.9, retak memanjang jalan,
tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan
oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya
penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah daerah tersebut. Akar
tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapis
permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan.
Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan
mempergunakan hotmix.
Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-
lubang.

Gambar 2. 9 Retak Pinggir


Sumber: Sukirman, 2002

Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,
umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat
disebabkan oleh kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk dari pada
dibawah perkerasanm terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material
bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk/kendaraan berat dibahu jalan.
Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi.

Retak sambungan jalan (lane joint cracks) pada Gambar 2.10, retak
memanjang, yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan
tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan
memasukkan campuran aspal cair dan pasir kedalam celah-celah yang terjadi. Jika
tidak di perbaiki, retak dapat berkembang menjadi lebar karena terlepasnya butir-
butir tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.

Gambar 2. 10 Retak Sambungan Jalan


Sumber: Sukirman, 2002

Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks) pada Gambar 2.11,


adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama
dengan perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung
dibawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan
antara sambungan tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah- celah
yang timbul dengan campuran aspal cair dan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat
meresap masuk kedalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir dapat
lepas dan retak bertambah besar.
Gambar 2. 11 Retak Sambungan Pelebaran Jalan
Sumber: Sukirman, 2002

Retak tambalan terjadi pada (overlay) yang menggambarkan pola retakan


dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat
pula terjadi jika terjadi gerakan vertical/horizontal dibawah lapis tambahan sebagai
akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansip. Untuk retak
memanjang, melintang, dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi
celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Sedangkan retak berbentuk kotak
perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapisi kembali dengan bahan
yang sesuai.

Gambar 2. 12 Retak Refleksi


Sumber: Sukirman, 2002

Retak susut (shrinkage cracks) pada Gambar 2.13, retak yang saling
bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak
disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal
dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah
dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir dan dilapisi dengan burtu.

Gambar 2. 13 Retak Susut


Sumber: Sukirman, 2002

Retak selip (slippage cracks) pada Gambar 2.14, retak yang bentuknya
melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya
ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan
tersebut dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda nonadhesif
lainnya, atau akibat tidak diberinya coat sebagai bahan pengikat di antara kedua
lapisan. Retak selippun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam
campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan.
Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Gambar 2. 14 Retak Selip


Sumber: Sukirman, 2002
 Distorsi (Distortion)

Distorsi atau perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan
terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat
ditentukan jenis penanganan yang tepat.

Distorsi dapat dibedakan atas:

1. Alur yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atasa
permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat
timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan
yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat
repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan
stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan
dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan
yang sesuai. Dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2. 15 Alur
Sumber: Sukirman, 2002

2. Keriting pada Gambar 2.16 yaitu alur yang terjadi melintang jalan.
Dengan timbulnya lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi
akan merasakan ketidak nyamanan mengemudi. Penyebab kerusakan ini
adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu
tingginya kadar aspal, terlalu banyak mempergunakan agregat halus,
agregat berbentuk bulat dan berpermukaan licin, atau aspal yang
dipergunakan mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga
terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk
perkerasan yang mempergunakan aspal cair). Kerusakan ini dapat
diperbaiki dengan:

a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi


agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali, di
campur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.

b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat mempunyai ketebalan


> 5 cm, mak lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat
dan diberi lapis permukaan yang baru.

Gambar 2. 16 Keriting
Sumber: Sukirman, 2002

3. Sungkur (shoving) pada Gambar 2.17 yaitu deformasi plastis yang


terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam,
dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi karena retak atau tanpa
retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan
dapat dilakukandengan cara dibongkar dan dilapis kembali.
Gambar 2. 17 Shoving
Sumber: Sukirman, 2002

4. Amblas seperti terlihat pada Gambar 2.18 terjadi setempat, dengan atas
tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang.
Air tergenang ini dapat meresap kedalam lapisan perkerasan yang
akhirnya menimbulkan lubang.
Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang
direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian
perkerasan dikarenakan tanah dasar menggalami settlement. Perbaikan
dapat dilakukan dengan:
a. Untuk amblas yang ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan
sesuai seperti lapen, lataston, laston.
b. Untuk amblas yang ≥ 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan
dilapis kembali dengan yang sesuai.

5. Jembul, terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat
adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansip.
Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan
melapisnya kembali.
Gambar 2. 18 Amblas
Sumber: Sukirman, 2002

 Cacat Permukaan(Disintregration)

Yang termasuk dalam cacat permukaan adalah

a) Lubang seperti terlihat pada Gambar 2.19 berupa mangkuk, ukuran


bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan
meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin
parahnya kerusakan jalan.
b) Campuran material lapis permukaan jelek, seperti:
- Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
- Agregat kotor sehingga ikatan antara asoal dan agregat tidak baik.
- Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.
c) Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas
akibat pengaruh cuaca.
d) Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan
mengumpul dalam lapis perkerasan.
e) Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap
masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil. Lubang-
lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar dan dilapisi kembali.
Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambalan
dalam), yang dilakukan sebagai berikut:

- Bersihkan lubang dari air dan material-material yang lepas.


- Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya
sehingga mencapai lapisan yang kokoh.
- Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat.
- Isikan campuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi
segregasi.
- Padatkan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan
lingkungannya.

Gambar 2.19 Lubang


Sumber: Sukirman, 2002

f) Pelepasan butir seperti yang terlihat pada Gambar 2.20, dapat terjadi
secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang
sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan
tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan
tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

Gambar 2.20 Pelepasan

Butir Sumber: Sukirman,

2002
g) Pengelupasan lapisan permukaan, dapat disebabkan oleh kurangnya
ikatan antara lapis permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu
tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digaruk,
diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras.

 Pengausan (Polished Aggregate)

Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan.


Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan
licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir,
buras, atau latasbum.

 Kegemukan (Bledding Or Flushing)

Permukaan jalan menjadi licin. Pada temperature tinggi aspal menjadi


lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan. Kegemukan dapat
disebabkan pemakaian kadar aspa yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian
terlalu berlebihan pada pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan
menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan
kemudian diberi lapisan penutup.

 Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas

Penurunan yang terjadi disepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi
karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan
dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

2.4 Jenis Penanganan Kerusakan Jalan


2.4.1 Metode Perbaikan Standar
Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode
perbaikan standar Direktorat Jendral Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode
penanganan tiap-tiap kerusakan adalah:

1. Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)

a) Jenis kerusakan yang ditangani:


Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
b) Langkah penanganannya:
- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
- Membersihkan daerah dengan air compressor.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) di atas
permukaan yang terpengaruh kerusakan.
- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1 - 2) ton sampai
diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal
(kepadatan 95%).
2. Metode Perbaikan P2 (Pengaspalan)
a) Jenis kerusakan yang ditangani:
- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
- Retak buaya < 2mm
- Retak garis lebar < 2mm
- Terkelupas
b) Langkah penanganannya:

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.


- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk
cut back 1
liter/ m2.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.
- Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal
(kepadatan 95%).
3. Metode Perbaikan P3 (Penutupan Retakan)
a) Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2mm
b) Langkah penanganannya:
- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan compressor,
sehingga permukaan jalan bersih dan kering.
- Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/ m2 di daerah yang akan
diperbaiki).
- Menebar dan meratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah
yang telah diberi tanda.
- Melakukan pemadatan ringan (1 – 2) ton sampai diperoleh
permukaan yang rata dan kepadatan optimum (kepadatan 95%)
4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retak)

a) Jenis kerusakan yang ditangani:

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm

b) Langkah penanganannya:

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air


compressor, sehingga permukaan jalan bersih dan kering.
- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 liter/m2 menggunakan
aspal sprayer atau dengan tenaga manusia. Menebarkan pasir
kasar pada retakan yang telah diisi aspal (tebal 10 mm)
Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.

5. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)

a) Jenis kerusakan yang ditangani:

- Lubang kedalaman > 50 mm

- Keriting kedalaman > 30 mm

- Alur kedalaman > 30 mm

- Ambles kedalaman > 50 mm

- Jembul kedalaman > 50 mm

- Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan

- Retak buaya lebar > 2mm


b) Langkah penanganannya:

- Menggali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran


0,5l liter/m2.

- Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton sampai


diperoleh permukaan yang rata.

- Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan)

6. Metode Perbaikan P6 (Perataan) a.) Jenis kerusakan yang ditangani:

- Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mm

- Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm

- Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm

- Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm

- Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm b.) Langkah


penanganannya:

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Melaburkan tack coat 0,5 5l iter/m2.

- Menaburkan campuran aspal beton kemudian memadatkannya


sampai diperoleh permukaan yang rata.

- Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan

2.4.2 Perbaikan Jalan dengan Overlay


Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pt T-01-
2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai
indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat kembali
mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat
kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir. Langkah- langkah
untuk merencanakan perbaikan jalan dengan overlay adalah sebagai berikut:

1. Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan


survey secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan
dikelompokan menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan
kendaraan/hari/2 lajur.

2. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan

Koefisien kekuatan relatif (a) dari setiap jenis perkerasan yang


dipilih menggunakan Tabel 2.3. Dan kekuatan struktur perkerasan jalan
lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD atau dinilai
dengan menggunakan tabel
2.4.

3. Tebal Lapisan Jalan Lama

Struktur perkerasan lentur umumnya terdiri dari: lapis pondasi


bawah (subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis
permukaan (surface course). Untuk mengetahui tebal lapisan jalan lama
dapat diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum setempat.

Tabel 2. 4 Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien kekautan relative Kekuatan Bahan
a1 a1 a1 MS Kt CBR Jenis Bahan
(kg) (kg/cm2) (%)

0.40 744
0.35 590

0.32 454 LASTON

0.30 340

0.35 744

0.31 590

0.28 454 Asbuton


0.26 340

0.30 340 Hot Rolled Asphalt

0.26 340 Aspal macadam

0.25 LAPEN (mekanis)

0.20 LAPEN (manual)

0.28 590

0.26 454 LASTON ATAS

0.24 340

0.23 LAPEN (mekanis)

0.19 LAPEN (manual)

0.15 22 Stabilitas tanah dengan semen

0.13 18

0.15 22 Stabilitas tanah dengan kapur

0.13 18

0.14 100 Pondasi macadam (basah)

0.12 60 Pondasi macadam (kering)

0.14 100 Batu pecah (kelas A)

0.13 80 Batu pecah (kelas B)

0.12 60 Batu pecah (kelas C)

0.13 70 Sirtu/pitrun (kelas A)

0.12 50 Sirtu/pitrun (kelas B)

0.11 30 Sirtu/pitrun (kelas C)

0.10 20 Tanah/lempung kapasiran

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)


Tabel 2. 5 Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien
Bahan Kondisi Permukaan Kekuatan
Relatif (a)

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau
hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0.35 – 0.40
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.25 – 0.35
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.20 – 0.30
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 5-10%
retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

Lapis
permukaan >10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
Beton aspal <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.14 – 0.20
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau


>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0.08 – 0.15

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau
hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0.20 – 0.35
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.15 – 0.25
Lapis
pondasi >10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
yang <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 0.15 – 0.20
distabilisasi
>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau


<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.10 – 0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0.08 – 0.15
Lapis pondasi Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by 0.10 – 0.14
atau Lapis fines.
pondasi
bawah
Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
granula
0.00 – 0.10

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)

4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPada)

Indeks tebal perkerasan ada (ITPada) diperoleh dari mengalikan


masing- masing tebal lapisan jalan (subbase course, base course, dan
surface course) dengan koefisien kekuatan relative (a).
5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu


(setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur 2002. Tabel ini hanya berlaku
untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku
agar berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal dipergunakan
rumus berikut.

Angka Ekuivalen

6. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatif


beban gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur
rencana ini digunakan rumus sebagai berikut:

W18 = DD × DL × ŵ18

Dimana:

W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

DD = Faktor distribusi arah = 0,5 (Pt T-01 2002-B)

DL = Faktor Distribusi Lajur (dari Tabel 2.6)

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus


terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu
arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD
bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan ‘kosong’.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan


lentur dalam pedoman ini adalah lalu-lintas komulatif selama umur
rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar
standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun (W18) dengan
besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan
lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut:

W18=W18 pertahun X
𝑔

Dimana:
W18 = jumlah beban gandar tunggal standar komulatif
W18 pertahun = beban gandar standar komulatif selama 1 tahun
n = umur pelayanan (tahun)

g = perkembangan lalu lintas (%)

Tabel 2. 6 Faktor Dostribusi Lajur (DL)


Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam
lajur rencana

1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)

7. Modulus Resilien

Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai


parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan. Modulus
resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan
hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai
CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah
berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendah 10 atau
lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
....................................................................... (2.9)

8. Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat


kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk
menjamin bermacam- macam alternative perencanaan akan bertahan
selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor
perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya
memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Hal ini dapat diatasi
dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.7
memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-
macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang
lebih tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak,
sedangkan tingkat yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.

Tabel 2. 7 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam - macam


Klasifikasi
Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas

Perkotaan Antar Kota


Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

9. Deviasi standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat.


Rentang nilai So adalah 0.40 – 0.50

10. Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan
dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat
pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Adapun beberapa ini
IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:
IP = 2,5: menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

IP = 2,0: menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan baik.

IP = 1,5: menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin


(jalan tidak terputus).
IP = 1,0: menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur
rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional
jalan sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 8 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPT)
Kualifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan


1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana


(IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal
umur rencana sesuai dengan Tabel 2.9.
Tabel 2. 9 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan *) (IRI,


m/km)

≥4 ≤ 1,0
> 1,0
LASTON
3,9 – 3,5
3 ,9 – 3 ,5 ≤ 2,0
LASBUTAG
3,4 – 3,0 > 2,0
3 ,4 – 3 ,0 ≤ 3,0
LAPEN
2,9 – 2,5 > 3,0
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

11. Indeks Tebal Perkerasan Perlu (ITPperlu)


Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPperlu)
diperoleh dari Gambar 2.21

Gambar 2. 21 Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

2.5 Analisis Biaya


Analisis harga satuan pekerjaan menghitung harga satuan dasar upah tenaga
kerja, HSD alat dan HSD bahan, yang selanjutnya menghitung harga satuan
pekerjaan sebagai bagian dari harga perkiraan sendiri (HPS).
Komponen anggaran biaya pada proyek pemeliharaan meliputi peralatan,
tenaga kerja, bahan, dan biaya lainnya secara tidak langsung harus meliputi biaya
administrasi perkantoran beserta stafnya yang berfungsi mengendalikan
pelaksanaan proyek serta pajak yang harus dibayar sehubungan dengan adanya
pelaksanaan proyek. Untuk mendapatkan pekerjaan yang efektif dan efisien, maka
komponen alat, tenaga kerja dan bahan perlu dianalisis penggunaannya.

1. Analisis harga satuan peralatan

Besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya alat yang


meliputi biaya pasti dan biaya tidak pasti atau biaya operasi per satuan waktu
tertentu, untuk memproduksi satu satuan pengukuran pekerjaan tertentu.
Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir, spesifikasi alat
3
meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m ), umur ekonomis alat, jam

kerja dalam satu tahun, dan harga alat. Setelah masingmasing peralatan
diketahui biayanya, maka selanjutnya adalah melakukan analisis jumlah
peralatan yang akan digunakan. Karena peralatan yang digunakan mungkin
cukup banyak, maka dalam perhitungan biaya alat, alat diperhitungkan dalam
satu tim peralatan dengan produksi pekerjaan merupakan produksi terkecil
dari alat yang digunakan. Alatalat lain yang produksinya lebih besar akan
mengalami pengurangan efisiensi karena harus menunggu alat lain yang
produksinya lebih kecil.

2. Analisis harga satuan bahan

Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar bahan antara lain


adalah kualitas kuantitas, dan lokasi asal bahan. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan kuantitas dan kualitas bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada
spesifikasi yang berlaku. Analisis kebutuhan bahan sangat diperlukan,
karena keterlambatan pekerjaan biasanya disebabkan keterlambatan dalam
penyediaan bahan yang digunakan. Untuk menganilisis kebutuhan bahan
juga diperlukan, karena pada perhitungan volume pekerjaan kondisinya
padat, sedangkan bahan dipasaran ditawarkan dalam kondisi tidak padat.
Dalam perhitungan jumlah bahan tiap satuan pekerjaan juga diperhitungkan
formula rancangan campuran, adapun bahan konstruksi jalan umumnya
seperti agregat kasar, agregat halus dan aspal.

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = Jumlah harga satuan bahan penyusun x


Kuantitas

3. Analisisi biaya-biaya lain

Biaya-biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya tidak


langsung, misalnya administrasi kantor, alat-alat komunikasi, kendaraan
kantor, pajak, asuransi, serta biayabiaya lain yang harus dikeluarkan,
walaupun biaya tersebut tidak secara langsung terlibat dalam proses
pelaksaanaan pekerjaan. Biaya-biaya ini sering disebut dengan overhead dan
biasanya dinyatakan dengan persen terhadap biaya langsung yang besarnya
tidak lebih dari 10%, tidak termasuk PPN 10%.

4. Analisis harga satuan pekerjaan

Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP)


diperlukan data HSD upah, HSD alat dan HSD bahan.

Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat + tenaga kerja + bahan) + Biaya lain

2.6 Originalitas Penelitian


Tabel 2.10 Tabel Originalitas Penelitian
No Nama Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan

1 Sutari Penilaian Kondisi Menggunakan Mengetahui Sama sama Panjang


Setyowati Perkerasan metode PCI tingkat menggunaka jalan yang
Dengan Metode untuk mencari kerusakan n metode diambil
(2011) Pavement nilai kerusakan jalan STA PCI untuk dengan
Condition Index jalan dan jenis 4+400- menentukan jumlah
(PCI), perbaikan 11+050 nilai segmen
Peningkatan Jalan menggnakan kerusakan yang lebih
Dan Perhitungan metode PCI jalan banyak.
Rancangan dan
Anggaran Biaya menentukan
Pada Ruas Jalan metode
Solo- perawatan dan
Karanganyar KM perbaikan
4+400-11+050

2 Toni Oki Analisa Menggunakan Mengetahui Menggunaka Jenis


Pratama Kerusakan Jalan metode PCI jenis n metode kerusakan
Dan Teknik untuk kerusakan yang sama dan jumlah
( 2021) Perbaikan mengetahui jalan yang dalam segmen
Berdasarkan suatu nilai terjadi pada menentukan yang
Metode Pavement kondisi jalan ruas jalan kondisi berbeda
Condition Index dan kerusakan yang diambil, kerusakan maka akan
Beserta Rencana jalan dan jalan. berbeda
Anggaran Biaya menentukan pula jenis
Pada Ruas Jalan jenis penanganan
Gempol-Pandaan perbaikan
berdasarkan
hasil analisis

3 Cahya Analisis Penilaian Menggunakan Program Sama sama Menggunak


Buana Kerusakan Jalan metode Bina perbaikan membagi an metode
dan Perbaikan Marga dalam jalan persegmen Bina Marga
(2021) Perkerasan pada menentukan dilakukan dalam dalam
Jalan Raya nilai kerusakan berdasarkan mencari nilai mencari
Roomo, jalan urutan kerusakan nilai
Kecamatan prioritas pada jalan kerusakan
Manyar, masing- jalan
Kabupaten Gresik masing
segmen jalan.

4 Taufikkurra Analisa Menggunakan Mengidentifik Pertumbuha Menggunak


hman Kerusakan Jalan metode Bina asi kerusakan n volume an metode
Berdasarkan Marga dalam dan kendaraan Bina Marga
(2020) Metode Bina mencari nilai mendapatkan menjadi
Marga (Studi kerusakan jalan nilai kondisi salah satu
Kasus Jalan perkerasan penyebab
Mangliawan – jalan kerusakan
Tumpang jalan
Kabupaten
Malang)

5 Anggit Survei Kerusakan Metode Hasil akhir Sama sama Metode


Sumantri Dan Estimasi Perbaikan berupa tabel menghitung yang
Biaya Perbaikan Standar Bina data RAB dipakai
(2015) Jalan Balung- Marga 1995 kerusakan perbaikan menggunak
Kemuningsari km perkerasan kerusakan an metode
(00+00 – 03+00) lentur jalan jalan. Bina Marga
Kabupaten Balung-
Jember Kemuningsari
Kabupaten
Jember.

6 Fadhillah Analisa Metode Hasil Sama sama Menentukan


Eka Putra Kerusakan Jalan penelitian yang penelitian kerusakan kerusakan
Dengan Metode dilakukan menunjukkan jalan pada jalan
( 2019 ) LHR Bina Marga mengacu pada hasil survei perkerasan menggunak
(Studi Kasus Ruas metode LHR LHR adalah lentur an metode
Jalan AMD Bina Marga 2,131 LHR Bina
Projakal smp/hari dan Marga
Karingau, Kota kerusakan
Balikpapan) yang paling
dominan
adalah jenis
lubang dan
retak

7 Sutarno Analisis Metode PCI Perbaikan Menggunaka Selain


Penanganan untuk jalan yang n metode menggunak
( 2016) Pemeliharaan mengevaluasi dipilih adalah PCI untuk an metode
Jalan Berdasarkan kondisi jalan menggunakan mengetahui PCI juga
Kondisi dan metode perkerasan nilai memakai
Kerusakan Jalan Bina Marga kaku sebagai kerusakan metode Bina
(Studi 2003 untuk lapis jalan Marga 2003
Kasus:Jalan menentukan tambahan
Kebangkitan jenis perbaikan
Nasional
Kec.Pontianak
Utara)

8 Ana Fu’ana Analisis Mengacu pada Struktur Menentukan Tidak


Perbaikan pedoman perbaikan jenis memakai
(2019) Perkerasan Pada perencanaan yang dipilih perbaikan metode PCI
Ruas Jalan tebal menggunakan sesuai dalam
Kedungcino- perkerasan perkerasan dengan mencari
Bandengan kaku Pd T-14- beton semen pertumbuhan nilai
Kecamatan Jepara 2004 (rigid volume kerusakan
Dengan pavement ) kendaraan jalan
Perkerasan Kaku dengan lebar
pekerjaan 7
meter

9 Muhammad Analisa Kondisi Menggunakan Hasil Menggunaka Tidak


Rifaludin Kerusakan Jalan metode PCI ( penelitian ini n metode menghitung
Pada Lapisan pavament menunjukkan PCI untuk rencana
( 2019) Permukaan (Studi condition index nilai kondisi menentuka n anggaran
Kasus:Ruas Jalan ) perkerasan nilai kondisi biaya
Gadog-Cikopo dalam jalan perbaikan
Selatan) kategori very
good namun
ada beberapa
segmen yang
perlu
perbaikan
kerusakan

10 Frayoga Analisa Kondisi Menggunakan Mengetahui Menggunaka Tidak


Bintang Kerusakan Jalan metode PCI ( jenis jenis n metode menghitung
Satria Pada Lapis pavement kerusakan , PCI untuk rencana
Permukaan condition index menentukan menentukan anggaran
(2017) Mengunakan ) metode nilai dan biaya
Metode Pavement perawatan dan jenis perbaikan
Condition Index perbaikan kerusakan kerusakan
(Studi jalan jalan
Kasus:Jalan
Godean-
Gedongan,Slema
n,Yogyakarta)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Desa Pojok Kecamatan Campurdarat,
Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur tepatnya di Jalan Raya Campurdarat yang
memiliki panjang perkerasan jalan total 2,7 km dan lebar 7 m. Berikut merupakan
peta lokasi penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian Jalan Raya Campurdarat

3.2 Diagram Alir


Tahapan studi yang akan dilakukan dari awal hingga akhir dapat ditunjukkan
dalam (lihat Gambar 3.2)
Latar Belakang
Diperlukan perbaikan yang sesuai pada kerusakan jalan yang
diakibatkan kenaikan volume kendaraan dan terjadi overload
kendaraan, maka dipakai metode PCI (pavament condition index)
untuk mencari nilai kerusakan jalan dan juga menentukan jenis
perbaikan

Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis kerusakan permukaan perkerasan lentur yang terjadi di Jalan Raya Campurdarat
2. Berapa besar nilai PCI dan jenis penanganan terhadap kerusakan lapis perkerasan lentur di Jalan Raya
Campurdarat
3. Berapa besar biaya yang diperlukan untuk perbaikan pada ruas Jalan Raya Campurdarat

Survei Lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer
Data Sekunder
1. Survey Lokasi
 Geometrik jalan 1. Data struktur jalan
 Jenis kerusakan yang 2. Data CBR
mengacu pada metode PCI 3. AHSP Kabupaten
2. Data LHR
Tulungagung
 Data LHR dalam 7 hari

Pengolahan Data

Perhitungan menggunakan metode PCI


 Nilai density
 Nilai deduct value
 Nilai TDV
 Nilai CDV
 Nilai kondisi jalan

Jenis perbaikan jalan

Analisa biaya perbaikan kerusakan jalan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.2 Diagram alir


3.3 Survei Lapangan
Adapun alat yang digunakan untuk penelitian berfungsi untuk mengetahui
serta mempermudah dalam kegiatan survei nantinya. Alat-alat yang dibutuhkan
adalah:
1. Alat tulis, digunakan untuk mencatat atau menulis berupa pulpen, pensil
dan lainlain.
2. Roll meter/Meteran, digunakan untuk mengukur lebar kerusakan dan
lebar penampang jalan.
3. Hand counter, digunakan untuk menghitung kendaraan yang melintas.

4. Measuring wheel, digunakan untuk menghitung stationing.

5. Form penelitian, digunakan untuk pengisian data kerusakan jalan.

6. Kamera, digunakan untuk dokumentasi selama penelitian dilaksanakan.

7. Kendaraan/Motor, digunakan untuk transportasi selama penelitian.

8. Kalkulator, digunakan untuk menghitung.

3.4. Pengumpulan Data


Dengan pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang
akurat serta relevan, sehingga ketika melakukan evaluasi data nantinya akan lebih
mudah. Data keterangan disini dibagi menjadi dua yaitu:
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan survei pengamatan dan
pengukuran secara langsung di lapangan yang berdasarkan pada Bab II. Data yang
diperlukan di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Geometrik jalan

Data geometrik jalan diperoleh dengan mengukur secara


memanjang dan melintang perkerasan jalan secara langsung di
lapangan. Alat yang digunakan yaitu sepeda motor, measuring wheel
dan roll meter. Durasi untuk pengukuran sendiri dilakukan selama 2
jam.
2. Data kerusakan perkerasan jalan
Data kondisi kerusakan jalan dilakukan dengan survei pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan. Caranya terlebih dahulu melakukan pengamatan
secara visual yaitu dengan mengelompokkan jenis dan tingkat kerusakan.
Kemudian melakukan pengukuran panjang, lebar dan penentuan stationing untuk
tiap kerusakan jalan yang terjadi lalu difoto untuk dokumentasi. Alat yang
digunakan yaitu alat tulis, formulir penelitian, sepeda motor, measuring wheel, roll
meter, kamera dan kalkulator. Durasi pengamatan dan pengukuran dilakukan
selama 3 jam.

3. Pengambilan data LHR


Survei lalu lintas dilakukan selama 8 jam , dimulai dari jam 06.00
sampai dengan jam 14.00 dan dibagi tiap 15 menit dicatat jumlah
kendaraan yang lewat pada segmen jalan yang ditinjau. Survei dilakukan
pada satu hari libur dan enam hari kerja.Peralatan dan bahan survei lalu
lintas yang digunakan meliputi hand counter sesuai kebutuhan,
kalkulator, kamera, dan formulir survei lalu lintas. Peneliti mengambil
data LHR 7 hari dimaksudkan agar mendapatkan variasi data yang lebih
banyak, sehingga mendapatkan nilai yang optimal.

Form pengambilan data LHR dapat ditunjukkan dalam (lihat Gambar


3.3)
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Raya Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit (A - B)
WAKTU MC LV Akumulasi/15
HV(truk) Kend/jam
(motor) (mobil) menit
06.00 - 06.15
06.15 - 06.30
06.30 - 06.45
06.45 - 07.00
07.00 - 07.15
07.15 - 07.30
07.30 - 07.45
07.45 - 08.00
08.00 - 08.15
08.15 - 08.30
08.30 - 08.45
08.45 - 09.00
09.00 - 09.15
09.15 - 09.30
09.30 - 09.45
09.45 - 10.00
10.00 - 10.15
10.15 - 10.30
10.30 - 10.45
10.45 - 11.00
11.00 - 11.15
11.15 - 11.30
11.30 - 11.45
11.45 - 12.00
12.00 - 12.15
12.15 - 12.30
12.30 - 12.45
12.45 - 13.00
13.00 - 13.15
13.15 - 13.30
13.30 - 13.45
13.45 - 14.00
Jumlah
Gambar 3.3 Form Data LHR

3.4.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait. Dalam
hal ini instansi terkait adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Tukungagung. Data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Data perkerasan jalan yang ada.
2. Data CBR
3. Analisa Harga Satuan Pekerjaan Kabupaten Tulungagung

3.5 Analisa Data Metode Pavement Condition Index (PCI)


Dari hasil survei penelitian di lapangan dan data yang diperoleh dari instansi
terkait dapat mengetahui hasil data yang dianalisa sebagai berikut:
1. Dengan total panjang jalan 2,7 km dibagi menjadi 5 segmen,
didapatkan panjang per segmennya 540 m untuk mempermudah
identifikasi kerusakan setiap segmen.
2. Mengidentifikasi kondisi kerusakan perkerasan jalan yang terjadi per
segmen dengan mengukur panjang dan lebar dari kerusakan tersebut,
lalu didapatkan luasan dari setiap kerusakan persegmennya.
3. Mengidentifikasi tingkat kerusakan perkerasan jalan yang terjadi per
segmen berdasarkan (sumber : Hardiyatmo (2015); Shanin (1994))
pada Bab II. Dimana setiap kerusakan yang terdapat di setiap segmen
berbeda beda jenisnya juga berbeda tingkat kerusakannya sesuai dari
hasil survey lapangan.
4. Untuk tingkat kerusakannya pada setiap segmen berbeda-beda, maka
survey dari lapangan dengan nilai kerusakan H (high atau tinggi), M
(medium atau sedang), atau L (low atau rendah) kita koreksi
berdasarkan (sumber: Hardiyatmo (2015); Shanin (1994)) pada Bab II
yang akan di paparkan lebih jelas pada Bab IV dengan mencantumkan
foto keadaan kerusakan lapangan dan masuk dalam tingkat kerusakan
apa. Sebagai contoh adalah tabel 3.3 tingkat kerusakan retak kulit
buaya:

Tabel 3. 1 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya

Tingkat
Kerusakan Identifikasi kerusakan
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau
L
tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal.
Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan rektakan
M
yang diikuti gompal ringan.
Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan dapat
H diketahui dengan mudah dan terjadi gompal pinggir. Beberapa pecahan
mengalami roacking akibat lalu lintas.
Sumber: Hardiyatmo (2015); Shahin (1994)
5. Menilai kondisi perkerasan jalan menggunakan metode pavement
condition index (PCI) dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai kerapatan kerusakan (density) ditunjukkan
Persamaan 3.1.
Kerapatan (Density)

Keterangan:

Ad = Luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat


keparahan kerusakan (ft2 atau m2)
As = Luas unit sampel (ft2 atau m2)

b. Menentukan nilai pengurang (deduct value), sesuai pembacaan


kurva deduct value (DV), dengan langkah-langkah yaitu
menentukan nilai kerapatan, tarik garis vertikal sesuai dengan
tingkatan kerusakan (L,M, atau H), tarik garis horisontal ke arah kiri
maka didapat nilai DV (deduct value). Sebagai contoh adalah
Gambar 3.3 deduct value retak kulit buaya (alligator cracks).

Gambar 3. 3 Grafik Deduct Value Retak Kulit Buaya


c. Menentukan nilai total nilai pengurang total deduct value (TDV).

d. Menentukan corrected deduct value (CDV), sesuai dengan


pembacaan grafik hubungan TDV dan CDV ditunjukkan dalam
Gambar 3.4. Dengan langkahlangkah yaitu menentukan nilai
pengurang total, tarik vertikal sesuai dengan q (jumlah nilai
pengurang yang lebih besar dari 2) yang telah ditentukan, tarik garis
horisontal ke arah kiri maka didapat nilai CDV (nilai pengurang
terkoreksi).

Gambar 3. 4 Grafik Koreksi Kurva Untuk Jalan dengan Perkerasan Permukaan


Aspal
Menentukan nilai PCI secara keseluruhan ditunjukkan dalam Persamaan 3.2.
PCIf

Dimana:

PCIf = Nilai PCI rata-rata dari seluruh area penelitian.

PCI = PCI untuk setiap unit sampel atau unit penelitian.

N = Jumlah unit sampel.


e. Menentukan rating atau nilai PCI sesuai dengan hasil perhitungan
tingkat kerusakan Jalan Raya Wonorejo, dimana PCI memiliki nilai
indeks kerusakan antara nol sampai seratus. Apabila nilai PCI nol
maka menunjukkan bahwa nilai suatu permukaan lentur sangat
rusak dan nilai seratus menunjukkan nilai suatu permukaan lentur
masih sangat bagus, sesuai pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3. 2 Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan
Nilai PCI Kondisi
0 – 10 Gagal (failed)
11 – 25 Sangat buruk (very poor)
26 – 40 Buruk (poor)
41 – 55 Sedang (fair)
56 – 70 Baik (good)
71 – 85 Sangat baik (very good)
86 – 100 Sempurna (excellent)
Sumber: Hardiyatmo (2015); Shahin (1994)

3.6 Jenis Penanganan


Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pt T-01-
2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai
indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat kembali
mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat
kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir. Langkah- langkah
untuk merencanakan perbaikan jalan dengan overlay adalah sebagai berikut:

1. Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan


survey secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan
dikelompokan menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan
kendaraan/hari/2 lajur.

2. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan

Koefisien kekuatan relatif (a) dari setiap jenis perkerasan yang


dipilih menggunakan Tabel 2.3. Dan kekuatan struktur perkerasan jalan
lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD atau dinilai
dengan menggunakan tabel
2.4.
3. Tebal Lapisan Jalan Lama

Struktur perkerasan lentur umumnya terdiri dari: lapis pondasi


bawah (subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis
permukaan (surface course). Untuk mengetahui tebal lapisan jalan lama
dapat diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum setempat.

3.7 Biaya Perbaikan


Adapun langkah-langkah perhitungan RAB pemeliharaan jalan adalah
sebagai berikut:

1. Menentukan jenis-jenis pekerjaan

Jenis-jenis pekerjaan ditentukan dengan melihat hasil survey kondisi dan


tingkat kerusakan jalan dengan menggunakan metode PCI.
2. Harga Satuan

Harga satuan pekerjaan untuk pemeliharaan jalan diambil dari


Kementrian PUPR Bidang Bina Marga 2022
3. Menghitung Volume

Volume pekerjaan dapat dihitung dengan cara mengalikan luas


pekerjaan pemeliharaan jalan dengan kedalamanannya.
4. Menghitung RAB

Setelah itu, tinggal mengalikan volume pekerjaan dengan harga satuan


setiap pekerjaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dibagi atas dua jenis data yaitu
data primer (data lapangan) dan data sekunder. Data primer (data lapangan)
dikumpulkan melalui survey langsung ke lapangan seperti survey kondisi
kerusakan permukaan jalan dan volume lalu lintas. Sedangkan data sekunder
dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang sesuai dengan kebutuhan pada
penelitian ini berupa literatur-literatur, jurnal-jurnal hasil penelitian yang
berhubungan dengan penelitian ini dan dari instansi-instansi terkait seperti Dinas
Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang Kabupaten Tulungagung yang ditunjukkan Gambar 4.1

Gambar 4. 1 Lapisan Konstruksi Jalan Lama


Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung

Dari data yang didapat, dapat dideskripsikan bahwa lapisan konstruksi


perkerasan jalan lama dari Jalan Raya Campurdarat terdapat tiga lapisan
konstruksi jalan yaitu pondasi macadam kering yang memiliki tebal 10 cm
sebagai lapis pondasi bawah, batu pecah kelas B yang memiliki tebal 20 cm
sebagai lapis pondasi dan laston MS 454 dengan tebal 10 cm sebagai lapis
permukaan.
Diperoleh data LHR dari Dinas Pekerjaan Umum dan penataan Ruang
Kabupaten Tulungagung 2022 dengan jumlah LHR sebesar 4,726 Kend/Hari.
Tujuannya agar mengetahui volume kendaraan yang melintas di Jalan Raya
Campurdarat. Hasil survey lapangan terhadap ruas Jalan Raya Campurdarat
diperoleh jenis-jenis kerusakan,dimensi dan tingkat kerusakan jalan.Pencatatan
dilakukan mulai dari STA 0+000 sampai dengan STA 2+700. Jenis kerusakan jalan
dicatat dimensi panjang (P) , lebar (L), kedalaman (D) , diukur dengan meteran
panjang.

Dalam penelitian ini pemeriksaan dan pencatatan jenis kerusakan,dimensi


dan tingkat kerusakan jalan, dilakukan setiap 540 meter. Luas kerusakan pada
setiap STA dihitung panjang dikali lebar kerusakan dengan notasi A (luas
kerusakan).

Data tentang jenis dan tingkat kerusakan jalan diperoleh dari hasil survei
lapangan. Pemeriksaan serta pencatatan jenis dan tingkat kerusakan dalam
penelitian ini dilakukan pada STA 0+161 sampai dengan STA 2+660. Kondisi
perkerasan Jalan Raya Campurdarat bervariasi terdapat beberapa macam
kerusakan yaitu deformasi, retak, retak pinggir dan kerusakan tekstur permukaan.
Berdasarkan landasan teori yang ada pada Bab II, berikut ini penjelasan kondisi
dari Jalan Raya Campurdarat ditinjau dari jenis dan tingkat kerusakan perkerasan
yang diperoleh selama survei lapangan sebagai berikut
4.1.1 Lubang (Potholes)
Lubang terjadi akibat hilangnya material pondasi dan lapis aus yang
menyebabkan lekukan berbentuk seperti mangkuk. Air yang masuk ke dalam
lubang akan mempercepat kerusakan yang terjadi. Selain itu akibat genangan air
akan menyebabkan kerusakan lubang menjadi cepat.

Lubang pada area Jalan Raya Campurdarat salah satunya terjadi di STA
0+161 posisinya berada di perkerasan lajur sebelah kiri dari titik awal pengamatan.
Kerusakan ini memiliki panjang 0,65 m, lebar 0,44 m dan luas total 0,28 m² dengan
tingkat kerusakan M (medium) (sumber:Hardiyatmo 2015)
Gambar 4.2 Kerusakan Berlubang pada STA 0+161
Tabel 4.1 Tingkat kerusakan perkerasan aspal dan indentifikasi lubang (potholes)
Diameter rata-rata lubang
Kedalaman maksimum
3 – 8 in. 8 – 18 in. 18 – 30 in.
(102 – 203 mm) (203 – 457 mm) (457 – 762 mm)

½ – 1 in. (12,7 – 25,4 mm) M


L L

>1 – 2 in. H
L M
(25,4 – 50,8 mm)

>2 in. H
M M
(> 50,8 mm)

L : Belum perlu diperbaiki, penambahan parsial atau di seluruh kedalaman.


M : Penambahan parsial atau di seluruh kedalaman.
H : Penambahan di seluruh kedalaman.

Sumber: Hardiyatmo (2015)

4.1.2 Retak Pinggir (Edge Cracks)


Retak pinggir pada perkerasan terjadi akibat material pada pinggir
perkerasan yang lemah dukungannya. Akibat retak yang berada di pinggir
perkerasan ini menimbulkan kerusakan dibagian ini menjadi tidak beraturan.
Retak pinggir pada area Jalan Raya Campurdarat salah satunya terjadi di
STA 2+180 posisinya berada di perkerasan sebelah kanan dari titik awal penelitian.
Kerusakan ini memiliki panjang 2 m, lebar 1,2 m dan luas total 2,4 m². Kerusakan
ini memiliki tingkat kerusakan M (medium atau sedang) (sumber: Hardiyatmo
2015) karena sedikit butiran yang lepas di pinggir.

Gambar 4.3 Kerusakan Retak Pingir pada STA 2+180


Tabel 4.2 Tingkat kerusakan aspal dan identifikasi kerusakan retak pinggir (edge
cracks).
Tingkat Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas.
M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas.
H Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan.

Sumber : Hardiyatmo (2015)

4.1.3 Retak Kulit Buaya ( Alligator cracks )


Retak kulit buaya memiliki retakan yang membentuk jaringan bidang
persegi kecil yang menyerupai kulit buaya, celah dari retakan lebarnya lebih dari
atau sama dengan 3 mm. Retak buaya di permukaan aspal akan merambat sesudah
dibebani secara berulang oleh beban lalu lintas yang berlebih.
Retak kulit buaya pada area Jalan Raya Campurdarat salah satunya terjadi
di STA 1+480 posisinya berada di perkerasan lajur sebelah kiri. Kerusakan ini
memiliki panjang 4,5 m, lebar 1,5 m dan luas total 6,7 m2 dengan tingkat
kerusakan H (high atau tinggi) berdasarkan (sumber: Hardiyatmo (2015

Gambar 4.4 Kerusakan Retak Kulit Buaya pada STA 1+480


Tabel 4.3 Tingkat kerusakan perkerasan aspal dan identifikasi kerusakan retak
kulit buaya (alligator cracks)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain,
dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak
mengalami gompal.
M Retak kulit ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan
retakan yang diikuti gompal ringan.
H Jaringan dan pola retak telah berlanjut , sehingga pecahan-pecahan
dapat diketahui dengan mudah dan terjadi gompal pinggir. Beberapa
pecahan mengalami roacking akibat lalu lintas.

Sumber : Hardiyatmo (2015)

4.1.4 Kerusakan Tambalan


Kondisi ini terjadi karena kerusakan pada permukaan perkerasan yang
diperbaiki sehingga tambalan berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk
kerusakan mengakibatkan terganggunya kenyamanan berkendara.
Kerusakan karena tambalan pada area Jalan Raya Campurdarat salah
satunya terjadi di STA 1+870 posisinya berada di perkerasan sebelah kiri.
Kerusakan ini memiliki panjang 1,8 m, lebar 0,8 m dan luas total 1,44 m2 dengan
tingkat kerusakan H (high atau tinggi) (sumber: Hardiyatmo (2015)

Gambar 4.5 Rusak Tambalan pada STA 1+870


Tabel 4.4 Tingkat kerusakan perkerasan aspal dan identifikasi kerusakan
tambalan (patching).
Tingkat Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan
dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
M Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan kendaraan agak terganggu.
H Tambalan sangat rusak dan atau kenyamanan kendaraan sangat
terganggu.

Sumber : Hardiyatmo (2015)

4.1.5 Kerusakan Pengelupasan (Delamination)


Kerusakan pengelupasan adalah kondisi dimana hilangnya permukaan
perkerasan karena mengelupasnya permukaan perkerasan sebagai lapisan aus,
seringkali disebabkan karena lekatan antara ban dari kendaraan dengan lapisan
pengikat permukaan perkerasan.
Kerusakan pengelupasan pada area Jalan Raya Campurdarat salah satunya
terjadi di STA 1+530 posisinya berada di perkerasan lajur sebelah kanan
Kerusakan ini memiliki panjang 2,7 m, lebar 1,2 m dan luas total 3,24 m2 dengan
tingkat kerusakan M (medium atau sedang) (sumber: Hardiyatmo (2015)
Gambar 4.6 Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+530
Tabel 4.5 Tingkat kerusakan perkerasan aspal dan identifikasi kerusakan
pengelupasan.
Tingkat Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di beberapa tempat, permukaan
mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli, dapat terlihat, tapi permukaannya
keras, tak dapat ditembus mata uang logam.
M Agregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak dan dapat
ditembus mata uang logam.
H Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar
dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan < 4 in (10 mm) dan
1
kedalaman in (13 mm). Luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung
2
sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaannya
lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi
longgar.

Sumber : Hardiyatmo (2015)

4.2 Perhitungan Metode PCI ( pavement condition index)


4.2.1 Nilai PCI (pavement condition index)
Dari hasil survei pengukuran dimensi panjang dan lebar dari tiap kerusakan
langsung dilapangan diperoleh luas (A) dimensi dari setiap kerusakan jalan yang
terjadi dengan cara panjang (P) dikalikan lebar (L) dan didapatkan hasil kriteria
kerusakan yaitu H (high atau tinggi), M (medium atau sedang) atau L (low atau
rendah) seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data dimensi kerusakan perkerasan jalan
No STA Jenis Kerusakan Panjang Lebar (L) Luas (A)
(P)
(m) (m²)
(m)

1 0+161 Berlubang 0,65 0,44 0,28

2 0+302 Berlubang 0,55 0,15 0,9

3 0+810 Pengelupasan 0,95 0,38 0,36

4 1+030 Rusak Tambalan 1,4 0,81 1,13

5 1+150 Pengelupasan 1,6 0,20 0,32

6 1+340 Pengelupasan 1,62 3 4,86

7 1+380 Berlubang 0,67 0,20 0,13

8 1+480 Retak kulit buaya 4,5 1,5 6,7

9 1+510 Berlubang 0,22 0,12 0,03

10 1+530 Pengelupasan 2,7 1,2 3,24

11 1+540 Berlubang 1,45 0,86 1,25

12 1+630 Pengelupasan 0,70 0,40 0,28

13 1+760 Pengelupasan 6 4,5 27

14 1+800 Berlubang 0,35 0,22 0,08

15 1+870 Rusak Tambalan 1,8 0,8 1,44

16 1+950 Berlubang 0,26 0,24 0,06

17 2+170 Pengelupasan 4 1,2 4,8

18 2+180 Retak Pinggir 2 1,2 2,4

19 2+280 Pengelupasan 0,95 0,15 0,14

20 2+660 Rusak Tambalan 0,65 0,30 0,19

Sumber : survei lapangan

Dari hasil perhitungan luas kerusakan didapatkan kesimpulan suatu kerusakan


jalan masuk dalam kriteria kerusakan H (high atau tinggi), M (medium atau
sedang) atau L (low atau rendah) sesuai pada Tabel 4.7
Tabel 4.7. Kondisi dan Tingkat Kerusakan di Lapangan
Tingkat
Jenis Kerusakan
No STA Kondisi Lapangan Luas
Kerusakan
H M L
1 0+161 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,28 m² √
di seluruh kedalaman

2 0+302 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,9 m² √


di seluruh kedalaman
3 0+810 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah lepas. 0,36 m² √
Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang.
4 1+030 Rusak Tambalan sedikit rusak dan atau 1,13 m² √
kenyamanan kendaraan agak terganggu
Tambalan

5 1+150 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah lepas. 0,32 m² √


Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang.
6 1+340 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah banyak 4,86 m² √
lepas. Tekstur permukaan sangat kasar
dan mengakibatkan banyak lubang.
7 1+380 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,13 m² √
di seluruh kedalaman
8 1+480 Retak kulit Retak kulit ringan terus berkembang ke 6,7 m² √
dalam pola atau jaringan retakan yang
buaya
diikuti gompal ringan.
9 1+510 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,03 m² √
di seluruh kedalaman
10 1+530 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah lepas. 3,24 m² √
Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang.
11 1+540 Berlubang Perlu penambahan di seluruh 1,25 m² √
kedalaman.
12 1+630 Pengelupasan Agregat atau bahan pengikat mulai 0,28 m² √
lepas. Di beberapa tempat, permukaan
mulai berlubang.
13 1+760 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah banyak 27 m² √
lepas. Tekstur permukaan sangat kasar
dan mengakibatkan banyak lubang.
14 1+800 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,08 m² √
di seluruh kedalaman
15 1+870 Rusak Tambalan sangat rusak dan atau 1,44 m² √
kenyamanan kendaraan sangat
Tambalan
terganggu.
16 1+950 Berlubang Membutuhkan penambahan parsial atau 0,06 m² √
di seluruh kedalaman
17 2+170 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah lepas. 4,8 m² √
Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang.
18 2+180 Retak Pinggir Retak sedang dengan beberapa pecahan 2,4 m² √
dan butiran lepas
19 2+280 Pengelupasan Agregat atau pengikat telah lepas. 0,14 m² √
Tekstur permukaan agak kasar dan
berlubang.
20 2+660 Rusak Tambalan sedikit rusak dan atau 0,19 m² √
kenyamanan kendaraan agak terganggu
Tambalan

Sumber : survei lapangan

Keterangan :
L = Low

M = Medium

H = High

Langkah berikutnya menjumlahkan semua luas (A) jenis kerusakan yang


jenis kerusakannya sama dengan memberi notasi (Ad) untuk luas total kerusakan
untuk setiap tingkat kerusakan (lihat Tabel 4.6). Dalam penelitian ini dibagi
menjadi 5 segmen sepanjang 540 m dengan luas unit sampel yang ditinjau setiap
540 m panjang dan lebar 7 m, sehingga luas total unit sampelnya (As) adalah 7 m
x 540 m = 3780 m². Perhitungan untuk menentukan PCI (pavement condition
index) yaitu :

4.2.1.1. Nilai PCI pada segmen 1 (STA 0+000 – STA 0+540)


a. Kerusakan Berlubang pada STA 0+161
 Luas total kerusakan (Ad) = 0,28 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
Ad 0,28
 Kerapatan (density) ( %) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,007

Gambar 4.7 Kerusakan berlubang pada STA 0+161


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.8) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0.
Gambar 4.8 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 1

b. Kerusakan Berlubang pada STA 0+302


 Luas total kerusakan (Ad) = 0,9 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = L ( low atau rendah)
𝐴𝑑 0,9
 Kerapatan (density) (%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,02

Gambar 4.9 Kerusakan berlubang STA 0+302


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.10) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 8
Gambar 4.10 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 1
Total nilai pengurang (total deduct value) diperoleh dengan menjumlah
seluruh nilai pengurang yang telah didapatkan dari grafik deduct value tiap jenis
kerusakan. Nilai pengurang total diperoleh:

TDV = DVlubang + Dvlubang

TDV = o + 8= 8

Total nilai pengurang (TDV) diperoleh dengan nilai sebesar 8 dengan


jumlah nilai pengurang lebih besar 2 (q) = 2. Kemudian dengan grafik hubungan
antara nilai pengurang total dengan nilai pengurang terkoreksi. Diperoleh nilai
pengurang terkoreksi (corrected deduct value ) sebesar (Tabel 4.8)

Tabel 4.8 Nilai pengurang terkoreksi (corrected deduct value) segmen 1

STA Nilai pengurang terkoreksi (deduct TDV q CDV


value,DV)

0+000-0+540 0 8 8 2 4
Gambar 4.11 Grafik nilai corrected deduct value segmen 1
Untuk nilai PCI perkerasan segmen 1 pada STA 0+000 - 0+540
menggunakan perhitungan maka didapatkan nilai sebesar:
PCI = 100 – CDV
PCI = 100- 4
PCI = 96

4.2.1.2 Nilai PCI pada segmen 2 (STA 0+540 – 1+080)

a. Kerusakan Pengelupasan pada STA 0+810


 Luas total kerusakan (Ad) = 0,36 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat Kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,36
 Kerapatan (density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,009
Gambar 4.12 Kerusakan Pengelupasan STA 0+810
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.13) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0

Gambar 4.13 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 2


b. Kerusakan rusak tambalan pada STA 1+030
 Luas total kerusakan (Ad) = 1,13 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 1,13
 Kerapatan (density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780x 100 = 0,02
Gambar 4.14 Kerusakan rusak tambalan STA 1+030
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan rusak tambalan (Gambar 4.15) diperoleh nilai pengurang (deduct
value) sebesar 3

Gambar 4.15 Grafik nilai deduct value rusak tambalan pada segmen 2
Total nilai pengurang (total deduct value) diperoleh dengan menjumlah
seluruh nilai pengurang yang telah didapatkan dari grafik deduct value tiap jenis
kerusakan. Nilai pengurang total diperoleh:
TDV = DVpengelupasan +
Dvrusak tambalan

TDV = o + 3 = 3

Total nilai pengurang (TDV) diperoleh dengan nilai sebesar 3 dengan


jumlah nilai pengurang lebih besar 2 (q) = 2. Kemudian dengan grafik hubungan
antara nilai pengurang total dengan nilai pengurang terkoreksi. Diperoleh nilai
pengurang terkoreksi (corrected deduct value) sebesar (Tabel 4.9)
Tabel 4.9 Nilai pengurang terkoreksi (corrected deduct value) segmen 2
STA Nilai pengurang terkoreksi (deduct TDV q CDV
value,DV)

0+540-1+080 0 3 3 2 2

Gambar 4.16 Grafik nilai corrected deduct value segmen 2


Untuk nilai PCI perkerasan segmen 2 pada STA 0+540 – 1+080
menggunakan perhitungan maka didapatkan nilai sebesar:
PCI = 100 – CDV
PCI = 100 – 2= 98
4.2.1.3 Nilai PCI pada segmen 3 (1+080 – 1+620)

a. Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+150


 Luas total kerusakan (Ad) = 0,32 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,32
 Kerapatan (density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,008
Gambar 4.16 Kerusakan Pengelupasan STA 1+150
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.17) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0

Gambar 4.17 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 3


b. Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+340
 Luas total kerusakan (Ad) = 4,86 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = H (high atau tinggi)
𝐴𝑑 4,86
 Kerapatan (density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,12
Gambar 4.18 Kerusakan Pengelupasan STA 1+340
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.19) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 9

Gambar 4.19 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 3


c. Kerusakan Berlubang pada STA 1+380
 Luas Kerusakan (Ad) = 0,13 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,13
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,003
Gambar 4.20 Kerusakan Berlubang STA 1+380
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.21) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0

Gambar 4.21 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 3


d. Kerusakan Retak Kulit Buaya pada STA 1+480
 Luas kerusakan (Ad) = 6,7 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 6,7
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,17

Gambar 4.22 Kerusakan retak kulit buaya STA 1+480


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan retak kulit buaya (Gambar 4.23) diperoleh nilai pengurang (deduct
value) sebesar 4
Gambar 4.23 Grafik nilai deduct value retak kulit buaya segmen 3
e. Kerusakan Berlubang pada STA 1+510
 Luas kerusakan (Ad) = 0,03 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,03
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,0007

Gambar 4.24 Kerusakan berlubang STA 1+510


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.25) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0
Gambar 4.25 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 3
f. Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+530
 Luas kerusakan (Ad) = 3,24 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 3,24
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,08

Gambar 4.26 Kerusakan pengelupasan STA 1+530


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.27) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0
Gambar 4.27 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 3
g. Kerusakan Berlubang pada STA 1+540
 Luas kerusakan (Ad) = 1,25 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = H (high atau tinggi)
𝐴𝑑 1,25
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,03

Gambar 4.28 Kerusakan berlubang STA 1+540


Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.29) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 32

Gambar 4.29 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 3


Total nilai pengurang (total deduct value) diperoleh dengan menjumlah
seluruh nilai pengurang yang telah didapatkan dari grafik deduct value tiap jenis
kerusakan. Nilai pengurang total diperoleh:
TDV = DVpengelupasan + Dvpengelupasan+ Dvberlubang+ Dvretakkulitbuaya+ Dvberlubang+
Dvpengelupasan+ Dvberlubang

TDV = 0 + 9 + 0 + 4 + 0 +
0 + 32 = 45
Total nilai pengurang (TDV) diperoleh dengan nilai sebesar 45 dengan
jumlah nilai pengurang lebih besar 2 (q) = 7. Kemudian dengan grafik hubungan
antara nilai pengurang total dengan nilai pengurang terkoreksi. Diperoleh nilai
pengurang terkoreksi (corrected deduct value) sebesar (Tabel 4.10)

Tabel 4.10 Nilai pengurang terkoreksi (corrected deduct value) segmen 3


STA Nilai pengurang terkoreksi (deduct TDV q CDV
value,DV)

1+080-1+620 0 9 0 4 0 0 32 45 7 18

Gambar 4.30 Grafik nilai corrected deduct value segmen 3


Untuk nilai PCI perkerasan segmen 3 pada STA 0+080 – 1+620
menggunakan perhitungan maka didapatkan nilai sebesar:
PCI = 100 – CDV
PCI = 100 – 18 = 82

4.2.1.3 Nilai PCI pada segmen 4 (1+1620-2+160)

a. Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+630


 Luas kerusakan (Ad) = 0,28 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = L (low atau rendah)
𝐴𝑑 0,28
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,007
Gambar 4.31 Kerusakan Pengelupasan STA 1+630
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.32) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 0

Gambar 4.32 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 4

b. Kerusakan Pengelupasan pada STA 1+760


 Luas kerusakan (Ad) = 27 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = H (high atau tinggi)
𝐴𝑑 27
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,7
Gambar 4.33 Kerusakan Pengelupasan STA 1+760
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.34) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 17

Gambar 4.34 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 4


c. Kerusakan Berlubang pada STA 1+800
 Luas kerusakan (Ad) = 0,8 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,08
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,02
Gambar 4.35 Kerusakan berlubang STA 1+800

Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk


kerusakan berlubang (Gambar 4.36) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 10

Gambar 4.36 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 4


d. Kerusakan Rusak Tambalan pada STA 1+870
 Luas kerusakan (Ad) = 1,44 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = H (high atau tinggi)
𝐴𝑑 1,44
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,3
Gambar 4.37 kerusakan rusak tambalan STA 1+870
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan rusak tambalan (Gambar 4.38) diperoleh nilai pengurang (deduct
value) sebesar 11

Gambar 4.38 Grafik nilai deduct value rusak tambalan segmen 4


e. Kerusakan Berlubang pada STA 1+950
 Luas kerusakan (Ad) = 0,6 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,6
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,01
Gambar 4.39 Kerusakan berlubang STA 1+950
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan berlubang (Gambar 4.40) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 8

Gambar 4.40 Grafik nilai deduct value berlubang segmen 4


Total nilai pengurang (total deduct value) diperoleh dengan menjumlah
seluruh nilai pengurang yang telah didapatkan dari grafik deduct value tiap jenis
kerusakan. Nilai pengurang total diperoleh:
TDV = DVpengelupasan + Dvpengelupasan+ Dvberlubang+ Dvrusaktambalan+ Dvberlubang

TDV = 0 + 17+ 10 + 11+ 8


= 46

Total nilai pengurang (TDV) diperoleh dengan nilai sebesar 46 dengan


jumlah nilai pengurang lebih besar 2 (q) = 5. Kemudian dengan grafik hubungan
antara nilai pengurang total dengan nilai pengurang terkoreksi. Diperoleh nilai
pengurang terkoreksi (corrected deduct value) sebesar (Tabel 4.11)
Tabel 4.11 Nilai pengurang terkoreksi (corrected deduct value) segmen 4
STA Nilai pengurang terkoreksi (deduct TDV q CDV
value,DV)

1+620-2+160 0 17 10 11 8 46 5 20

Gambar 4.41 Grafik nilai coreccted deduct value segmen 4


Untuk nilai PCI perkerasan segmen 4 pada STA 1+620 – 2+160
menggunakan perhitungan maka didapatkan nilai sebesar:
PCI = 100 – CDV
PCI = 100 – 20 = 80

4.2.1.5 Nilai PCI pada segmen 5 (2+160-2+700)

a. Kerusakan Pengelupasan pada STA 2+170


 Luas kerusakan (Ad) = 4,8 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 4,8
 Kerapatan(density)(%) = x 100 = 3780 x 100 = 0,12
𝐴𝑠
Gambar 4.42 Kerusakan Pengelupasan STA 2+170
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan pengelupasan (Gambar 4.43) diperoleh nilai pengurang (deduct value)
sebesar 5

Gambar 4.43 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 5


b. Kerusakan Retak Pinggir pada STA 2+180
 Luas kerusakan (Ad) = 2,4 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 2,4
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,6
Gambar 4.44 Kerusakan retak pinggir STA 2+180
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
kerusakan retak pinggir (Gambar.45) diperoleh nilai pengurang
(deductvalue)sebesar 9

Gambar 4.45 Grafik nilai deduct value retak pinggir segmen 5

c. Kerusakan Pengelupasan pada STA 2+280


 Luas kerusakan (Ad) = 0,14 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,14
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,003
Gambar 4.46 Kerusakan pengelupasan STA 2+280
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
pengelupasan (Gambar 4.47) diperoleh nilai pengurang (deduct value) sebesar 0

Gambar 4.47 Grafik nilai deduct value pengelupasan segmen 5

d. Kerusakan Rusak Tambalan pada STA 2+660


 Luas kerusakan (Ad) = 0,19 m²
 Luas total unit sampel (As) = 7 m x 540 m = 3780 m²
 Tingkat kerusakan = M (medium atau sedang)
𝐴𝑑 0,19
 Kerapatan(density)(%) = 𝐴𝑠 x 100 = 3780 x 100 = 0,005
Gambar 4.48 Kerusakan rusak tambalan STA 2+660
Dengan grafik hubungan antara kerapatan dengan nilai pengurang untuk
pengelupasan (Gambar 4.49) diperoleh nilai pengurang (deduct value) sebesar 0

Gambar 4.49 Grafik nilai deduct value rusak tambalan segmen 5


Total nilai pengurang (total deduct value) diperoleh dengan menjumlah
seluruh nilai pengurang yang telah didapatkan dari grafik deduct value tiap jenis
kerusakan. Nilai pengurang total diperoleh:
TDV = DVpengelupasan + Dvretakpinggir+ Dvpengelupasan+ Dvrusaktambalan

TDV = 5 + 9+ 0 + 0 = 14

Total nilai pengurang (TDV) diperoleh dengan nilai sebesar 14 dengan


jumlah nilai pengurang lebih besar 2 (q) = 4. Kemudian dengan grafik hubungan
antara nilai pengurang total dengan nilai pengurang terkoreksi. Diperoleh nilai
pengurang terkoreksi (corrected deduct value) sebesar (Tabel 4.12)
Tabel 4.12 Nilai pengurang terkoreksi (corrected deduct value) segmen 5
STA Nilai pengurang terkoreksi (deduct TDV q CDV
value,DV)

2+160-2+700 5 9 0 0 14 4 3

Gambar 4.50 Grafik nilai coreccted deduct value segmen 5


Untuk nilai PCI perkerasan segmen 5 pada STA 2+160 – 2+700
menggunakan perhitungan maka didapatkan nilai sebesar:
PCI = 100 – CDV
PCI = 100 – 3 = 97
Tabel 4.13 Nilai PCI Tiap Segmen
Segmen STA (km) TDV CDV PCI
1 0+000-0+540 8 4 96
2 0+540-1+080 3 2 98
3 1+080-1+620 45 18 82
4 1+620-2+160 46 20 80
5 2+160-2+700 14 3 97
Jumlah 453

Keterangan
TDV = Total Deduct Value
CDV= Corrected Deduct Value
PCI = Pavement Condition Index

4.2.1.6 Menentukan Rating


Tiap segmen memiliki kondisi kerusakan yang berbeda-beda. Penilaian
kondisi kerusakan didasarkan pada nilai PCI sesuai dengan Tabel 2.3. Kondisi
kerusakan pada ruas Jalan Raya Parang terdapat dalam Tabel 4.14 sebagai
berikut:
Tabel 4.14 Rating kerusakan berdasarkan nilai PCI
Segmen STA (km) Nilai PCI Rating
0+000-0+540 96
1 Sempurna (excellent)
0+540-1+080 98
2 Sempurna (excellent)
1+080-1+620 82
3 Sangat Baik (very good)
1+620-2+160 80
4 Sangat Baik (very good)
2+160-2+700 97
5 Sempurna (excellent)

Maka nilai PCI (Pavement Condition Index) perkerasan secara


keseluruhan pada Jalan Raya Campurdarat adalah sebesar:
PCI = (∑ 𝑃𝐶𝐼(𝑠)/ N)
PCI = (453/5)
PCI = 90,6
Berdasarkan nilai PCI diatas diperoleh nilai kondisi Jalan Raya
Campurdarat yaitu sempurna (excellent) sesuai Tabel 2.3
4.3 Perbaikan Kerusakan Jalan Overlay Dengan Metode Analisa Komponen
Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pt T-01-
2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai
indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat kembali
mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat
kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir. Langkah- langkah
untuk merencanakan perbaikan jalan dengan overlay adalah sebagai berikut:

4.3.1 Umur Rencana


Umur rencana pada perencanaan perhitungan tebal lapis permukaan
perkerasan lentur pada Ruas Jalan Raya Campurdarat STA 0+000 – 2+700 adalah
10 tahun.
4.3.2 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Salah satu jalur lalu lintas dari suatu jalan raya, yang menampung lalu
lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur
ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 4.15 berikut:
Tabel 4.15 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan Jumlah Jalur (n)
L < 5,5 m 1 lajur
5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur
8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur
11,25 < L < 15 m 4 lajur
15 m < L < 18,75 m 5 lajur
18,75 < L < 22 m 6 lajur
Sumber : Sukirman, 2010: 144
Koefisien distribusi kendaraan (C) pada kendaraan ringan dan kendaraan
berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 4.16
Tabel 4.16 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah Jalur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,000
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,500
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,450
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,400
Sumber: Sukirman, 2010 : 145
Ruas Jalan Raya Campurdarat STA 0+000 – STA 2+700 diketahui
berdasarkan Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 adalah 1 lajur 2 arah yang dimana pada
perkerasannya memiliki lebar 7 m. Maka koefisien distribusi kendaraan (C) yang
dipakai adalah 1,00.

4.3.3 Angka Ekivalen (E)


Angka ekivalen kendaraan masing - masing golongan beban sumbu
(setiap kendaraan)
Ditentukan menurut rumus pada Tabel 4.17 berikut:
Tabel 4.17 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Beban Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

Sumber: Indriani, 2018 : 90

4.3.4 Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) dan Perhitungan Lintas Ekivalen
Berdasarkan perhitungan atau perencanaan (overlay) diperlukan data
LHR pada Ruas Jalan Raya Campurdarat dan berikut data primer yang didapat
melalui survei lalu lintas selama 8 jam , dimulai dari jam 06.00 sampai dengan jam
14.00 dan dibagi tiap 15 menit.
Tabel 4.18 Data Survey lapangan Volume LHR 6 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal senin, 6 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit (A - B)
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 39 16 2 57
06.15 - 06.30 56 24 1 81
06.30 - 06.45 62 26 2 90
06.45 - 07.00 59 34 2 95 323
07.00 - 07.15 60 35 1 96 362
07.15 - 07.30 90 35 0 125 406
07.30 - 07.45 95 43 3 141 457
07.45 - 08.00 100 44 4 148 510
08.00 - 08.15 109 55 2 166 580
08.15 - 08.30 148 60 2 210 665
08.30 - 08.45 154 61 2 217 741
08.45 - 09.00 159 61 1 221 814
09.00 - 09.15 164 68 3 235 883
09.15 - 09.30 152 69 4 225 898
09.30 - 09.45 159 61 4 224 905
09.45 - 10.00 143 55 1 199 883
10.00 - 10.15 132 64 2 198 846
10.15 - 10.30 119 57 3 179 800
10.30 - 10.45 117 42 1 160 736
10.45 - 11.00 107 36 0 143 680
11.00 - 11.15 92 39 2 133 615
11.15 - 11.30 112 37 3 152 588
11.30 - 11.45 135 42 1 178 606
11.45 - 12.00 93 46 1 140 603
12.00 - 12.15 103 32 2 137 607
12.15 - 12.30 87 37 3 127 582
12.30 - 12.45 110 42 1 153 557
12.45 - 13.00 101 50 0 151 568
13.00 - 13.15 93 37 3 133 564
13.15 - 13.30 91 48 1 140 577
13.30 - 13.45 84 37 1 122 546
13.45 - 14.00 89 37 2 128 523
Jumlah 3414 1430 60
Tabel 4.19 Data Survey lapangan Volume LHR 6 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal senin, 6 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 22 6 0 28
06.15 - 06.30 35 14 0 49
06.30 - 06.45 44 10 2 56
06.45 - 07.00 39 19 1 59 192
07.00 - 07.15 41 17 3 61 225
07.15 - 07.30 54 15 1 70 246
07.30 - 07.45 78 25 2 105 295
07.45 - 08.00 92 29 4 125 361
08.00 - 08.15 83 36 2 121 421
08.15 - 08.30 98 45 2 145 496
08.30 - 08.45 103 44 2 149 540
08.45 - 09.00 110 46 1 157 572
09.00 - 09.15 126 47 0 173 624
09.15 - 09.30 127 34 3 164 643
09.30 - 09.45 134 20 1 155 649
09.45 - 10.00 132 14 0 146 638
10.00 - 10.15 112 45 2 159 624
10.15 - 10.30 101 29 2 132 592
10.30 - 10.45 104 51 1 156 593
10.45 - 11.00 93 45 1 139 586
11.00 - 11.15 123 56 4 183 610
11.15 - 11.30 151 34 3 188 666
11.30 - 11.45 101 22 0 123 633
11.45 - 12.00 77 22 1 100 594
12.00 - 12.15 98 26 1 125 536
12.15 - 12.30 68 26 4 98 446
12.30 - 12.45 84 23 2 109 432
12.45 - 13.00 98 30 0 128 460
13.00 - 13.15 88 26 1 115 450
13.15 - 13.30 93 23 1 117 469
13.30 - 13.45 78 27 1 106 466
13.45 - 14.00 77 26 3 106 444
Jumlah 2864 932 51
Tabel 4.20 Data Survey lapangan Volume LHR 7 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Selasa, 7 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl.Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 35 27 4 66
06.15 - 06.30 23 19 8 50
06.30 - 06.45 78 37 9 124
06.45 - 07.00 89 32 11 132 372
07.00 - 07.15 91 44 9 144 450
07.15 - 07.30 96 47 15 158 558
07.30 - 07.45 87 53 11 151 585
07.45 - 08.00 103 58 14 175 628
08.00 - 08.15 116 53 13 182 666
08.15 - 08.30 135 96 18 249 757
08.30 - 08.45 250 101 17 368 974
08.45 - 09.00 435 162 16 613 1412
09.00 - 09.15 350 164 24 538 1768
09.15 - 09.30 426 199 21 646 2165
09.30 - 09.45 468 210 12 690 2487
09.45 - 10.00 251 109 10 370 2244
10.00 - 10.15 165 89 11 265 1971
10.15 - 10.30 153 87 13 253 1578
10.30 - 10.45 151 89 9 249 1137
10.45 - 11.00 132 78 10 220 987
11.00 - 11.15 119 74 6 199 921
11.15 - 11.30 113 69 13 195 863
11.30 - 11.45 102 62 24 188 802
11.45 - 12.00 115 67 12 194 776
12.00 - 12.15 101 58 11 170 747
12.15 - 12.30 96 78 9 183 735
12.30 - 12.45 106 68 13 187 734
12.45 - 13.00 78 77 9 164 704
13.00 - 13.15 82 47 11 140 674
13.15 - 13.30 88 47 15 150 641
13.30 - 13.45 102 50 9 161 615
13.45 - 14.00 107 44 8 159 610
Jumlah 4843 2495 395
Tabel 4.21 Data Survey lapangan Volume LHR 7 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Selasa, 7juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 43 21 7 71
06.15 - 06.30 57 21 7 85
06.30 - 06.45 79 34 6 119
06.45 - 07.00 75 43 8 126 401
07.00 - 07.15 66 49 13 128 458
07.15 - 07.30 95 46 11 152 525
07.30 - 07.45 101 54 6 161 567
07.45 - 08.00 121 60 12 193 634
08.00 - 08.15 143 65 11 219 725
08.15 - 08.30 213 87 14 314 887
08.30 - 08.45 213 98 10 321 1047
08.45 - 09.00 325 150 27 502 1356
09.00 - 09.15 469 172 17 658 1795
09.15 - 09.30 420 181 25 626 2107
09.30 - 09.45 412 226 29 667 2453
09.45 - 10.00 315 110 12 437 2388
10.00 - 10.15 187 98 10 295 2025
10.15 - 10.30 125 82 10 217 1616
10.30 - 10.45 128 77 13 218 1167
10.45 - 11.00 115 59 11 185 915
11.00 - 11.15 123 86 17 226 846
11.15 - 11.30 101 71 20 192 821
11.30 - 11.45 93 91 19 203 806
11.45 - 12.00 87 83 19 189 810
12.00 - 12.15 128 94 23 245 829
12.15 - 12.30 117 82 20 219 856
12.30 - 12.45 121 86 15 222 875
12.45 - 13.00 105 83 18 206 892
13.00 - 13.15 101 88 12 201 848
13.15 - 13.30 97 77 11 185 814
13.30 - 13.45 113 65 21 199 791
13.45 - 14.00 99 34 17 150 735
Jumlah 4987 2673 471
Tabel 4.22 Data Survey lapangan Volume LHR 8 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Rabu, 8 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 30 15 3 48
06.15 - 06.30 22 20 7 49
06.30 - 06.45 33 21 11 65
06.45 - 07.00 31 18 6 55 217
07.00 - 07.15 51 19 9 79 248
07.15 - 07.30 52 29 6 87 286
07.30 - 07.45 61 21 7 89 310
07.45 - 08.00 52 32 4 88 343
08.00 - 08.15 74 32 5 111 375
08.15 - 08.30 82 31 9 122 410
08.30 - 08.45 76 33 7 116 437
08.45 - 09.00 58 35 4 97 446
09.00 - 09.15 54 39 13 106 441
09.15 - 09.30 88 30 7 125 444
09.30 - 09.45 91 31 11 133 461
09.45 - 10.00 105 33 16 154 518
10.00 - 10.15 101 40 13 154 566
10.15 - 10.30 127 48 17 192 633
10.30 - 10.45 129 40 7 176 676
10.45 - 11.00 118 39 13 170 692
11.00 - 11.15 132 37 10 179 717
11.15 - 11.30 125 39 12 176 701
11.30 - 11.45 118 49 14 181 706
11.45 - 12.00 121 40 16 177 713
12.00 - 12.15 136 37 11 184 718
12.15 - 12.30 129 39 8 176 718
12.30 - 12.45 102 49 7 158 695
12.45 - 13.00 112 40 11 163 681
13.00 - 13.15 102 37 13 152 649
13.15 - 13.30 109 33 9 151 624
13.30 - 13.45 96 35 10 141 607
13.45 - 14.00 78 41 9 128 572
Jumlah 2795 1082 305
Tabel 4.23 Data Survey lapangan Volume LHR 8 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Rabu, 8 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 23 12 7 42
06.15 - 06.30 31 26 7 64
06.30 - 06.45 35 19 6 60
06.45 - 07.00 64 29 8 101 267
07.00 - 07.15 56 28 13 97 322
07.15 - 07.30 77 32 11 120 378
07.30 - 07.45 82 45 6 133 451
07.45 - 08.00 88 43 12 143 493
08.00 - 08.15 96 60 11 167 563
08.15 - 08.30 125 78 9 212 655
08.30 - 08.45 155 79 10 244 766
08.45 - 09.00 176 74 8 258 881
09.00 - 09.15 198 79 12 289 1003
09.15 - 09.30 215 85 13 313 1104
09.30 - 09.45 243 76 11 330 1190
09.45 - 10.00 256 67 9 332 1264
10.00 - 10.15 178 78 10 266 1241
10.15 - 10.30 198 48 10 256 1184
10.30 - 10.45 154 41 13 208 1062
10.45 - 11.00 134 37 11 182 912
11.00 - 11.15 104 35 17 156 802
11.15 - 11.30 91 28 13 132 678
11.30 - 11.45 86 30 13 129 599
11.45 - 12.00 96 32 19 147 564
12.00 - 12.15 105 27 7 139 547
12.15 - 12.30 99 31 7 137 552
12.30 - 12.45 94 30 15 139 562
12.45 - 13.00 88 33 6 127 542
13.00 - 13.15 96 34 12 142 545
13.15 - 13.30 102 36 11 149 557
13.30 - 13.45 106 32 10 148 566
13.45 - 14.00 102 28 8 138 577
Jumlah 3753 1412 335
Tabel 4.24 Data Survey lapangan Volume LHR 9 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Kamis, 9 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 24 10 3 37
06.15 - 06.30 35 17 8 60
06.30 - 06.45 27 16 12 55
06.45 - 07.00 35 32 10 77 229
07.00 - 07.15 31 16 9 56 248
07.15 - 07.30 51 19 15 85 273
07.30 - 07.45 45 15 14 74 292
07.45 - 08.00 56 30 11 97 312
08.00 - 08.15 76 29 9 114 370
08.15 - 08.30 102 15 9 126 411
08.30 - 08.45 99 45 12 156 493
08.45 - 09.00 123 49 7 179 575
09.00 - 09.15 124 61 9 194 655
09.15 - 09.30 98 31 4 133 662
09.30 - 09.45 88 41 8 137 643
09.45 - 10.00 98 56 13 167 631
10.00 - 10.15 87 51 14 152 589
10.15 - 10.30 76 65 10 151 607
10.30 - 10.45 78 64 9 151 621
10.45 - 11.00 65 42 13 120 574
11.00 - 11.15 56 54 15 125 547
11.15 - 11.30 62 45 9 116 512
11.30 - 11.45 45 50 8 103 464
11.45 - 12.00 52 46 8 106 450
12.00 - 12.15 49 40 9 98 423
12.15 - 12.30 51 41 10 102 409
12.30 - 12.45 67 53 6 126 432
12.45 - 13.00 61 68 4 133 459
13.00 - 13.15 61 56 20 137 498
13.15 - 13.30 58 44 24 126 522
13.30 - 13.45 52 39 18 109 505
13.45 - 14.00 68 60 15 143 515
Jumlah 2100 1300 345
Tabel 4.25 Data Survey lapangan Volume LHR 9 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Kamis, 9 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 34 17 4 55
06.15 - 06.30 39 19 4 62
06.30 - 06.45 38 31 6 75
06.45 - 07.00 53 28 12 93 285
07.00 - 07.15 50 35 9 94 324
07.15 - 07.30 78 41 10 129 391
07.30 - 07.45 66 37 8 111 427
07.45 - 08.00 98 25 12 135 469
08.00 - 08.15 102 41 9 152 527
08.15 - 08.30 149 50 8 207 605
08.30 - 08.45 145 47 19 211 705
08.45 - 09.00 177 31 21 229 799
09.00 - 09.15 132 65 14 211 858
09.15 - 09.30 134 41 12 187 838
09.30 - 09.45 101 52 19 172 799
09.45 - 10.00 121 65 18 204 774
10.00 - 10.15 78 29 20 127 690
10.15 - 10.30 97 74 18 189 692
10.30 - 10.45 89 56 14 159 679
10.45 - 11.00 103 61 15 179 654
11.00 - 11.15 109 61 17 187 714
11.15 - 11.30 72 52 14 138 663
11.30 - 11.45 56 63 14 133 637
11.45 - 12.00 79 78 16 173 631
12.00 - 12.15 94 76 12 182 626
12.15 - 12.30 87 98 21 206 694
12.30 - 12.45 67 87 14 168 729
12.45 - 13.00 76 76 14 166 722
13.00 - 13.15 84 72 21 177 717
13.15 - 13.30 97 83 14 194 705
13.30 - 13.45 101 67 16 184 721
13.45 - 14.00 99 54 15 168 723
Jumlah 2905 1712 440
Tabel 4.26 Data Survey lapangan Volume LHR 10 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Jumat, 10 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 75 19 3 97
06.15 - 06.30 81 18 8 107
06.30 - 06.45 96 21 9 126
06.45 - 07.00 83 20 8 111 441
07.00 - 07.15 64 19 7 90 434
07.15 - 07.30 59 28 5 92 419
07.30 - 07.45 89 32 5 126 419
07.45 - 08.00 76 32 6 114 422
08.00 - 08.15 67 21 5 93 425
08.15 - 08.30 68 22 8 98 431
08.30 - 08.45 87 21 9 117 422
08.45 - 09.00 90 18 9 117 425
09.00 - 09.15 65 19 7 91 423
09.15 - 09.30 58 18 10 86 411
09.30 - 09.45 98 15 5 118 412
09.45 - 10.00 67 21 8 96 391
10.00 - 10.15 77 20 11 108 408
10.15 - 10.30 72 16 6 94 416
10.30 - 10.45 64 14 7 85 383
10.45 - 11.00 76 11 5 92 379
11.00 - 11.15 0 271
11.15 - 11.30 0 177
11.30 - 11.45 0 92
11.45 - 12.00 0 0
12.00 - 12.15 0 0
12.15 - 12.30 0 0
12.30 - 12.45 76 9 6 91 91
12.45 - 13.00 65 9 8 82 173
13.00 - 13.15 71 12 10 93 266
13.15 - 13.30 86 21 9 116 382
13.30 - 13.45 75 19 9 103 394
13.45 - 14.00 55 18 11 84 396
Jumlah 1940 493 194
Tabel 4.27 Data Survey lapangan Volume LHR 10 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Jumat, 10 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 65 12 1 78
06.15 - 06.30 70 14 1 85
06.30 - 06.45 65 16 2 83
06.45 - 07.00 78 17 1 96 342
07.00 - 07.15 81 14 4 99 363
07.15 - 07.30 92 18 5 115 393
07.30 - 07.45 82 19 5 106 416
07.45 - 08.00 74 21 5 100 420
08.00 - 08.15 76 22 3 101 422
08.15 - 08.30 68 21 8 97 404
08.30 - 08.45 65 14 4 83 381
08.45 - 09.00 55 25 7 87 368
09.00 - 09.15 46 36 6 88 355
09.15 - 09.30 75 24 4 103 361
09.30 - 09.45 80 24 11 115 393
09.45 - 10.00 65 17 6 88 394
10.00 - 10.15 74 15 7 96 402
10.15 - 10.30 72 11 7 90 389
10.30 - 10.45 65 13 9 87 361
10.45 - 11.00 64 9 5 78 351
11.00 - 11.15 0 255
11.15 - 11.30 0 165
11.30 - 11.45 0 78
11.45 - 12.00 0 0
12.00 - 12.15 0 0
12.15 - 12.30 0 0
12.30 - 12.45 69 11 8 88 88
12.45 - 13.00 65 8 7 80 168
13.00 - 13.15 70 7 7 84 252
13.15 - 13.30 56 12 8 76 328
13.30 - 13.45 68 14 8 90 330
13.45 - 14.00 64 21 11 96 346
Jumlah 1804 435 150
Tabel 4.28 Data Survey lapangan Volume LHR 11 Juni 2022 A-B
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Sabtu, 11 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data A-B
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 34 15 6 55
06.15 - 06.30 47 26 8 81
06.30 - 06.45 31 24 7 62
06.45 - 07.00 43 29 8 80 278
07.00 - 07.15 35 21 7 63 286
07.15 - 07.30 64 30 9 103 308
07.30 - 07.45 68 25 9 102 348
07.45 - 08.00 72 31 10 113 381
08.00 - 08.15 81 32 10 123 441
08.15 - 08.30 128 23 12 163 501
08.30 - 08.45 143 45 16 204 603
08.45 - 09.00 132 41 12 185 675
09.00 - 09.15 129 45 10 184 736
09.15 - 09.30 101 42 15 158 731
09.30 - 09.45 97 52 9 158 685
09.45 - 10.00 90 67 21 178 678
10.00 - 10.15 80 62 21 163 657
10.15 - 10.30 86 90 23 199 698
10.30 - 10.45 80 53 22 155 695
10.45 - 11.00 77 57 17 151 668
11.00 - 11.15 79 51 18 148 653
11.15 - 11.30 76 54 10 140 594
11.30 - 11.45 88 58 19 165 604
11.45 - 12.00 63 43 25 131 584
12.00 - 12.15 57 45 20 122 558
12.15 - 12.30 62 50 28 140 558
12.30 - 12.45 56 61 21 138 531
12.45 - 13.00 71 65 19 155 555
13.00 - 13.15 72 61 9 142 575
13.15 - 13.30 67 53 9 129 564
13.30 - 13.45 73 47 12 132 558
13.45 - 14.00 74 57 13 144 547
Jumlah 2456 1455 455
Tabel 4.29 Data Survey lapangan Volume LHR 11 Juni 2022 B-A
REKAPITULASI SURVEY LALU LINTAS
Hari/Tanggal Sabtu, 11 juni 2022
Jam 06.00 - 14.00
Data B-A
Lokasi Jl. Campurdarat
Jumlah Kendaraan/15 menit
WAKTU Akumulasi/15
MC (motor) LV (mobil) HV(truk) Kend/jam
menit
06.00 - 06.15 31 25 9 65
06.15 - 06.30 38 23 8 69
06.30 - 06.45 36 24 7 67
06.45 - 07.00 49 31 6 86 287
07.00 - 07.15 45 27 11 83 305
07.15 - 07.30 63 31 10 104 340
07.30 - 07.45 74 41 7 122 395
07.45 - 08.00 69 37 9 115 424
08.00 - 08.15 85 42 11 138 479
08.15 - 08.30 127 47 12 186 561
08.30 - 08.45 189 50 12 251 690
08.45 - 09.00 176 39 9 224 799
09.00 - 09.15 157 80 13 250 911
09.15 - 09.30 158 44 14 216 941
09.30 - 09.45 115 54 13 182 872
09.45 - 10.00 120 48 8 176 824
10.00 - 10.15 90 27 9 126 700
10.15 - 10.30 80 79 13 172 656
10.30 - 10.45 56 62 15 133 607
10.45 - 11.00 82 64 12 158 589
11.00 - 11.15 107 71 18 196 659
11.15 - 11.30 89 50 15 154 641
11.30 - 11.45 74 66 15 155 663
11.45 - 12.00 86 63 12 161 666
12.00 - 12.15 106 90 21 217 687
12.15 - 12.30 93 87 16 196 729
12.30 - 12.45 71 50 11 132 706
12.45 - 13.00 86 53 20 159 704
13.00 - 13.15 81 64 19 164 651
13.15 - 13.30 82 69 18 169 624
13.30 - 13.45 91 54 12 157 649
13.45 - 14.00 95 53 18 166 656
Jumlah 2901 1645 403
Dari hasil survey dilapangan diperoleh data lalu lintas harian rata-rata
yang ditunjukkan Tabel 4.30
Tabel 4.30 Data LHR Hasil Survey
Jenis Kendaraan LHR Hasil Survey
Kendaraan Ringan 2 ton (1+1) 4218
Truk 2 as 13 ton (5+8) 293
Total 4511
Sumber: Survey
Berdasarkan Tabel 4.30 didapat angka ekivalen sebagai berikut:
 Kendaraan Ringan 2 ton (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
 Truk 2 as 13 ton (5+8) = 0,1410 + 0,9238 = 1,0648

Faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data-data pertumbuhan series


(historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain
yang berlaku. Jika tidak tersedia data maka Tabel 4.31 dapat digunakan (2015-
2035)
Tabel 4.31 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)
Jawa Sumatra Kalimantan Rata-rata
Indonesia
Arteri dan Perkotaan 4,80 4,83 5,14 4,75
Kolektor Rural 3,50 3,50 3,50 3,50
Jalan Desa 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: Bina Marga, 2017
Untuk perhitungan umur rencana 10 tahun kedepan dengan data LHR
2022 yang mana perencanaan sampai tahun 2032 menggunakan rumus berikut:

LHRn = LHRj ( 1 + i )𝑛
Keterangan:
LHRj = Lalu Lintas Harian Rata-rata Awal
i = Pertumbuhan Lalu Lintas (%)
n = Umur Rencana
Untuk hasil yang didapat terdapat pada Tabel 4.32 berikut:
Tabel 4.32 Lalu lintas Harian Rata-rata 10 Tahun Rencana (LHR 2032)
Jenis Kendaraan LHR Hasil LHR
Survey Rencana
2032
2022
Kendaraan Ringan 2 ton (1+1) 4218 8480
Truk 2 as 13 ton (5+8) 293 413
Total 4511 8893

Untuk menentukan nilai Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dapat dihitung


sebagai berikut yang mana nilai Koefisien Distribusi Kendaraan (C) adalah 1:
 Kendaraan Ringan 2 ton (1+1) = 4218 x 1 x 0,0004 = 1,687
 Truk 2 as 13 ton (5+8) = 293 x 1 x 1,0648 = 311,986 +
Total = 313,67
Untuk menentukan Nilai Ekivalen Akhir (LEA) dapat dihitung sebagai
berikut :
 Kendaraan Ringan 2 ton (1+1) = 848 x 1 x 0,0004 = 3,392
 Truk 2 as 13 ton (5+8) = 413 x 1 x 1,0648 = 439,762 +
Total = 443,154
Untuk menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) menggunakan rumus
sebagai berikut :
(LEP+LEA) 313,67+443,154
LET = = = 378,412
2 2

Untuk menghitung LER menggunakan rumus :


UR 10
LER = LET x = 378,412 x 10 = 378,412
10

4.3.5 Perhitungan Nilai CBR


Perhitungan nilai CBR pada perencanaan/perhitungan overlay dipilih
menggunakan metode analisi. Nilai CBR pada Ruas Jalan Raya Campurdarat STA
0+000-STA 2+800 adalah sebagai berikut
Tabel 4.33 Tabel Nilai CBR
No.
Urut CBR %
0 4,0%
200 3,0%
400 2,8%
600 4,0%
800 2,6%
1000 5,0%
1200 3,2%
1400 3,5%
1600 3,0%
1800 3,7%
2000 4,5%
2200 4,0%
2400 5,0%
2600 5,0%
2800 3,5%
Sumber: PUPR Tulungagung
(𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑥−𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛)
CBR Segmen = CBR Rata-rata - 𝑅

CBR max = 5,0%


CBR min = 2,6%
CBR Rata-rata =
(4% + 3% + 2,8% + 4% + 2,6% + 5% + 3,2% + 3,5% + 3% + 3,7% + 4,5% + 4% + 5% + 5% + 3,5%)
15
= 3,78 %
Untuk menghitung nilai CBR segmen, diperlukan nilai R yang mana di
dapat pada Tabel 4.34 berikut dan didapatkan nilai sebesar : 3,18
Tabel 4.34 Nilai R untuk perhitungan nilai CBR segmen
Jumlah Titik Pengamatan Nilai R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
Sumber: Silvia Sukirman, 2010: 65
(𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑥−𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛)
CBR segmen = CBR Rata-rata - 𝑅
(5−2,6)
= 3,78 - = 3,02 %
3,18

4.3.6 Nilai Daya Dukung Tanah (DDT)


Dalam mencari nilai DDT maka dipakailah grafik pada Gambar 4.51 dan
diperoleh nilai DDT = 3,9 dengan nilai CBR = 3,02%

Gambar 4.51 Grafik korelasi DDT dan CBR (Silvia Sukirman, 2010. 147)

4.3.7 Faktor Regional (FR)


Jumlah curah hujan di Kecamatan Campurdarat pada tahun 2020 sebesar
166,00 mm (sumber: BPS Tulungagung). Dan memiliki kelandaian jalan 2%,
berdasarkan hal tersebut, untuk mendapatkan nilai FR dapat ditentukan pada Tabel
4.35 berikut :

Tabel 4.35 Faktor Regional (FR)


Kelandaian I (<6%) Kelandaian II (6-10%) Kelandaian III (>10%)
% Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat

<30% >30% <30% >30% <30% >30%


Iklim I 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
<900
mm/thn

Iklim II 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5


>900
mm/thn

Sumber: Sukirman, 2010 halaman 148


Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian
atau tikungan (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Sedangkan daerah rawa-
rawa, FR ditambah dengan 1,0.

Untuk perhitungan % kendaraan berat adalah sebagai berikut:


∑ 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ( 413)
% Kendaraan Berat = ∑ 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
= = 0,04 = 4%
8893

Berdasarkan data yang terkumpul dengan curah hujan <90 mm/thn,


kelandaian I (<6%) dan % kendaraan berat sebesar 4%. Untuk nilai FR yang
lokasinya terdapat satu persimpangan dan satu pemberhentian , maka nilai FR yang
didapat adalah FR = 0,5 + 0,5 + 0,5 = 1,5. Jadi nilai FR didapat sebesar 1,5.

4.3.8 Nilai ITP


Untuk menentukan nilai ITP terlebih dahulu dicari nilai-nilai pada Tabel
4.36 berikut:
Tabel 4.36 Indeks Permukaan Akhir (Ipt)
LER Fungsi Jalan
Iss/hari/lajur Lokal Kolektor Arteri Tol
rencana
<10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10-100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100-1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
>1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Sukirman, 2010: halaman 150
Untuk ruas Jalan Raya Campurdarat termasuk kedalam kategori jalan
kolektor yang mana nilai LER yang didapat sebesar 378,412 maka didapat nilai IPt
sebesar 2,0

Nilai IPo (Indeks Permukaan Pada Awal Rencana) ditentukan dari bahan
perkerasan yang digunakan, dimana bahan perkerasan yang digunakan adalah
LASTON 454 dengan nilai Ipo = 3,9 – 3,5 yang didapat dari Tabel 4.37 berikut:
Tabel 4.37 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo)
Jenis Permukaan Ipo Roughness (mm/km)

LASTON >4 <1000

3,9 – 3,5 >1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5 <2000

3,4 – 3,0 >2000

HRA 3,9 – 3,5 <2000

3,4 – 3,0 >2000

BURDA 3,9 – 3,5 <2000

BURTU 3,4 – 3,0 <2000

LAPEN 3,4 – 3,0 <3000

2,9 – 2,5 >3000

LATASBUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR 2,9 – 2,5

JALAN TANAH <2,4

JALAN KERIKIL <2,4

Sumber: Sukirman, 2010: halaman 149

Berdasarkan IPt dan Ipo maka dipilih:


Ipt = 2,0
Ipo = 3,9 – 3,5
Dengan:
LER = 378,412
DDT = 3,9
FR = 1,5
Langkah selanjutnya digunakan nomogram untuk menentukan nilai ITP
dan ITP dengan nilai IPt = 2,0 dan IPo = 3,9 – 3,5 maka nomogram yang sesuai
yaitu nomogram 4, berikut pada Gambar 4.52
Gambar 4.52 Nomogram 4
Dari hasil Nomogram 4 pada Gambar 4.52 , didapat nilai ITP = 9,1 dan
nilai ITP = 9,2

4.3.9 Menentukan Tebal Perkerasan Jalan


Untuk batas-batas minimum tebal lapis perkerasan dilakukan dengan
melihat Tabel 4.38 untuk lapis permukaan, Tabel 4.39 lapis pondasi dan Tabel 4.40
untuk lapis pondasi bawah sebagai berikut:

Tabel 4.38 Batas minimum tebal lapisan perkerasan (Lapis Permukaan)


ITP Tebal Minimum (cm) Bahan
< 3,00 5 Lapis Pelindung (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal
Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal
Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag,Laston
>10,00 10 Laston

Sumber: Sukirman, 2010 : 164


Tabel 4.39 Batas minimum tebal lapisan perkerasan (Lapis pondasi)
ITP Tebal Minimum (cm) Bahan
<3,00 15 Batu pecah,stabilitas tanah dengan
semen,stabilitas tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20 Batu pecah,stabilitas tanah dengan


semen,stabilitas tanah dengan kapur

10 Laston atas

7,50 – 9,99 20 Batu pecah,stabilitas tanah dengan


semen,stabilitas tanah dengan
kapur,pondasi macadam

15 Laston atas
10 – 12,14 20 Batu pecah,stabilitas tanah dengan
semen,stabilitas tanah dengan
kapur,pondasi macadam,Lapen, Laston
Atas
>12,25 25 Batu pecah,stabilitas tanah dengan
semen,stabilitas tanah dengan
kapur,pondasi macadam,Lapen, Laston
Atas
Sumber: Sukirman, 2010 : 164

Tabel 4.40 Batas minimum tebal lapisan perkerasan (Lapis Pondasi Bawah)

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Sumber: Sukirman, 2010 : 164

Untuk perhitungan lapis tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan


lama, di nilai sesuai dengan Tabel 4.41 sebagai berikut :
Tabel 4.41 Nilai Kondisi Perkerasan
Lapisan Permukaan

Pada umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 % - 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih 70% - 90%
tetap stabil
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, masih menunjukkan 50% - 70%
kestabilan
Retak banyak dan juga deformasi pada jalur roda, mulai 30% - 50%
menunjukkan gejala tidak kestabilan
Lapisan Pondasi
Pondasi Aspal Beton dan Penetrasi Macadam pada umumnya tidak 90% - 100%
retak
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70% - 90%
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50% - 70%
Retak banyak, mulai menunjukkan gejala tidak kestabilan 30% - 50%
Stabilisasi Tanah menggunakan semen atau kapur 70% - 100 %

- Indeks Plastisitas (PI) < 10


Pondasi Macadam atau Batu pecah 80% - 100%

- Indeks Plastisitas (PI) < 6


Lapisan Pondasi Bawah
Indeks Plastisitas (PI) <6 90% - 100%
Indeks Plastisitas (PI) >6 70% - 90%

Sumber : Silvia Sukirman, 2010


Langkah selanjutnya, untuk menghitung tebal lapisan permukaan
dibutuhkan koefisien relatif. Penentuan dari nilai koefisien kekuatan relatif a1, a2,
a3 dilakukan berdasarkan jenis bahan dan kekuatan bahan tersebut. Dalam
perencanaan ini lapisan permukaan (surfaces course) menggunakan bahan Laston
454, lapisan pondasi menggunakan batu pecah kelas B dan untuk lapisan pondasi
bawah (sub base course) menggunakan sirtu kelas B yang dapat dilihat pada
Gambar 4.53
Gambar 4.53 Lapisan Perkerasan Lama

Dari bahan-bahan diatas dapat ditentukan nilai koefisien kekuatan relatif


menggunakan Tabel 4.42 dibawah ini:
Tabel 4.42 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS Kt CBR
(kg) (kg/cm) (%)

0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,35 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 7,44 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
Tabel 4.42 (Lanjutan)

Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS Kt CBR
(kg) (kg/cm) (%)

- 0,15 - - 22 - Stabilan tanah

- 0,13 - - 18 - Dengan semen

- 0,15 - - 22 - Stabilan tanah

- 0,13 - - 18 - Dengan kapur

- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)

- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)

- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu pitrun (kelas A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu pitrun (kelas B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu pitrun (kelas C)

- 0,10 - - 20 Tanah lempung


kepasiran

Sumber: Sukirman, 2010 : 163


Maka untuk data jalan perkerasan lama sebagai berikut:

 Lapis permukaan 10 cm ( Laston 454 = a1 = 0,35; Nilai Kondisi Perkerasan


= 50 %)
 Lapis pondasi atas 20 cm ( Batu Pecah kelas B = a2 = 0,13; Nilai Kondisi
Perkerasan = 100%)
 Lapis pondasi bawah 10 cm ( Sirtu kelas B = a3 = 0,12; Nilai Kondisi
Perkerasan = 100%)
Untuk mencari nilai D1 (Lapis permukaan) pada perkerasan jalan lama
maka digunakan rumus sebagai berikut:
ITPperkerasanlama = (a1x D1x50%) + (a2x D2x100%) + (a3xD3 x100%)
= (0,35x10x0,5) + (0,13x20x1) + (0,12x10x1)
= 5,55

Maka untuk mencari nilai lapis permukaan perkerasan (overlay) 10 tahun


digunakan rumus sebagai berikut dimana ITP perencanaan sebelumnya yang
didapat dari nomogram 4 sebesar 9,1 dan ITP perkerasan jalan lama sebesar 5,55,
maka digunakan rumus sebagai berikut :

∆ITP = ITPperencanaan – ITPperkerasanlama

∆ITP = 9,1 – 5,55

∆ITP = 3,55

Setelah mendapatkan nilai ∆ITP dapat dihitung tebal lapisan tambahan (Doverlay)

Doverlay = ∆ITP/a1

Doverlay = 3,55/0,26

Doverlay = 13 cm

Maka nilai tebal lapis tambahan (overlay) yang didapat dalam perkerasan
jalan untuk 10 tahun pada Ruas jalan Raya Campurdarat adalah sebesar 13 cm.

Untuk sketsa gambar susunan perkerasan perencanaan 10 tahun pada


Ruas Jalan Raya Campurdarat dengan penambahan overlay sebesar 13 cm dapat
dilihat pada Gambar 4.54

Gambar 4.54 Perencanaan Perkerasan Jalan Dengan Penambahan Overlay


4.4 Menghitung Anggaran Biaya
Analisa harga satuan pekerjaan untuk perbaikan overlay perkerasan lentur
dengan satuan pembayaran ton dapat dilihat pada Tabel 4.43 merupakan rekap
harga satuan pekerjaan untuk tebal overlay 13 cm.

Tabel 4.43 Rekap Harga Satuan Pekerjaan overlay Perkerasan Lentur untuk tebal
13 cm
No Uraian Satuan Koef Harga Jumlah
satuan Harga
(Rp) (Rp)
A. Tenaga
1 Pekerja L01 Jam 0,2008 21000 4216.80
2 Mandor L04 Jam 0,0201 24500 492.45
Jumlah Harga Tenaga 4709.25
B. Bahan
1 Agr 5-10 & 10-20 M92 M³ 0.3481 250000 87025.00
2 Agr 0-5 M91 M³ 0.3127 210000 65667.00
3 Aspal M10 Kg 57.68 11800 680624.00
Jumlah Harga Bahan 833316
C. Peralatan
1 Dump Truk E09 Jam 0.2589 70000 18123.00
2 Asphalt Finisher E02 Jam 0.0092 1156600 10640.72
3 Tandem Roller E17 Jam 0.009 292200 2629.80
4 P. Tyre Roller E18 Jam 0.0039 243500 949.65
5 Alat Bantu Ls 1 22100 22100.00
Jumlah Harga Peralatan 54443.17
Lanjutan Tabel 4.43
D. Jumlah Harga Tenaga, Bahan dan Peralatan 892468.42
(A+B+C)
E. Overhead & Profit (15% x D) 133870.26
F. Harga Satuan Pekerjaan (D+E) 1026338.68
Sumber : AHSP Bidang Pekerjaan Umum, 2016
1. Volume Pekerjaan
 Lebar = 7 m
 Panjang = 2700 m
 Luas = 7 x 2700 = 18900 m²
 BJ AC = 2,32 t/m³
 0,13 x 18900 m² = 2457 m³ x 2,32 t/m³ = 5700 ton

2. Perhitungan analisis biaya pekerjaan


Harga satuan pekerjaan adalah ton untuk biaya pekerjaan overlay dapat
dilihat pada lampiran
 Umur rencana = 10 tahun
 Biaya overlay 13 cm = volume x harga satuan pekerjaan
= 5700 x 1.026.338,68
= Rp. 5.850.130.476,00
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada Ruas Jalan Raya Campurdarat STA
0+000 sampai dengan STA 2+700 dan analisa data yang telah diperoleh dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi kerusakan permukaan jalan dilihat dari jenis dan nilai kerusakan
jalan yang terjadi. Data yang didapatkan dari hasil survei dilakukan secara
langsung, yaitu:
 Kerusakan berlubang terjadi pada STA 0+161, STA 0+302, STA 1+380,
STA 1+510, STA 1+540, STA 1+800, dan STA 1+950
 Kerusakan pengelupasan terjadi pada STA 0+810, STA 1+150, STA
1+340, STA 1+530, STA 1+630, STA 1+760, dan STA 2+170
 Kerusakan rusak tambalan terjadi pada STA 1+030 dan STA 1+870
 Kerusakan retak kulit buaya terjadi pada STA 1+480
 Kerusakan retak pinggir terjadi pada STA 2+180
2. Nilai PCI (pavement condition index) yang diperoleh adalah 90,6 dengan
nilai kondisi jalan sempurna (excellenti).
3. Jenis perbaikan kerusakan jalan yang terjadi adalah menggunakan lapis
tambahan (overlay).
4. Nilai lapis tambahan (overlay) yang diperoleh pada perkerasan jalan
dengan umur rencana 10 tahun di Ruas Jalan Raya Campurdarat adalah 13
cm dengan menggunakan Metode Analisa Komponen.
5. Estimasi biaya perbaikan jalan yang diperoleh dari total biaya seluruh
pekerjaan di ruas Jalan Raya Campurdarat adalah sebesar
Rp.5.850.130.476,00.
5.2 Saran
Dari hasil kajian, pembahasan dan kesimpulan, saya dapat memberikan
beberapa saran agar pengoprasian Jalan Raya Campurdarat lebih efektif dan
efesien.

1. Perlu dilakukan perbaikan dan penanganan kerusakan permukaan jalan yang


tepat guna mengurangi resiko kecelakaan akibat kerusakan jalan.
2. Pelaksanaan survei kondisi kerusakan khususnya pada perkerasan jalan harus
dilakukan secara berkala sehingga dapat digunakan sebagai prakiraan
kerusakan yang akan terjadi dan sebagai dasar kegiatan rutin sehingga
pengukuran dan pengoprasian jalan dapat dilakukan lebih detail.
3. Instansi pemerintah terkait diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan
secara lebih tertib, tanggap dan tepat guna terhadap setiap kerusakan yang
terjadi pada perkerasan.
4. Perlunya memelihara database jalan yang lengkap dan teratur, yang meliputi
data kerusakan, data teknologi jalan, dan data lalu lintas. Hal ini penting
sebagai dasar untuk kegiatan pemeliharaan jalan harian setiap tahun.
5. Untuk memastikan perbaikan dan penanganan yang lebih tepat, diperlukan
perbandingan dengan metode perbaikan lainnya.
6. Anggaran daerah sangat terbatas, tetapi pemrosesan yang tepat bisa sangat
mahal. Oleh karena itu, kerusakan harus dipantau secara berkala, dan jika
memungkinkan segera diperbaiki dengan perbaikan yang sesuai agar
kerusakan tidak menjadi lebih parah dan lebih besar dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai