Anda di halaman 1dari 4

Nama : Faradillah

Prodi : manajemen

Nim : 2211082070

PENGERTIAN PERENCANAAN

Istilah perencanaan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi,


sudah biasa terdengar dalam pembicaraan sehari-hari. Akan tetapi,
perencanaan diartikan berbeda-beda dalam berbagai literatur yang
berbeda. Conyers & Hills (1994) mendefinisikan perencanaan sebagai
”suatu proses yang berkesinambungan”, yang mencakup “keputusan-
keputusan atau pilihan-pilihan atas berbagai alternatif penggunaan
sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang
akan datang“.

Definisi tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan,yaitu

1. Pemilihan

2. Sumber daya

3. Tujuan

4. Waktu

Perencanaan ditinjau dari dimensi waktu dapat dipilah dalam 2 (dua)


dimensi, yaitu:

1. perencanaan jangka panjang (strategic planning)

2. perencanaan jangka menengah & jangka pendek (operational


planning) Perencanaan jangka panjang biasa disebut sebagai
perencanaan strategik (strategic planning). Perencanaan strategik
biasanya berjangka waktu 3 tahun atau lebih. Perencanaan strategik
adalah proses menentukan tujuan-tujuan organisasi dan memutuskan
program-program tindakan menyeluruh yang akan diambil untuk
mencapai tujuan organisasi.

PERENCANAAN DAERAH

Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang paling krusial


dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena berkaitan dengan tujuan
dari pemerintahan itu sendiri untuk mensejahterakan rakyatnya.
Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi,
oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. Selama
ini perencanaan dan penganggaran belum memiliki landasan aturan
yang memadai. Sistem perencanaan nasional yang terintegrasi dari
daerah sampai pusat selama ini juga belum memiliki landasan aturan
yang bersifat mengikat. Digulirkannya kebijakan otonomi daerah dan
dihapuskannya GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang selama ini
dijadikan landasan dalam perencanaan, membawa implikasi akan
perlunya kerangka kebijakan yang mengatur sistem perencanaan
pembangunan nasional yang bersifat sistematis dan harmonis. Hal
inilah yang menjadi landasan dikeluarkannya UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SP2N).

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD)

Rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) merupakan rencana


pembangunan tahunan pemerintah daerah. RKPD wajib disusun oleh
daerah sebagai landasan dalam penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD). Dokumen RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan. Disamping itu, RKPD berfungsi sebagai
pedoman penyusunan rencana kerja satuan kerja perangkat daerah
(Renja-SKPD). RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja dan
pendanaannya yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah,
pemerintah daerah, maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat, serta deskripsi kinerja pembangunan pada
tahun sebelumnya. Rancangan kerangka ekonomi daerah
mendeskripsikan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah,
sumber dan penggunaan pembiayaan disertai dengan asumsi yang
mendasarinya sebagai dasar dalam pengalokasian dana pada setiap
rencana kerja. Prioritas pembangunan daerah merupakan kebijakan
yang dipilih sebagai strategi untuk mencapai sasaran hasil yang ingin
dicapai pada akhir periode pembangunan jangka menengah.

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU 25/2004

Banyak pihak yang mensinyalir UU 25/2004, lahir lebih untuk


mempertahankan eksistensi Bappenas. Kekhawatiran yang muncul
adalah Bappenas dilikuidasi oleh lahirnya UU 17/2003 yang salah
satunya memperkuat peran Depkeu.
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN MENURUT UU 32/2004

Kesan umum dari UU 32/2004, berupaya menggabungkan perencanaan


daerah yang diatur UU 25/2004 dan penganggaran daerah yang diatur
UU 17/2003 dan UU 33/2004. Walaupun UU 32/2004 ini mengatur
secara umum berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran
daerah, tetapi justru hal ini menimbulkan multi-intepretasi atau
kerancuan pada penafsirannya. Misalnya, seperti yang telah
disampaikan di atas, adanya perbedaan landasan aturan penetapan
RPJMD antara UU 25/2004 dengan UU 32/2004. Selain itu, apabila
undang-undang ini digambarkan dalam bentuk alur perencanaan dan
penganggaran, justru prosesnya terputus atau tidak terintegrasi antara
perencanaan dan penganggaran.

Anda mungkin juga menyukai