Anda di halaman 1dari 2

Arti Sebuah Kematian

Pengkotbah 7:1-4

“Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari
kelahiran. Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah
kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari
pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka,
tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.” ( Pengkotbah 7:1-4)

Kebanyakan manusia memiliki paradigma bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.
Ada tangisan, kehilangan, dan kemuraman dalam setiap kematian. Jelas saja, kematian ‘kan akhir hidup.
Kematian adalah akhir dari eksistensi manusia. Kematian juga begitu mengerikan karena misteri yang
terkandung di dalamnya: apa yang terjadi saat mati dan ke mana perginya gerangan? Manusia modern
bisa begitu bangga dengan dirinya, apalagi jika ia bisa menguasai alam semesta. Namun, pada akhirnya
ia akan menjadi debu, dan debu kembali kepada alam. Akhirnya manusia ditaklukkan oleh alam. Kematian
adalah sesuatu yang mengenaskan.

Namun Pengkhotbah beranggapan lain. Menurut pandangannya, kematian adalah sesuatu yang positif.
Kita akan renungkan ayat-ayat berikut ini yang berbicara tentang kematian dan arti hidup.

“Nama yang harum lebih baik daripada minyak yang mahal”


Apalah arti sebuah nama? Begitu komentar dunia. Namun Alkitab berbicara mengenai pentingnya sebuah
nama. Bahkan nama itu lebih berharga daripada kekayaan dunia. Amsal mengatakan bahwa nama baik
lebih berharga dari pada kekayaan besar. ([kitab]Amsal22:1[/kitab])

Di akhir hidup seseorang, kita dapat mengetahui siapakah orang itu. Seseorang yang banyak menabur
berkat, di akhir hidupnya banyak orang yang bersimpati. Begitu juga sebaliknya.

Ini seharusnya membuat kita merenung, mau menjadi seperti orang macam apakah kita? Bagaimana kita
harus hidup supaya hidup kita berarti bagi Tuhan dan sesama? Apa yang harus kita tabur supaya menuai
yang baik?

“Hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran”


Di telinga kalangan umum, ayat ini terdengar cukup aneh. Pasalnya, manusia biasanya menyukai
kelahiran daripada kematian. Kelahiran itu sesuatu yang menyenangkan dan melihat bayi kecil adalah
sesuatu sukacita. Kelahiran adalah sesuatu yang baik, namun tidak demikian dengan kematian.

Kematian adalah sesuatu yang menandakan hidup ini fana, sementara, dan terbatas. Maka pada
umumnya orang tidak menyukai kematian. Namun Pengkhotbah mengatakan bahwa hari kematian lebih
baik daripada hari kelahiran. Mengapa demikian?

Rahasia besar ini hanya bisa dimengerti oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Memang kita tahu
bahwa kematian adalah satu akibat dari dosa. Kematian adalah sesuatu yang membawa kita kepada akhir
di dalam hidup di dunia. Tetapi bukan berarti kematian adalah sesuatu yang mengerikan. Bagi orang
percaya kematian adalah sesuatu yang indah. Mengapa? Pertama, kita akan kembali kepada Tuhan yang
mengasihi kita. Kita akan bersekutu dengan sumber hidup dan sumber bahagian untuk selama-lamanya.
Kedua, kita akan mengakhiri hidup yang penuh dengan air mata ini. Kita akan masuk ke dalam hidup yang
kekal. Kita akan hidup selama-lamanya dengan Tuhan Allah.

Paulus bahkan mengatakan bahwa mati adalah keuntungan. “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan
mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:21). Pintu masuk yang membawa manusia kepada neraka diubah Tuhan
melalui karya Kristus menjadi pintu kepada hidup yang kekal. Jadi, bagi orang percaya kematian justru hal
memberikan pengharapan, yakni hidup yang kekal.

“Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan
setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa,
karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang
bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.”

Sebelum membahas ayat ini, terlebih dahulu kita harus paham bahwa kitab Pengkhotbah adalah
merupakan kitab hikmat bangsa Ibrani. Kitab ini mengajarkan bagaimana petuah-petuah untuk hidup
berhikmat.

Ayat di atas merupakan hal yang bertentangan bagi pemikiran kita pada umumnya. Namun, sebetulnya
Pengkhotbah sedang mengajak kita merenung, bahwa ketika kita sedang berada di dalam keadaan suka,
biasanya kita tidak memikirkan arti hidup. Dalam keadaan serba senang dan nyaman, kita cenderung
melupakan makna hidup yang dalam.

Mari kita merenungkan satu realita di dalam hidup manusia. Sudah menjadi satu pandangan yang benar
bahwa terkadang orang yang sehat, makmur, dan sangat kaya akan lebih sukar memahami perkara rohani
dan arti bergantung kepada Tuhan, dibandingkan dengan seseorang yang berada dalam keadaan sakit,
miskin, dan melarat. Yesus bahkan pernah berkata bahwa ada orang kaya yang sukar masuk kerajaan
sorga. Ini bukan pengajaran bahwa kaya dan makmur itu tidak rohani, tetapi mengajarkan bahwa
kekayaan seringkali membuat orang lupa akan Tuhan karena sukar bergantung kepada-Nya. Tetapi orang
miskin yang tertindas biasanya lebih bergantung kepada Tuhan karena dia sadar bahwa dia bisa hidup
adalah karena anugerah Tuhan.

Kembali kepada kitab Pengkotbah, di sana kita diajak merenung bahwa rumah duka lebih baik daripada
rumah pesta, karena di dalam rumah pesta orang seringkali bersukaria dan melupakan Tuhan. Sebaliknya
di dalam rumah duka, seseorang dapat menyadari beberapa hal:

1. Hidup ini sementara

2. Segala kekayaan hidup ini akhirnya habis

3. Yang tertinggal hanyalah nama

4. Hidup ini fana

5. Manusia itu lemah

6. Manusia itu terbatas

Semua hal ini membuat manusia merenung tentang apa arti hidup kita. Di rumah duka seseorang
seharusnya mulai memikirkan nilai-nilai kehidupan yang lebih mulia dan kekal daripada nilai-nilai yang
sementara dan yang akan tersapu dengan waktu.

Marilah kita merenungkan bahwa realita kematian adalah realita yang membuat kita memikirkan apa arti
hidup kita. Bagaimana kita menjalani hidup ini? Bagaimana kita ingin mati kelak?

Anda mungkin juga menyukai