PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perencanaan?
2. Apa saja fungsi perencanaan?
3. Apa saja klasifikasi perencanaan?
4. Bagaimana proses perencanaan fisik pembangunan?
5. Apa saja peran perencanaan?
BAB II
PEMBAHASAN
Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang
akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu aktivitas yang dibatasi oleh
lingkup waktu tertentu, sehingga perencanaan, lebih jauh diartikan sebagai kegiatan
terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam waktu tertentu. Artinya
perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan
datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan
demikian, proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta
mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk
mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik serta memilih langkah-langkah untuk
mencapainya.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah
rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi.
Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi
dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi,
artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal
dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus
dilakukan.
Selain aspek tersebut, perencanaan juga mempunyai manfaat bagi perusahaan sebagai
berikut:
1. Dengan adanya perencanaan, maka pelaksanaan kegiatan dapat diusahakan dengan efektif
dan efisien.
2. Dapat mengatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan tersebut, dapat dicapai dan dapat
dilakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang timbul seawal mungkin.
2. Dimensi waktu
Perencanaan pembangunan yang didasarkan oleh periode waktu terdiri atas tiga
klasifikasi umum.Pertama, perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka panjang sekitar
10 sampai dengan 25 tahun. Perencanaan ini bukan merupakan pedoman kerja yang siap
pakai, melainkan keputusan kekuasaan tertinggi yang lebih bersifat dorongan atau
motivasi.Jenis perencanaan yang demikian ini bersifat berkesinambungan, tidak dapat
diputus-putus. Perencanaan pengentasan kemiskinan, perencanaan keluarga berencana, dan
proyek jalan raya merupakan contoh sederhana dari perencanaan jangaka panjang.
Kedua, Sementara perencanaan jangka menengah lazim disebut Repelita, oleh karena
periodesasinya dalam kurun waktu 5 tahunan.Perencanaan jangka menengah biasanya
dikaitkan dengan kebutuhan secara politis karena jangka waktu disesuaikan dengan jabatan
pemerintah yang sedang berjalan.
Ketiga, perencanaan jangka pendek. Perencanaan jangka pendek sering juga dikenal
dengan istilah rencana operasional tahunan yang hanya memiliki kurun waktu 1 tahun.Jenis
perencanaan ini merupakan operasionalisasi atau penjabaran dari perencanaan jangka
menengah ke dalam perencanaan tahunan yang biasanya disesuaikan dengan kemampuan
atau kondisi riil suatu daerah tertentu.Kemampuan yang dimaksudkan di sini terkait dengan
anggaran (budget) yang populer disebut APBN dan APBD. Dalam pandangan Lewis (1994),
rencana tahunan merupakan rencana pengontrol dengan pengertian bahwa ini adalah tahun
dimana tahun demi tahun menyesuaikan sumber-sumber daya dengan hasil-hasil yang dapat
diperoleh.Singkatnya dalam pandangan Lewis bahwa rencana tahunan merupakan sebuah
dokumen operasi. Dengan demikian, sasaran dalam perencanaan jangka pendek tidak
menyimpang dari frame work kebijakan yang telah ditentukan dalam perencanaan jangka
menengah dan jangka panjang.
Berdasarkan prosesnya, perencanaan ini dibagi menjadi perencanaan dari bawah ke atas
(bottom-up planning) dan perencanaan dari atas ke bawah (top-down planning). Perencanaan
dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan perencanaan yang seharusnya diikuti karena
dipandang lebih didasarkan pada kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan
dari bawah ke atas ini dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan di tingkat masyarakat
Di dalam implementasinya tidak terdapat lagi penerapan penuh pendekatan dari atas ke
bawah. Beberapa pertimbangan, misalnya ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih menuntut penerapan
pendekatan dari atas ke bawah. Namun, kini pendekatan tersebut tidak lagi sepenuhnya
dijalankan karena proses perencanaan rinci menuntut peran serta masyarakat. Untuk itu,
diupayakan untuk memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan
perencanaan dari bawah ke atas. Secara operasional pendekatan perencanaan tersebut
ditempuh melalui mekanisme yang disebut Pedoman Penyusunan Perencanaan dan
Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan memanfaatkan forum-forum
Musyawarah Pembangunan (Musbang) Desa, Musbang Kecamatan, Rapat Koordinasi
Pembangunan (Rakorbang) Dati II, Rakorbang Dati I, Konsultasi Regional Pembangunan
(Konregbang), yaitu Dati I sepulau/kawasan, dan puncaknya terjadi pada Konsultasi Nasional
Pembangunan (Konasbang). Di setiap tingkat diupayakan untuk mengadakan koordinasi
perencanaan sektoral dan regional. Usulan atau masalah yang lintas wilayah atau lintas
sektoral yang tidak dapat diselesaikan di suatu tingkat dibawa ke tingkat di atasnya. Proses
berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi
perencanaan pembangunan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dari atas ke bawah yang
memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada
diinformasikan secara berjenjang, sehingga proses perencanaan dari bawah ke atas
diharapkan sejalan dengan yang ditunjukkan dari atas ke bawah.
Kelima, evaluasi untuk membantu kegiatan pengawasan, yang dilakukan melalui suatu
tinjauan yang berjalan secara terus menerus (concurrent review). Di samping itu, evaluasi
juga dapat dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yakni evaluasi sebelum
rencana dimulai dan evaluasi tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari hasil evaluasi ini
dapat dilakukan perbaikan terhadap perencanaan selanjutnya atau penyesuaian yang
diperlukan dalam (pelaksanaan) perencanaan itu sendiri.
Kedua, perencanaan harus konsisten dan realistis. Syarat ini mengandung makna bahwa
perencanaan idealnya sebagai suatu proyeksi ke depan senantiasa memperhitungkan keadaan
masa kini dan plus minus masa lalu. Keadaan masa kini yang dimaksud adalah potensi yang
dimiliki, baik dalam bentuk sumber daya manusia, sumber daya alam, termasuk sumber daya
modal yang diharapkan mampu merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Demikian
Perencanaan Fisik Pembangunan 9
pula plus minus masa lalu tidak boleh terabaikan, karena keadaan ini memberikan gambaran
letak keberhasilan dan kegagalan di masa lampau. Gambaran tentang gagal tidaknya di masa
lalu merupakan potensi untuk mengetahui kendala yang mungkin saja terjadi pada
pelaksanaan program berikutnya.
Keempat, perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan. Syarat ini
memberikan pengertian bahwa antara sasaran apa yang akan dicapai seharusnya sesuai
dengan besarnya pengeluaran dana yang dibutuhkan, ataupun sebaliknya. Dalam perencanaan
sejatinya mengoptimalkan pencapaian hasil sebagaimana besarnya pembiayaan yang
dikeluarkan.
Kelima, para perencana harus memahami berbagai perilaku dan hubungan antarvariabel
ekonomi.Pembangunan yang senantiasa menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, maka
dari itu perencanaan pun sebaiknya memahami berbagai variabel dalam dimensi kehidupan
manusia. Masing-masing aspek atau variabel memiliki ciri yang berbeda-beda, dan karena
itulah diperlukan adanya saling koordinasi antarvariabel satu sama lain. Hubungan
antarvariabel tersebut dapat bersifat kausal dan bersifat fungsional. Hubungan kausal yang
dimaksud adalah perubahan yang terjadi pada satu variabel dapat berdampak terhadap
variabel lainnya, namun tidak terjadi sebaliknya (sebab akibat). Sementara hubungan
fungsional adalah hubungan antara dua variabel atau lebih yang saling memengaruhi secara
timbal balik.
Fungsi perencanaan tidak hanya pada permulaan kegiatan tetapi bersifat menyeluruh
mulai dari persiapan dan pelaksanaan sampai kepada penyelesaian, bahkan juga berguna
pasca peleksanaan.Untuk kebenaran pencapaian tujuan, fungsi perencanaan dapat dibedakan
atas tiga yakni sebagai tolok ukur, ketaatan, dan rujukan (Sitanggang, 1999).
Selain sebagai titik pangkal, perencanaan juga berfungsi sebagai ikatan disiplin yang
harus ditaati.Implementasi yang tidak didasarkan pada perencanaan berarti tidak mengikuti
atau tidak mentaati perencanaan yang telah ada sebelumnya.Dengan demikian, tingkat
keberhasilan suatu perencanaan dapat diketahui dari sejauh mana ketentuan perencanaan
dijalankan dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan. Ketaatan yang terkandung dalam
fungsi perencanaan mencakup beberapa aspek penting, diantaranya ketaatan terhadap
susunan prioritas, ketaatan pengorganisasian secara legal formalistis, termasuk ketaatan
penggunaan dana, metode, dan prosedur.
Perencanaan dan implementasi merupakan dua rangkaian proses yang saling terkait.
Karena itu, implementasi atau pelaksanaan merupakan gambaran dari perencanaan yang telah
dirumuskan sebelumnya.Dalam pengertian ini, perencanaan mempunyai fungsi sebagai
rujukan.
Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan
fisik pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan
umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan
mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan
politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.
Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu,
1. Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan mempunyai tugas antara lain sebagai berikut :
Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tat
ruang dan lingkungan.
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang
serasi.
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan
Lingkungan.
Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan
Lingkungan.
Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta
merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
a. Lingkup Nasional
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup
kepentingan secara sektoral. departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan
perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah:
departemen pekerjaan umum
departemen perhubungan
departemen perindustrian
departemen pertanian
departemen pertambangan
energi departemen nakertrans
Perencanaan Fisik Pembangunan 14
Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan
tata ruang secara spesifikasi dan mendetail, misalnya program subsidi untuk pembangunan
peruamahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas
secara terperinci dan tidak membahas spesifikasi program ini pada suatu daerah. Yang
dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah daerah atau kota yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas.
Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara
spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintah tingkat lokal. Meskipun rencana
pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanaan fisik dalam
tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat
mempengaruhi program pembangnan yang disusun oleh tingkat lokal.
Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN yang
sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, seperti
bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
b. Lingkup Regional
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di
Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal,
contohnya dinas PU, DLLAJR, kanwil-kanwil yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA
tingkat 1 di setiap provinsi. Walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan
dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan
regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus
perencanaan wilayah sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik adalah
koordinatif.
Contoh misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi suatu kota,
untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikkan pada tingkat nasional juga perlu
dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana
perguruan tinggi tersebut dialokasikan. Masalah yang sering menyulitkan adalah koordinasi
pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. Ada isntansi khusu
lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau
proyek khusus seperti Otorita Batam, Otorita proyek Jatiluhur, DAS.
c. Lingkup Lokal
d. Lingkup Swasta
Lingkup swasta dulunya hanyalah sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan,
jaringan utilitas, pusat perbelanjaan. Sekarang semakin positive menjadi indikator untuk
memicu diri bagi instasi pemerintahan maupun BUMN. Badan-badan usaha konsultan swasta
yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya
lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan
profesionalisme. Persaingan muncul menjadikan tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta
dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk. Pihak swasta
terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap
pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat
rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi
peraturan yang berlaku, taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan
sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus sinkron dengan kepentingan
lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan
Perencanaan Fisik Pembangunan 17
kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan
operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang
yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor
327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan
pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari. Dengan demikian, terkait
kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu
pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan
visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah
negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan
antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk
jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah
provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi
disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar
pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan
analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional,
ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem
permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi
meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan
lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik;
arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat
permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah;
arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada
perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa
depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://lensasosiologi.blogspot.co.id/2012/03/perencanaan-pembangunan.html
https://ginadamar.wordpress.com/2014/12/01/perencanaan-fisik-pembangunan/
http://reinalldy.blogspot.co.id/2012/10/perencanaan-fisik-pembangunan.html