Anda di halaman 1dari 2

MELIHAT DUKA SEBAGAI KEBAHAGIAN

Matius 5 : 4

Ketika membaca Alkitab, kita terkadang akan melihat Yesus membalikkan atau
memutarbalikkan oleh apa yang dipikirkan manusia. Salah satu contoh yang dapat kita lihat
adalah yang tertulis di Matius 5 : 4 ketika Yesus mengatakan “Berbahagialah orang yang
berdukacita, karena mereka akan dihibur”.

Dalam pikiran manusia, tentu apa yang diungkapkan oleh Yesus dalam Mat 5 : 4 ini adalah
kebalikan dari apa yang dipikirkan oleh manusia, bagaimana mungkin kita dapat bersukacita di
dakam dukacita ?

Bukankah ketika sedang berdukacita, kita seharusnya orang yang sungguh berdukacita,
menangis, bersedoh, merasakan kehampaan dan perlu sedikit waktu mengambil jeda dalam
hidup untuk menghilangkan duka ?

Tetapi Yesus berkata “Berbahagialah”, pertanyaannya, kenapa Yesus berkata demikian ? Yesus
berkata demikian bukan dengan tidak beralasan. Karena begitu banyak memang alasan kenapa
kita harus bersukacita ketika kita sedang berdukacita terlebih di dalam iman percaya kita.

Yesus mengatakan “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”. Dan
ada banyak alasan berbahagia di dalam Yesus. Salah satu alasan yang diberikan Yesus dalam
ayat ini adalah “KARENA MEREKA AKAN DIHIBUR”.

Siapakah yang menghibur ? Tentu Tuhan Allah sendiri yang akan menghibur, sama seperti
orang sehat dia tidak akan memerlukan dokter, demikian pula hanya orang yang berduka yang
membutuhkan penghiburan demikianlah Yesus datang kepada setiap orang yang berada di dalam
penderitaan.

Rasul Yakobus memahami apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 5 : 4 sehingga dalam
Yakobus berkata dalam suratnya di Yakobus 1 : 2 ; “Saudara – saudaraku, anggaplah sebagai
suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai – bagai pencobaan”.

Ada sebuah ilustrasi yang saya ingin sampaikan pada kita saat ini, dikisahkan ada satu keluarga
yang mengalami duka beberapa kali di dalam hidupnya :

Seorang suami dan dia seorang penulis terkenal duduk di ruang kerjanya, dia mengambil
penanya mulai menulis :

“Tuhan, tahun lalu, saya harus dioperasi untuk mengeluarkan batu empedu. Saya harus terbaring
cukup lama di ranjang.

Di tahun yang sama saya berusia 60 tahun dan harus keluar dari pekerjaan di perusahaan
percetakan yang begitu saya senangi, yang sudah saya tekuni selama 30 tahun.

Di tahun yang sama saya ditinggalkan ayah yang tercinta.

Dan masih di tahun yang sama anak saya gagal di ujian akhir kedokteran, karena kecelakaan
mobil. Biaya bengkel yang membengkak akibat kerusakan mobil adalah juga bentuk kesialan di
tahun itu.

Akhirnya dia menulis :

“Sungguh Tuhan ! Tahun yg sangat buruk! “

Istri sang penulis masuk ke ruangan dan menjumpai suaminya yang sedang sedih dan
termenung.
Dari belakang sang istri melihat tulisan sang suami. Perlahan – lahan ia mundur dan keluar dari
ruangan dan 15 menit kemudian dia masuk lagi, lalu meletakkan sebuah kertas berisi tulisan
sebagai berikut :

“Tahun lalu akhirnya saya berhasil menyingkirkan kantong empedu yang selama bertahun-tahun
membuat perut saya sakit.

Tahun lalu saya bersyukur bisa pensiun dengan kondisi sehat walafiat.

Sekarang saya bisa menggunakan waktu saya untuk menulis sesuatu dengan fokus yang lebih
baik dan penuh kedamaian.

Pada tahun yang sama ayah saya yang berusia 95 tahun, tanpa kondisi kritis menghadap Sang
Pencipta.

Dan masih di tahun yang sama, Tuhan melindungi anak saya dari kecelakaan yang hebat. Mobil
kami memang rusak berat akibat kecelakaan itu, tapi anak saya selamat tanpa cacat sedikit pun.

Pada kalimat terakhir si istri menulis :

“Tahun itu adalah tahun yang penuh limpahan rakhmat Tuhan yang luar biasa dan kami lalui
dengan takjub”.

Membaca tulisan sang istri, akhirnya sang penulis tersenyum dan mengalir rasa hangat di
dadanya atas interpretasi rasa syukur atas tahun menakjubkan yang telah dilewatinya.

Sahabatku, keluarga hamba Tuhan, Pt. San Jose Sinuraya, Pt. Bp. Nike Sinuraya dan adik kami
yang masih Permata Ria Sinuraya.

Orang tua kita telah kembali kepada Bapa di Sorga. Ada banyak kenangan suka cita yang telah
kalian lalui bersama sebagai keluarga dan tentu banyak pengalaman hidup yang telah diberikan
orang tua kita, syukurilah hal itu sebagi berkat yang tak terhingga dari Tuhan kita.

Ingat akan ilustrasi yang sudah saya ceritakan diatas, bagaimana akhirnya sang penulis
bersukacita setelah membaca tulisan sang istrinya, menjawab semua keluh kesah tentang tahun
yang ia jalani. Akhirnya ia bersyukur atas semua perjalanan hidup yang ia jalani.

Saya juga ingin mengatakan seperti yang dikatakan oleh nabi Nahum untuk menguatkan
ketetapan hati keluarga akan kasih karunia Tuhan ;

“TUHAN itu baik, IA adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan, IA mengenal orang –
orang yang berlindung padaNYA” (Nahum 1 : 7).

Dan akhir kata saya berkata, tetaplah bersandar kepada Tuhan, sebab memang hanya Dia – lah
penghibur yang sejati dan Ia memang baik dan akan tetap senantiasa memberikan kebaikanNya
kepada keluarga ini.

Amin.

Anda mungkin juga menyukai