Anda di halaman 1dari 3

Meskipun cerita film pendek banyak yang unik dan menarik, tetapi sayangnya di Indonesia

film pendek masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Sambutan masyarakat lebih
antusias terhadap film panjang. Mungkin kita tidak banyak mengetahui kalau ternyata
penggarapan film pendek ini sendiri bahkan ada yang lebih rumit dari pada film panjang.
Berikut adalah daftar-daftar film pendek yang digarap dengan konsep matang dan ide
cerita yang unik.
 
 
1. MEMOIRS OF A SCANNER
Film ini diproduksi oleh Mindfruit Films dengan sutradara Damon Sea. Film ini digarap
dengan hanya mengambil satu angle saja. Dari film ini kamu bisa melihat kehidupan
sebuah scanner yang ternyata juga memindai makanan, percintaan antara dua insan,
sampai adegan pembunuhan.
 
2. BETWEEN YOU AND ME
Film ini sangat unik karena pengambilan gambar tidak digunakan dengan kamera,
melainkan menggabungkan beberapa foto sehingga berbentuk slideshow. Berkisah
tentang seorang gadis yang gemar memotret sudut  kota, namun dalam proses pemotretan
tersebut dia diserang dan kameranya terjatuh. Kameranya ditemukan seorang pria.
Dengan foto-foto yang ada dalam kamera tersebut ia berusaha menemukan sang gadis.
 
3. LOGORAMA
Logorama adalah salah satu film pendek yang berhasil memenangkan Oscar. Durasi film
ini selama 16 menit dan berkisah tentang pemandangan kota yang dipenuhi dengan logo
dari seluruh merek di USA. Produsernya berpikir bahwa dalam 1 detik manusia bisa
mengingat lebih dari 14 logo. Sayangnya meskipun berhasil meraih Oscar, film ini menuai
kontrofersi karena diklaim tidak memiliki izin untuk pemakaian logo-logonya.
 
4. MAGGIE AND MILDRED
Maggie and Mildred adalah film pendek yang berhasil dibuat oleh Holly Klein. Holly
membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikan film ini. Amazing! Lebih amazing lagi
karena visualisasi dari film ini adalah gambar jahitan, membutuhkan waktu 9 bulan untuk
merampungkan seluruh jahitan. bahkan sang sutradara menjahit sendiri frame-nya satu
persatu.
 
5.  KHODA
Judulnya saja sudah terdengar unnik, apalagi filmnya. Yap! Yang unik dari film pendek
berdurasi lima menit ini adalah idenya, karena menggunakan lebih dari enam ribu lukisan
untuk membuat film thriller tentang seseorang yang kabur dari penjara. Film ini adalah hasil
dari garapan Reza Dolatabadi yang dibuat dengan tujuan untuk merampungkan tugas
akhirnya. Durasinya sih hanya 5 menit, tetapi durasi 5 menit tersebut dibuat selama 2
tahun.
 

Tentang Film
A. Official Media Release

Isu korupsi bukanlah isu yang baru dikenal di kalangan masyarakat. Namun ironisnya, meski beragam
upaya dan wacana terus dilangsungkan untuk memerangi korupsi, praktik korupsi tetap berlangsung
bahkan ada indikasi meningkat. Para penindak korupsi seperti KPK, kerap menghadapi situasi dilematis
akibat masih ada keengganan sejumlah pihak untuk menghentikan atau menindak pelaku korupsi secara
tegas. Padahal, publik sendiri telah jeri dan punya sikap penolakan yang jelas-karena termasuk pihak
yang paling dirugikan akibat merebaknya korupsi.
Korupsi sudah tidak bisa lagi ditindak melalui beragam anjuran atau himbauan. Untuk bisa mengurangi
angka korupsi perlu ada strategi baru dalam menghimpun kekuatan massa, tak lain dengan meyakinkan
publik sekaranglah saatnya publik selaku warga/orang ‘biasa’, yang jumlahnya justru mayoritas dari
bangsa Indonesia-untuk memberdayakan diri dan mulai lebih pro aktif untuk menghentikan mata rantai
korupsi.

Perang melawan korupsi harus diawali dari diri sendiri (baca: setiap orang ‘biasa’ di Indonesia). Bekal
untuk peperangan itu bisa bermula dari rumah dan dilanjutkan di ruang-ruang belajar seperti sekolah dan
pergaulan sehari-hari. Karena selama ini pembahasan mengenai korupsi berikut cara penangkalannya
masih terasa normatif dan penuh dengan kata-kata atau terminologi/istilah ‘besar’, kali ini strategi yang
digunakan justru sebaliknya-mengurai korupsi dari beragam hal keseharian yang selama ini tanpa disadari
telah ikut melanggengkan praktik korupsi. Misalnya, standar ganda saat seseorang berhadapan dengan
kekisruhan birokrasi yang membuatnya mengamini menggunakan jasa orang ketiga, atau pembenaran
saat menaikkan harga jual sebuah benda yang sebetulnya bisa membuat pelakunya ‘kebablasan’ menjadi
koruptor kelas kakap, dan lain-lain. Bila selama ini publik terbiasa diam, dan ‘memaklumi’ praktik korupsi di
sekitarnya kemudian menggantungkan harapan pada segilintir aparat hukum/KPK untuk menindaki
korupsi, masa itu harusnya berakhir sekarang. Ringkasnya, siapapun yang ingin menghentikan korupsi
harus mengawalinya dari diri sendiri.

Oleh karenanya, isu korupsi bukan lagi seharusnya disikapi publik (kita) sebagai sesuatu yang diketahui
ada dan bisa ‘diterima’(mereka/pelaku korupsi/koruptor)-sehingga yang selama ini terjadi adalah Kita DAN
Korupsi. Melainkan harus diarahkan menjadi Kita VERSUS Korupsi.

Berdasar pada pemikiran tersebut, omnibus empat film pendek ini dibuat, sebagai sebuah bentuk
kampanye anti korupsi melalui media pop culture dengan isu sehari-hari, berkaitan dengan nilai-nilai
mendasar yang dimulai dari keluarga, yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Masing-masing film
menyajikan satu cerita yang menggambarkan keseharian serta di mana atau kapan saatnya virus korupsi
bisa mulai menelusup ke dalam kehidupan seseorang. Empat film ini bergenre drama dan dikemas untuk
bisa dipahami penonton Indonesia dari beragam kalangan usia dan latar budaya. Efek yang diharapkan
setelah menonton film-film ini adalah publik bisa melihat potret kedekatan dirinya dengan asal muasal
korupsi dan bagaimana ia bisa menghentikan mata rantai korupsi sebelum praktik korupsi mewabah.

Film yang dirilis secara non komersial ini merupakan produksi bersama Transparency International
Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Management Systems International, USAID, dan Cangkir
Kopi. Pemutaran film dalam rangka kampanye akan dilakukan oleh institusi Transparency International
Indonesia dan permohonaan pemutaran film ini dapat dilakukan dengan menghubungi institusi
Transparency International Indonesia.

B. Synopsis

Film 1: Rumah Perkara (Film by Emil Heradi)

Film ini bercerita tentang seorang lurah (Pak Yatna) yang harus memilih antara mempertahankan tanah
warga atau ikut membantu penggusuran demi sebuah proyek real eastate. Sang pengusaha, yang telah
mengeluarkan banyak dana untuk menggolkan proyek ini. Tinggal sebuah rumah janda yang jadi
penghalang.

Sang lurah rupanya telah lama memperoleh sokongan pengusaha itu sehingga sang pengusaha berharap
mudah menaklukkannya. Namun di lain pihak sang lurah juga memiliki hubungan gelap dengan si janda.
Sang lurah kesulitan untuk mengusirnya, diiringin kekhawatiran hubungan mereka terungkap.
Dihadapkan pada nasib kampungnya, janjinya kepada keluarga dan warganya untuk menjadi pemimpin
yang melindungi, Yatna harus bisa mengambil keputusan antara mendukung penggusuran atau
melawannya.

Film 2: Aku Padamu (Lasja F. Susatyo)

Dua sejoli bertekad mengikat sumpah setia mengikat janji di hadapan Tuhan. Namun dihadapkan pada
keterbatasan waktu dan syarat-syarat administrasi yang rumit, sang calon mempelai laki-laki memutuskan
untuk menyuap petugas KUA untuk memperlancar urusan.

Teringat dengan masa kecilnya, sang calon mempelai perempuan menolak melakukan suap. Ia sangat
mengidolakan gurunya (pak Markoen) di SD kampunya dulu. Namun, entah mengapa sang guru tidak juga
diangkat menjadi guru tetap. Belakangan ia tahu Ayahnya yang membuang lamaran guru Markoen karena
tak menyisipkan amplop dalam berkas-berkasnya. Kegusaran terhadap figur ayah korup membuatnya
enggan untuk meminta restu untuk menikah dari ayahnya.

Kedua sejoli ini pun berdebat. Bagaimana mungkin menikah di hadapan Tuhan yang suci, dimulai dengan
menyuap Tuhan?

Film 3: Selamat Siang Rissa (Film by Ine Febriyanti)

Bercerita tentang Rissa Arwoko, pejabat bagian pengadaan proyek diminta meloloskan proyek
pembangunan mall. Tentu dengan imbal balik yang sudah pasti di depan mata. Dengan kewenangannya,
ia bisa saja memberi persetujuan dengan mudah.

Dalam dilema moral itu, Rissa lalu teringat dengan kegigihan ayahnya untuk menjaga amanah meskipun
dalam situasi keluarga yang sedang buruk. Saat itu, seorang pengusaha mencoba menyuap Arwoko, ayah
Rissa, agar bisa menggunakan gudang perusahaan BUMN yang berada di bawah penjagaan Arwoko.
Sang ayah bersikeras menolak meskipun saat itu ia sangat membutuhkan dana untuk pengobatan
anaknya yang sedang sakit keras.

Rissa adalah wanita dewasa yang kariernya sedang menanjak. Gaya dan kebutuhan (untuk bisnis dan
hidup) di Jakarta tidak murah. Dihadapkan pada pilihan-pilihan ini, Rissa harus memilih antara menolak
atau berdamai dengan kejahatan.

Film 4: Pssttt… jangan bilang siapa-siapa!  (Film by Chaerun Nissa)

Bercerita tentang gaya hidup dan permisivitas terhadap praktik pemerasan di sekolah yang kemudian
direkam oleh seorang siswa, Gita. Tersebut Olla (16th), anak SMA yang gaul, tokoh yang menjadi pintu
masuk Gita dalam mengekspose situasi sekolahnya.

Untuk menjalani gaya hidupnya, Olla yang selalu up date dengan gadget dan fashion bersandar pada
kelihaian menipu orang tua dengan cara me-mark-up setiap permintaan kebutuhan sekolah maupun jajan.
Keluarganya tidak ambil pusing karena ayahnya di kantor, maupun ibunya di rumah biasa melakukan hal
yang sama. Di sekolah, Olla dan teman-temannya tanpa sadar telah menjadi korban kepala sekolah dan
guru yang memperdagangkan buku di sekolah. Siapapun yang tidak membeli buku yang telah di-mark-up
akan celaka.

Melalui bermain-main gadget yang menjadi kesenangannya, Gita dan Olla bisa mengungkap banyak
persoalan di sekitarnya.[CiB]

Anda mungkin juga menyukai