Sel saling berkomunikasi dan berinteraksi untuk menjalankan proses kehidupan. Dalam
komunikasi tersebut, komitmen antar sel menjadi hal sangat penting karena keberadaan suatu sel dalam
jaringan diperlukan oleh sel yang lainnya. Apabila keberadaan suatu sel sudah tidak dibutuhkan lagi
dalam jaringan, misalkan dalam jaringan suatu kebutuhan sel sudah mencukupi, maka sel tersebut akan
mengalami apoptosis. Hal tersebut merupakan kondisi yang perlu dilakukan pada bagian rangka tubuh
dalam menjalankan fungsi dari bagian jaringan atau organ untuk mendukung proses kehidupan
organisme. Jaringan komunikasi antara satu sel dengan sel yang lainnya akan menghasilkan suatu
koordinasi agar dapat mengatur pertumbuhan, osmoregulasi, reproduksi dan hal lainnya pada berbagai
jaringan maupun organ.
Komunikasi sel merupakan suatu mekanisme dimana satu sel dapat mempengaruhi sifat sel lainnya
yang juga terjadi pada organisme uniseluler sebelum munculnya organisme multiseluler. Hal tersebut
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan terhadap yeast sebagai organisme eukatiotik. Sel-sel
pada yeast dalam menjalankan aktivitas hidupnya dapat berjalan secara mandiri, mereka dapat
berkomunikasi dan bekerjasama dalam persiapan untuk perkawinan seksual. Saccharomyces
cerevisiae misalnya, ketika sel haploid telah siap untuk kawin, maka ia akan mengeluarkan peptida
(sebagai faktor kawin) yang akan memberikan sinyal pada sel-sel lawan jenis untuk berhenti
berkembang biak dan mempersiapkan diri untuk kawin (Gambar 1). Fusi selanjutnya dari dua sel
haploid jenis kawin yang berlawanan akan menghasilkan sel diploid, yang kemudian dapat menjalani
proses meiosis dan bersporulasi, menghasilkan sel-sel haploid dengan bermacam-macam gen baru.
Sebagian besar molekul sinyal bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat melintasi membran plasma secara
langsung. Sebaliknya, mereka dapat mengikat reseptor permukaan sel, yang pada gilirannya
menghasilkan satu atau lebih sinyal di dalam sel target. Molekul sinyal kecil dapat berdifusi melintasi
membran plasma dan berikatan dengan reseptor di dalam sel target, baik di sitosol maupun di nukleus.
Banyak dari molekul sinyal kecil ini bersifat hidrofobik dan hampir tidak larut dalam air, oleh karena
itu mereka diangkut dalam aliran darah dan cairan ekstraseluler lainnya setelah berikatan dengan protein
pembawa (Gambar 2).
Banyak molekul sinyal tetap terikat pada permukaan sel pensinyalan dan hanya dapat mempengaruhi
sel-sel yang menghubunginya saja (Gambar 15-4A). Pensinyalan seperti itu sangat penting selama
perkembangan dan dalam respons imun. Molekul yang disekresikan dapat dibawa pada jarak yang jauh
untuk bekerja pada target yang jauh atau mereka dapat bertindak sebagai mediator lokal yang dapat
mempengaruhi sel-sel di lingkungan secara langsung dari sel pensinyalan. Proses terakhir ini disebut
pensinyalan parakrin (Gambar 15-4B). Agar sinyal parakrin dikirim hanya kepada sel target yang tepat,
molekul yang disekresikan tidak boleh dibiarkan berdifusi terlalu jauh, sehingga molekul cepat
diambilalih oleh sel target tetangga, dihancurkan oleh enzim ekstraseluler atau diimobilisasi oleh
matriks ekstraseluler.
Gambar 3. Bentuk pensinyalan antarsel
(A) Pensinyalan yang bergantung pada kontak (membutuhkan sel untuk berada dalam kontak langsung
membran-membran). (B) Pensinyalan parakrin bergantung pada sinyal yang dieksresikan ke bagian ekstraseluler
dan bekerja secara lokal pada sel tetangga. (C) Pensinyalan sinaptik dilakukan oleh neuron yang
mentransmisikan sinyal secara elektrik di sepanjang aksonnya dan melepaskan neurotransmiter pada sinapsis
(D) Pensinyalan endokrin bergantung pada sel-sel endokrin yang mensekresi hormon ke dalam aliran darah,
kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh.
Reseptor terkait saluran ion dikenal sebagai reseptor ionotropik yang terlibat pensinyalan sinaptik
secara cepat antara sel yang tereksitasi secara elektrik. Pensinyalan tersebut dimediasi oleh
neurotransmiter dengan jumlah yang sedikit yang berperan secara sementara untuk membuka atau
menutup saluran ion yang dibentuk oleh protein pengikatnya. Kemudian dengan cara singkat dapat
mengubah permeabilitas ion membran plasma sehingga sel pascasinaps tereksibilitas.
Reseptor terkait protein-G bertindak secara tidak langsung untuk mengatur aktivitas protein target yang
terikat membran plasma yang terpisah. Reseptor dan protein target saling berinteraksi satu sama yang
diperantarai oleh protein pengikat GTP trimerik (protein G) (Gambar 15-15B). Jika protein target adalah
enzim, maka aktivitas protein tersebut dapat mengubah konsentrasi mediatror intraseluler. Akan tetapi,
jika protein target merupakan saluran ion, maka aktivitas protein tersebut dapat mengubah permeabilitas
ion membran plasma.
Reseptor terkait-enzim, ketika diaktifkan berperan secara langsung sebagai enzim. Reseptor tersebut
dibentuk oleh protein transmembran single-pass yang memiliki situs pengikatan ligan di luar sel dan
pengikatan enzim di dalam. Reseptor terkait-enzim memiliki struktur yang heterogen dibandingkan
dengan dua kelas protein reseptor lainnya.
Reseptor Permukaan Sel yang sering Diaktifkan
Reseptor permukaan sel yang sering diaktifkan akan menyampaikan sinyalnya melalui molekul kecil
dan jaringan protein pensinyalan intraseluler. Sinyal yang diterima permukaan sel baik oleh reseptor
terkait protein-G ataupun reseptor terkait-enzim kemudian diteruskan ke bagian dalam sel melalui
kombinasi molekul pemberi sinyal intraseluler besar dan kecil. Rantai yang dihasilkan dari proses
pensinyalan intraseluler kemudian mengubah protein target, yang bertanggung jawab dalam modifikasi
sifat sel. Molekul pensinyalan intraseluler kecil disebut sebagai perantara intraseluler kecil atau
pembawa pesan kedua, sedangkan pembawa pesan pertama merupakan sinyal ekstraseluler. Sinyal
intraseluler dan ekstraseluler dihasilkan dalam jumlah yang besar sebagai respons terhadap aktivasi
reseptor. Keduanya dapat menyebar menjauhi sumbernya dengan sangat dan memancarkan sinyal ke
bagian lain dari sel. AMP siklik dan Ca2+ dapat larut dalam air dan berdifusi ke dalam sitosol,
sedangkan yang lainnya, seperti diasilgliserol dapat larut dalam lemak dan berdifusi ke dalam membran
plasma. Sebagian besar molekul pensinyalan intraseluler ialah protein pensinyalan intraseluler yang
membantu dalam menyampaikan sinyal ke dalam sel dengan menghasilkan perantara intraseluler kecil
atau mengaktifkan protein pensinyalan. Protein tersebut dapat diklasifikasikan menurut fungsi
khususnya (Gambar 6).
1. Relay protein –> hanya akan meneruskan pesan ke komponen sinyal berikutnya yang berada
dalam rantai.
2. Protein pembawa pesan –> membawa sinyal dari satu bagian ke bagian yang lain dari sel,
seperti dari sitosol ke nukleus.
3. Protein adaptor –> menghubungkan satu protein pensinyalan ke protein pensinyalan lainnya.
4. Protein penguat –> yaitu dapat berupa enzim atau saluran ion. Protein tersebut dapat
meningkatkan sinyal yang mereka terima, baik dengan memproduksi perantara intraseluler
kecil dalam jumlah besar atau dengan cara mengaktifkan protein sinyal intraseluler hilir dalam
jumlah yang besar juga.
5. Protein transduser –> dapat mengubah sinyal menjadi bentuk yang berbeda. Contohnya ialah
enzim yang membuat AMP siklik: ia dapat mengubah sinyal dan menguatkannya, sehingga
dapat berperan sebagai transduser dan penguat.
6. Protein bifurkasi –> menyebarkan sinyal dari satu jalur pensinyalan ke jalur lainnya.
7. Protein integrator –> dapat menerima sinyal dari dua atau lebih jalur pensinyalan dan
mengintegrasikannya sebelum meneruskan sinyal.
8. Protein pengatur gen laten –> diaktifkan pada reseptor permukaan sel kemudian akan
bermigrasi ke nukleus untu merangsang transkripsi gen.
Gambar 6. Berbagai jenis protein pensinyalan intraseluler di sepanjang jalur pensinyalan dari reseptor
permukaan sel ke nukleus
Gambar di atas merupakan serangkaian protein pensinyalan dan intraseluler kecil sebagai perantara
yang menyampaikan sinyal ekstraseluler ke dalam sel. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan
ekspresi gen. Sinyal yang telah diperkuat dapat ditransduksikan (diubah) kemudian didistribusikan
selama dalam perjalanan. Sebagian besar langkah (tahap) dapat dimodulasi oleh sinyal ekstraseluler dan
intraseluler lainnya, sehingga hasil akhir dari satu sinyal sangat bergantung pada faktor lain yang
mempengaruhi sel. Sehingga pada akhirnya, jalur pensinyalan dapat mengaktifkan atau menonaktifkan
protein target yang dapat mengubah sifat sel. Pada contoh dalam Gambar 6 yang menjadi target ialah
protein pengatur gen.
Pensinyalan Autokrin
Pensinyalan autokrin dapat mengkoordinasikan suatu keputusan berdasarkan kelompok sel identik.
Sebagian bentuk pensinyalan yang dibahas sebelumnya, memungkinkan satu sel dapat mempengaruhi
sel yang lainnya, dimana sel pensinyalan dan target merupakan tipe sel yang berbeda. Padahal, suatu
sel dapat mengirimkan sinyal ke sel yang lain dari jenis sel yang sama serta untuk sel itu sendiri.
Pensinyalan autokrin yang seperti itu, sel mengeluarkan molekul sinyal yang dapat mengikat kembali
reseptornya sendiri. Selama proses perkembangan, sel yang telah diinstruksikan ke jalur differensiasi
tertentu, kemungkinan telah mengeluarkan sinyal autokrin untuk diri sel tersebut. Pensinyalan autokrin
paling efektif bila dilakukan secara simultan oleh sel-sel tetangga dari jenis yang sama dan nantinya
akan digunakan untuk mendukung kelompok sel yang identik (sejenis) agar membuat keputusan
perkembangan yang sama. Dengan demikian, pensinyalan autokrin dianggap sebagai salah satu
mekanisme yang mungkin mendasari “efek komunitas” yang mulai diamati pada perkembangan
awalnya, di mana sekelompok sel identik dapat merespons sinyal pemicu diferensiasi tetapi satu sel
yang terisolasi dari jenis yang sama tidak dapat merenspons sinyal tersebut.
Gambar 7. Pensinyalan autokrin. Sekelompok sel yang identik akan menghasilkan konsentrasi sinyal yang
disekresikannya lebih tinggi daripada konsentrasi sel tunggal. Ketika sinyal ini mengikat kembali ke reseptor
pada jenis sel yang sama, akan mendorong sel tersebut untuk merespons sebagai sebuah kelompok yang
terkoordinir.
Gambar 8. Setiap Sel Diprogram untuk Menanggapi Kombinasi Spesifik dari Molekul Sinyal Ekstraseluler.
Setiap jenis sel akan menampilkan satu set reseptor yang nantinya untuk merespons serangkaian molekul sinyal
yang dihasilkan oleh sel lain. Molekul sinyal tersebut saling kombinasi untuk mengatur sifat dari sel. Sel
individu membutuhkan banyak sinyal untuk bertahan (panah biru) dan sinyal tambahan untuk membelah (panah
merah) atau membedakan (panah hijau). Jika kehilangan sinyal untuk kelangsungan hidup, maka sel akan
mengalami kematian sel terprogram atau apoptosis.
Jenis sel yang berbeda dapat merespon secara serbeda pula terhadap
molekul sinyal ekstraseluler yang sama.
Secara spesifik, sel akan bereaksi secara beragam terhadap lingkungannya. Keragaman reaksi tersebut
sesuai dengan set protein reseptor yang dimiliki oleh sel. Set protein tersebutlah yang menentukan
subset tertentu dari sinyal yang dapat ditanggapinya dan bervariasi sesuai dengan mesin intraseluler.
Dimana sel tersebut akan mengintegrasikan dan menterjemahkan sinyal yang diterimanya (lihat
Gambar 9 ). Dengan demikian, molekul sinyal tunggal akan memiliki dampak yang berbeda pada sel
target yang berbeda pula. Neurotransmitter asetilkolin, misalnya, akan merangsang kontraksi sel otot
rangka, tetapi juga menurunkan kecepatan dan kekuatan kontraksi sel otot jantung. Hal tersebut
dikarenakan protein reseptor asetilkolin pada sel otot rangka berbeda dengan yang ada pada sel otot
jantung. Tetapi perbedaan reseptor tersebut tidak selalu menjelaskan efek (dampak) yang berbeda.
Dalam banyak kasus, molekul sinyal yang sama akan berikatan dengan protein reseptor yang sama
(identik), namun juga menghasilkan respons yang berbeda dalam berbagai jenis sel target. Hal tersebut
mencerminkan perbedaan dalam mesin internal tempat reseptor digabungkan (Gambar 10).
Gambar 9. Jalur pensinyalan intraseluler sederhana yang diaktifkan oleh molekul sinyal ekstraseluler.
Biasanya, molekul sinyal akan mengikat protein reseptor yang tertanam dalam membran plasma sel target serta
mengaktifkan satu atau lebih jalur pensinyalan intraseluler yang diperantarai oleh serangkaian protein
pensinyalan. Akhirnya, satu atau lebih protein pensinyalan intraseluler mengubah aktivitas protein efektor dan
sifat sel tersebut
Gambar 10. Berbagai respons yang diinduksi oleh neurotransmitter asetilkolin. Jenis sel yang berbeda
terspesialisasi untuk merespon asetilkolin dengan cara yang berbeda pula. (A dan B) asetilkolin
berikatan dengan protein reseptor yang serupa, tetapi sinyal intraseluler yang dihasilkan
diinterpretasikan secara berbeda dalam sel yang terspesialisasi untuk fungsi yang berbeda juga. (C) sel
otot menghasilkan jenis protein reseptor yang berbeda untuk asetilkolin kemudian menghasilkan sinyal
intraseluler yang berbeda dari reseptor yang ditunjukkan pada (A) dan (B) serta menghasilkan efek yang
berbeda. (D) Struktur kimia asetilkolin.