Disusun oleh :
RIMA MELATI ANGGRAENI
NIM. 216020101111007
Kelas DA
Perencanaan adalah suatu bentuk kegiatan yang menentukan apa yang harus dilakukan
dan bagaimana melakukannya. Perencanaan menjadi aspek paling penting karena segala ide
atau konsep untuk mencapai tujuan tertuang dalam perencanaan. Dengan melakukan
perencanaan, segala hal yang akan dilakukan bisa diukur dan diprediksi secara baik dan
akurat.
Perencanaan merupakan cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi,
terutama yang berorientasi pada masa mendatang, berkembang dengan hubungan antara
tujuan dan keputusan–keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program.
Menurut George R. Terry, Perencanaan adalah tindakan memilih, menghubungkan
fakta-fakta, membuat asumsi-asumsi tentang masa depan disertai perumusan aktivitas yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan pada dasarnya adalah proses yang
dimulai dengan tujuan dan rencana, dimana rencana itu seperti peta. Saat mengikuti sebuah
rencana, seseorang dapat melihat seberapa banyak kemajuan mereka menuju tujuan dan
seberapa jauh mereka dari tujuan yang ingin mereka capai.
Beberapa alasan pentingnya perencanaan adalah :
Perencanaan memberikan arahan untuk suatu tindakan atau tujuan
Perencanaan mengurangi risiko ketidakpastian
Perencanaan mengurangi kegiatan yang tumpang tindih dan boros
Perencanaan mendorong inovasi dan kreativitas
Perencanaan menetapkan standar untuk pengendalian
Rencana
Rencana adalah proses berpikir yang sistematis. Tujuan dari proses pikir ini adalah aksi yang
harus dilakukan. Jadi, rencana adalah urutan langkah yang dibutuhkan untuk mencapai
sebuah objektif perusahaan.
Menurut Excitant, strategi adalah membuat pilihan atau keputusan tentang apa yang
akan dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan. Sementara, rencana atau perencanaan adalah
membuat pilihan-pilihan tersebut.
SINKRONISASI PERENCANAAN & PENGANGGARAN SERTA
SIKLUS ANGGARAN DAERAH
B. Fungsi Perencanaan
• Mengurangi ketidakpastian serta perubahan di masa datang;
• Mengarahkan semua aktivitas pada pencapaian visi dan misi organisasi;
• Meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya yang tersedia;
• Memberikan arah bagi pemda dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat;
• Sebagai wahana untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan kinerja
organisasi.
C. Dokumen Perencanaan
Berdasarkan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU No 17/2003 tentang
Keuangan Negara; dan UU No 25/2005 SPPN, dokumen rencana pembangunan di daerah
terdiri dari:
• Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
• Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
• Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)
• Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
• Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD)
Masing-masing dokumen tersebut merupakan suatu kesatuan atau saling terkait satu
dengan lainnya dan juga dengan dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional.
G. Fungsi Anggaran
• Anggaran sebagai alat perencanaan:
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang
ditetapkan.
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
serta merencanakan alternative sumber pembiayaannya.
c. Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan
yang telah disusun.
d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
• Anggaran sebagai alat pengendalian mengendalikan efisiensi pengeluaran,
membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda, mencegah adanya overlapping dan
salah sasaran dalam alokasi anggaran, memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan
operasional program/kegiatan pemerintah.
• Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi
dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan dan
koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
• Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas
kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut.
• Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi pemda yang
terlibat dalam proses penyusunan anggaran.
• Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan
target anggaran yang dapat direalisasikan.
• Anggaran berfungsi sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar
bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisiensi dalam mencapai target kinerja.
Selain pada tiga tahap tersebut, tahap yang dinilai menjadi titik kritis perencanaan adalah
pada saat kegiatan Musrenbang. Salah satu kendala yang sering terjadi adalah pendekatan
partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi
retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil
reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi
kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajibanmembuat
rencana tapi realisasinya sangat minim. Selain itu, kualitas hasil Musrenbang
Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang
berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005
diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa dilakukan melalui
Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi seringkali hanya diberikan dalam
bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan
fasilitasi di lapangan
Dalam pantauan Musrenbang Kecamatan, kelemahan yang terjadi hamper sama dengan
musrenbang desa/kelurahan, yakni keterwakilan dan konsistensi aspirasi. Selain kapasitas
SDM, permasalahan meluas dengan ditambah faktor geografis, dan, akses masyarakat. Dalam
skop dan wilayah yang lebih luas, sebuah wilayah terpencil akan lebih sulit untuk memenuhi
keterwakilan masyarakat yang seharusnya hadir. Di sisi lain, akses masyarakat terhadap
perjalanan aspirasinya semakin jauh.
Dalam tahap pengesahan RKPD, biasanya terdapat penundaan dengan alasan: (1)
RAPBD belum disahkan. (2) Besar kemungkinan perubahan program, akibat perubahan RAK
ataupun RAPBD itu sendiri, sebelum disahkan DPRD. (3) Perubahan juga amat mungkin
terjadi pada persetujuan/konsensus KUA dan PPAS. Alasan-alasan di atas, sebenarnya tak
pernah diungkap dalam regulasi maupun penjelasannya. Namun, hal ini telah menjadi praktik
yang lazim.
Pada tahap penyusunan RKA-SKPD, pengisian RKA SKPD selama ini dilakukan secara
terpusat. Dengan kata lain, hanya satu atau dua orang menjadi pengisi RKA – SKPD.
Sehingga, banyak aparat SKPD, belum memahami. Saat ini, tuntutan pengisian berasal dari
aparat yang akan menjadi pelaksana. Kondisi ini menyebabkan secara psikologis
’keterlibatan sejak awal’. Namun, di sisi lain, banyak aparat SKPD tak siap. Dampaknya
adalah keterlambatan pengisian RKA SKPD.
Terpisahnya proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan
anggaran sehingga ketersediaan dana menjadi tidak tepat waktu. APBD disahkan pada
bulan Desember tahun sebelumnya, tetapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang
aneh,walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program
di tingkat SKPD masih sulit didapatkan
Dalam tahap penyusunan rencana kerja, SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar
misal Dinas Pendidikan dan DinasPU seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang
memadai akibatnya proses perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh
minimnya tenaga Bappeda yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam
penyusunan rencana.
Tahapan lain yang juga menjadi titik kritis perencanaan adalah pada tahap forum antar
SKPD. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan cenderung masih lemah sehingga
kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul ego sektoral.
Terdapat suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program
reboisasi tapidisisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi
tersebut
Pada bulan Desember, terdapat tahap evaluasi APBD kabupaten/Kota oleh Pemerintah
Provinsi. Disisi lain, Pemprov terkadang mempunyai keterbatasan tenaga untuk melakukan
evaluasi tersebut. Selain itu, belum ada instrument yang praktis yang bisa digunakan untuk
evaluasi anggaran. Hal ini berakibat proses evaluasi memakan waktu agak lama dan berimbas
pada semakin panjangnya proses revisi di daerah (kabupaten/kota).
Apabila mengkaji dokumen perencanaan yang ada di daerah pun, masih terdapat
beberapa kelemahan, diantaranya : Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD
seringkali tidak sesuai (match). Terdapat kecenderungan dokumen RPJP ataupun
RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun
RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga
perencana di SKPD yang terbatas dari segi kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus
ditemui perencanaan hanya dibuat olehPengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang
melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari
kegiatan yang lalu dan cenderung kurang visioner. Selain itu, kualitas RPJPD, RPJM Daerah
dan Renstra SKPD seringkali belum optimal Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam
penyusunan rencana tersebut adalah;indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak
terukur, data dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam
dimana jarang terdapat analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu
target.
INDIKATOR KINERJA UTAMA
Dalam sebuah negara tentunya tidak ada negara yang tidak melakukan pembangunan
didalam negaranya. Pada dasarnya, pembangunan merupakan proses perubahan menuju
sesuatu yang lebih baik. Artinya dalam sebuah negara adanya suatu pembangunan
menjadi sebuah kemajuan untuk negara tersebut. Kondisi yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya menjadi tujuan tersendiri dari dilaksanakannya sebuah pembangunan. Dalam
sebuah perencanaan pembangunan yang dilakukan tentu harus memperhatikan hal-hal
penting yang mendukung terhadap setiap prosesnya. Sebuah perencanaan dilakukan
untuk meminimalisir aspek-aspek yang dapat merugikan serta tidak berjalannya
pembangunan sesuai tujuan. Dalam sebuah perencanaan tentu dibutuhkannya sebuah
kebijakan yang dapat dikatakan sebagai akar daritercapainya tujuan dari pembangunan
tersebut.
Kebijakan menurut kamus bahasa Indonesia adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok
sektor swasta, serta individu. Pendapat lain oleh Richard Rose sebagaimana dikutip
Budi Winarno (2007: 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai
serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi
bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.
Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan
istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karenapada dasarnya kebijakan dipahami
sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Dengan begitu berdasarkan pendapat dari berbagai pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan merupakan sebuah tindakan-tindakan atau kegiatan yang
sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau juga
pemerintah yang di dalamnya terdapat sebuah unsur dan keputusan berupa upaya dari
pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada, untuk mencapai dari sebuah maksud dan
tujuan-tujuan tertentu.Menurut Suharno (2010: 52-53) proses pembuatan kebijakan
merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.
Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga
dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga
dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak
diharapkan (unintended risks). Dengan begitu, diperlukan sebuah evaluasi kebijakan yang
dapat dikatakan sebagai kegiatan yang mencakup estimasi atau sebuah penilaian dari
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak yang akan terjadi. Evaluasi
di pandang sebagai sebuah kegiatan yang fungsional. Sehingga dapat dikatakan, evaluasi
kebijakan perencanaan pembangunan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan perlu dilakukan dalam seluruh proses kebijakan perencanaan pembangunan.
Dengan begitu, evaluasi kebijakan pembangunan dapat meliputi tahap perumusan
masalah-masalah dari suatu kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, maupun tahap dampak kebijakan dan implementasi
kebijakan tersebut.
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan
yang sebelumnya diatur dalam UU No.28 Tahun 2009 diintegrasikan menjadi Pajak Barang
dan Jasa Tertentu (PBJT) pada UU HKPD, yang bertujuan untuk:
mempermudah administrasi pembayaran dan pelaporan dari sisi WP,
meningkatkan efisiensi layanan perpajakan dan pengawasan dari sisi Pemda
Selain itu, perbedaan lainnya adalah pada UU HKPD terdapat Opsen Pajak MBLB
untuk tingkat Pemerintah Provinsi dan Opsen PKB &Opsen BBNKB pada Pemerintah
Kab/Kota. Opsen PKB dan BBNKB menggantikan bagi hasil PKB dan BBNKB, sekaligus
mempercepat penerimaan kab/kota. Opsen MBLB untuk mendanai kewenangan provinsi
dalam penerbitan dan pengawasan izin MBLB.