Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam melakukan pembangunan, setiap pemerintah memerlukan perencanaan yang


akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukan
seiring dengan semakin pesatnya pembangunan, maka terjadi peningkatan permintaan
pembangunan yang diperlukan yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktu


berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan
pembangunan Nasional dibagi menjadi pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan
jangka pendek. Sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari
perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu
Rencan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perencanaan?
2. Apa saja fungsi perencanaan?
3. Apa saja klasifikasi perencanaan?
4. Bagaimana proses perencanaan fisik pembangunan?
5. Apa saja peran perencanaan?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Memahami dan mengerti perencanaan.
2. Memahami dan mengetahui fungsi dari perencanaan.
3. Memahami dan mengetahui klasifikasi perencanaan.
4. Memahami bagaimana proses perencanaan berlangsung.
5. Mengetahui dan memahami peranan perencanaan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perencanaan

Perencanaan Fisik Pembangunan 1


Perencanaan sebenarnya adalah suatu cara rasional untuk mempersiapkan masa
depan Becker (2000) dalam Rustiadi (2008 h.339). Sedangkan menurut Alder (1999) dalam
Rustiadi (2008 h.339) menyatakan bahwa :

Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang
akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu aktivitas yang dibatasi oleh
lingkup waktu tertentu, sehingga perencanaan, lebih jauh diartikan sebagai kegiatan
terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam waktu tertentu. Artinya
perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan
datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan
demikian, proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta
mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk
mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik serta memilih langkah-langkah untuk
mencapainya.

Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah
rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi.
Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi
dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi,
artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal
dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus
dilakukan.

Selain aspek tersebut, perencanaan juga mempunyai manfaat bagi perusahaan sebagai
berikut:

1. Dengan adanya perencanaan, maka pelaksanaan kegiatan dapat diusahakan dengan efektif
dan efisien.

2. Dapat mengatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan tersebut, dapat dicapai dan dapat
dilakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang timbul seawal mungkin.

3. Dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul dengan mengatasi hambatan dan


ancaman.
Perencanaan Fisik Pembangunan 2
4. Dapat menghindari adanya kegiatan petumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan
terkontrol.

2.2 Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses pengambilan keputusan


sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan penggunaan sumber daya dan
pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian
hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana yang di buat.

Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya efesiensi dan


efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan koreksi atas penyimpangan
sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul menghindari kegiatan,
pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.

Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan


di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi.

2.3 Klasifikasi Perencanaan

Perencanaan pembangunan dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa dimensi,


diantaranya: dimensi pendekatan dan koordinasi, dimensi waktu, dan dimensi arus penyunan.
Ketiga klasifikasi ini akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.

1. Dimensi pendekatan dan koordinasi

Pertama, perencanaan pembangunan makro adalah perencanaan pembangunan nasional


dalam skala menyeluruh. Dalam perencanaan makro ini dikaji berapa pesat pertumbuhan
ekonomi dapat dan akan direncanakan, berapa besar tabungan masyarakat dan pemerintah
akan tumbuh, bagaimana proyeksinya, dan hal-hal lainnya secara makro dan menyeluruh.
Kajian ini dilakukan untuk menentukan tujuan dan sasaran yang mungkin dicapai dalam
jangka waktu rencana, dengan memperhitungkan berbagai variabel ekonomi
mikro.Perencanaan makro ini dilakukan dengan melihat dan memperhitungkan secara cermat
keterkaitannya dengan perencanaan sektoral dan regional.

Perencanaan Fisik Pembangunan 3


Kedua, perencanaan sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan
berdasarkan sektor.Yang dimaksud dengan sektor adalah kumpulan dari kegiatan-kegiatan
atau program yang mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya.Pembagian menurut
klasifikasi fungsional seperti sektor, maksudnya untuk mempermudah perhitungan-
perhitungan dalam mencapai sasaran makro. Sektor-sektor ini kecuali mempunyai ciri-ciri
yang berbeda satu sama lain, juga mempunyai daya dorong yang berbeda dalam
mengantisipasi investasi yang dilakukan pada masing-masing sektor. Meskipun pendekatan
ini menentukan kegiatan tertentu, oleh instansi tertentu, di lokasi tertentu, faktor lokasi pada
dasarnya dipandang sebagai tempat atau lokasi kegiatan saja.Pendekatan ini berbeda dengan
pendekatan perencanaan lainnya yang terutama bertumpu pada lokasi kegiatan.

Ketiga, perencanaan dengan dimensi pedekatan regional menitikberatkan pada aspek


lokasi di mana kegiatan dilakukan.Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda
dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah.
Departemen/lembaga pusat dengan visi atau kepentingan yang bertitik berat sektoral melihat
lokasi untuk kegiatan, sedangkan pemerintah daerah dengan titik berat pendekatan
pembangunan regional (wilayah/daerah) melihat kegiatan untuk lokasi. Kedua pola pikir itu
dapat saja menghasilkan hal yang sama, namun sangat mungkin menghasilkan usulan yang
berbeda. Pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan daerah mengupayakan
pendayagunaan ruang di daerahnya, mengisinya dengan berbagai kegiatan sedemikian rupa
sehingga menghasilkan alternatif pembangunan yang terbaik bagi daerah tersebut.Pilihan
daerah terhadap alternatif yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan yang tidak optimal
dari sudut pandang sektor yang melihat kepentingan nasional secara sektoral.Berbagai
pendekatan tersebut perlu dipadukan dalam perencanaan pembangunan nasional, yang terdiri
dari pembangunan sektor-sektor di berbagai daerah, dan pembangunan daerah yang bertumpu
pada sektor-sektor.

Keempat, perencanaan mikro adalah perencanaan skala rinci dalam perencanaan


tahunan, yang merupakan penjabaran rencana-rencana baik makro, sektoral, maupun regional
ke dalam susunan proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan dengan berbagai dokumen
perencanaan dan penganggarannya. Secara operasional perencanaan mikro ini antara lain
tergambar dalam Daftar Isian Proyek (DIP), Petunjuk Operasional (PO), dan rancangan
kegiatan. Perencanaan ini merupakan unsur yang sangat penting, karena pada dasarnya
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan.Efektivitas dan efisiensi yang menjadi masalah

Perencanaan Fisik Pembangunan 4


nasional sehari-hari dapat ditelusuri penanganannya dalam perencanaan dan pelaksanaan
rencana di tingkat mikro.

2. Dimensi waktu

Perencanaan pembangunan yang didasarkan oleh periode waktu terdiri atas tiga
klasifikasi umum.Pertama, perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka panjang sekitar
10 sampai dengan 25 tahun. Perencanaan ini bukan merupakan pedoman kerja yang siap
pakai, melainkan keputusan kekuasaan tertinggi yang lebih bersifat dorongan atau
motivasi.Jenis perencanaan yang demikian ini bersifat berkesinambungan, tidak dapat
diputus-putus. Perencanaan pengentasan kemiskinan, perencanaan keluarga berencana, dan
proyek jalan raya merupakan contoh sederhana dari perencanaan jangaka panjang.

Kedua, Sementara perencanaan jangka menengah lazim disebut Repelita, oleh karena
periodesasinya dalam kurun waktu 5 tahunan.Perencanaan jangka menengah biasanya
dikaitkan dengan kebutuhan secara politis karena jangka waktu disesuaikan dengan jabatan
pemerintah yang sedang berjalan.

Ketiga, perencanaan jangka pendek. Perencanaan jangka pendek sering juga dikenal
dengan istilah rencana operasional tahunan yang hanya memiliki kurun waktu 1 tahun.Jenis
perencanaan ini merupakan operasionalisasi atau penjabaran dari perencanaan jangka
menengah ke dalam perencanaan tahunan yang biasanya disesuaikan dengan kemampuan
atau kondisi riil suatu daerah tertentu.Kemampuan yang dimaksudkan di sini terkait dengan
anggaran (budget) yang populer disebut APBN dan APBD. Dalam pandangan Lewis (1994),
rencana tahunan merupakan rencana pengontrol dengan pengertian bahwa ini adalah tahun
dimana tahun demi tahun menyesuaikan sumber-sumber daya dengan hasil-hasil yang dapat
diperoleh.Singkatnya dalam pandangan Lewis bahwa rencana tahunan merupakan sebuah
dokumen operasi. Dengan demikian, sasaran dalam perencanaan jangka pendek tidak
menyimpang dari frame work kebijakan yang telah ditentukan dalam perencanaan jangka
menengah dan jangka panjang.

3. Dimensi arus penyusunan

Berdasarkan prosesnya, perencanaan ini dibagi menjadi perencanaan dari bawah ke atas
(bottom-up planning) dan perencanaan dari atas ke bawah (top-down planning). Perencanaan
dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan perencanaan yang seharusnya diikuti karena
dipandang lebih didasarkan pada kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan
dari bawah ke atas ini dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan di tingkat masyarakat

Perencanaan Fisik Pembangunan 5


yang secara langsung yang terkait dengan pelaksanaan dan mendapat dampak dari kegiatan
pembangunan yang direncanakan.

Sedangkan perencanaan dari atas ke bawah adalah pendekatan perencanaan yang


menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci. Rencana rinci yang
berada di bawah adalah penjabaran rencana induk yang berada di atas.Pendekatan
perencanaan sektoral acapkali ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas ke bawah,
karena target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan di
berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target nasional
tersebut.Pada tahap awal pembangunan, pendekatan perencanaan ini lebih dominan, terutama
karena masih serba terbatasnya sumber daya pembangunan yang tersedia.

Di dalam implementasinya tidak terdapat lagi penerapan penuh pendekatan dari atas ke
bawah. Beberapa pertimbangan, misalnya ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih menuntut penerapan
pendekatan dari atas ke bawah. Namun, kini pendekatan tersebut tidak lagi sepenuhnya
dijalankan karena proses perencanaan rinci menuntut peran serta masyarakat. Untuk itu,
diupayakan untuk memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan
perencanaan dari bawah ke atas. Secara operasional pendekatan perencanaan tersebut
ditempuh melalui mekanisme yang disebut Pedoman Penyusunan Perencanaan dan
Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan memanfaatkan forum-forum
Musyawarah Pembangunan (Musbang) Desa, Musbang Kecamatan, Rapat Koordinasi
Pembangunan (Rakorbang) Dati II, Rakorbang Dati I, Konsultasi Regional Pembangunan
(Konregbang), yaitu Dati I sepulau/kawasan, dan puncaknya terjadi pada Konsultasi Nasional
Pembangunan (Konasbang). Di setiap tingkat diupayakan untuk mengadakan koordinasi
perencanaan sektoral dan regional. Usulan atau masalah yang lintas wilayah atau lintas
sektoral yang tidak dapat diselesaikan di suatu tingkat dibawa ke tingkat di atasnya. Proses
berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi
perencanaan pembangunan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dari atas ke bawah yang
memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada
diinformasikan secara berjenjang, sehingga proses perencanaan dari bawah ke atas
diharapkan sejalan dengan yang ditunjukkan dari atas ke bawah.

2.4 Proses Perencanaan Pembangunan

Perencanaan Fisik Pembangunan 6


Terkadang kita jumpai masyarakat awan memaknai perencanaan sebagai suatu tahapan
menyusun berbagai kegiatan semata.Pemahaman yang demikian tidak sepenuhnya
disalahkan, namun perlu diluruskan sehingga tiba pada pemahaman yang lebih komprehensif
tentang perencanaan pembangunan. Oleh karena pembangunan tidak pernah mencapai titik
jenuh, maka proses perencanaannya pun demikian, akan merupakan usaha yang sistematis
secara kontinu. Nordhaus mengartikan proses perencanaan (planning process) sebagai
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, yang diawali dengan pemilihan tujuan
sosial, kemudian menetapkan berbagai target ekonomi yang diusul dengan menyusun suatu
kerangka kerja bagi kegiatan-kegiatan implementasi, koordinasi, dan pemantauan rencana
pembangunan (Todaro dan Smith, 2006).

Selain dari pandangan di atas, Dimock dkk. (1986) mendefinisikan perencanaan


sebagai suatu proses langkah-langkah yang saling berhubungan yang meliputi tahapan-
tahapan yakni: identifikasi kriteria-kriteria suatu problema, penetapan tujuan, penentuan
sasaran, pengidentifikasian kriteria-kriteria evaluasi, pengidentifikasian usulan-usulan
alternatif, menaksir biaya setiap alternatif, perkiraan efektivitas setiap alternatif, dan memilih
alternatif yang akan digunakan. Dengan demikian, perencanaan sebagai suatu kebijakan
merupakan proses kegiatan usaha yang dilakukan secara terus menerus dan komprehensif
serta memiliki tahapan yang sistematis. Secara rinci Tjokroamidjojo (1977) menguraikan
tahap-tahap dalam suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan rencana, penyusunan
program rencana, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pertama, penyusunan rencana meliputi unsur-unsur tinjauan keadaan (review) yang


dapat berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana maupun tinjauan terhadap pelaksanaan
rencana sebelumnya. Pada tahap ini pula dilakukan perkiraan keadaan masa yang akan dilalui
rencana (forecasting), karena itu dibutuhkan berbagai informasi untuk mengetahui
kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Informasi yang diperlukan dapat
berupa data statistik dan hasil penelitian terdahulu yang relevan. Setelah semua perkiraan
dilakukan, maka selanjutnya penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan pemilihan cara-
cara pencapaian tujuan rencana. Unsur kegiatan berikutnya adalah mengidentifikasi
kebijakan (policy) yang perlu dilakukan. Operasionalisasi unsur ini perlu didasarkan pada
pilihan alternatif terbaik dan skala prioritas. Setelah seluruh unsur kegiatan dinilai tuntas,
maka unsur kegiatan yang terakhir dari tahapan penyusunan rencana adalah pengambilan
keputusan (decision making) sebagai persetujuan atas suatu rencana.

Perencanaan Fisik Pembangunan 7


Kedua, penyusunan program rencana yang dilakukan melalui perumusan yang lebih
terperinci mengenai tujuan atau sasaran dalam jangka waktu tertentu, suatu perincian jadwal
kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta penentuan lembaga atau kerja sama
antarlembaga mana yang akan melakukan program-program pembangunan. Tahap ini
seringkali perlu dibantu dengan penyusunan suatu tahap flow chart, operation plan atau
network plan.

Ketiga, pelaksanaan rencana (implementasi). Implementasi menurut Salusu (1996),


adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul suatu keputusan, atau dengan kata lain
dapat dikatakan sebagai operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran
tertentu.

Keempat, pengawasan atas pelaksanaan rencana yang bertujuan


untuk mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencana, apabila
terdapat penyimpangan maka perlu diketahui seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa
sebabnya serta dilakukannya tindakan korektif terhadap adanya penyimpangan. Untuk
maksud tersebut, maka diperlukan suatu sistem monitoring dengan mengusahakan pelaporan
dan feedback yang baik daripada pelaksana rencana.Berdasarkan pelakunya, pengawasan
dapat dibedakan ke dalam empat macam jenis pengawasan, yakni pengawasan melekat,
pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, dan pengawasan legislatif.

Pengawasan melekat adalah pengawasan terhadap program yang dilakukan secara


langsung oleh atasan terhadap bawahannya yang bersifat preventif dan represif serta
kontinue. Sementara pengawasan fungsional dilaksanakan oleh aparat baik secara internal
maupun eksternal yang ditunjuk khusus (exclusively assigned) untuk melakukan audit secara
independen. Lain halnya dengan pengawasan masyarakat yang merupakan bentuk kontrol
sosial baik secara langsung maupun dalam bentuk pemberitaan melalui media massa.
Sedangkan pengawasan legislatif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga legislatif
yang memang memiliki fungsi pengawasan, selain fungsi legislasi dan anggaran.

Kelima, evaluasi untuk membantu kegiatan pengawasan, yang dilakukan melalui suatu
tinjauan yang berjalan secara terus menerus (concurrent review). Di samping itu, evaluasi
juga dapat dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yakni evaluasi sebelum
rencana dimulai dan evaluasi tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari hasil evaluasi ini
dapat dilakukan perbaikan terhadap perencanaan selanjutnya atau penyesuaian yang
diperlukan dalam (pelaksanaan) perencanaan itu sendiri.

Perencanaan Fisik Pembangunan 8


Dalam pengertian tersebut, terkandung makna bahwa pada hakekatnya aspek
perencanaan senantiasa terdapat dalam setiap jenis usaha manusia. Perencanaan adalah suatu
cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum out put) dengan memberdayakan
sumber daya yang ada agar tujuan dapat tercapai secara efisien dan efektif. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa perencanaan tidak dapat terlepas dari kegiatan pengambilan keputusan
dan penentuan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.

Melihat berbagai tahapan perencanaan di atas, tampaknya penyusunan perencanaan


merupakan pekerjaan yang kompleks dan rumit.Untuk menyelesaikan kompleksitas kegiatan
perencanaan tersebut dibutuhkan partisipasi segenapstakeholders, sebut saja misalnya dari
kalangan politisi, cendekiawan, kalangan bisnis, dan tentu saja partispasi masyarakat tanpa
terkecuali, sehingga tidak hanya sekedar sebagai objek pembangunan tetapi juga menjadi
subjek atau pelaku pembangunan. Untuk melancarkan proses pelaksanaan perencanaan
pembangunan, maka setidaknya terdapat beberapa syarat yang perlu diperhatikan. Kunarjo
(2002) dalam bukunya yang berjudul perencanaan dan pengendalian program pembangunan
menyebutkan beberapa syarat yang dimaksud.

Pertama, perencanaan harus didasarkan pada tujuan pembangunan. Pada umumnya


hampir di beberapa negara yang sedang berkembang memiliki tujuan pembangunan yang
relatif sama, yakni meliputi hal penting diantaranya: meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pemera-taan pendapatan masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, dan
meningkatkan pemerataan pembangunan antardaerah. Dari berbagai tujuan ini, tidak
seluruhnya saling mendukung, dalam artian bahwa ketika peningkatan pertumbuhan ekonomi
tercapai yang ditandai dengan penggunaan teknologi tinggi, maka di lain pihak penggunaan
teknologi tersebut dapat menghilangkan kesempatan kerja seseorang. Sebagai contoh,
pemanfaatan teknologi pertanian di sisi lain berhasil meningkatkan produktivitas petani,
namun di sisi lain merampas peluang kerja para buruh tani. Dengan demikian keberhasilan
pertumbuhan ekonomi tidak selamanya paralel dengan pemerataan pendapatan. Hubungan
kedua variabel ekonomi ini senantiasa mengalami kontradiksi.

Kedua, perencanaan harus konsisten dan realistis. Syarat ini mengandung makna bahwa
perencanaan idealnya sebagai suatu proyeksi ke depan senantiasa memperhitungkan keadaan
masa kini dan plus minus masa lalu. Keadaan masa kini yang dimaksud adalah potensi yang
dimiliki, baik dalam bentuk sumber daya manusia, sumber daya alam, termasuk sumber daya
modal yang diharapkan mampu merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Demikian
Perencanaan Fisik Pembangunan 9
pula plus minus masa lalu tidak boleh terabaikan, karena keadaan ini memberikan gambaran
letak keberhasilan dan kegagalan di masa lampau. Gambaran tentang gagal tidaknya di masa
lalu merupakan potensi untuk mengetahui kendala yang mungkin saja terjadi pada
pelaksanaan program berikutnya.

Ketiga, perencanaan harus dibarengi dengan pengawasan yang kontinu. Keberhasilan


perencanaan ke dalam bentuk implementasi yang optimal sejatinya dapat dicapai dengan
adanya pengawasan.Pengawasan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan
perencanaan dan implementasi, karena tanpa pengawasan atau kontrol, maka mungkin saja
dapat terjadi penyimpangan-penyimpangan atas rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan
dapat dilakukan melalui cara preventif dan represif. Pengawasan yang bersifat preventif
(pencegahan) adalah pengawasan yang melekat dalam perencanaan itu sendiri.Sedangkan
pengawasan represif dapat dilakukan dari kalangan internal pimpinan kepada bawahan-nya
atau secara eksternal oleh badan pengawas dari luar instansi yang bersangkutan.

Keempat, perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan. Syarat ini
memberikan pengertian bahwa antara sasaran apa yang akan dicapai seharusnya sesuai
dengan besarnya pengeluaran dana yang dibutuhkan, ataupun sebaliknya. Dalam perencanaan
sejatinya mengoptimalkan pencapaian hasil sebagaimana besarnya pembiayaan yang
dikeluarkan.

Kelima, para perencana harus memahami berbagai perilaku dan hubungan antarvariabel
ekonomi.Pembangunan yang senantiasa menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, maka
dari itu perencanaan pun sebaiknya memahami berbagai variabel dalam dimensi kehidupan
manusia. Masing-masing aspek atau variabel memiliki ciri yang berbeda-beda, dan karena
itulah diperlukan adanya saling koordinasi antarvariabel satu sama lain. Hubungan
antarvariabel tersebut dapat bersifat kausal dan bersifat fungsional. Hubungan kausal yang
dimaksud adalah perubahan yang terjadi pada satu variabel dapat berdampak terhadap
variabel lainnya, namun tidak terjadi sebaliknya (sebab akibat). Sementara hubungan
fungsional adalah hubungan antara dua variabel atau lebih yang saling memengaruhi secara
timbal balik.

Fungsi perencanaan tidak hanya pada permulaan kegiatan tetapi bersifat menyeluruh
mulai dari persiapan dan pelaksanaan sampai kepada penyelesaian, bahkan juga berguna
pasca peleksanaan.Untuk kebenaran pencapaian tujuan, fungsi perencanaan dapat dibedakan
atas tiga yakni sebagai tolok ukur, ketaatan, dan rujukan (Sitanggang, 1999).

Perencanaan Fisik Pembangunan 10


Titik tolak yang dimaksudkan dalam fungsi perencanaan yakni sebagai titik pangkal
dari kegiatan yang meliputi pengaturan prosedur, waktu, dana, dan sumber daya. Dengan
fungsi ini, maka perencanaan selain mempunyai sifat penyesuaian juga terdapat fleksibilitas
untuk mengatasi berbagai permasalahan serta penyesuaian dengan berbagai alternatif yang
sudah ditentukan di dalam perencanaan. Dalam proses penyesuaian tersebut didasarkan pada
pertimbangan yang bersifat internal dan eksternal. Atas dasar fungsi ini dapat diketahui apa
yang disebut dengan salah perencanaan atau penyimpangan, perubahan kebijakan,
penyesuaian teknis dan lain-lain sehingga tidak semua bentuk perubahan dapat dikategorikan
ke dalam fleksibilitas perencanaan.

Selain sebagai titik pangkal, perencanaan juga berfungsi sebagai ikatan disiplin yang
harus ditaati.Implementasi yang tidak didasarkan pada perencanaan berarti tidak mengikuti
atau tidak mentaati perencanaan yang telah ada sebelumnya.Dengan demikian, tingkat
keberhasilan suatu perencanaan dapat diketahui dari sejauh mana ketentuan perencanaan
dijalankan dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan. Ketaatan yang terkandung dalam
fungsi perencanaan mencakup beberapa aspek penting, diantaranya ketaatan terhadap
susunan prioritas, ketaatan pengorganisasian secara legal formalistis, termasuk ketaatan
penggunaan dana, metode, dan prosedur.

Perencanaan dan implementasi merupakan dua rangkaian proses yang saling terkait.
Karena itu, implementasi atau pelaksanaan merupakan gambaran dari perencanaan yang telah
dirumuskan sebelumnya.Dalam pengertian ini, perencanaan mempunyai fungsi sebagai
rujukan.

2.5 Perencanaan Fisik Pembangunan

Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan
fisik pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan
umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan
mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan
politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.

Kepala Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana Wilayah, mempunyai tugas:


Membantu Kepala BAPPEDA dalam melaksanakan sebagian tugas pokok dibidang
perencanaan fisik dan prasarana.

Perencanaan Fisik Pembangunan 11


Mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan pedoman
dan petunjuk teknis bidang perencanaan fisik dan prasarana wilayah.
Menyusun perencanaan pembangunan bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan
penataan ruang.
Mengkoordinasikan dan memadukan rencana pembangunan bidang PU, Perumahan,
perhubungan, LH dan penataan ruang.
Melaksanakan inventarisasi permasalahan di bidang fisik dan prasarana Wilayah serta
merumuskan langkah-langkah kebijakan pemecahan masalah.
Melakukan dan mengkordinasikan penyusunan program tahunan di bidang fisik dan
prasarana Wilayah yang meliputi bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan
Penataan ruang dalam rangka pelaksanaan RENSTRA Daerah atau kegiatan-
kegiatan yang diusulkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu,
1. Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan mempunyai tugas antara lain sebagai berikut :
Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tat
ruang dan lingkungan.
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang
serasi.
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan
Lingkungan.
Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan
Lingkungan.
Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta
merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

2. Sub Bidang Prasarana Wilayah


Sub Bidang Prasarana Wilayah mempunyai tugas antara lain sebagai berikut,
Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di Sub Budang
Prasarana Wilayah
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang Prasarana Wilayah
Perencanaan Fisik Pembangunan 12
Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan PU, Perumahan dan
Perhubungan.
Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan Sub Bidang Prasarana
Wilayah.
Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Prasarana Wilayah serta
merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada aasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25


tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah
mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi.
Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron,
dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun
antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJPN). Kemudian, Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJMN) yang berupa
penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional. Sedangkan untuk
daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM
Daerah (RPJMD).
Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga
disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM
Daerah dan mengacu kepada RKP.
Rencana tahunan sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh
masing-masing kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian
atau Lembaga dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta
prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada
tugas dan fungsi masing-masing instansi.
Proses penyusunan rencana pembangunan secara demokratis dan partisipatoris
dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari
tingkat desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, kemudian pada tingkat provinsi. Hasil dari
musrenbang provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakanb

Perencanaan Fisik Pembangunan 13


sinkronisasi dan Program Kementrian dan Lembaga dan harmonisasi dekonsentrasi dan tugas
perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan rancangan akhir RKP sebagai pedoman
penyusunan RAPBN.

2.6 Skema Proses Perencanaan

2.7 Distribusi Tata Ruang


Peran perencanaan terdapat dalam 4 lingkup, yaitu:
Lingkup nasional
Lingkup regional
Lingkup local
Lingkup sektor swasta

a. Lingkup Nasional
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup
kepentingan secara sektoral. departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan
perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah:
departemen pekerjaan umum
departemen perhubungan
departemen perindustrian
departemen pertanian
departemen pertambangan
energi departemen nakertrans
Perencanaan Fisik Pembangunan 14
Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan
tata ruang secara spesifikasi dan mendetail, misalnya program subsidi untuk pembangunan
peruamahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas
secara terperinci dan tidak membahas spesifikasi program ini pada suatu daerah. Yang
dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah daerah atau kota yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas.
Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara
spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintah tingkat lokal. Meskipun rencana
pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanaan fisik dalam
tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat
mempengaruhi program pembangnan yang disusun oleh tingkat lokal.
Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN yang
sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, seperti
bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.

b. Lingkup Regional
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di
Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal,
contohnya dinas PU, DLLAJR, kanwil-kanwil yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA
tingkat 1 di setiap provinsi. Walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan
dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan
regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus
perencanaan wilayah sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik adalah
koordinatif.
Contoh misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi suatu kota,
untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikkan pada tingkat nasional juga perlu
dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana
perguruan tinggi tersebut dialokasikan. Masalah yang sering menyulitkan adalah koordinasi
pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. Ada isntansi khusu
lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau
proyek khusus seperti Otorita Batam, Otorita proyek Jatiluhur, DAS.

c. Lingkup Lokal

Perencanaan Fisik Pembangunan 15


Tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas, contohnya
dinas PU, dinas TATA KOTA, dinas kebersihan, dinas pengawasan pembangunan kota, dinas
kesehatan, dinas PDAM. Koordinasi perencanaan dilaksanakan berdasarkan kepres No. 27
Tahun 1980 oleh BAPPEDA tingkat II. Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan
koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas
eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal. Di Amerika dan Eropa, sejak 20 tahun terakhir
telah mengembangkan badan-badan khusus dari pemerintah kota untuk menangani program
kota tertentu seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita
ini diberi wewenang khhusu untuk menangani kembali perencanaan fisik terperinci bagian-
bagian kota.

d. Lingkup Swasta

Lingkup swasta dulunya hanyalah sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan,
jaringan utilitas, pusat perbelanjaan. Sekarang semakin positive menjadi indikator untuk
memicu diri bagi instasi pemerintahan maupun BUMN. Badan-badan usaha konsultan swasta
yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya
lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan
profesionalisme. Persaingan muncul menjadikan tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta
dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk. Pihak swasta
terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap
pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat
rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi
peraturan yang berlaku, taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan
sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus sinkron dengan kepentingan
lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.

2.5 Sistem Wilayah Pembangunan


Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan
makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau
aspek fungsional.
Perencanaan Fisik Pembangunan 16
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang
No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan
bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing.
Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi,
misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan.
Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025,
maka ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di
semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan
demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan
rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing).
Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial)
dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait
dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan
Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi,
kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan
daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat
umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat
provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis,
misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya.
Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan
otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan
ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan
Perencanaan Fisik Pembangunan 17
kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan
operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang
yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor
327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan
pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari. Dengan demikian, terkait
kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu
pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan
visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah
negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan
antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk
jangka waktu selama 25 tahun.

2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah
provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi
disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar
pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan
analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional,
ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem
permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi
meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan
lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik;
arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat
permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah;
arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lain.

3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada
perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa
depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten

Perencanaan Fisik Pembangunan 18


dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 510 tahun sesuai dengan
perkembangan daerah.

STUDI KASUS : PEMBANGUNAN FISIK KURANG PERENCANAAN


Pada awal tahun 2013 ini, Pememrintah Kabupaten (Pemkab) Bungo telah melakukan
evaluasi kepada seluruh Kepala Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan
Pemkab Bungo. Dalam pertemuan tersebut, wakil Bupati Bungo, H. Mashuri sangat kecewa
dengan hasil pembangunan fisik di Pemkab Bungo.
Menurutnya, pembangunan fisik yang ada di Pemkab Bungo dikerjakan kurang
perencanaan. Sehingga proyek yang dikerjakan asal-asalan. Bahkan, menurutnya, ada
beberapa kepala dinas yang tidak mengetahui sama sekali hinga proses pembangunan gedung
selesai. Kita sudah turun dibeberapa tempat, kata Mashuri, saat melakukan rapat evaluasi
program kerja tahun 2012 lalu. Saya melihat, kegiatan fisik, khususnya pembangunan
gedung di beberapa SKPD banyak yang amburadul. Bahkan, ada Kadis yang tidak melihat
sampai penyerahan gedung itu dari kontraktor, ujarnya.
Beberapa waktu lalu memang wabub melakukan sidak terhadap proyek pembangunan
fisik di beberapa tempat. Disanalah terlihat pembangunan fisik di Pemkab Bung tidak sesuai
dengan perencanaan. Disini terlihat perencanaannya sangat kurang, kata dia. Dirinya juga
menyebut, ada gedung yang baru rehab atau di bangun, yang di toiletnya tidak ada keran air.
Hal ini, katanya menunjukkan jika pembangunan tersebut hanya sekedarnya. Wabup
menegaskan, jika proyek harus diselesaikan secara tuntas. Jangan satu-satu, pekerjaan itu
harus tuntas. Misalnya, kalau memang anggarannya tidak cukup untuk membuat tipe gedung
46, ya terlebih dahulu buat tipe 36. Jangan buat yang lebih besar tapi tidak tuntas, katanya.
Menurutnya, yang terpenting pembuatan gedung itu tuntas secara keseluruhan.
Sehingga tidak amburadul. Ini ada yang jendelanya tidak bisa di kunci, pintunya pun
demikian. Cat temboknya juga asal-asalan, imbuhnya.
Wabup menegaskan, pada tahun 2013 ini, dirinya tidak ingin melihat kondisi seperti
pada tahun 2012 terulang lagi. Kepala SKPD menurutnya, harus mengecek secara langsung
ke lapangan. Jangan kepala dinas justru banyak ke luar daerah. Harus imbanglah, antara
agenda di luar dengan kerja di dalam. Sehingga pekerjaan yang ada di dalam tidak morat-
marit, katanya.

Perencanaan Fisik Pembangunan 19


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perencanaan fisik pembangunan adalah usaha pengaturan dan penataan kebutuhan


fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Perencanaan pembangunan ini mempunyai
skema dan prosedur yang jelas yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya, dimulai dari
kepala bidang sampai sub-sub bidangnya, Perencanaan pembangunan memiliki 4 lingkup

Perencanaan Fisik Pembangunan 20


pembangunan yaitu lingkup nasional, regional, local dan swasta. Setiap lingkup ini memiliki
keterkaitan secara vertikal, dimulai dari skala yang paling besar dan umum sampai skala
terkecil dan khusus. Pembangunan fisik ini juga diatur pelaksanaannya dalam beberapa
undang-undang yang berkaitan dengan penataan ruang, seperti UU No. 24 Tahun 1992, UU
No. 24 Tahun 2005 dan UU No.17 Tahun 2007. Pembangunan fisik setiap wilayah berbeda,
sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) wilayah masing-masing. RTRW sendiri
memiliki pedoman di antaranya penyusunan RTRW provinsi, RTRW kabupaten dan
kemudian RTRW perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

http://lensasosiologi.blogspot.co.id/2012/03/perencanaan-pembangunan.html

https://ginadamar.wordpress.com/2014/12/01/perencanaan-fisik-pembangunan/

http://reinalldy.blogspot.co.id/2012/10/perencanaan-fisik-pembangunan.html

Perencanaan Fisik Pembangunan 21

Anda mungkin juga menyukai