ANDRAGOGI
ANI NUR FAUZIAH, SKM, M.Kes
PENDAHULUAN
Mengalami
Menerapkan mengungkapkan
Menyimpulkan menganalisis
KONSEP EBM AND
CRITICAL APPRAISAL
ANI NUR FAUZIAH, SKM, M.Kes
EVIDENCE BASED MEDICINE
Gagasan gerakan penggunaan bukti ilmiah terbaik
untuk praktik kedokteran klinis dikemukakan
pertama kali oleh Profesor Archie Cochrane pada
1972. Cochrane adalah seorang ahli epidemiologi
Inggris yang menjabat Direktur Medical Research
Council Epidemiology Research Unit di Cardiff,
Inggris. Dalam bukunya berjudul ―Effectiveness and
Efficiency: Random Reflections on Health Services‖,
Cochrane mengemukakan gagasan evidence
based medicine (CorpBlack, 2010).
CRITICAL APPRAISAL
KEADAAN
KLINIS PASIEN
YANG LEBIH
Ketrampilan BAIK Nilai dan ekspektasi
Klinisi pasien
TUJUAN EBM
EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan
medis yang lebih baik agar diperoleh hasil klinis (clinical
outcome) yang optimal bagi pasien, dengan cara
memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis,
dan nilai-nilai pasien.
Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan
pengambilankeputusan klinis yang lebih efektif, aman,
bisa diandalkan (reliable), efisien, dan cost-effectiv
STRATEGI EBM
Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM.
Pertama, EBM mengembangkan sistem pengambilan
keputusan klinis berbasis bukti terbaik, yaitu bukti dari
riset yang menggunakan metodologi yang benar.
Metodologi yang benar diperoleh dari penggunaan prinsip,
konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi. Pengambilan
keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat
memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan (BMJ Evidence
Centre, 2010). Dengan menggunakan bukti-bukti yang
terbaik dan relevan dengan masalah pasien atau
sekelompok pasien, dokter dapat memilih tes diagnostik
yang berguna, dapat mendiagnosis penyakit dengan tepat,
memilih terapi yang terbaik, dan memilih metode yang
terbaik untuk mencegah penyakit.
MENGAPA PERLU EBM
Ada beberapa alasan perlunya EBM, dua alasan utama
sebagai berikut. Pertama, jumlah publikasi medis tumbuh
sangat cepat, sehingga para dokter dan mahasiswa
kedokteran kewalahan untuk mengidentifikasi bukti yang
relevan, berguna, dan dapat dipercaya (Del Mar et al.,
2004). Bukti riset yang dipublikasikan sangat banyak
jumlahnya. Hampir dua juta artikel kedokteran
diterbitkan setiap tahun. Padahal, “not all evidences are
created equal”. Tidak semua artikel hasil riset memberikan
bukti-bukti dengan kualitas dan validitas (kebenaran)
yang sama. Suatu intervensi diagnostik maupun terapetik
yang efektif dalam memberikan perbaikan klinis kepada
pasien bisa pada saat yang sama mengandung risiko
kerugian dan biaya bagi pasien. Selain itu tidak semua
bukti dibutuhkan untuk pasien dalam praktik klinis.
Karena itu para dokter dan tenaga kesehatan profesional
lainnya perlu mengasah keterampilan untuk memilah dan
memilih bukti-bukti terbaik yang bisa memberikan
informasi yang relevan dan terpercaya, dengan cara yang
efektif, produktif, dan efisien (cepat).
MENGAPA PERLU EBM?
Kedua, melunturnya “trust” (kepercayaan) masyarakat
terhadap integritas pelayanan kedokteran dan praktisi
yang memberikan pelayanan medis. Muncul keprihatinan
para stakeholders tentang mutu pelayanan kesehatan.
WHO dalam Laporan Tahunan Kesehatan Dunia 2008
―Primary Health Care – Now More Than Ever‖,
mengemukakan lima masalah serius pelayanan kesehatan
di dunia: (1) inverse care; (2) impoverishing care; (3)
fragmented care; (4) unsafe care; (5) misdirected care
(WHO, 2008). Sistem pelayanan kesehatan yang
‗fragmented‘ membawa akibat yang tidak diinginkan:
inefisiensi, ketidakefektifan, ketidakadilan, komoditisasi,
komersialisasi, deprofesionalisasi, depersonalisasi, dan
ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan (Stange,
2009).
LANGKAH EBM
Kelima langkah EBM bisa disingkat ― 5A‖: asking, acquiring,
appraising, applying, assessing. :
Langkah 1 Rumuskan pertanyaan klinis tentang pasien, terdiri
atas empat komponen: Patient, Intervention, Comparison, dan
Outcome
Langkah 2 Temukan bukti-bukti yang bisa menjawab pertanyaan
itu. Salah satu sumber database yang efisien untuk mencapai tujuan
itu adalah PubMed Clinical Queries.
Langkah 3 Lakukan penilaian kritis apakah bukti-bukti benar
(valid), penting (importance), dan dapat diterapkan di tempat praktik
(applicability)
Langkah 4 Terapkan bukti-bukti kepada pasien. Integrasikan hasil
penilaian kritis dengan keterampilan klinis dokter, dan situasi unik
biologi, nilai-nilai dan harapan pasien
Langkah 5 Lakukan evaluasi dan perbaiki efektivitas dan efisiensi
dalam menerapkan keempat langkah tersebut
PRINSIP-PRINSIP EBM
ANI NUR FAUZIAH, SKM, M.Kes
5 PRINSIP EBM DALAM PUSTAKA OBAT
1. Dapat merumuskan pertanyaan permasalahan klinis
menggunakan PICO (Patients, Intervention,
Comparative, Outcome).
2. Dapat menentukan kata kunci / key word yang diambil
dari pertanyaan klinis sebagai dasar pencarian pustaka
obat
3. Dapat menentukan sumber pustaka obat baik primer,
sekunder, tersier sesuai permasalahan klinis
4. Dapat menentukan penilaian pustaka obat valid atau
tidak dengan melakukan critical appraisal
5. Dapat menentukan apakah pustaka obat dapat
menjawab permasalahan dengan menggunakan dasar
EBHC (Evidence Based Health Care)
TIPE PERTANYAAN KLINIS
Berdasarkan isi :
1. Diagnosis : Bagaimana diagnosis hipertensi?
2. Terapi : Apa terapi terbaik untuk hipertensi?
3. Etiologi : Apa penyebab demam tifoid?
4. Prognosis : Bagaimana perkembangan diabetes
yang tidak terkontrol
TIPE PERTANYAAN KLINIS
Berdasarkan format ;
1. Pertanyaan untuk hal yang mendasar /
background : Apa terapi terbaik untuk diare
anak
2. Pertanyaan lanjutan /foreground/PICO :
Apakah bawang putih dapat digunakan
sebagai terapi hipertensi ?
RUJUKAN SUMBER INFORMASI
BERDASAR TIPE PERTANYAAN
TIPE PERTANYAAN PENELITIAN TERBAIK YANG
DISARANKAN
Terapi RCT, Cohort,Case control,
Case series
Diagnosis Prospective, blind comparison
to agold standard
Prognosis Cohort study, case control,
case series
Pencegahan RCT, cohort study, case
control
Biaya Economic analysis
MENENTUKAN KATA KUNCI
Kasus : seorang pasien datang ke apotik
tempat praktik anda, pasien tersebut ingin
menurunkan tekanan darahnya dengan
mengkonsumsi bawang putih dan
harapannya bawang putih dapat
menggantikan obat (diuretik) yang selama
ini digunakan dan dapat mengontrol
tekanan darahnya
PENYELESAIAN
A. Menyusun PICO : P=hipertensi, I=bawang putih,
C=diuretik, O= hipertensi terkontrol
B. Menyusun pertanyaan klinis : apakah bawang putih dapat
menurunkan hipertensinya yang selama ini
menggunakan terapi diuretik
C. Tipe pertanyaan : terapi
D. Kata kunci : mengganti kata kunci dengan bahasa inggris
yaitu hypertension, garlic, diuretic, manage hypertension
E. Masukkan dalam database untuk mencari sumber
informasi yang sesuai dengan permasalahan klinis pasien
MEMILIH SUMBER PUSTAKA OBAT
BERDASAR SUMBER DATA
INTERVENTION
Pertanyaan klinis perlu menyebutkan dengan spesifik intervensi yang ingin
diketahui manfaat klinisnya. Intervensi diagnostik mencakup tes skrining,
tes/ alat/ prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi terapetik meliputi
terapi obat, vaksin, prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan,
upaya rehabilitatif, intervensi medis dan pelayanan kesehatan lainnya.
tes diagnostik yang lebih akurat yang disebut rujukan standar (standar
emas), atau tes diagnostik lainnya dengan melakukan perbandingan maka
dapat disimpulkan apakah tes diagnostik tersebut bermanfaat atau tidak
bermanfaat untuk dilakukan.
PICO
COMPARISON
Demikian pula untuk menarik kesimpulan tentang efektivitas terapi, maka
hasil dari pemberian terapi perlu dibandingkan dengan hasil tanpa terapi.
Jika terapi memberikan perbaikan klinis pada pasien, tetapi pasien tanpa
terapi juga menunjukkan perbaikan klinis yang sama, suatu keadaan yang
disebut efek plasebo maka terapi tersebut tidak efektif.
Pembanding yang digunakan tidak harus tanpa intervensi (―do nothing‖)
ataupun plasebo. Pembanding bisa juga merupakan intervensi alternatif
atau terapi standar yang digunakan selama ini (status quO). Jenis
pembanding yang digunakan sangat penting untuk dicermati karena sangat
mempengaruhi kesimpulan dan penerapan temuan
PICO
OUTCOME
Efektivitas intervensi diukur berdasarkan perubahan pada hasil klinis
(clinical outcome). Konsisten dengan triad EBM (ketrampilan klinisi, bukti
klinis terbaik yg tersedia, nilai dan ekspektasi pasien0, EBM memandang
penting hasil akhir yang berorientasi pasien (patient-oriented outcome) dari
sebuah intervensi medis (Shaugnessy dan Slawson, 1997). Patient-oriented
outcome dapat diringkas menjadi ―3D : (1) Death; (2) Disability; dan (3)
Discomfort. Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk mencegah
kematian dini, mencegah kecacatan, dan mengurangi ketidaknyamanan.
DEATH
Pada beberapa situasi, menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan bisa dilakukan dengan mudah,
karena terdapat perbedaan yang mencolok manfaat dan kerugian dari alternatif-alternatif pilihan tersebut,
dengan perbedaan yang jelas tentang probabilitas untuk terjadinya manfaat atau kerugian dari masing-
masing alternatif itu.
Tetapi praktik kedokteran sering kali berlangsung pada konteks yang kompleks, ireguler, dan tidak pasti.
Implikasinya tidak mudah untuk membuat keputusan klinis dengan tepat dan meyakinkan. Pada situasi
tersebut pengambilan keputusan medis yang optimal memerlukan proses formal yang disebut analisis
keputusan (decision analysis).
4. MENERAPKAN BUKTI
OUTCOME
1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
sesungguhnya (real need) pasien?
3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting daripada kerugian
yang diakibatkannya?
Prinsip EBM, hasil yang diharapkan dari suatu intervensi adalah hasil yang
berorientasi pada pasien. Pengambilan keputusan klinis harus memperhatikan
nilai-nilai dan ekspektasi pasien. Menerapkan bukti riset terbaik dengan
mengabaikan nilai-nilai dan preferensi pasien dapat menyebabkan lebih banyak
mudarat (harm) daripada manfaat (benefit, utility) kepada pasien. Karena itu
pengambilan keputusan klinis untuk pasien tidak bersifat ‗take-it-or-leave it‘ yang
ditentukan semaunya dokter (‗provider-driven‘) tanpa memberikan opsi kepada
pasien. Demikian pentingnya nilai-nilai dan hak pasien, sehingga pengambilan
keputusan bersama pasien-dokter untuk tidak menerapkan intervensi yang
terbukti efektif karena mempertimbangkan nilai-nilai pasien bisa dipandang suatu
praktik EBM yang baik.
5. EVALUASI KINERJA EBM
Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas
tiga kegiatan sebagai berikut (Hollowing dan Jarvik,
2007).
Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-
langkah EBM. Penerapan EBM belum berhasil jika
klinisi membutuhkan waktu terlalu lama untuk
mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau klinisi
mendapat bukti dalam waktu cukup singkat tetapi
dengan kualitas bukti yang tidak memenuhi ―VIA‖
(kebenaran, kepentingan, dan kemampuan penerapan
bukti)
5. EVALUASI KINERJA EBM
Kedua, melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti
terbaik sebagai dasar praktik klinis. Dalam audit klinis dilakukan
kajian (disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk dievaluasi
apakah terdapat kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah
diberikan (being done) dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan
harus dilakukan (should be done).