Anda di halaman 1dari 23

Analisis Permasalahan Ekonomi Kewilayahan

(Studi Kasus : Pemetaan Sektor Unggulan Provinsi Papua)


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan Ekonomi Indonesia

Disusun oleh :

FX Gugus Febri P (216020101111011)

Atmasari (216020101111016)

Rima Melati Anggraeni (216020101111007)

MAGISTER ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arah baru dalam proses pembangunan saat ini adalah pelaksanaan Sustainable
Development Goals (SDGS)/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Konsep
pembangunan berkelanjutan disusun atas empat dimensi, yaitu pembangunan
ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Sesuai dengan tujuan kedelapan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) untuk mendorong kebijakan yang berorientasi
pembangunan yang mendukung aktivitas-aktivitas produktif, penciptaan lapangan kerja,
kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong pembentukan dan
pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah, termasuk melalui akses terhadap
layanan pendanaan/ permodalan, Pemerintah terus berupaya untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia, salah satunya melalui pembangunan
wilayah.

Pembangunan wilayah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang


(balance development). Isu pembangunan wilayah atau daerah berimbang adalah tidak
mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally
developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah atau daerah
yang seragam, juga bentuk-bentuk keseragaman pola dan struktur ekonomi daerah,
atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah atau
daerah. Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi pembangunan
sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah atau daerah yang beragam
(Murry, 2000).

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan


daerah lain. Oleh sebab itu, perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah
pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri,
termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian, tidak ada strategi
pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di
pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi
wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari
berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana
pembangunan ekonomi daerah.

Di tengah proses pelaksanaan pembangunan ekonomi, kesenjangan atau


ketimpangan daerah menjadi konsekuensi logis sebagai tahap perubahan atas
pembangunan itu sendiri. Menurut Tambunan (2001), kesenjangan ekonomi atau
ketimpangan pendapatan adalah adanya perbedaan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat
kemiskinan atau jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Tabel 1
Peringkat Provinsi Papua dibandingkan dengan Provinsi Lain di Indonesia
No Variabel Peringkat Papua

1 Persentase Penduduk Miskin 1 dari 34

2 Indeks Pembangunan Manusia 34 dari 34

3 Gini Ratio 5 dari 34

4 Tingkat Pengangguran 10 dari 34


Terbuka

Sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan yang berbeda untuk
masing-masing daerah, tentunya ketimpangan pendapatan bukanlah hal yang baru bagi
Indonesia, khususnya bagi provinsi paling timur di Indonesia, yaitu Papua. Provinsi
Papua memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah di seluruh daratannya. Papua
juga kaya akan bahan tambang dan memiliki kecantikan panorama bawah laut yang
sangat memukau. Keindahan alam, kekayaan sumber daya alam, hutan yang lebat,
masyarakat yang sangat ramah dan masih menjunjung nilai-nilai budaya juga salah
satu daya tarik Papua dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
Namun sayang, dari begitu banyaknya kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh tanah
yang kaya tersebut terdapat berbagai masalah yang belum diselesaikan, contohnya
masalah dalam pertumbuhan perekonomian. Disaat semua daerah di Indonesia
menikmati kesejahteraan, masyarakat Papua masih harus bekerja keras untuk
mempertahankan hidup di tanah yang memiliki sumber daya yang sangat melimpah.
Mereka masih berkutat dengan kehidupan mereka yang jauh dari kata berkecukupan.
Dilansir dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2020,
Papua berada di peringkat pertama provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di
Indonesia. Papua mencatat persentase kemiskinan mencapai 26,80%, atau jauh lebih
tinggi dari penduduk miskin nasional. Dari berbagai pendapat para ahli, berbagai faktor
penyebab kemiskinan di Papua, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa faktor yaitu:

● Faktor kondisi alam dan lingkungan, seperti meningkatnya kerusakan


lingkungan, distribusi sumber daya yang tidak merata, dan bencana alam yang
sering terjadi.
● Faktor penduduk, yaitu tingginya pertumbuhan penduduk sehingga menekan
sumber daya alam dan adanya migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
● Faktor eksploitasi yang terjadi antarkelas, antarkelompok, antarwilayah, dan
antarnegara, termasuk adanya hubungan ekonomi internasional yang tidak
seimbang antara negara maju dan negara berkembang.
● Faktor kelembagaan dan struktural seperti adanya berbagai kebijakan
pemerintah yang tidak tepat dan cenderung mengabaikan daerah pedesaan.
● Faktor teknologi yang merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mendorong dan meningkatkan produktivitas usaha tani atau pertanian, yang juga
merupakan mata pencaharian utama dari mayoritas penduduk pedesaan
termasuk di dalamnya penduduk miskin di negara berkembang.

Angka kemiskinan di pedesaan Papua sangat tinggi, terutama di pegunungan


tengah. Pada September 2020, persentase penduduk miskin di desa sebesar 35,69%,
cukup tinggi jika dibandingkan dengan di perkotaan sebesar 4,59%. Jumlah penduduk
miskin di pedesaan ini masih stagnan dan belum ada penurunan signifikan sejak 2015.
Padahal, tingkat pengangguran di Papua relatif rendah, hal ini ditunjukkan dengan data
BPS yang menempatkan Papua menjadi 10 provinsi dengan tingkat pengangguran
terendah di Indonesia. Artinya, sebagian besar penduduk Papua sudah bekerja, namun
masih berada di bawah garis kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), alat ukur yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kesenjangan pendapatan suatu daerah adalah dengan melihat
indeks gini (gini ratio). Pada tahun 2020, nilai Indeks Gini Provinsi Papua cukup tinggi,
yaitu sebesar 0,395. Dari data tersebut, Papua menduduki nilai ketimpangan tertinggi
ke-5 di Indonesia dan pertama di pulau Maluku dan Papua. Provinsi Papua tergolong
provinsi yang laju pertumbuhan ekonominya relatif tinggi akan tetapi angka
ketimpangannya pun masih tetap tinggi dan tidak terdapat perubahan signifikan dari
tahun sebelumnya. Oleh karena itu, kasus ketimpangan di Provinsi Papua menjadi
menarik untuk diteliti.

Transformasi sosial dan ekonomi perlu dilakukan untuk meningkatkan


produktivitas masyarakat Papua. Hal ini diharapkan menjadi salah satu isu yang
difokuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2021. Produktivitas
sektor pertanian seperti sagu, kakao, dan kopi serta perikanan tangkap dapat
ditingkatkan untuk mendorong produktivitas masyarakat mengingat hingga saat ini,
hasil kedua sektor ini memiliki nilai cukup tinggi. Papua juga diharapkan dapat
memperkuat kapasitas pemerintah daerah dan desa untuk mengembangkan ekonomi
lokal dan pengelolaan dana desa untuk membantu mengurangi angka kemiskinan di
pedesaan.

Transformasi ini harus diiringi dengan pembangunan SDM yang berkualitas.


Saat ini, dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, diketahui bahwa Provinsi Papua
mendapatkan angka IPM terendah di Indonesia dengan perolehan 60,44 dan beberapa
kab/kota di Papua masih memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di rentang
30,75-49,68. Sulitnya akses ke layanan pendidikan dan kesehatan menyebabkan
pembangunan manusia di Papua harus semakin dioptimalkan. Harapan lama sekolah
atau umur harapan hidup juga menjadi rendah. Bahkan, sebagian besar kabupaten di
Papua memiliki kedua masalah tersebut. Inovasi dan layanan pendidikan serta
kesehatan merupakan prioritas utama untuk ditingkatkan.

Selain itu, patut kita sadari bahwa ketidakmerataan yang menyebabkan


ketimpangan yang terjadi di Papua ini merupakan masalah yang harus dicarikan
penyelesaiannya. Pada dasarnya, ketimpangan ekonomi antar kabupaten-kota di
Papua disebabkan oleh terpusatnya investasi di suatu daerah. Besaran investasi di tiap
wilayah dan tiap sektor berbeda-beda, Keputusan investasi di tiap wilayah dan di tiap
sektor sangat dipengaruhi oleh dua pelaku utamanya, yaitu pengusaha dan pemerintah
melalui kebijakan-kebijakannya. Pada awal pembangunan, terjadi suatu dilema antara
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan distribusi pendapatan, hal ini menjadi
masalah yang telah lama dan harus dihadapi oleh negara berkembang, Trade off atau
pertukaran antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan di
masing-masing daerah selalu terjadi. Pemerintah harus memilih dengan cermat
sektor-sektor yang dapat berkembang guna mendorong kemajuan sektor-sektor lain
hingga pada akhirnya mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.

Berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen yang dilakukan Sari dan Pujiyono
(2014), Papua masuk kategori kuadran IV yaitu daerah tertinggal, sedangkan apabila
ditinjau dari hasil analisis location quotient (LQ) 33 provinsi di Indonesia, Provinsi Papua
memiliki potensi pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, listrik,gas dan
air bersih serta sektor bangunan.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini


bertujuan mengkaji gambaran umum perekonomian di Papua, mengelompokkan
kabupaten/kota berdasarkan analisis tipologi klassen (dengan dasar data laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dan pendapatan per kapita 2020) serta mengetahui
sektor unggulan di provinsi papua berdasarkan sektor unggulan masing-masing
kabupaten/kota sehingga ketimpangan pendapatan yang ada di Papua menjadi lebih
rendah. Hasil penelitian ini akan menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya
dalam ekonomi wilayah dan, mengenai pengaruh dari indikator-indikator pembangunan
ekonomi wilayah terhadap pembangunan ekonomi di Papua.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sektor Unggulan

Pengertian sektor unggulan biasanya berkaitan dengan suatu perbandingan, baik itu
perbandingan berskala regional, nasional maupun internasional. Pada lingkup
internasional, suatu sektor dikatakan unggul, jika sektor tersebut mampu bersaing
dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu
sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu
mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di
pasar nasional maupun domestik (Tambunan, 2001).Suatu daerah akan mempunyai
sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor
yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

Sektor unggulan menurut Tumenggung (Halawa, 2014:11) adalah sektor yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain,
serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai
tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap
perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi, baik pasar lokal maupun
pasar ekspor.

Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat
dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung
terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja
yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress).Penciptaan peluang
investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang
dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

Sektor unggulan di suatu daerah (wilayah) berhubungan erat dengan data PDRB dari
daerah bersangkutan. Karena di dalam PDRB terkandung informasi yang sangat
penting diantaranya untuk melihat output sektor ekonomi (kontribusi masing-masing
sektor) dan tingkat pertumbuhan dalam suatu daerah baik daerah provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
2.2 Teori Ekonomi Wilayah

Dalam dunia perencanaan pembangunan wilayah dan perkotaan, teknik-teknik yang


digunakan untuk menganalisis keadaan perekonomian suatu daerah dapat
bermacam-macam. Untuk dapat menganalisis suatu keadaan perekonomian daerah
kita perlu tahu terlebih dahulu apa itu ekonomi wilayah.
Ekonomi wilayah adalah ekonomi yang menekankan aspek ruang ke dalam analisis
ekonomi. Ilmu ekonomi wilayah merupakan gabungan antara ilmu ekonomi tradisional
dengan teori lokasi, yang intinya membahas pada sektor-sektor yang nantinya output
dari ekonomi wilayah yaitu klasterisasi antar sektor.
Pendapatan regional (PDRB) adalah salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi pada suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga
berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi pada suatu daerah. PDRB dapat dibedakan atas dasar harga berlaku dan atas
dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga- harga tahun berjalan. PDRB atas
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan
harga tahun dasar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dihitung dengan 3
(tiga) pendekatan (approach), yaitu 1) pendekatan produksi, 2) pendekatan
pengeluaran, 3) pendekatan pendapatan.

2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di wilayah tersebut (Arsyad,2010). Apabila
tingkat pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan perekonomian
menunjukkan penurunan, sebaliknya jika tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut bernilai
positif berarti kegiatan perekonomian mengalami peningkatan.

Menurut Sumitro (1994), pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses


pembangunan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil
produksi dan hasil pendapatan. Perbedaan pertumbuhan ekonomi akan membawa
masing-masing daerah membentuk suatu pola pertumbuhan dimana dapat digolongkan
dalam klasifikasi tertentu untuk mengetahui potensi relatif perekonomian suatu daerah
yang dapat dilihat dengan menggunakan analisis Klassen Typology.

Selain itu, terdapat beberapa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional
yang akan disajikan, khususnya teori-teori yang terkait dengan penelitian ini,
diantaranya : (a) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (b) Teori Basis Ekspor; (c) Teori Pusat
Pertumbuhan.

2.3.1 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun 1955.Teori ini
menekankan setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditas yang memiliki potensi
besar dan dapat dikembangkan dengan cepat baik karena potensi alam maupun karena
sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan
kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih
besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif signifikan dan volume sumbangan
untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus
bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan sektor tersebut akan
mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan
akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait
dan saling mendukung. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya
dengan sektor lain yang terkait akan akan mampu membuat perekonomian tumbuh
cepat (Tarigan, 2012).

2.3.2 Teori Basis Ekspor Richardson

Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu
wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan servis (pelayanan) atau lebih sering
disebut sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous
artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi
mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah
kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli
maupun asal uangnya dari daerah itu sendiri (Tarigan, 2012).

Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu : (1) asumsi pokok atau yang utama
bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran.
Artinya, semua unsur pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan.Secara
tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor
saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain
terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya
meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi,
satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat
dalam siklus pendapatan daerah; (2) asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan
fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (Tarigan, 2012).

2.3.3 Teori Pusat Pertumbuhan ( The Growth Pole Theory)

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi pada suatu
tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota, pusat perdagangan, pusat
industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman, atau daerah modal.
Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan: daerah pedalaman, wilayah
belakang (hinterland), daerah pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan, 2012).

Suatu daerah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu: (1)
Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi;
(2) Ada efek pengganda (multiplier effect); (3) Adanya konsentrasi geografis; dan (4)
Bersifat mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya (Tarigan, 2012).

2.4.Teori Keunggulan Komparatif

Menurut Tarigan (2005:79) istilah comparative advantage (keunggulan komparatif)


mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan
antara dua negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua
negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri
untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif,
maka kedua negara tersebut akan beruntung. Keunggulan komparatif suatu komoditi
bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif
dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam
bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komparatif
adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi
pengembangan daerah. Dalam perdagangan bebas antar daerah, mekanisme pasar
mendorong masing-masing daerah bergerak ke arah sektor yang daerahnya memiliki
keunggulan komparatif. Akan tetapi, mekanisme pasar seringkali bergerak lambat
dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Pengetahuan akan keunggulan
komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong
perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung
keunggulan komparatif. Jadi, apabila sektor yang memiliki keunggulan komparatif bagi
suatu daerah telah diketahui lebih dahulu, pembangunan sektor itu dapat disegerakan
tanpa menunggu tekanan mekanisme pasar yang sering berjalan lambat.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Objek penelitian ini adalah 29 Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Papua. Penelitian
ini merupakan penelitian crosssectional study dimana data yang digunanakan adalah
data tahun 2020.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari BPS
periode tahun 2020. Adapun data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Pertumbuhan ekonomi di Indonesia Tahun 2020.


2. Data Pertumbuhan ekonomi kabupaten/Kota di Provinsi Papua Tahun 2020.
3. Pendapatan per kapita yang disesuaikan Tahun 2020.
3.3. Metode analisis data

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif


menggunakan tabel dan grafik serta analisis Tipologi Klassen dan Location Quotient
(LQ).

1. Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi


secara perekonomian Provinsi Papua secara umum menggunakan tabel dan grafik.

2. Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola
dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada
dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dengan menentukan rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita
sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibedakan menjadi empat
klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan cepat- tumbuh (high growth and high
income), daerah maju tapi tertekan atau harapan (high income but low growth),
daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif
tertinggal atau belum maju (low growth and low income) (Syafrizal, 1997).

3. Analisis Location Quotient (LQ)

Adalah metode analisis untuk mengklasifikasikan sektor usaha unggulan berdasarkan


kontribusinya dalam memicu perekonomian pada suatu wilayah. Teknik ini memiliki
kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Teknik LQ cukup mudah dan
sederhana untuk digunakan, sehingga alat yang dibutuhkan cukup dengan aplikasi
excel maupun kalkulator jika datanya sedikit.

Formula matematis yang digunakan yaitu:


Keterangan :

vi = nilai tambah sektor i pada tingkat Kabupaten

vt = PDRB Kabupaten

Vi= nilai tambah sektor i pada tingkat Provinsi

Vt= PDRB Provinsi

Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria yaitu :

a. LQ < 1 : Tergolong non basis, produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri
sehingga perlu pasokan dari luar atau impor.

b. LQ = 1 : Tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif, produksinya


hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk
diekspor.

c. LQ > 1 : Tergolong basis atau sumber pertumbuhan, produksi komparatif, hasilnya


tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat
diekspor ke luar wilayah. (Astasari, Ibrahim, and Harpowo 2018).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Papua

Gambaran umum perekonomian Provinsi Papua pada level provinsi dan


Kabupaten/Kota dapat dilihat melalui kontribusi masing-masing lapangan usaha
terhadap keseluruhan total perekonomian Provinsi Papua dan pertumbuhan ekonomi
pada masing-masing lapangan usaha. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1 dan
gambar 2 berikut ini.

Gambar 1. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Provinsi Papua, 2020

Hampir sepertiga dari keseluruhan perekonomian Provinsi Papua, ditopang oleh


sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dimungkinkan dengan adanya aktivitas
pertambangan berskala besar di provinsi Papua dengan kemampuan ekspor hasil
pertambangan yang mendominasi komoditas ekspor provinsi Papua. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Papua menunjukkan bahwa pada sepanjang tahun 2020,
ekspor bijih tembaga dan konsentrat memegang peranan sebesar 95,16 persen dari
keseluruhan komoditas ekspor provinsi Papua. Fenomena ini dapat menjadi indikasi
potensi sektor pertambangan dan penggalian sebagai motor perekonomian di provinsi
Papua.

Fenomena berikutnya, selain lapangan usaha pertambangan dan penggalian,


lapangan usaha yang turut menjadi kontributor yang cukup kuat dalam perekonomian
provinsi Papua adalah konstruksi. Kontribusi lapangan usaha konstruksi cukup besar
dan mengalami peningkatan aktivitas pada tahun 2020, sehubungan dengan berbagai
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga
Nasional (PON) XX di provinsi Papua. Event berskala nasional yang akan dilaksanakan
pada tahun 2021 ini diharapkan dapat menimbulkan multiplier effect terhadap
sektor-sektor lain dalam perekonomian provinsi Papua.

Gambar 2. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)

Provinsi Papua, 2020

Sejalan dengan fenomena yang terjadi pada berbagai daerah di Indonesia, pandemi
covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 telah berdampak pada laju pertumbuhan
ekonomi sektoral pada masing-masing lapangan usaha di Provinsi Papua yang
sebagian besar mengalami pertumbuhan yang bernilai minus. Kontraksi terkuat terjadi
pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan yang terdampak langsung dengan
adanya berbagai aturan pembatasan mobilitas oleh pemerintah sebagai implikasi dari
adanya pandemi covid-19.

Sementara itu, masih terdapat 3 sektor dengan pertumbuhan ekonomi positif di provinsi
Papua yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian, jasa kesehatan dan
kegiatan sosial, serta lapangan usaha informasi dan komunikasi. Lapangan usaha
pertambangan dan penggalian, selain memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar pada
tahun 2020, juga merupakan kontributor utama bagi keseluruhan perekonomian di
provinsi Papua. Maka, sektor pertambangan dan penggalian dapat menjadi salah satu
sektor unggulan yang dapat dioptimalkan di Provinsi Papua.

Selain mengetahui gambaran perekonomian pada level provinsi, pada gambar 3 berikut
akan ditampilkan distribusi PDRB menurut Kabupaten/Kota di provinsi Papua pada
tahun 2020, sebagai berikut.
Gambar 3. Distribusi PDRB ADHB menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, 2020

Perekonomian provinsi Papua masih terpusat pada 2 kabupaten/kota saja yaitu


Kabupaten Mimika dan Kota Jayapura. Kesenjangan besaran kontribusi masing-masing
kabupaten/Kota terhadap keseluruhan PDRB provinsi Papua, mengindikasikan adanya
pemusatan aktivitas perekonomian yang terjadi di Kabupaten Mimika dan Kota
Jayapura. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan kondisi Kabupaten Mimika yang
memiliki aktivitas tinggi pada sektor pertambangan penggalian yang merupakan
konsentrasi perekonomian Papua. Sementara itu, Kota Jayapura merupakan ibukota
Provinsi yang tentunya merupakan pusat aktivitas perekonomian dari berbagai
lapangan usaha yang ada.

4.2. Tipologi Klassen

Untuk memperoleh gambaran perekonomian regional di Provinsi Papua, dilakukan


penggambaran secara deskriptif menggunakan analisis Tipologi Klassen. Dalam
penelitian ini Tipologi Klassen digunakan untuk menganalisis kondisi perekonomian
Provinsi Papua pada tahun 2020.

Hasil analisis Tipologi Klassen dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini.

Gambar 1. Hasil Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Tahun 2020


Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar kabupaten/kota di provinsi
Papua berada pada kuadran II (sedang berkembang) dan IV (relatif tertinggal). Hanya
terdapat 1 kabupaten yang berada dalam kuadran I (maju dan tumbuh) yaitu kabupaten
Mimika. Secara lengkap, sebaran kabupaten/kota di provinsi Papua berdasarkan hasil
analisis Tipologi Klassen dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Pembagian Kuadran Hasil Tipologi Klassen menurut Kabupaten/Kota

Kuadran Kabupaten/Kota Keterangan

I Mimika Daerah maju dan


tumbuh

II Merauke, Jayawijaya, Jayapura, Nabire, Daerah sedang


Kep.Yapen, Biak Numfor, Boven Digoel, berkembang
Keerom, dan Kota Jayapura

III - Daerah maju namun


tertekan

IV Paniai, Puncak Jaya, Asmat, Yahukimo, Daerah relatif tertinggal


Pegunungan Bintang, Tolikara, Sarmi,
Waropen, Supiori, Mamberamo Raya, Nduga,
Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Yalimo,
Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deiyai
Sebagian besar kabupaten/kota di Papua termasuk dalam daerah relatif tertinggal
dengan pendapatan perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi di bawah nilai acuan
yaitu nilai provinsi. Pembagian wilayah kabupaten/kota dapat dijadikan sebagai dasar
penentuan kebijakan secara regional agar daerah relatif tertinggal dapat memperoleh
perlakuan khusus untuk peningkatan taraf perekonomiannya.

4.3. Analisis Location Quotient (LQ)

Setelah memperoleh gambaran terkait kondisi perekonomian regional kabupaten/kota


di provinsi Papua melalui analisis Tipologi Klassen, berikutnya diperlukan analisis
lanjutan untuk mengetahui sektor basis dan non basis dari masing-masing
kabupaten/kota menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Secara ringkas, hasil
analisis LQ masing-masing kabupaten/kota di provinsi Papua dapat dilihat pada tabel 3
berikut.

Tabel 3. Hasil Analisis Location Quotient (LQ)

Sektor Basis Kabupaten/Kota Jumlah


Kabupaten/Kota
Basis

Pertanian, Kehutanan dan Biak Numfor, Jayapura, jayawijaya, 25


Perikanan Keerom, Kep. Yapen, Mappi,
Merauke, Pegunungan Bintang,
Sarmi, Supiori, Tolikara, Waropen,
Yahukimo, Puncak Jaya, Boven
DIgoel, Asmat, Mamberamo Raya,
Yalimo, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya,
Deiyai

Pertambangan dan Mimika, Paniai 2


Penggalian

Industri Pengolahan Biak Numfor, Jayapura, Jayawijaya, 10


Keerom, Kep. Yapen, Merauke,
Sarmi, Asmat, Kota Jayapura

Pengadaan Listrik dan Gas Biak Numfor, Jayawijaya, Kep. Yapen, 6


Merauke, Supiori, Kota Jayapura

Pengadaan Air, Biak Numfor, Jayapura, Kep. Yapen, 6


Pengelolaan Sampah Merauke, Sarmi, Kota Jayapura
Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi Jayapura, Jayawijaya, Keerom, 24


Mappi, Merauke, Paniai, Pegunungan
Bintang, Sarmi, Supiori, Tolikara,
Waropen, Yahukimo, Puncak Jaya,
Boven DIgoel, Asmat, Mamberamo
Raya, Nduga, Lanny Jaya,
Mamberamo Tengah, Yalimo, Puncak,
Intan Jaya, Deiyai, Kota Jayapura

Perdagangan Besar dan Biak Numfor, Jayapura, Jayawijaya, 14


Eceran; Reparasi mobil Kepulauan Yapen, Merauke, Sarmi,
dan sepeda motor Mamberamo Raya, Nduga, Lanny
Jaya, Mamberamo Tengah, Yalimo,
Puncak,Dogiyai, Kota Jayapura

Transportasi dan Biak Numfor, Jayapura, Jayawijaya, 10


Pergudangan Kepulauan Yapen, Merauke, Sarmi,
Tolikara, Yahukimo, Nduga, Kota
Jayapura

Penyediaan Akomodasi Biak Numfor, Jayapura, Keerom, Kep. 7


dan Makan Minum Yapen, Merauke, Mamberamo Raya,
Kota Jayapura

Informasi dan Komunikasi Jayapura, Jayawijaya, Merauke, Kota 4


Jayapura

Jasa Keuangan dan Biak Numfor, Kep. Yapen, Merauke, 4


Asuransi Kota Jayapura

Real Estat Biak Numfor, Jayapura, Jayawijaya, 12


Kepulauan Yapen, Sarmi, Waropen,
Yahukimo, Nduga, Lanny Jaya,
Mamberamo Tengah, Dogiyai, Kota
Jayapura

Jasa Perusahaan Biak Numfor, Jayapura, Jayawijaya, 6


Kep. Yapen, Merauke, Kota Jayapura

Administrasi Biak Numfor, Jayawijaya, Keerom, 24


Pemerintahan, Pertahanan Kep. Yapen, Mappi, Paniai,
dan Jaminan Sosial Wajib Pegunungan Bintang, Sarmi, Supiori,
Tolikara, Waropen, Yahukimo, Puncak
Jaya, Asmat, Mamberamo Raya,
Nduga, Lanny Jaya, Mamberamo
Tengah, Yalimo, Puncak, Dogiyai,
Intan Jaya, Deiyai, Kota Jayapura

Jasa Pendidikan Biak Numfor, Jayawijaya, Keerom, 21


Kep. Yapen, Mappi, Pegunungan
Bintang, Sarmi, Supiori, Tolikara,
Waropen, Yahukimo, Puncak Jaya,
Asmat, Mamberamo Raya, Nduga,
Lanny Jaya, Mamberamo Tengah,
Yalimo, Intan Jaya, Deiyai, Kota
Jayapura

Jasa Kesehatan dan Biak Numfor, Jayawijaya, Keerom, 22


Kegiatan Sosial Kep. Yapen, Mappi, Merauke,
Pegunungan Bintang, Sarmi, Supiori,
Tolikara, Yahukimo, Puncak Jaya,
Asmat, Mamberamo Raya, Nduga,
Lanny Jaya, Mamberamo Tengah,
Yalimo, Dogiyai, Intan Jaya, Deiyai,
Kota Jayapura

Jasa Lainnya Jayapura, Jayawijaya, Keerom, Kep. 16


Yapen, Sarmi, Supiori, Waropen,
Yahukimo, Puncak Jaya, Mamberamo
Raya, Nduga, Lanny Jaya,
Mamberamo Tengah, Yalimo, Intan
Jaya, Kota Jayapura

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa sektor perekonomian yang paling
banyak menjadi sektor basis pada kabupaten/kota di provinsi Papua adalah pertanian,
kehutanan dan perikanan, konstruksi, administrasi pemerintahan, jasa kesehatan serta
jasa pendidikan. Kondisi ini mengindikasikan sektor perekonomian yang menjadi
andalan pada sebagian besar kabupaten/kota di Papua merupakan sektor lapangan
usaha primer.

Apabila dilihat dari sisi kebijakan kewilayahan yang didukung dengan data potensi
perekonomian secara sektoral, masih terdapat beberapa kabupaten/kota di Papua yang
memiliki jumlah sektor basis yang sangat minim. Kabupaten Mimika, hanya memiliki 1
sektor basis yaitu pertambangan dan penggalian, meskipun demikian laju pertumbuhan
ekonomi tahun 2020 di kabupaten ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan
kabupaten/kota lain di Papua.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum , sebagian besar perekonomian Provinsi Papua ditopang oleh 2


daerah yaitu Kabupaten Mimika dan Kota Jayapura. Jika dilihat secara sektoral,
3 sektor penopang utama perekonomian Provinsi Papua adalah sektor
pertambangan dan penggalian, kontruksi, serta pertanian, kehutanan dan
perikanan. Pandemi covid-19 juga berdampak pada perekonomian Provinsi
Papua, yang menyebabkan sebagaian besar laju pertumbuhan sektoralnya
mengalami kontraksi.
2. Berdasarkan metode Tipologi Klassen, sebagian besar Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua termasuk ke dalam kategori daerah (relatif) tertinggal, sehingga
diperlukan perhatian dan strategi khusus terutama dari instansi pemerintah
dalam menangani kondisi tersebut.
3. Berdasarkan Analisis Location Quotient (LQ), terlihat bahwa sektor basis
terbanyak di papua adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan
jumlah 25 kabupaten/kota. Selain itu, dapat diketahui potensi sektor basis
masing-masing kabupaten/kota, sehingga kebijakan pembangunan ekonomi bisa
lebih terarah sesuai potensi daerah masing-masing.

5.2. Saran

Dari penelitiaan yang telah dilakukan dan kesimpulan dari penelitian maka saran yang
dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua diharapkan lebih


mengoptimalkan sumber daya atau sektor potensial yang ada di Provinsi Papua.
2. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua juga diharapkan
memberikan perhatian khusus terutama pada daerah dalam kategori sektor
tertinggal.
3. Untuk melengkapi keterbatasan penelitian ini, dalam penelitiaan selanjutnya ,
perlu ditambahkan analisis lebih mendalam mengenai kesenjangan dan
ketimpangan serta produktifitas daerah menggunakan indeks williamson dan
analisis shift share
Daftar Pustaka

Tambunan, T. (2001). Perekonomian Indonesia: Teori Dan Temuan Empiris. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. “Pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi


Papua tahun 2013-2020” Badan Pusat Statistik Provinsi Papua

Bappenas. Kemiskinan Masih Sangat Tinggi di Pegunungan Tengah Bumi Cendrawasih


Perlu Atasi Kesenjangan di Pedesaan dan Perkotaan
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/kemiskinan-masih-sangat-tinggi-di
-pegunungan-tengah-bumi-cendrawasih-perlu-atasi-kesenjangan-di-pedesaan-dan-perk
otaan/

BPIW. Keterpaduan dan Sinkronisasi Program Pengembangan Kawasan di Papua


Perlu dievaluasi.
https://bpiw.pu.go.id/article/detail/keterpaduan-dan-sinkronisasi-program-pengembanga
n-kawasan-di-papua-perlu-di-evaluasi diakses pada 26 Agustus 2021

Indrawati. (2020). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Distribusi


Pendapatan, Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Kemiskinan
Provinsi Papua Tahun 2014-2019

Rohmatullah.2020. Determinan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Papua


Tahun 2013-2018
Ni Komang Erawati I Nyoman Mahaendra Y. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Dan
sektoral Potensial Kabupaten Klungkung.

Anda mungkin juga menyukai