Anda di halaman 1dari 10

(MC – menit 00.

01)
Untuk para hadirin sekalian, assalamualaikum wr.wb.
Shalom om swastiastu namo budaya salam kebajikan.
Yth, kami ucapkan selamat datang kepada bapak Kejaksaan Tinggi Riau yang mewakili.
Selamat datang kami ucapkan kepada bapak Kapolda yang diwakili oleh bapak Kapolsek.
Selamat datang kami ucapkan kepada para OKP.
Selamat datang kami ucapkan kepada PNGO.
Selamat datang kami ucapkan kepada semua aktivis perempuan.
Selamat datang juga kami ucapkan kepada lembaga keumatan.
Selamat datang kami ucapkan kepada seluruh BEM Universitas Riau.
Selamat datang kami ucapkan juga kepada seluruh followers Lam Horas.
Dan selamat datang kami ucapkan kepada seluruh tamu undangan yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.

Sebelum kita akan memasuki kata sambutan, izinkan saya untuk menjelaskan sedikit tentang
film “Invisible Hops”. Invisible Hops merupakan film bergenre dokumenter yang
menggambarkan betapa beratnya hidup di balik jeruji besi, terutama bagi mereka para
tahanan dan narapidana yang tengah hamil. Kenyataan bahwa sistem dalam lembaga
pemasyarakatan di Indonesia tidak membedakan kamar antara narapidana yang tidak hamil
dan yang tengah hamil, sehingga itu menjadi suatu masalah. Sehingga digambarkan juga
bagaimana anak-anak yang terlahir di penjara bersama dengan ibu mereka terpaksa hidup dan
menjadi korban terselubung di balik jeruji besi.
Oleh karena itu, Lam Horas Film sebuah komunitas film Invisible Hops yang berjudul
“Invisible Hops” dengan tujuan edukasi dan meningkatkan kepedulian sehingga menjadi
bahan diskusi serta menjadi bahan advokasi dan diharapkan kepada seluruh penonton dapat
membuat wacana baru yang dapat memberikan dan dapat berpihak kepada para wanita
terutama mereka bagi anak-anak yang terlahir dan menjadi korban terselubung dalam penjara
orang dewasa.
Film Invisible Hops sendiri yang akan kita tonton ini bukan sembarang film kaleng-kaleng.
Namun, film Invisible Hops sendiri telah rilis di bioskop pada tahun 2021 dan telah
memenangkan beberapa piala. Yang pertama itu piala citra pada festival film Indonesia tahun
2021 dengan kategori film dokumenter panjang terbaik, dan juga memenangkan piala maya
pada tahun 2022 untuk kategori film dokumenter panjang terbaik serta kategori penyutradara
film panjang karya perdana Lamtiar Simorangkir. Wow sebelumnya, marilah kita tepuk
tangan atas prestasi dari film ini.
Saat ini film dokumenter Invisible Hops sedang melakukan outrich dengan melakukan
pemutaran film serta diskusi di berbagai kota khususnya di Indonesia dan bekerja sama
dengan berbagai lembaga serta organisasi. Salah satunya di Pekanbaru, di mana acara ini
disupport oleh kedutaan besar Norwegia dan Korwil 13 Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia.
Untuk mempersingkat waktu, mari kita dengarkan kata sambutan pertama. Yang pertama dari
kak Lamtiar Simorangkir selaku produser film Invisible Hops, kepadanya kami persilahkan.
Kita beri tepuk tangan...

(kak Lamtiar – menit 03.53)


Assalamualaikum, selamat siang bapak/ibu semua dan teman-teman. Terima kasih telah
datang, kami ucapkan selamat datang kepada bapak/ibu dari berbagai latar belakang yang
telah disebutkan oleh MC. Kami sangat senang bapak/ibu dan teman-teman semua
menyediakan waktu untuk kita melakukan pemutaran dan diskusi film Invisible Hops.
Perkenalkan nama saya Lamtiar Simorangkir, saya sutradara dan produser film ini dan juga
hari ini saya datang ke Pekanbaru pulang kampung kampus karena saya lulusan Universitas
Riau. Jadi saya sangat senang setelah lulus 20 tahun yang lalu baru kali ini ke Pekanbaru lagi,
seperti serasa pulang kampung. Jadi yang ingin saya sampaikan sedikit adalah latar belakang
kami siapa dan mengapa membuat film ini. Kami dari komunitas bernama Lam Horas Film,
yaitu komunitas film maker atau pekerja film yang kita secara bersama-sama berkolaborasi
secara volunteer menyediakan waktu di luar pekerjaan utama kita membuat film untuk
mengangkat isu-isu penting yang kita anggap sangat penting di masyarakat.
Pada tahun 2017 kita baru mengetahui ternyata ada dan banyak anak-anak yang lahir dan
dibesarkan dalam penjara dan juga anak-anak yang harus ikut ibunya ketika menjalani masa
hukuman. Kami sebagai film maker merasa ini sesuatu yang harus kita angkat. Kami punya
kerinduan untuk berbuat sesuatu menolong mereka, dan kita berpikir berarti caranya apa?,
kita melakukannya melalui apa yang bisa kita mampu yaitu membuat film, dan akhirnya
inilah hasilnya, kita membuat Invisible Hops.
Invisible Hops sudah kami rilis pada tahun kemarin di bioskop dan sudah menanggung
beberapa penghargaan seperti yang tadi disampaikan oleh MC dan saat ini sedang kita
lakukan impact champaign atau roadshow di mana supaya semua masyarakat tau tentang
anak-anak ini dan bersama-sama kita bisa memakai film ini sebagai sumber informasi bahan
diskusi supaya kita tergerak untuk apa pun latar belakang kita, kita bisa berkontribusi untuk
mencari solusi yang lebih baik bagi narapidana hamil terutama anak-anak yang harus lahir
dan dibesarkan dalam penjara.
Nanti setelah nonton, bapak/ibu mohon tidak langsung pulang. Kita akan ada QnA atau
diskusi, nanti kita berdiskusi lebih jauh bapak/ibu boleh bertanya. Kami berharap hari ini kita
tidak hanya sampai nonton, karena itu kenapa kami tidak membuka untuk publik tapi lebih
kita mengundang di segmendid supaya kita berhasil dari diskusi nanti. Tidak perlu
berpanjang lagi, akhir kata sekali lagi terima kasih sudah datang, selamat menonton.

(MC – menit 07.43)


Selanjutnya mari kita dengarkan kata sambutan dari Korwil XIII Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia selaku panitia ketua pelaksana. Kepada bapak Hermanto Sinaga dipersilahkan.
Sebelumnya mari kita dengarkan kata sambutan dari Kapolda.
Maaf sebelumnya, mari kita dengarkan kata sambutan dari ketua cabang Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia, kepadanya kami persilahkan.

(Sambutan ketua cabang GMKI – 08.45)


Assalamualaikum wr.wb.
Shalom salam sejahtera untuk kita semuanya. Sebelumnya perkenalkan nama saya Feriandi
Hutapea, ketua cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia se-Pekanbaru. Selamat datang
untuk kita semuanya, selamat menonton. Untuk film Invisible Hops yang disutradarai oleh
senior kakak Lamtiar Simorangkir biarlah kiranya melalui film ini kita dapat berdiskusi terus
nanti setelah film ini tayang menjadi perhatian dari Kemenkumham terkhususnya
pembenahan lapas-lapas karena seperti yang disampaikan olek kakak Tiar tadi berangkat dari
permasalahan sosial yang ada di lapas itu menjadi dasar film ini ditayangkan begitu, dan
harapannya nanti dari diskusi ini kita belajar berdiskusi untuk menjadi catatan bagi
Kemenkumham supaya menjadi perhatian supaya lapas-lapas yang ada di tanah air ini
khususnya di Pekanbaru untuk dapat dibenahi dan juga bagi anak-anak yang dalam
kandungan maupun yang masih kecil yang di dalam lapas dapat menjadi perhatian khusus
bagi Kemenkumham dan juga kepolisian.
Mungkin itu yang dapat saya sampaikan, sekali lagi selamat menyaksikan, selamat menonton.
Itu yang bisa saya sampaikan, Shalom.

(MC - menit 10.53)


Nah, tiba saatnya kita di momen yang akan kita tunggu-tunggu yaitu momen nonton bersama,
namun kami menghimbau kepada seluruh tamu undangan untuk tidak mengambil foto
ataupun video saat film diputar, dan juga kami menghimbau kepada seluruh tamu undangan
pada saat selesai pemutaran film agar tetap dalam bioskop karena kita akan memasuki sesi
diskusi. Dan kami menghimbau kepada seluruh tamu undangan untuk tetap memakai masker
dan selalu mencuci tangan. Selamat menyaksikan!

(Rec 1699, MC – menit 00:56)


Nah, bagaimana kepada para tamu undangan, film yang tadi apakah ada yang menangis?
Atau ada yang malah bertanya lagi? Penasaran bagaimana sih rekonstruksi dari pembuatan
filmnya tersebut.
Selanjutnya kita akan memasuki sesi diskusi, namun sebelumnya izinkan saya membacakan
bio singkat dari ....... Lamtiar Simorangkir adalah seorang sutradara, produser, dan penulis
sekenario yang visioner. Film-film Lamtiar banyak mengangkat isu-isu sosial yang penting
terutama tentang hak-hak perempuan dan anak. Film dokumenter panjang perdana Lamtiar
Invisible Hops telah memenangkan Festival Film Indonesia pada tahun 2021 untuk kategori
film dokumenter panjang terbaik, dan piala maya tahun 2022 untuk kategori film dokumenter
panjang terbaik, serta kategori penyutradara film panjang karya perdana. Untuk itu mari kita
sambut dan beri tepuk tangan yang meriah kepada sang sutradara kita Lamtiar Simorangkir.

(kak Lamtiar – menit 02:18)


Terima kasih, tepuk tangan dong sekali lagi buat filmnya. Tadi kayaknya banyak yang mau
nangis ya tapi semoga menangis kita tidak hanya sampai kepada menangis tapi membuat kita
tergerak untuk melakukan sesuatu. Mungkin tidak terlalu formal bisa kita langsung QnA tapi
satu hal yang saya mau tekankan lagi setelah bapak ibu melihat, kita semua di sini dari
berbagai latar belakang dan setelah kita melihat mungkin kita coba, mungkin ada yang
marah, tapi bagaimana kemarahan kita atau kesedihan kita, kita jadikan untuk kita terdorong
bersama-sama melakukan sesuatu bagi mereka. Mungkin langsung tanya jawab saja, barang
kali panitia mungkin ada yang mau bertanya?. Supaya tidak terlalu kaku boleh kita berdiskusi
atau bertanya atau memberikan saran. Kita sangat mengharapkan mungkin ada saran-saran
dari bapak/ibu sekalian. Bagaimana sih mungkin solusi yang menurut kita yang lebih baik
karena memang saya sampaikan sedikit bahwa sepanjang kita syuting ini projek ini dimulai
dari 2018 selesainya di akhir 2020. Kita rilis di 2021 karena covid belum bisa rilis. Jadi 2021
rilis yang kemudian menang FFI sempat tayang di bioskop Cuma karena kita komunitas, jadi
dana untuk promosi tidak ada. Jadi memang penonton pada saat itu sangat sedikit. Nah, saat
ini kita lakukan roadshow, oh iya acara kita hari ini disupport oleh nurwm besi, kemudian
panitia kami dibantu di lokal dari adik-adik GMKI yang dipimpin oleh koordinator wilayah
13 bapak Hermanto Sinaga, kemudian ada Langit Sore Studio. Jadi, seperti ini yang kami
lakukan coba untuk roadshow di semua ibukota provinsi di Indonesia. Sejauh ini kami sudah
melakukan 10 kemudian sekarang sedang berjalan dengan norwm besi 7 kota lagi. Jadi
semoga nanti dalam proses kami berharap ada pihak-pihak dari provinsi atau dari daerah
yang mengundang sehingga kita bisa melakukan pemutaran dan bisa diskusi seperti ini. Oke
mungkin ada yang mau bertanya?

(Bu Rini – menit 05:10)


Selamat sore buat kita semua, terima kasih sebelumnya saya ucapkan atas undangannya bagi
kami, saya khususnya memperkenalkan diri, nama saya Rini dari lapas perempuan kelas 2
Pekanbaru. Ketika kami mendapat undangan sebelumnya Bu, Invisible Hops, ketika kami
mendengar ini pikiran kami seperti movie-movie gitu ya Bu, kami gak baca itu film
dokumenter tapi ih seru-seru gitu kan. Jadi terima kasih buat undangannya, di sini saya
sebagai khususnya petugas, nah disini ada hal-hal yang menjadi masukan dan di satu sisi
khususnya bicara di tempat kami sebelumnya Bu, kami mau sharing juga melalui ibu yang
nanti mungkin akan menyampaikan isi hati kami kepada yang di atas sana, khususya yang di
tempat kami ada satu ibu hamil kemarin ada 3 dan sudah lahiran. Nah sekarang ada ibu hamil
yang usianya sudah 55 tahun. Dia bilang sudah 55 tahun, kita kan gak tau identitasnya
gimana kan Bu, itu yang menjadi dilema bagi kami di lapas, dia tidak punya apapun entah itu
KTP, semua dia tidak tahu, keluarga putus hubungan, sepertinya udah gak mau ngingat-
ngingat lagi gitu, mau aman lah gitu. Kami kalau untuk layanan kesehatan itu sebenernya dari
dulu sampai 2021 lancar dari pemerintah melalui Jamkesda. Ketika tahun 2022 untuk
Jamkesda lapas kami sudah dihapuskan Bu, jadi mau tidak mau dia ada keluarga atau tidak
ada harus ada NIK. Bagi yang ibu hamil ini dia kan mau lahiran Bu, mungkin sekitar 2 bulan
lagi, nah melalui ini nih untuk ibu hamil yang di lapas lain juga ada kasusnya yang seperti
kami tidak ada identitas itu tidak bisa menggunakan layanan kesehatan dari pemerintah tadi.
Untuk dari dana kantor misalnya, dengan biaya segitu dari mana? Pembiayan rumah sakit
pemerintah itu yang menjadi kendala bagi kami Bu, gimana prosesnya supaya lancar tidak
ada kendala kalaupun misalnya kami bawa dia berobat ke rumah sakit Petala Bumi itu dia
tidak ada KTP.
Yang kedua, kami ada 3 bayi yang sudah mendapatkan layanan faskes setempat yaitu
puskesmas sama fasilitas kesehatan. Kami sudah mendapatkan bantuan-bantuan seperti
vitamin, makanan tambahan, imunisasi.
Ketiga, untuk pelayanan pemberian makanan nutrisi seperti yang tadi agak kecewa juga kita
ya Bu, ketika ada disediakan untuk makanan ternyata kotor atau gak bersih, nah itu juga sih
Bu yang menjadi kendala setiap lapas itu tidak ada gizi yang memperhatikan kebersihan gizi
terhadap ibu hamil bagaimana gitu kan Bu, tidak ada SDMnya. Melalui ibu kiranya untuk
menyampaikan kalau kami yang di lapas ini untuk yang tidak ada identitas tadi, sulitnya
mendapatkan identitas bisa lancar buat berobat. Terima kasih Bu.

(kak Lamtiar – menit 10:10)


Bapak/ibu sekalian kebetulan ada dari pihak lapas sendiri yang bisa menjelaskan lebih detail,
jadi bapak/ibu bisa tau kondisi di sana sehingga kita tahu kenapa terjadi seperti ini. Tentu gak
di semua lapas seperti itu, tapi saya yakin karena saya sudah beberapa lapas mungkin bisa
jadi ada yang lebih buruk. Tapi memang apa yang disampaikan bu Rini itu bahwa dari
anggaran itu tidak ada ibu hamil dan anak.

(Bu Rini – menit 10:58)


Nah, gini Bu ada tambahan, syukurnya di tempat kami kalau dia ibu hamil, lansia, balita,
menyusui itu namanya kelompok rentan. Misal biayanya sekian juta kami kelola misal untuk
kelompok rentan itu kami sediakan susu, biskuit, pempers itu diberikan perbulan.

(kak Lamtiar – menit 11:54)


Tapi itu dikategorikan untuk kelompok rentan kan? Bukan ibu hamil. Jadi anggaran dan
program khusus itu belum ada untuk mereka. Kita sebenernya ingin tahu kondisi lapas
perempuan di sini karena setiap kita nobar biasanya kita mengantarkan donasi karena kita
tahu belum ada regulasi khusus buat narapidana hamil sama bayi-bayi ini. Tapi seperti yang
ibu sampaikan tadi itu memang sudah ada mereka sediakan itu kebijakan lapas dan rutan. Jadi
sehingga beda-beda antara lapas dan rutan itu berbeda dan anggaran kesehatan itu sangat
terbatas, kalau nggak salah sekarang per narapidana 18 ribu yah Bu pertahunnya? Dan itu
tidak ada spesifik buat ibu hamil dan anak. Juga anggaran makan tidak ada spesifik buat
mereka, gizi, kesehatan itu tidak ada. Maka tadi anggaran yang 16 ribu pertahun, jadi
misalnya gini di lapas itu ada 500 narapidana, kalau kita bayangkan sekitar 1 ribu rupiah
perhari, anggaran kesehatan ini. Jadi kalau misal kayak ibu hamil tadi butuh 10 juta, maka dia
akan memakai anggaran puluhan napi lainnya. Nah, inilah yang memang sekarang kita coba
beradvokasi dengan roadshow ini tadi juga ada curahan hati dari ibu kita juga tampung
semua. Dua minggu yang lalu kita sudah ketemu pak Yasona dan dulu juga sebelum rilis di
Jakarta sebelum premiere kita sudah mengundang dirjen PAS tapi sayangnya beliau tidak
hadir, hanya mengirimkan seorang direktur, dan waktu itu sebenarnya kita sudah ada
rekomendasi tapi belum ada follow up lagi. Kita sekarang lagi mengatur waktu mudah-
mudahan akhir bulan ini bisa bertemu lagi secara formal dengan pak menteri. Kita sudah
mengumpulkan rekomendasi-rekomendasi termasuk tadi dari ibu itu sangat berharga karena
ini curahan hati petugas. Bagaimana supaya secara regulasi itu benar-benar secara spesifik
ada buat ini. Ini juga yang membuat kita kaget ketika syuting, lho kok kondisinya seperti ini,
buat anggaran spesifik pun gak ada, sehingga kebanyakan ibu-ibunya harus membiayai.
Apalagi kalau dari pihak lapas misalnya sudah overcrowded seringkali pak lapas suka curhat,
kita juga stress mbak Tiar, gimana ngakalinnya anggaran yang sedikit ini. Jadi memang
persoalan yang sangat kompleks. Mungkin di sini ada perwakilan dari pemerintah-
pemerintahan, persoalan ini terjadi ketika negara menahan seorang perempuan hamil tapi
negara tidak siap, saya berani bilang itu tapi saya tidak menyalahkan itu kenyataan. Kondisi
ini terjadi karena negara tidak siap. Seharusnya mereka siap menyediakan tempatnya,
fasilitasnya, karena perempuan hamil itu mempunyai kebutuhan yang berbeda. Di sini juga
ada perwakilan dari Kapolda, mungkin di polda juga ada tahanan ya pak. Jadi kalau mereka
ditahan biasanya ke Polda dulu atau Polsek, mohon perhatiannya juga bapak tolong
diperhatikan ketika menangkap ibu hamil dan anak anak yang punya bayi, karena mereka
punya kebutuhan khusus. Kami tidak bilang bahwa jangan ditahan, tidak. Proses hukum
kalau mereka bersalah ya berjalan, tapi kita jangan lupa bahwa di situ bisa timbul korban
yaitu anak. Kami sudah bertemu dengan lembaga-lembaga pemerhati anak dan perempuan,
kami ingin bersama-sama menyuarakan ini, dan kami tidak bilang bahwa ini hanya tanggung
jawab Kemenkumham tapi kami merasa ini juga tanggung jawab KPPA, Kemensos,
Kemenkes. Kami sudah bertemu dengan bu Bintang KPPA, beliau berjanji akan melihat ini
tapi sampai sekarang belum kami lihat. Lalu kepada FFI sudah sempat kami sampaikan
kepada pak presiden namun sampai sekarang beliau belum menanggapi respon, kami ingin
bertemu langsung. Ini yang kita coba bagimana kita di pusat bisa secara regulasi ini bisa lebih
serius diperhatikan. Ini juga tujuan kami kenapa nobar seperti ini.
Maaf ibu di sini belum ada rutan perempuan ya? Kalau begitu ditempatkannya di mana?
Langsung ke lapas ya. Jadi, yuk lah temen-temen di sini kita perhatikan lapas yang ada disini.
Mungkin boleh respon dari bapak Kapolda pak sedikit saja.
(Bapak Kapolda – menit 21:00)
Assalamualaikum wr.wb, shalom om swastiastu
Yang saya hormati sutradara yang luar biasa, bapak/ibu sekalian setelah kita nonton film tadi
dari kami kepolisian ada dua nilai pembelajaran yang bisa kita ambil dari film ini. Learning
poin yang pertama adalah kami mengingatkan kepada bapak/ibu sekalian sama-sama menjaga
kamtibmas dan jangan menjadi bagian dari pelaku kejahatan. Yang kedua learning poinnya
adalah ini menjadi esensi dari pemutaran film ini yang bagaimana kalau seseorang menjadi
pelaku kejahatan seperti narkoba apalagi dia seorang perempuan, nah ini sebagai tugas kita
semua memangku kepentingan ini. Agar kita dapat merumuskan langkah-langkah yang kita
jadi kan sebuah aturan untuk mengatasi masalah seperti ini. Kami siap dari kepolisian untuk
diskusi agar permasalahan ini yang sudah kita tonton ini dapat dilakukan langkah-langkah
konkret bagaimana untuk cepat mengatasinya.

(kak Lamtiar – menit 26:38)


Nah itu dia dari polda langsung komitmen yah, satu momen yang sangat bagus dari polda
juga siap dan juga sudah menyampaikan bahwa beliau juga mengerti bahwa ini butuh
perhatian khusus. Ada lagi yang mau bertanya?

(Perwakilan dari Permahi – menit 27:33)


Perkenalkan kami perwakilan dari Permahi, yang pertama yang ingin kami sampaikan terima
kasih kepada panitia. Menurut akal hemat kami, dalam kesempatan ini pemutaran film
Invisible Hops yang kami ingin sampaikan itu bicara hak dan kewajiban yang di mana di
setiap narapidana yang memasuki lapas itu memang harus kita jaga keseimbangannya.Yang
dimana di setiap narapidana yang memasuki lapas itu memang harus kita jaga
keseimbangannya yang dimana dia melakukan kesalahan harus menjalani hukuman, namun
ada urgensinya, ketika ia melakukan kesalahan ada yang diperhatikan yaitu tentang haknya.
Hak untuk melangsungkan kehidupannya. Nah muncul lagi anak yang dikandung oleh si
narapidana tersebut. Jangan sampai hak orang yang hidup di negara ini terampas begitu saja
atas kebijakan hukum yang tidak sesuai. Yang ingin saya pandangan ketika nanti ada film
sejenisnya mengenai pandangan saya yang pertama kita di dalam kontruksi pembuatan film
pihak sutradara lebih menghubungkan atau kerja sama terhadap Komnas HAM yang kedua
LBH, mungkin kedua lembaga ini bisa mengawasi lapas. Dengan adanya kedua lembaga ini
bekerja sama dengan pembuatan film ini bisa mempermudah ibu untuk mendapatkan hak hak
narapidana tersebut.

(kak Lamtiar – menit 30:29)


Ya, jadi memang ketika bikin ini tidak mudah ya. Ini permasalahan yang sangat sensitif, kita
sudah mendekati lembaga-lembaga yang tadi disebutkan, tetapi mereka punya tugas sebagai
lembaga pengawas. Jadi ketika membuat film seperti ini, mereka tidak punya kapasitas untuk
itu. Yang kedua yang membuat kami kecewa tidak ada sama sekali yang mau support kami
kenapa? Kebanyakan takut. Sehingga kami mendapat izin pun lama apalagi mencari dananya.

(Rec 1700 pak Dedi – menit 00:01)


Filmnya Invisible Hops, perkenalkan saya Dedi Pasaribu, saya seorang pelayan di gereja.
Memang tadi saya bertanya mau tentang ...... tapi ternyata udah dijawab. Itulah memang
human rights di Indonesia ternyata masih kalau kita lihat secara nyatanya ternyata masih
dibawah harapan. Tapi kalau untuk digembar-gemborkan itu di luar dari logika. Jadi seperti
yang saya lihat saya hanya mau ambil dari jangan biarkan diri mereka terampas. Yang mau
saya utarakan di sini tentang human rightsnya, mana yang sebenarnya kalau diambil dari
neraca atau timbangan hukum. Kalau sudah berbicara tentang yang lahir di rutan, di penjara,
mana yang sebenarnya harus...... dan mana yang sebenarnya yang harus di....... karena seperti
penjelasan bapak Kapolda tadi, kalau untuk masalah memberikan ASI pasti di setiap tempat
bisa memberikan ASI.Tapi dampak efeknya adalah kepada anak-anak tadi, mungkin kita
orang dewasa terus menahan dan bisa menahan sakit telinga mungkin bisa menahan, sakit
mata bisa menahan, tapi kalau anak-anak membutuhkan imun yang dari awal. Jadi yang mau
saya lihat di sini bagimana timbangannya, kalau memang timbangannya adalah perempuan
yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya lalu bagaimana dengan human rights
terhadap anak-anak tadi. Jadi kalau saya melihat di sini Bu Invisible Hops yang ditekankan
kalau saya mengambil di sini bukan lagi perempuan yang harus mempertanggungjawabkan
hukumannya tapi bagaimana dengan anak-anak di situ dan itu yang saya lihat dan harus
diperjuangkan oleh pemerintah supaya jangan hanya terfokus pada perempuan yang
bertanggung jawab atas perbuatannya tapi ada anak yang harus diperjuangkan, itu menurut
saya.

(kak Tiar- menit 06:30)


Ketika seseorang ditahan bukan berarti semua haknya hilang apalagi kalau itu menyangkut
anak. Di undang-undang perlindungan anak semua jenis anak ada, korban kekerasan, korban
bencana alam. Saya kaget kenapa anak-anak yang di dalam lapas gak ada. Brarti hak anak itu
sudah terlanggar. Yang jadi persoalan kita harus menyadari bahwa yang disebut anak itu
mulai dari usia 0 tapi ketika dalam kandungan haknya harus sudah terpenuhi.

(Bu Ester – menit 08:36)


Saya ibu Ester dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Povinsi Riau. Ini film sangat
memberkati sekali, jangan biarkan mimpi mereka terampas namun hak mereka pun terampas.
Kami melihat lapas perempuan sama bu Rini di lapas perempuan karena kami melihat anak-
anak setiap kami datang. Ibu-ibu itu menyerbu kami untuk agar anaknya bisa mendapat
tempat yang layak. Jadi kami berharap mungkin nanti bisa kita bersama untuk memberikan
fasilitas, hak sipil anak yaitu aktenya karena kami sudah melakukan beberapa kerja sama
dengan Disdukcapil untuk membuat akte anak. Kami berharap apapun nanti mungkin dengan
bu Rini begitu anak yang tidak mempunyai hak sipil mari kita bersama-sama mari terus
berbuat seperti ini agar perempuan dan anak terus diperhatikan, karena perempuan dan anak
adalah tiang untuk negara kita. Saya mungkin berterima kasih, dengan adanya ini sangat
memberkati diri kita dan kita empati agar kita selalu menjadi orang yang rendah hati dan
untuk memperhatikan kepentingan anak apapun itu. Itu saja terima kasih.

(Nelson – menit 13:19)


Terima kasih kak Tiar, selamat datang kembali di bumi lanjang kuning. Saya gak jauh dari
yang sudah menanya tadi inilebih untuk menghasilkan sutradara-sutradara baru dengan
minim modal. Jadi kami ingin mendengarkan seperti apa awalnya dengan modal seminim-
minimnya, nekat setinggi-tingginya dengan materi sosial bisa terus maju dan pasti banyak
tantangannya tapi tidak mentok gitu.

(kak Lamtiar – menit 14:20)


Pada saat itu kita kesulitan tentunya dari selain izin kita juga sulit dari pendanaan. Pada saat
2017 ketika kita tau tentang ini, kita langsung tau kita harus bikin dan kita sudah tau
tantangannya berat. Tapi puji tuhan saya survive, seperti yang kami sampaikan bahwa kami
sudah komitmen, jadi awalnya itu kan komunitas kita itu pendanaan sendiri. Tadinya ini mau
film pendek, tapi ternyata ini adalah sebuah permasalahan yang kompleks, maka berakhirlah
ini menjadi sebuah film panjang dan duitnya udah gak cukup. Waktu riset saya pergi ke lapas
perempuan di Semarang, di sana ada satu anak kecil masih satu setengah tahunan. Saya
ngobrol dan tiba-tiba bel penjara bunyi dia kiss bye dan dia pergi. Dia sudah itu itu lonceng
tanda masuk sel, dia sudah tau kapan masuk dan keluar sel dan dari situ saya tau
kesulitannya. Puji tuhan alhamdulillah bisa selesai.

(Bu Santi - menit 18:34)


Mungkin pendek saja yang saya sampaikan bahwa satu hal yang kita ambil pembelajaran dari
film ini adalah satu yang perlu kita advokasi bersama yaitu bagaimana pemenuhan hak
perempuan dan anak di lapas. Kita tahu bahwa kalau terkait regulasi sudah banyak hadir di
negara ini. Tapi yang perlu kita pastikan adalah implementasinya, misalnya dari segi
kesehatan sendiri itu ada namanya SPM (standar pelayanan minimal).

(kak Lamtiar – menit 20:41)


Karena waktu sudah habis, jadi saya hanya menyampaikan kepada bapak/ibu semua dari
berbagai latar belakang kita di sini baik dari pemerintahan, masyarakat sipil, akademik. Kami
berharap nonton kita kali ini tidak hanya sampai pada menonton, tetapi bisa melakukan hal
sekecil apa pun misal dengan mengantarkan popok ke lapas, mungkin.

Anda mungkin juga menyukai