Tim Pelaksana
Ritawati, S.Si
Reni Oktarina,SKM, M.Epid
Betriyon, SKM
Deriansyah Eka Putra, SKM
Hendri Erwadi
Agus Setiawan
i
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN
ii
iii
iv
v
vi
vii
PERSETUJUAN ATASAN
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Ridho-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan akhir kegiatan Risbinkes dengan judul
“ Prevalens mikrofilaria pasca pengobatan massal tahap III di Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016” .
Manfaat dari penelitian dengan didapatnya informasi mengenai prevalensi
mikrofilaria sehingga dapat digunakan sebagai bahan perencanaan yang tepat. Hasil survey
darah jari dan survey nyamuk dewasa dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi untuk ilmu
pengetahuan serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian di tingkat laboratorium.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan kegiatan maupun penulisan laporan ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis sangat mengharapkan masukan dari semua
pihak demi perbaikan penelitian maupun laporan di kemudian hari.
Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama kegiatan penelitian
diucapkan terima kasih, terutama kepada : Kepala Badan Litbangkes RI di Jakarta dan
jajaranya, Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja dan staf, Kepala Dinas Kesehatan Muara
Enim dan staf, Camat kecamatan Gunung Megang dan Camat kecamatan Belimbing dan staf,
Kepala Puskesmas Gunung Megang dan staf, Kepala Puskesmas Teluk Lubuk dan staf,
Kepala Desa Penanggiran dan Cinta Kasih beserta aparatnya dan tak lupa penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada anggota tim penelitian atas kerjaasama dan pelaksanaan
penelitian serta semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
Allah, SWT berkenan menerima segala usaha kita.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat sebagai masukan,
khususnya bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim dalam upaya eliminasi filariasis
serta bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama dalam rangka mendukung
program Eliminasi Filariasis di Indonesia.
Baturaja, Desember 2016
Tim Penulis
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
cacing filaria(mikrofilaria). Filariasis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kecacatan yang berakibat pada timbulnya
stigma sosial, hambatan psikososial dan penurunan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalens mikrofilaria dan kepatuhan masyarakat
pada kegiatan pemberian obat massal pencegahan filariasis tahap III di kabupaten Muara
Enim provinsi Sumatera Selatan. Jumlah penduduk yang diperiksa sediaan darahnya
sebanyak 726 penduduk. Jumlah positif mikrofilaria satu orang dengan angka prevalensi
penyakit filariasis (Microfilaria rate) sebesar 0,29%. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut
perlu dilakukan pengobatan secara selektif yaitu pemberian obat kepada penderita beserta
anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita dan pengobatan massal di wilayah
desa Penanggiran.
Pengobatan massal filariasis merupakan salah satu kegiatan untuk memutus rantai
penyebaran penyakit kaki gajah. Di kabupaten Muara Enim pada tahun 2015, telah
melaksanakan pengobatan tahap III. Hasil wawancara masyarakat sebanyak 537 responden di
desa Cinta Kasih dan Penanggiran 22% masyarakat telah minum obat tiga kali, 44,5% minum
obat dua kali dan 33,5% minum obat satu kali.
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Berdasarkan hasil penangkapan nyamuk dewasa
didapatkan 324 ekor nyamuk sembilan spesies. Spesies nyamuk terbanyak adalah Culex
qunfasciatus. Hasil pembedahan nyamuk Mansonia spp dan Anopheles spp tidak ditemukan
mikrofilaria
Hasil pengamatan tempat perkembangbiakan potensial larva nyamuk ditemukan
kolam-kolam yang tidak terpakai dan rawa-rawa dekat permukiman yang ditumbuhi tanaman
air yang merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk Mansonia spp, Anopheles spp dan
Culex spp.
x
ABSTRAK
LatarBelakang:Pengobatan massal filariasis di Kabupaten Muara Enim mulai tahun 2013 dilakukan
di seluruh kecamatan. Pengobatan filariasis di 11 kecamatan, kabupaten Muara Enim dengan 19
wilayah kerja Puskesmas telah selesai 255 desa dalam waktu 3 tahun sampai dengan Oktober 2015.
POMP filariasis yang telah dilaksanakan harus dapat memutus rantai penularan filariasis, sehingga
dapat menurunkan prevalensi mikrofilaria lebih kecil dari 1%.
Tujuan: Mengetahui prevalens mikrofilaria dan kepatuhan masyarakat terhadap kegiatan
pengobatan massal filariasis tahap III di kabupaten Muara Enim
Metode:Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2016,
mulai bulan Maret – Desember 2016. Lokasi penelitian di dua desa yaitu desa Penanggiran
kecamatan Gunung Megang dan desa Cinta Kasih Kecamatan Belimbing kabupaten Muara Enim.
Jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian survei sewaktu. Metode pengumpulan data
pengambilan darah jari pada malam hari (SDJ) dilakukan terhadap 726 penduduk. Pemeriksaan
spesimen darah dilakukan secara mikroskopis dilakukan di Laboratorium Loka Litbang P2B2
Baturaja. Pengumpulan data kepatuhan masyarakat minum obat filariasis didapatkan dari penduduk
yang diambil spesimen darah jari bermur > 15 tahun sebanyak 537 responden. Penangkapan nyamuk
dewasa dan pengumpulan data lingkungan fisik dan biologi dilakukan satu kali di desa lokasi
pengambilan darah jari.
Hasil:Hasil SDJ terhadap penduduk desa Penanggiran dan desa Cinta Kasih mendapatkan 1 orang
positif filariasis dari pemeriksaan mikroskopis. Penderita ditemukan di desa Penanggiran,
karakteristik penderita adalah laki-laki berumur 65 tahun. Kepadatan rata-rata mikrofilaria di desa
Penanggiran adalah tujuh ekor per 60µl darah dengan spesies Brugia Malayi. Angka kesakitan (Mf
rate) filariasis adalah 0,29 %, angka ini masih dibawah batas kesakitan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Distribusi penduduk pernah mendapatkan obat filariasis sebanyak 68% dan yang minum
obat filariasis pada kegiatan pengobatan massal filariasis tiga kali sebanyak 22%, 44,5% minum dua
kali dan 33,5% satu kali. Jumlah nyamuk yang tertangkap selama penelitian 324 ekor. Spesises yang
tertangkap yaitu : An.nigerrimus, An.barbumbrosus,Ma.anulifera,Ma.indiana, Cx.
quinquefasciatus,Cx. tritaeniorhincus,Cx. fuscochephalus, Cx.vishnui, Cx.gellidus. Spesies
yang dominan tertangkap yaitu Culex. quinquefasciatus 249 ekor.Sedangkan untuk nyamuk yang
telah diidentifiksi sebagai vektor utama penyakit kaki gajah(filariasis) di Provinsi Sumatera-Selatan
hanya ditemukan Anopheles nigerrimus(satu ekor) dan Mansonia uniformis tidak ditemukan. Hasil
pengamatan tempat perkembangbiakan potensial larva nyamuk ditemukan kolam-kolam yang tidak
terpakai dan rawa-rawa dekat permukiman yang ditumbuhi tanaman air yang merupakan tempat
perkembangbiakan nyamuk Mansonia spp, Anopheles spp dan Culex spp.
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. ix
ABSTRAK................................................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................................xvi
2.3 Manfaat......................................................................................................................................... 3
xii
3.9 Instrumen dan Cara Pengumpulan data ....................................................................................... 8
4.3 Survey Darah Jari Filariasis Pasca Pengobatan Tahap III ............................................................. 14
4.3.6 Distribusi penduduk yang diperiksa berdasarkan riwayat demam berulang ...................... 17
xiii
5.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 29
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 33
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya menurut golongan umur di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 .............................. 16
Tabel 2. Kepadatan rata-rata mikrofilaria di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran
kabupaten Muara Enim tahun 2016 ............................................................................. 19
Tabel 3. Perilaku menghisap spesies nyamuk yang tertangkap dengan metode human landing
collection dengan umpan orang di dalam dan luar didesa Cinta Kasih dan Penanggiran
kabupaten Muara Enim tahun 2016 ............................................................................. 22
Tabel 4. Perilaku istirahat spesies nyamuk yang tertangkap dengan metode human landing
collection dengan umpan orang di dalam dan luar didesa Cinta Kasih dan Penanggiran
kabupaten Muara Enim tahun 2016 ............................................................................. 23
Tabel 5. Hasil Survey larva nyamuk di berbagai jenis tempat perkembangbiakan larva didesa
Cinta Kasih dan Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 ............................. 23
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan interaksi faktor Agen, Host dan Lingkungan dalam penularan penyakit 4
Gambar 4. Distribusi penduduk yang diperiksa berdasarkan desa, di desa Cinta Kasih dan
desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 ......................................... 15
Gambar 5. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya menurut jenis kelamin di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 ........................ 15
Gambar 7. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya berdasarkan jenis pekerjaan di desa
Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 .............. 17
Gambar 9. Distribusi responden berdasarkan frekuensi minum obat filariasis di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 ........................ 18
Gambar 10. Distribusi responden berdasarkan frekuensi minum obat filariasis di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016 ........................ 18
Gambar 11. Distribusi spesies nyamuk yang tertangkap dengan Metode Human landing
Collection di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim
tahun 2016 ............................................................................................................. 20
Gambar 12. Kepadatan nyamuk dengan Metode Human landing Collection dengan umpan
orang dalam di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim
tahun 2016 ............................................................................................................. 21
Gambar 13. Kepadatan nyamuk dengan Metode Human landing Collection dengan umpan
orang luar di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim
tahun 2016 ............................................................................................................. 21
Gambar 14. Ploting Habitat Larva Nyamuk di desa Cinta Kasih dan Penanggiran kabupaten
Muara Enim Tahun 2016 ...................................................................................... 24
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan subyek (pengambilan darah jari)
.............................................................................................................................................................. 33
LAMPIRAN 2. Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan subyek (penangkap nyamuk) ... 34
LAMPIRAN 6 . Persetujuan Atasan Yang Berwenang ........................ Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN 8. Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ............................................ 40
LAMPIRAN 9. Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim ................................... 41
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1
kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi mikrofilaria 19%, kurang
lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk. 3
Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah endemis filariasis di Indonesia.
Berdasarkan profil dinas kesehatan provinsi Sumatera-Selatan tahun 2012, jumlah kasus
filariasis ditemukan sebanyak 184. Kasus tersebut tersebar di 14 kabupaten dari 15
kabupaten yang ada di provinsi Sumatera-Selatan. Jumlah kasus terbanyak ditemukan di
kabupaten Banyuasin sebanyak 139 kasus dan kabupaten tidak ditemukan kasus filariasis
yaitu kota Prabumulih. Kabupaten Muara Enim urutan ke tiga setelah kabupaten Ogan
komering ulu timur.3
Di Kabupaten Muara Enim pada tahun 2007-2009 dilakukan survey sedian darah jari,
berdasarkan buletin jendela epidemiologi, angka mikrofilaria kabupaten Muara Enim
10,3%3. Pada tahun 2013 mulai dilakukan kegiatan POMP filariasis dengan jumlah
penduduk sasaran minum obat sebanyak 692.848 cakupan minum obat 83,37%.Jumlah
penduduk tahun 2013 sebanyak 777.232 jiwa. Pada tahun 2014 jumlah penduduk
sebanyak 546.756 jiwa, penurunan angka tersebut dikarenakan pemekaran kabupaten
yaitu Muara Enim dan Pali. Jumlah penduduk sasaran pengobatan 488.410 jiwa dengan
cakupan pengobatan sebesar 92%4.
2
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT
2.3 Manfaat
1. Bagi pengelola program pengendalian penyakit tular vektor yaitu memberikan
kontribusi ilmiah mengenai situasi filariasis pasca pengobatan tahap III yang
dibutuhkan dalam menyusun rencana program tahun yang akan datang.
2. Bagi masyarakat dapat diketahui hasil pemeriksaan sediaan darah jari filariasis apakah
dalam darah mengandung cacing filaria sebagai penyebab penyakit kaki gajah atau
tidak.
3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang
cara pemeriksaan dan pengendalian filariasis.
3
BAB III METODOLOGI
Host
(Manusia
terinfeksi)
Agent Lingkungan
(Cacing filaria) (fisik, biologi)
Gambar 1. Hubungan interaksi faktor Agen, Host dan Lingkungan dalam penularan penyakit
4
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori maka dibangun kerangka konsep penelitian seperti dalam
gambar 2 :
Pemeriksaan:
1. Spesies mikro filaria
2. Mf Rate
Karakteristik subyek :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pekerjaan
4. Riwayat demam
berulang
Pengobatan :
1. Riwayat pengobatan Prevalensi filariasis
2. Perilaku/kepatuhan pasca POMP III
pengobatan
selektif/masal
Lingkungan :
- Suhu udara
- Suhu air
- Kelembaban udara
- Curah hujan
- pH air
- Jenis habitat larva
- Nyamuk
(ploting GPS)
Konsep dari penelitian ini adalah melihat prevalensi mikrofilaria dan kepatuhan
masyarakat terhadap kegiatan pengobatan massal filariasis tahap III. Pengamatan
lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk dewasa sebagai vektor filariasis.
5
3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah cross sectional (studi potong lintang).
6
3.7 Variabel
1. Dependent : Prevalensi mikrofilaria
2. Independent :
- Mf Rate
- Spesies Mikrofilaria
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Riwayat deman
- Riwayat pengobatan
- Perilaku Pengobatan
- Habitat larva
- Nyamuk
7
10. Riwayat pengobatan adalah riwayat pengobatan yang diterima subyek
11. Perilaku/kepatuhan minum obat adalah Perilaku subyek minum obat filariasis
terhadap kegiatan pengobatan massal selama 3 tahun pengobatan.
12. Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin lingkungan
13. Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur.
14. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
15. Habitat perkembangbiakan adalah tempat nyamuk yang bisa berperan sebagai
vektor filariasis hidup dan berkembang biak atau menghasilkan keturunan.
8
Mikroskop dissecting, pinset, kain kasa, cawan petri, GPS, aspirator, kapas,
senter, pluviometer, garam fisiologis, cangkir kertas, karet gelang, kloroform,
sling hygrometer.
Bahan dan alat pengamatan habitat larva nyamuk
Cidukan, Pipet, Botol vial, Clip board
Bahan dan alat marking habitat tersangka vektor filariasis
Alat tulis, formulir pemetaan/pengukuran dan GPS
2) Prosedur Kerja :
c. Persiapan penelitian
Sebelum pelaksanaan penelitian, dilakukan survey pendahuluan dan perijinan.
Perijinan ke Kesbangpol provinsi Sumatera-Selatan dan koordinasi di Dinas
Kesehatan setempat guna mengumpulkan data sekunder tentang filariasis
sebagai data dukung sebelum melakukan kegiatan penelitian.
b. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian :
(a) Koordinasi tim
Penelitian ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari peneliti dan teknisi dari
Loka Litbang P2B2 Baturaja, Dinas Kesehatan kabupaten Muara Enim
dan petugas puskesmas di lokasi penelitian. Sebelum penelitian
dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan pertemuan tim peneliti dengan
petugas dinas kesehatan kabupaten Muara Enim. Membahas pelaksanaan
penelitian dan menentukan lokasi penelitian berdasarkan data sekunder
yang dimiliki oleh dinas kesehatan.
(b) Pengambilan dan pemeriksaan darah jari untuk pemeriksaan mikroskopis
Pengambilan sampel sediaan darah jari dilakukan pada malam hari di dua
desa yang terpilih. Mengacu pada pedoman dari Kementerian
Kesehatan(2012) untuk pemeriksaan darah jari dilakukan pada malam hari
dimulai pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul 00.00 WIB. Langkah-
Langkah pengambilan spesimen darah jari7 :
(1) Siapkan Formulir Survey Darah Jari ( Formulir SDJ)
(2) Setiap warga yang akan diambil spesimen darah jari, di catat terlebih
dahulu dalam formulir SDJ, dicatat Nomor urut, Nama, Umur, jenis
Kelamin dan Kode Sediaan.
9
(3) Kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran, diberi
nomor dengan spidol waterproof sesuai dengan kode sediaan.
(4) Pilih salah satu ujung jari tangan kedua, ketiga atau keempat, bersihkan
dengan kapas alkohol 70% dan tunggu sampai kering.
(5) Setelah kering, ujung jari tangan orang tersebut ditusuk dengan lanset,
tegak lurus alur garis jari tangan.
(6) Tetesan pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, kemudian
tetesan darah selanjutnya diteteskan sebanyak 3 tetes (diperkirakan
60µl).
(7) Selanjutnya tetesan darah tersebut dilebarkan, dengan menggunakan
salah satu ujung kaca benda lainnya, sehingga membentuk tiga garis
paralel atau 1 oval berukuran 1 x 2 cm (60µl).
(8) Spesimen darah jari tersebut dikeringkan selama 24-72 jam pada suhu
kamar dengan menyimpannya dalam slide box.
(c) Teknik pembuatan larutan Giemsa :
(1) Larutan Giemsa adalah larutan yang digunakan untuk pewarnaan sediaan
darah jari.
(2) Untuk membuat larutan Giemsa dibutuhkan cairan buffer pH 7,2.
(3) Cairan Buffer dibuat dengan melarutkan 1 tablet buffer forte ke dalam
1000 ml air jernih dan bersih. Cairan buffer ini dapat diganti dengan air
mineral yang mempunyai pH 7,2 (aqua).
(4) Larutan giemsa dibuat dengan melarutkan cairan Giemsa dengan cairan
buffer pH 7,2 dengan perbandingan 1 :20.
(5) Untuk mewarnai 500 spesimen Darah Jari dibutuhkan larutan Giemsa
kurang lebih sebanyak 500 ml (25 ml cairan Giemsa dan 500 ml cairan
buffer PH 7,2).
(d)Tehnik Pewarnaan :
(1) Sediaan darah jari diletakkan berjajar di tempat datar.
(2) Spesimen darah jari diwarnai dengan cara ditetesi larutan Giemsa sampai
semua permukaan sediaan tergenang larutan Giemsa (Kurang lebih 20
tetes) dan didiamkan selama 20 menit.
(3) Kemudian spesimen darah jari di bilas dengan air bersih dan dikeringkan
dalam suhu kamar selama 24-72 jam.
10
(4) Setelah kering disusun dan disimpan dalam slide box.
(e) Pemeriksaan Mikroskopis
(1) Pemeriksaan mikroskopis akan dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Loka litbang P2B2 Baturaja.
(2) Croschek dilakukan di laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi
Kesehatan Badan Litbangkes Jakarta.
(f) Wawancara perilaku masyarakat minum obat pada kegiatan POMP filariasis
Pengumpulan data mengenai kepatuhan masyarakat minum obat
filariasis diperoleh dengan melakukan wawancara dengan panduan
kuesioner terstruktur di desa yang terpilih.
(g) Penangkapan nyamuk tersangka vektor
(1) Penangkapan nyamuk dengan metode human landing collection
dilakukan satu kali oleh penangkap nyamuk ( mosquito scouts) dengan
menggunakn aspirator. Penangkapan nyamuk dilakukan tiga rumah
dengan metode penangkapan nyamuk dilaksanakan pada pukul 18.00-
06.00 WIB. Penangkapan nyamuk yang hinggap pada orang baik di
dalam maupun di luar selama 40 menit dilakukan oleh 6 orang ( 3 di
dalam dan 3 di luar).
(2) Pembedahan nyamuk dilakukan dengan pembedahan secara individu.
Nyamuk yang telah diidentifikasi dibius menggunakan kloroform.
Nyamuk diletakkan di atas gelas benda lalu tubuh nyamuk dibersihkan
dari sayap supaya sisik di sayap tidak mengotori, kemudian dipisahkan
bagian tubuhnya dengan jarum bedah menjadi tiga bagian yaitu kepala,
toraks dan abdomen. Masing-masing bagian ditetesi larutan garam
fisiologi (GF) dan dirobek dengan jarum bedah. Pengamatan di bawah
mikroskop bedah dilakukan untuk melihat keberadaan cacing filaria
sesuai dengan ciri dari masing-masing stadium larva cacing filarial.8
(h) Observasi kondisi lingkungan
Pengumpulan data kondisi lingkungan didapatkan dengan pengamatan,
pencatatan dan pengukuran yang meliputi suhu, kelembaban, curah
hujan dan toporgrafi daerah setempat serta pengamatan tempat
perkembangbiakan tersangka vektor filariasis. Observasi dilakukan pada
saat berlangsungnya kegiatan lapangan di lokasi penelitian.
11
(i) Ploting tempat perkembangbiakan habitat larva nyamuk dengan
menggunakan GPS
Mikrofilaria rate =
(2) Data kepatuhan masyarakat minum obat filariasis pada kegiatan pengobatan
massal diolah dan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif untuk melihat
gambaran masing-masing variabel. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk
tabel frekuensi dan tabulasi silang.
(3) Data mengenai spesies nyamuk yang tertangkap, jumlah nyamuk tertangkap serta
spesies nyamuk yang positif cacing filaria ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan
dibahas secara deskriptif.
(4) Kepadatan populasi nyamuk(Man Hour Density) dihitung dengan cara membagi
jumlah nyamuk tertangkap dibagi jumlah umpan manusia dibagi jam
penangkapan.
Man Hour Density(MHD) =
12
BAB IV HASIL
13
Secara administrasi, kabupaten Muara Enim terdiri dari 20 Kecamatan dan 255
desa/kelurahan. Sesuai dengan letak geografis kabupaten Muara Enim beriklim equator
dengan temperatur suhu rata-rata 270C dengn variasi 230C-300C. Curah hujan per tahun
berkisar 30-350 mm. Ditinjau dari topografi kabupaten Muara Enim terdiri dari daerah
perbukitan, dataran rendah dan rawa-rawa4.
14
Gambar 4. Distribusi penduduk yang diperiksa berdasarkan desa, di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran
kabupaten Muara Enim tahun 2016
Gambar 5. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya menurut jenis kelamin di desa Cinta Kasih dan
desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
15
4.3.3 Distribusi penduduk yang diperiksa berdasarkan umur
Penduduk yang diperiksa darahnya adalah penduduk yang berumur antara 5-85 tahun.
Proporsi kelompok umur yang paling banyak diperiksa adalah <15 tahun sebanyak 30,3
persen. Secara rinci dapat diihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya menurut golongan umur di desa Cinta Kasih dan desa
Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Kelompok Jumlah
No Persentase
Umur Di Periksa Positif
1 < 15 tahun 220 0 30.3
2 16 - 25 tahun 116 0 16.0
3 26 - 35 tahun 148 0 20.4
4 36 - 45 tahun 118 0 16.3
5 46 - 55 tahun 68 0 9.4
6 > 55 tahun 56 1 7.7
726 1 100
Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa kelompok umur yang positif filaria ditemukan pada
umur diatas 55 tahun. Ditelusuri lebih lanjut bahwa subyek tersebut berjenis kelamin laki-laki
bekerja sebagai petani.
Gambar 6. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya berdasarkan pendidikan di desa Cinta Kasih dan desa
Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
16
Tingkat pendidikan subjek paling banyak adalah tamat SD, yaitu sebesar 36,5%.
Proporsi paling rendah adalah subjek dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD, yaitu
sebesar 0,6% (Gambar 6).
Gambar 7. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya berdasarkan jenis pekerjaan di desa Cinta Kasih dan
desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Gambar 8. Distribusi penduduk yang diperiksa darahnya berdasarkan riwayat demam berulang di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
17
4.3.7 Distribusi penduduk yang pernah menerima obat filarisis
Jumlah responden yang mengaku pernah mendapatkan obat filariasis pada kegiatan
pemberian obat massal pencegahan filariasis tahap III sebanyak 363 penduduk atau sekitar 68
persen dari total responden 537 penduduk.(Gambar 9)
Gambar 9. Distribusi responden berdasarkan frekuensi minum obat filariasis di desa Cinta Kasih dan desa
Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Gambar 10. Distribusi responden berdasarkan frekuensi minum obat filariasis di desa Cinta Kasih dan desa
Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
18
4.3.9 Mikrofilaria Rate dan kepadatan rata-rata
Perhitungan kepadatan rata-rata mikrofilaria hasil survey darah jari di satu desa adalah
angka rata-rata mikrofilaria per milliliter darah, yaitu dengan menjumlahkan semua
mikrofilaria yang ditemukan dalam semua sediaan dibagi jumlah semua orang yang positif
dikali faktor pengali.
Pengambilan darah jari pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pipet
kapiler volume 60µl sehingga faktor pengalinya sebesar 16,5. Hasil SDJ terhadap 726
penduduk menemukan 1(orang) positif mikrofilaria dengan kepadatan 7 ekor per 60µl darah.
(Tabel 2)
Tabel 2. Kepadatan rata-rata mikrofilaria di desa Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim
tahun 2016
Kepadatan rata-
Jumlah Jumlah Mf Jumlah
rata mikrofilaria Spesies
Desa penduduk penduduk rate mikrofilaria
Mikrofilaria
diperiksa positif (%) (ekor)
(per 60 mL darah)
Brugia
Penanggiran (Spot) 340 1 0.29 7 115,5
Malayi
Cinta Kasih
386 0 0 0 0 -
(Sentinel)
TOTAL 726 1 0.29 7 115,5
Angka mikrofilaria (Mf rate) dihitung dengan membagi jumlah penduduk yang sediaan
darahnya positif dibagi jumlah penduduk yang diperiksa dikali seratus persen. Tingkat
endemisitas filariasis per desa berdasarkan hasil survei darah jari yang dilakukan di wilayah
Kabupaten Muara Enim disajikan dalam Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa Mf rate di Desa Penanggiran sebesar 0,29 %,
sedangkan Mf rate desa Cinta Kasih 0 %. Walaupun Mf rate < 1% namun perlu diwaspadai
karena resiko penularan kemungkinan masih ada. Hasil pemeriksaan sediaan darah jari
tersebut merupakan kasus baru, berdasarkan hasil pemeriksaan selama penelitian kasus
tersebut belum menunjukkan pembengkakan.
19
yang terpilih. Penangkapan nyamuk dilakukan di desa Penanggiran kecamatan Gunung
Megang pada bulan April dan di desa Cinta Kasih kecamatan Belimbing pada bulan Juli.
Gambar 11. Distribusi spesies nyamuk yang tertangkap dengan Metode Human landing Collection di desa Cinta
Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
20
Gambar 12. Kepadatan nyamuk dengan Metode Human landing Collection dengan umpan orang dalam di desa
Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Gambar 13. Kepadatan nyamuk dengan Metode Human landing Collection dengan umpan orang luar di desa
Cinta Kasih dan desa Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
21
Pada pengamatan aktifitas menghisap nyamuk di luar rumah terlihat pula Culex
quenquefasciatus lebih domian diantara seluruh nyamuk yang tertangkap.Puncak kepadatan
menghisap pada pukul 21.00 – 22.00 WIB. Anopheles nigerimus ditemukan pada jam
penangkapan pukul 04 – 05 WIB.
Tabel 3. Perilaku menghisap spesies nyamuk yang tertangkap dengan metode human landing collection dengan
umpan orang di dalam dan luar didesa Cinta Kasih dan Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Kebiasaan Mengigit
No Spesies Umpan Orang Dalam Umpan Orang Luar
Jumlah % MHD Jumlah % MHD
1 An. nigerrimus 0 0,00 0,0000 1 0,81 0,0415
2 An. barbumbrosus 4 4,40 0,1658 14 11,38 0,5804
3 Ma. anulifera 1 1,10 0,0415 1 0,81 0,0415
4 Ma.indiana 0 0,00 0,0000 1 0,81 0,0415
5 Cx.quinquefasciatus 72 79,12 2,9851 79 64,23 3,2753
6 Cx. tritaeniorhincus 6 6,59 0,2488 1 0,81 0,0415
7 Cx. fuscochephalus 0 0,00 0,0000 6 4,88 0,2488
8 Cx. vishnui 6 6,59 0,2488 17 13,82 0,7048
9 Cx. gellidus 2 2,20 0,0829 3 2,44 0,1244
91 100,00 123 100,00
Keterangan :
UOD : Umpan Orang Dalam
UOL : Umpan Orang Luar
MHD : Man Hour Density(Kepadatan populasi= ekor/orang/jam
22
Tabel 4. Perilaku istirahat spesies nyamuk yang tertangkap dengan metode human landing collection dengan
umpan orang di dalam dan luar didesa Cinta Kasih dan Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
Kebiasaan Istirahat
No Spesies Dalam Rumah Luar Rumah
Jumlah % Jumlah %
1 An. nigerrimus 0 0.00 0 0.00
7 An. barbumbrosus 2 4.00 0 0.00
2 Ma.anulifera 0 0.00 0 0.00
3 Ma.indiana 0 0.00 0 0.00
4 Cx. quinquefasciatus 44 88.00 54 93.10
5 Cx. tritaeniorhincus 1 2.00 0 0.00
6 Cx. fuscochephalus 1 2.00 0 0.00
8 Cx. vishnui 2 4.00 4 6.90
9 Cx. gellidus 0 0.00 0 0.00
50 100.00 58 100.00
Tabel 5. Hasil Survey larva nyamuk di berbagai jenis tempat perkembangbiakan larva didesa Cinta Kasih dan
Penanggiran kabupaten Muara Enim tahun 2016
23
Gambar 14. Ploting Habitat Larva Nyamuk di desa Cinta Kasih dan Penanggiran kabupaten Muara Enim Tahun
2016
24
BAB V PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan darah jari terhadap penduduk dan penderita kronis filariasis terhadap
340 warga desa Penanggiran ditemukan 1 orang mengandung cacing filaria dalam darahnya
dengan spesies Brugia malayi. Sedangkan di desa Cinta Kasih, tidak menemukan cacing
filaria dari 386 warga yang diperiksa darah jarinya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan survey darah jari (SDJ), menunjukkan bahwa Mf rate
0,29% dengan kepadatan rata-rata mikrofilaria 115,5 per 60 ml darah dengan karakteristik
subjek penderita berjenis kelamin laki-laki umur diatas 50 tahun untuk desa penanggiran dan
desa Cinta Kasih Mf rate 0%. Angka tersebut tergolong kecil jika dibandingkan dengan
angka kesakitan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Mf rate >1%, tetapi hal ini masih
harus dilakukan penanganan segera karena penderita tersebut masih berpotensi menyebarkan
cacing filaria ke wilayah sekitarnya. Hal ini juga menjadi semakin penting karena dari hasil
wawancara singkat diketahui bahwa masih ada penduduk desa Penanggiran dan desa Cinta
Kasih (31%) belum pernah minum obat filariasis pada program POMP.
Penderita kronis yang masih mengandung cacing filaria didalam darahnya masih
berpotensi sebagai sumber penular filariasis di lingkungannya, sehingga perlu penanganan
terhadap penderita positif mikrofilaria tersebut. Sulitnya akses penderita filariasis ke sarana
kesehatan merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya penanganan terhadap penderita
filariasis yang tinggal didaerah yang sulit. Jarak yang jauh dan waktu tempuh yang lama ke
sarana kesehatan mengakibatkan keengganan masyarakat untuk berobat. Hal ini sejalan
dengan penelitian Santoso dkk yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna secara
statistik antara jarak dan waktu tempuh ke serana kesehatan dengan risiko terkena filariasis.9
Setiap penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemis filariasis berisiko tinggi
tertular penyakit ini, dan terjadi penularan dari satu orang ke orang lain. Pemberian obat
secara massal terhadap penduduk dapat mematikan semua anak cacing yang ada dalam
peredaran darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan dan mencegah cacing filaria
dewasa menghasilkan anak-anak cacing baru(mandul sementara). Oleh karena itu pemberian
obat secara massal dapat menghentikan penularan filariasis antar penduduk selama setahun
pasca pemberian obat massal filariasis.
Pemberian obat pencegahan filariasis tahun pertama saja tidak cukup mematikan cacing
filariasis, pada tahun-tahun berikutnya cacing filaria akan kembali subur dan berkembangbiak
dengan menghasilkan ribuan anak cacing setiap hari dalam peredaran darahnya dan siap
25
ditularkan. Untuk menghentikan siklus hidup cacing filariasis secara permanen, pemberian
obat pencegahan secara massal harus dilaksanakan sekali setiap tahun selama lima tahun
berturut-turut diseluruh wilayah kabupaten endemis.
Menurut petunjuk Depkes, pelaksanaan kegiatan pengobatan massal dilakukan dengan
mengundang masyarakat untuk datang ke pos pengobatan yang ditentukan dan masyarakat
meminum obat di depan petugas. Namun pada pelaksanaannya tidak semua penduduk datang
dan minum obat di depan petugas. Sebagian penduduk membawa obat tersebut ke rumah dan
sebagian tidak meminum obat tersebut. Kebijakan dari Kementerian Kesehatan, kegiatan
pengobatan massal filariasis harus dilakukan serentak di seluruh wilayah kabupaten dan
wilayah berbatasan. Diketahui bahwa Kabupaten Muara Enim telah melakukan program
pemberian obat massal pencegahan massal filariasis (POMP) selama tiga (3) tahun berturut-
turut6.
Penelitian mengenai SDJ filariasis juga dilakukan di desa Batumarta X kecamatan
Madang Suku III didapat empat kasus baru orang positif filariasis dengan spesies yang
ditemukan adalah Brugia malayi dari jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 502 orang
(mf rate 0,8% dan kepadatan rata-rata 200 mf/ml) dengan karakteristik subjek penderita
berumur 31-50 tahun, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (3 kasus ditemukan pada laki-
laki dan satu kasus pada perempuan).10
SDJ filariasis juga dilakukan di Sungai Rengit kabupaten Banyuasin yang merupakan
daerah yang tergolong dekat dengan Kabupaten Muaro Jambi, ditemukan hasil dari 401 orang
yang diperiksa didapat 9 kasus positif mikrofilaria yaitu Brugia malayi (mf rate 2,24%
dengan kepadatan rata-rata 5,69/20 mm3) dengan karakteristik subjek penderita berumur 25-
75 tahun dan 88,89% penderita berjenis kelamin laki-laki. 11
Penelitian mengenai SDJ filariasis juga pernah dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi
tahun 2012 dengan jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 3.350 orang dari 8 desa,
ditemukan kasus sebanyak 30 orang positif mikrofilaria dari 4 desa dengan spesies yang
ditemukan adalah Brugia malayi dimana 13 kasus ditemukan di desa Sarang Elang (mf rate
2,9%) dengan karakteristik subjek penderita sebagian besar berumur 17-56 tahun (60,0%)
dari total penderita, sebanyak 90,0% penderita berjenis kelamin laki-laki. 12
Kegiatan eliminasi filariasis melalui kegiatan POMP akan efektif bila dilakukan
secara berkesinambungan. Peran serta masyarakat dan petugas kesehatan untuk terlibat dalam
kegiatan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program eliminasi. Kegiatan
pengobatan massal perlu dilakukan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten yang
disertai dengan kegiatan penyuluhan tentang filariasis. Pemberian obat juga harus disertai
26
dengan penjelasan tentang adanya efek samping obat sehingga masyarakat tidak merasa takut
untuk meminum obat yang diberikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso13 dkk di Kabupaten Belitung Timur
menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat yang tinggi (97%) terhadap pengobatan
massal filariasis telah menurunkan Mf rate dari 2,52% menjadi 0,15%. Kegiatan pengobatan
massal yang dilakukan di Kabupaten Belitung Timur disertai dengan kegiatan penyuluhan
serta mendapat dukungan dari instansi terkait sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap upaya pengbotan massal filariasis.
Filariasis merupakan penyakit menahun yang mengakibatkan kecacatan walaupun tidak
menimbulkan kematian. Filariasis ditularkan melalui hisapan nyamuk vektor, pentingnya
mengetahui vektor penyebab penyakit filariasis dapat membantu pencegahan terjadinya
penularan filariasis di masyarakat.
Penangkapan nyamuk untuk identifikasi terhadap suspek/vektor filariasis di desa
Penanggiran dan Cinta Kasih dilakukan masing-masing satu kali. Pada kegiatan tersebut
didapatkan semua jenis nyamuk vektor penyebab penyakit filariasis di Indonesia yaitu
Anopheles spp, Mansonia spp dan Culex spp. Adapun spesiesnya adalah : An.nigerrimus, An.
barbumbrosus, Ma. anulifera, Ma. indiana, Cx.quinquefasciatus, Cx.tritaeniorhincus,Cx.
fuscochephalus, Cx.vishnui, Cx.gellidus. Dirujuk dari peraturan Menteri Kesehatan bahwa
vektor penyebab penyakit filariasis khususnya di Sumatera Selatan yaitu Mansonia uniformis
dan Anopheles nigerrimus2, pada penelitian ini hanya menemukan Anopheles nigerrimus.
Selama penelitian didapatkan 324 ekor nyamuk dewasa yang terdiri dari sembilan
spesies nyamuk. Berdasarkan hasil penangkapan nyamuk Culex yang paling dominan yaitu
Culex quenquefasciatus dengan jumlah lebih dari separuh jumlah nyamuk yang tertangkap.
Berdasarkan pengamatan perilaku menghisap nyamuk, bahwa Culex quenquefasciatus tidak
menunjukkan perbedaan nyata kesukaan menghisap dengan metode umpan badan baik di
dalam rumah (MHD = 2,9851 ekor/orang/jam desa Penanggiran dan 3,2753 ekor/orang/jam.
Nilai Man Hour Density(MHD) atau kepadatan nyamuk diatas 0,0025 ekor/orang/jam sudah
dapat berpotensi sebagai vektor.14
Pengamatan aktifitas menghisap Culex quenquefasciatus di dalam dan luar rumah
ditemukan puncak kepadatan menggigit yaitu pukul 20.00 – 21.00. Puncak kepadatan vektor
pada waktu tersebut mendukung terjadinya kontak antara nyamuk dengan manusia, karena
menurut pengamatan, penduduk biasanya masih melakukan aktifitas baik di dalam maupun di
luar rumah. Sedangkan puncak kepadatan nyamuk hinggap di dalam rumah yaitu pada pukul
03 – 04.00 dan hinggap di luar rumah pukul 24.00 – 01.00.
27
Di provinsi Sumatera Selatan nyamuk telah dikonfirmasi sebagai vektor filariasis adalah
spesies An. nigerrimus dan Ma.uniformis.15 Selama penelitian ditemukan spesies Anopheles
spp yang tertangkap sebanyak 20 ekor, yang terdiri dari An. barbombrosus dan An.
nigerrimus. Spesies An. barbombrosus merupakan spesies yang dominan pada genus ini yaitu
sebanyak 19 ekor. Dan An. nigerrimus sebanyak seekor. Sedangkan spesies Mansonia hanya
ditemukan dua ekor yang terdiri dari Ma. anulifera dan Ma. indiana.
Untuk mengetahui seekor nyamuk merupakan vektor atau bukan dapat diketahui dengan
melakukan pembedahan nyamuk untuk mendapatkan cacing mikrofilaria sebagai parasit
penyebab filariasis. Pembedahan dilakukan pada nyamuk spesies Anopheles spp dan
Mansonia spp hasil penangkapan dengan human landing collection technuque. Hasil
pembedahan terhadap dua spesies tersebut negatif mikrofilaria.
Nyamuk berpotensi atau diduga sebagai vektor apabila nyamuk betina berumur cukup
panjang sehingga cacing dapat hidup di dalam tubuh nyamuk,16 diwilayah lain telah
dikonfirmasi sebagai vektor dan kepadatan spesies tinggi serta dominansi spesies tinggi.
Menurut Depkes penularan filariasis dari nyamuk ke manusia sangat berbeda dengan
penularan pada penyakit demam berdarah atau malaria.17 Seseorang dapat terinfeksi filariasis
tersebut mendapat hisapan dari nyamuk ribuan kali. Pada penelitian Pahlepi(dengan metode
serupa belum menemukan adanya mikrofilaria di tubuh nyamuk.10 Pada penelitian
Febriyanto18 di desa Samborejo, Kab Pekalongan, Jawa Tengah menemukan positif
mikrofilaria Wucheria bancrofti pada spesies Culex quenquefasciatus.
Keadaan lingkungan seperti daerah persawahan, hutan, rawa-rawa yang terdapat
tumbuhan air dan parit/selokan merupakan habitat yang baik untuk spesies nyamuk tertentu.
Keberadaan habitat perkembangbiakan potensial larva nyamuk dapat dilihat dari hasil
penelitian. Hasil pengamatan habitat perkembangbiakan larva nyamuk menemukan habitat
perkembangbiakan nyamuk Mansonia spp berupa rawa-rawa dan Anopheles spp berupa
kolam-kolam yang terbengkalai.
Tempat perkembangbiakan nyamuk dengan positif larva Anopheles instar I-III di-
temukan di satu lokasi, dengan karakteristik habitat berupa rawa. Ketinggian rata-rata habitat
antara tiga meter di atas permukaan laut (dpal). Hasil pengukuran pH sekitar 6 - 7 dan suhu
air 25-34°C dan kelembaban berkisar antara 78-92%, curah hujan per tahun berkisar anatar
30 – 350 mm.
Tanaman yang banyak ditemukan di tempat-tempat perkembangbiakan di lokasi studi
antara lain tanaman air seperti eceng gondok, kangkung, melati airdan genjer. Sementara itu,
jenis hewan predator yang ditemukan diantaranya ikan dan kutu air.
28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Mf rate desa sentinel 0% dan spot <1%
68% masyarakat minum obat dan hanya 22% minum obat tiga tahun pengobatan
5.2 Saran
Pengobatan selektif pada subyek yang positif filariasis
29
UCAPAN TERIMA KASIH
30
DAFTAR PUSTAKA
31
15. Sitorus H, Budiyanto A, Ambarita LP, Hapsari N, Taviv Y. Keanekaragaman spesies
nyamuk di wilayah endemis filariasis di Kabupaten Banyuasin dan endemis malaria di
Oku Selatan. Balaba. 2015;11(Des 2015):97–104.
16. Mardiana M, Munif A. Komposisi umur nyamuk anopheles sp yang diduga sebagai
vektor di daerah pegunungan kecamatan lengkong, J Ekol Kesehat. 2009.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/view/1672. Diakses
November 30, 2016.
17. Ditjen PP&PL. Mengenal Filariasis (Penyakit Kaki Gajah). Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2009.
18. Febrianto B. Faktor Resiko Filariasis di Desa Semberejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten
Pekalongan Jawa Tengah. Bul Penelit Kesehat. 2008;36(2):48–58.
32
LAMPIRAN
Pemeriksaan darah
Dalam penelitian ini kami akan meminta darah Bapak/Ibu/Saudara/I sebanyak +5 tetes
untuk diperiksa apakah dalam darah Bapak/Ibu/Saudara/I mengandung cacing filaria
sebagai penyebab penyakit kaki gajah atau tidak. Pengambilan darah hanya dilakukan
satu kali.at.
Manfaat
Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/I secara sukarela dalam penelitian ini akan sangat
membantu dalam pengendalian penyakit kaki gajah di sini. Hasil pemeriksaan darah
Bapak/Ibu/Saudara/I akan dapat memberikan informasi tentang kondisi kesehatan
Bapak/Ibu/Saudara/I terutama berkaitan dengan penyakit kaki gajah. Dalam penelitian
ini, partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/I tidak akan menyebabkan beban keuangan bagi
Bapak/Ibu/Saudara/I dan keluarga.
Risiko
Pemeriksaan darah yang akan dilakukan mungkin akan sedikit menyakitkan, tetapi rasa
sakit itu hanya berlangsung sesa
Kerahasiaan
Bila Bapak/Ibu/Saudara/I bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, semuadata
hasil pemeriksaan dan keterangan yang Bapak/Ibu/Saudara/I akan kami jaga
kerahasiaannya.
Bila Bapak/Ibu/Saudara/I ada keraguan atau ingin tahu lebih jauh tentang penelitian ini,
silakan hubungi kami, nama : Ritawati (085369371655) yang beralamat di kantor Loka
Litbang P2B2 Baturaja, Jln. Jend. A. Yani KM 7 Kemelak Baturaja, Sumatera-Selatan
(0735 322774)
Partisipasi Sukarela
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/I dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga
Bapak/Ibu/Saudara/I tidak berhak dipaksa oleh siapapun untuk terlibat dalam penelitian
ini.Bapak/Ibu/Saudara/I berhak memutuskan untuk berpartisipasi atau menolak terlibat
dalam penelitian ini atas keputusan sendiri tanpa ada tekanan atau paksaan dari
siapapun.Bapak/Ibu/Saudara/I juga berhak untuk berhenti sewaktu-waktu dalam
keterlibatan dalam penelitian tanpa ada sanksi apapun. Apabila bersedia terlibat dalam
penelitian ini kami akan memberikan satu paket alat mandi sebagai pengganti waktu.
Ritawati
33
LAMPIRAN 2. Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan subyek (penangkap
nyamuk)
Penangkap nyamuk
Dalam penelitian ini kami akan meminta bantuan Bapak/Saudara sebagai kolektor untuk
melakukan penangkapan nyamuk. Penangkapan nyamuk dilakukan selama 12 jam(pukul
18.00-06.00 WIB). Setiap jam dilakukan penangkapan selama 50 menit dan 10 menit
istirahat.
Manfaat
Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/I secara sukarela dalam penelitian ini akan sangat
membantu dalam pengendalian penyakit kaki gajah di sini. Hasil penangkapan nyamuk
yang Bapak/Ibu/Saudara/I lakukan akan dapat memberikan informasi tentang vektor
(nyamuk) penular penyakit kaki gajah. Dalam penelitian ini, partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/I tidak akan menyebabkan beban keuangan bagi Bapak/Ibu/Saudara/I
dan keluarga.
Risiko
Apabila Bapak/Saudara terlibat dalam penelitian ini, mungkin Bapak/Ibu akan mengalami
gatal akibat gigitan nyamuk. Maka untuk mengurangi rasa sakit/gatal yang ditimbulkan
akibat gigitan nyamuk tersebut kami akan memberikan obat gosok.
Pertanyaan-pertanyaan
Bila Bapak/Ibu/Saudara/I ada keraguan atau ingin tahu lebih jauh tentang penelitian ini,
silakan hubungi kami, nama : Ritawati (085369371655) yang beralamat di kantor Loka
Litbang P2B2 Baturaja, Jln. Jend. A. Yani KM 7 Kemelak Baturaja, Sumatera-Selatan
(0735 322774)
Partisipasi Sukarela
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/I dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga
Bapak/Ibu/Saudara/I tidak berhak dipaksa oleh siapapun untuk terlibat dalam penelitian
ini.Bapak/Ibu/Saudara/I berhak memutuskan untuk berpartisipasi atau menolak terlibat
dalam penelitian ini atas keputusan sendiri tanpa ada tekanan atau paksaan dari
siapapun.Bapak/Ibu/Saudara/I juga berhak untuk berhenti sewaktu-waktu dalam
keterlibatan dalam penelitian tanpa ada sanksi apapun. Apabila bersedia terlibat dalam
penelitian ini kami akan memberikan uang sebesar Rp 100.000,- sebagai pengganti
waktu.
Ritawati
34
LAMPIRAN 3. Formulir persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
(…………………………..) (…………………………..)
35
LAMPIRAN 4. Kuesioner
Sebelum mengajukan pertanyaan, perkenalkan diri terlebih dahulu diri Anda dan
sampaikan maksud dan tujuan pertanyaan. Selanjutnya sampaikan Naskah Penjelasan
Penelitian dan minta tanda tangan persetujuan untuk terlibat dalam penelitian, dengan cara
menandatangani naskah persetujuan yang diketahui oleh saksi (petugas kesehatan/aparat
setempat). Responden adalah penduduk yang berusia >15 Tahun. Setelah selesai wawancara,
sampaikan terima kasih dan berikan bahan kontak yang telah disediakan kepada responden.
KUESIONER
3.5Pekerjaan : 1. TidakBekerja
2. PNS/TNI/POLRI
3. Karyawanswasta
4. Wiraswasta
5. Petani/Berkebun/berladang
6. Ibu rumah tangga
7. Lain-lain( sebutkan)...................
3. 6 Jumlah Anggota Rumah Tangga :
3. 7 Lama tinggal di lokasi sekarang :
36
4.2 Jika pernah, darimana bapak/ibu/saudara mendengar informasi tersebut?
1. Petugas kesehatan secara langsung
2. Kepala desa atau aparatur desa
3. Media (cetak/elektonik)
4. Selebaran, spanduk,dll
4.4 Apakah Bapak/Ibu/Sda menerima atau mengambil obat kaki gajah tersebut?
1. Ya
2. Tidak (wawancara selesai)
4.5 Berapa macam obat yang diberikan? (Tunjukkan contoh obat DEC, Albendazole,
Parasetamol, dan CTM minta responden untuk memilih obat yang
diterima)....................
4.6 Apakah Bapak/Ibu/Sda minum obat kaki gajah pada pengobatan massal tersebut?
1.Ya (langsung ke pertanyaan 4.8)
2. Tidak
4.9 Bila pernah minum obat tersebut, apakah kemudian timbul gejala-gejala tidak
enak/kurang enak badan?
1. Ya
2. Tidak (wawancara selesai)
4.10 Jika ya, gejala apa yang Bapak/Ibu/Sda rasakan?.....
37
LAMPIRAN 5. Foto Kegiatan
38
LAMPIRAN 6. Persetujuan Etik ( ethical approval )
39
LAMPIRAN 7. Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
40
41
LAMPIRAN 8. Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim
42