Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Film Pendek

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Dalam sejarah film dunia, istilah ‘film pendek’ mulai populer sejak dekade 50-an. Alur
perkembangan terbesar film pendek memang dimulai dari Jerman dan Perancis; para
penggagas Manifesto Oberhausen di Jerman dan kelompok Jean Mitry di Perancis. Di
kota Oberhausen sendiri, kemudian muncul Oberhausen Kurzfilmtage yang saat ini
merupakan festival film pendek tertua di dunia; sementara saingannya adalah Festival du
Court Metrage de Clermont-Ferrand yang diadakan tiap tahun di Paris. Sejak gerakan-
gerakan ini muncul, film pendek telah mendapatkan tempatnya di pemirsa film Eropa.
Festival-festival film pendek menjadi ajang eksibisi utama yang selalu sarat pengunjung,
apalagi kemudian didukung dengan banyak munculnya cinema house bervolume kecil
untuk dapat menonton karya-karya film pendek di hampir setiap sudut kota di Eropa.

Di Indonesia, dimana film pendek sampai saat ini selalu menjadi pihak marjinal –sekali
lagi, dari sudut pandang pemirsa- film pendek memiliki sejarahnya sendiri yang sering
terlupakan. Film pendek Indonesia secara praktis mulai muncul di kalangan pembuat film
Indonesia sejak munculnya pendidikan sinematografi di IKJ. Perhatian para film-
enthusiasts pada era 70-an dapat dikatakan cukup baik dalam membangun atmosfer
positif bagi perkembangan film pendek di Jakarta. Bahkan, Dewan Kesenian Jakarta
mengadakan Festival Film Mini setiap tahunnya mulai 1974, dimana format film yang
diterima oleh festival tersebut hanyalah seluloid 8mm. Akan tetapi sangat disayangkan
kemudian Festival Film Mini ini berhenti pada tahun 1981 karena kekurangan Dana.

Pada 1975, muncul Kelompok Sinema delapan yang dimotori Johan Teranggi dan
Norman Benny. Kelompok ini secara simultan terus mengkampanyekan pada masyarakat
bahwa seluloid 8mm dapat digunakan sebagai media ekspresi kesenian .
Hubungan internasional mulai terbangun, diantaranya dengan para filmmaker Eropa
terutama dengan Festival Film Pendek Oberhausen, ketika untuk pertama kali-nya film
pendek Indonesia berbicara di muka dunia di tahun 1984. Keadaan ini memancing
munculnya Forum Film Pendek di Jakarta, yang berisikan para seniman, praktisi film,
mahasiswa dan penikmat film dari berbagai kampus untuk secara intensif membangun
networking yang baik di kalangan pemerhati film.

Akan tetapi, Forum Film Pendek hanya bertahan dua tahun saja.
Secara garis besar, keadaan film pendek di Indonesia memang dapat dikatakan ironis.
Film pendek Indonesia hampir tidak pernah tersampaikan ke pemirsa lokal-nya secara
luas karena miskinnya ajang-ajang eksibisi dalam negri. Akan tetapi di sisi lain, di dunia
internasional, film pendek Indonesia cukup mampu berbicara dan eksis. Dari sejak karya-
karya Slamet Rahardjo, Gotot Prakosa, Nan T. Achnas, Garin Nugroho, sampai ke
generasi Riri Riza dan Nanang Istiabudi.
Kenapa Membuat Film Pendek?

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Membuat film, baik itu film pendek maupun film panjang adalah sebuah pekerjaan yang
membutuhkan cinta dan dedikasi, kegilaan dan petualangan. Kenapa membuat film
pendek? Membuat film pendek bisa jadi untuk:

1. Pengalaman – Sebuah pengalaman dengan mengumpulkan sebuah team untuk


membuat cerita dalam film.
2. Showreel – mengejar karir dalam pembuatan film dan juga untuk menunjukkan
keahlian membuat film. Membuat film pendek agar mendapatkan funding untuk
membuat film panjang.
3. Partnership – terjun langsung ke dalam sebuah organisasi untuk berkolaborasi
dalam sebuah projeck. Bisa juga untuk menarik seseorang (produser, sutradara,
penulis ternama) untuk menolong meningkatkan profil pembuatan film atau untuk
meningkatkan profil perusahaan.
4. Mewujudkan ide – berusaha mewujudkan ide menjadi sebuah film atau
mewujudkan ide untuk sebuah film panjang dengan membuat film dalam skala
pendek. Bisa juga eksplorasi teknik pembuatan film. Mewujudkan sebuah ide
yang hanya bisa dilakukan untuk film pendek.
5. Uang – mencoba membuat film dengan budget untuk membayar kru film.
Biasanya jarang terjadi dalam pembuatan film pendek. Mendapatkan uang dari
film pendek sangat jarang terjadi tetapi bukan tidak mungkin. Di Indonesia, film
pendek belum menjadi sebuah industri.

Dimana Film akan Diputar?

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Alasan untuk membuat film harus diikuti kemana film itu akan diputar. Membuat film
pendek bisa diputar di:

1. Rumah – Banyak filmmaker mencoba mempertontonkan/test filmnya untuk


dilihat keluarga maupun teman.
2. Rumah budaya/komunitas – Film pendek biasa diputar di kantung-kantung
budaya maupun komunitas-komunitas yang tersebar di Indonesia.
3. Kampus/Sekolah – Kebanyakan diputar di kampus bersama kine klub-kine klub
atau di kegiatan ekstra kurikuler film.
4. Internet – banyak film pendek muncul di Internet dan mendapatkan feedback
dari kalangan yang lebih luas dan beragam secara international.
5. Televisi – Jika film pendek secara kualitas bagus, channel televisi akan
memutarnya. Biasanya di gabung dengan film pendek yang lain.
6. Bioskop – sangat sulit tapi bukan tidak mungkin sebuah film pendek diputar
dibioskop. Biasanya terjadi di luar negeri karena mereka mempunyai bioskop
yang memutar film-film pendek.
7. Festival – Kesempatan paling besar adalah pemutaran di sebuah festival. Bisa
ditonton oleh kalangan industri dan para filmmaker yang lain. Dan jika itu
merupakan ajang kompetisi akan menyenangkan jika memenangkan sebuah
penghargaan.

Kenapa membuat film pendek, dan kemana film akan diputar tergantung dari ide
gagasan, mewujudkan menjadi film, equipment yang digunakan, teknik, budget, jumlah
kru, dan pasar yang potensial.

Mencari Ide, Tema dan Gagasan

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Untuk membuat film salah satu yang dibutuhkan adalah script. Untuk menulis script yang
bagus yang dibutuhkan adalah ide yang orisinil. Ide/tema/gagasan yang orisinil tidaklah
datang dengan mudah. Sayangnya tidak ada guru yang dapat mengajarkan menciptakan
ide bagus. Ide cerita yang bagus belum tentu juga sebuah script yang bagus. Banyak film
pendek dengan ide bagus tetapi ketika menjadi script menjadi tidak bagus ketika proses
penulisan berlangsung, apalagi kemudian diwujudkan dalam film. Menulis script adalah
pekerjaan yang tidak mudah, tetapi banyak trik dan teknik yang dapat dipelajari agar
memudahkan dalam penulisannya.

Salah satu pelajaran yang penting untuk menghindari ide yang klise menontonlah banyak
film pendek, lihat trend apa yang sedang terjadi dan berusaha untuk memahami. Bahkan
jika tidak menyukai film pendek itu tanyakan pada dirimu kenapa kamu tidak suka.
Kenapa jelek? Apakah pengembangan karakter tidak cukup? Apakah ceritanya berjalan
dengan baik? Tetapi pelajaran yang paling penting adalah latihan, latihan dan latihan. Jika
idemu tidak terlalu orisinil cobalah untuk melihat subyek film dari sudut pandang yang
lain atau gunakanlah teknik atau style yang berbeda. Tetapi jika berusaha kuat untuk
menemukan gagasan yang kuat, cobalah mencari inspirasi dari pengalaman ataupun
orang lain atau dari majalah, koran, internet, dan lain-lain.
Kita bisa memulai dengan ide dasar dan itu bisa apa saja. Bisa jadi tertarik akan sebuah
situasi? Karakter? Sebuah aksi? Sebuah dilema? Isu sosial? Ekspresi artistik? Sebuah
post-modern interpetasi sebuah kehidupan? Jika ingin membuat ide fiksi, bisa memulai
dengan karakter, yang harus memikul konsep cerita.

Inspirasi bisa dicari berdasarkan:

1. Kejadian nyata dalam hidup. Bisa diri sendiri atau orang lain.
2. Artikel dari koran maupun majalah.
3. Dari foto-foto, video, web camera, internet.
4. Pengalaman pribadi; mimpi atau kenangan.
5. Ide berdasarkan: Bagaimana jika? Sebuah pengandaian, bagaimana jika dunia
hancur?

Bagaimana memulai ide, tema dan


gagasan?

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Tentang apa yang disampaikan dalam cerita yang hendak dibuat? Apa temanya atau
idenya? Pertanyaan mengenai ide atau tema itu harus dapat dijawab dalam sebuah uraian
tentang “Siapa yang bagaimana?” Diuraikan dalam satu kalimat yang kuat.

Contoh:
Bedjo van Derlaak. Siapa yang bagaimana?
Seorang tentara Indonesia menghadapi situasi sulit saat bertemu dengan seorang tentara
Belanda yang pada saat itu juga harus membantu seorang perempuan hamil untuk
melahirkan.

Kita tahu bahwa Indonesia dan Belanda bermusuhan. Itu sudah menjadi sebuah konflik.
Sepertinya konflik yang biasa. Bagaimana kalau ditingkatkan menjadi “ketika mereka
bertemu dan saling bermusuhan pada saat itu juga mereka harus menyelamatkan seorang
perempuan hamil”. Konflik menjadi semakin tajam dan tidak biasa.

Cuplikan Film Bedjo van Derlaak:

Romeo dan Juliet. Siapa yang bagaimana?


Seorang pemuda bernama Romeo dari keluarga Montague bercinta dengan seorang gadis
bernama Juliet dari keluarga Capulete yang saling bermusuhan turun-temurun.
Dapat dilihat adanya konflik besar yang sulit terpecahkan. Kedua keluarga pasti akan
menentang percintaan Romeo dan Juliet, tetapi Romeo dan Juliet tidak bisa dipisahkan
lagi.
Kita ambil contoh lain untuk melihat bagaimana konsep singkat ini dibahas dari sudut
pandang lain. Umpamanya, Asrul Sani sedang menyiapkan cerita “Naga Bonar”. Lalu
kita tanya pada Asrul Sani, ini cerita tentang “Siapa yang bagaimana?” Jawabnya bisa
begini:

1. Tentang “Seorang jendral laskar buta huruf, yang jatuh cinta pada gadis elit.”
2. Tentang “Seorang jendral laskar buta huruf, yang Perjuangannya lebih sungguh-
sungguh dibanding pejuang terpelajar”.

Kalau yang pertama kita pakai, maka garis besar cerita adalah mengenai perjuangan Naga
Bonar mendapatkan gadis terpelajar. Adapun suasana revolusi hanya sebagai latar
belakang. Tetapi jika yang kedua yang dipakai, maka cerita utamanya adalah mengenai
keikhlasan perjuangan Naga Bonar dalam membela negara, sedang percintaan dengan
gadis terpelajar dan lainnya hanyalah sebagai sub plot.

Bahan dari:
http://www.commonwealthday.com/
http://www.netribution.co.uk/features/howto/scriptwriting_5_short_film.html
H.Misbach Yusa Biran. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Jakarta, PT Dunia Pustaka
Jaya, 2006

Anda mungkin juga menyukai