Akuntansi Biaya
Akuntansi Biaya
Pada buku akuntansi biaya terdahulu telah diuraikan bahwa pengumpulan harga
pokok produk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode harga pokok pesanan dan
metode harga pokok proses. Metode harga pokok pesanan telah dibahas pada buku jilid
pertaman, sedangkan meode harga pokok proses akan dibahas pada bab I ini.
A. Pengertian
Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok
produk yang diterapkan pada perusahaan manufaktur yang berproduksi secara masa.
Perusahaan manufaktur yang berproduksi secara masa memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. sifat produk kontinu
2. tujuan produksi mengisi persediaan gudang
3. bentuk produk standar
Contoh perusahaan manufaktur yang mempunyai sifat kontinu adalah perusahaan
kertas, perusahaan semen, perusahaan pupuk, dan perusahaan tekstil.
Pengumpulan harga pokok produk dengan metode harga pokok proses yang
dibahas pada bab ini didasarkan atas asumsi bahwa perusahaan mengolah hanya
satu macam produk.
B. Karakteristik Pengumpulan Harga Pokok Produk dalam Metode Harga Pokok
Proses.
Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok
proses memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. sifat produksinya kontinu (terus-menerus)
2. pengumpulan harga pokok produk, dilakukan secara periodic, misalnya setiap bulan
3. Perhitungan harga pokok per satuan dilakukan setiap akhir periode, misalnya setiap
akhir bulan.
4. Perhitungan harga pokok per satuan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1
C. Biaya Produksi dalam Metode harga Pokok Proses
Apabila dalam metode harga pokok pesanan biaya produksi digolongkan ke
dalam biaya bahan baku, upah langsung, dan biaya overhead pabrik, maka dalam
metode harga pokok proses biaya produksi digolongkan ke dalam biaya bahan, biaya
tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
1. Biaya Bahan
Biaya bahan meliputi pemakaian bahan baku dan bahan penolong. Bahan
penolong tidak dimasukkan dalam golongan biaya overhead pabrik seperti yang
dilakukan dalam metode harga pokok pesanan. Biaya bahan dibebankan secara
langsung pada produksi (berdasarkan biaya bahan yang sesungguhnya terjadi)
2. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja meliputi upah langsung, upah tidak langsung dan semua biaya
yang berhubungan langsung dan semua biaya yang berhubungan langsung dengan
tenaga kerja bagian produksi, seperti tunjangan kesehatan, tunjungan makan, seperti
tunjangan kesehatan, tunjangan makan, pakaian kerja, tunjangan perumahan, dan
tunjangan pendidikan. Biaya tenaga kerja dibebankan secara langsung pada produksi
(berdasarkan biaya tenaga kerja yang sesungguhnya terjadi).
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik meliputi semua biaya produksi tidak langsung selain
biaya-biaya yang termasuk dalam biaya bahan dan biaya tenaga kerja di atas. Biaya
overhead pabrik dibebankan secara langsung pada produksi (berdasarkan biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi) apabila memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
a. produksinya relatif stabil.
b. Biaya overhead pabrik khususnya yang bersifat tetap bukan merupakan bagian yang
berarti dibandingkan dengan biaya produksi total.
D. Laporan Biaya Produksi
Istilahnya laporan biaya produksi seing disebut pula laporan harga pokok produksi.
Laporan biaya produksi memuat tiga bagian pokok.
1. Data produksi (skedul produksi)
Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian jumlah produk yang masuk proses,
jumlah produk selesai, dan jumlah produk dalam proses awal dan akhir dari suatu
periode.
2. Biaya yang dibebankan
2
Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian pembebanan biaya persatuan produk
yang meliputi biaya bahan , biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
3. Perhitungan harga pokok
Pada bagian ini dilaporkan mengenai harga pokok produk selesai yang ditranfer ke
departemen produksi terusannya atau ke gudang produk selesai.
Berikut ini akan diberikan contoh penyusunan biaya produksi untuk pengolahan
melalui satu departemen dan juga untuk pengolahan produk dengan melalui lebih dari
satu departemen pada contoh yang lainnya.
1. Pengolahan Produk Melalui Satu Departemen Produksi.
Contoh 1 : Misalnya PT Yogyatex memproduksi satu macam produk. Data produksi
dan biaya produksi untuk bulan Januari 1997 adalah sebagai berikut.
Data produksi
Produk masuk proses 1.000 st. Produk selesai yang ditransfer ke gudang 800 st.
Produk dalam proses akhir bulan 200 st dengan tingkat penyelesaian (TP) : biaya bahan
100 %, dan biaya konversi 60 %.
Data biaya produksi
Biaya produksi selama bulan januari sebesar Rp. 442.000,00 terdiri atas biaya
bahan Rp. 120.000,00 biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00 dan biaya overhead pabrik Rp.
138.000,00
Diminta :
a. Menyusun laporan biaya produksi.
b. Membuat jurnal untuk mencatat biaya poduksi, produk selesai, dan produk dalam
proses akhir.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat dibuat penyelesaian dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Laporan Biaya produksi
Bersarkan data diatas, laporan biaya produksi PT Yogyatex disajikan seperti
nampak di halaman 3 perhitungan Produk Ekuivalen
Dalam bulan januari 800 st produk telah selesai diproses dan 200 st produk belum
selesai diproses dengan tingkat penyelesaian 100 % untuk biaya bahan dan 60 %
untuk biaya konvensi (biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik). Apabila
dinyatakan dalam produk ekuivalen (satuan produk setara) untuk setiap elemen
biaya adalah sebagai berikut :
1) Biaya bahan, melekat pada
3
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 100 % x 200 st = 200 st
Jumlah produk ekuivalen biaya bahan 1000 st
2) Biaya konversi, melekat pada
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 60 % x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekuivalen biaya konversi 920 st
Perhitungan harga Pokok Produk
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan
jumlah biaya persatuan sebagai berikut.
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan jumlah
biaya persatuan sebagai berikut.
800 st @ Rp 470,00 = Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil
kali jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen
baiaya sebagai berikut.
Biaya bahan : 100 % x 200 st @ Rp. 120,00 = Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja : 60 % x 200 st @ Rp. 200,00 = Rp. 24.000,00
BOP : 60 % x 200 st @ Rp. 150,00 = Rp. 18.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 66.000,00
PT Yogyatex
Laporan Biaya Produksi
4
Bulan Januari 1997
Data Produksi
Jumlah produk yang masuk proses 1000 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang 800 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100%, biaya konvensi 60 %) 200 st
1000 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Elemen biaya Produk ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st
b. Jurnal
Berdasarkan data diatas, maka jurnal yang harus dibuat PT Yogyatex adalah
sebagai berikut.
1. Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 120.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00
Barang dalam proses - BOP Rp. 138.000,00
Pesediaan bahan Rp. 120.000,00
Gaji dan upah Rp. 184.000,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 138.000,00
(untuk mencatat biaya produksi)
2. Persediaan produk selesai Rp. 376.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 96.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 160.000,00
5
Barang dalam proses – BOP Rp. 120.000,00
(Untuk mencatat produk selesai bulan Januari)
3. Persediaan barang dalam proses Rp. 66.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 24.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – BOP Rp. 18.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan Januari)
Keterangan :
Jurnal untuk mencatat produk selesai yang ditranfer ke gudang dan produk dalam
proses dibuat setelah membuat laporan harga produk disusun.
c. Buku Besar
Berdasarkan untuk mencatat produk, maka pencatatan dalam buku besar nampak
sebagai berikut.
Persediaan bahan Barang Dalam Proses – BB Persediaan Produk Selesai
Macam – macam Rek. Yg di K Barang Dalam Proses – BOP Persediaan Brg.Dlm Proses
6
Contoh 2 : Misalnya PT Suryatex memproduksi tekstil melalui departemen produksi,
yaitu Departemen A dan Departemen B. Data produksi dan biaya produksi untuk bulan
Januari 1997 adalah sebagai berikut.
Departemen
A B
Data produksi :
Jumlah produk masuk proses 1000 st 800 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke departemen B 800 st -
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang - 650 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
Tingkat penyelesaian :
Biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 % 200 st -
Biaya bahan 100 %, biaya konversi 66 2/3 % - 150 st
Departemen
A B
Data biaya produksi
Biaya bahan Rp. 120.000,00 Rp. 64.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00 Rp. 187.500,00
Biaya overhead pabrik Rp. 138.000,00 Rp. 112.500,00
7
2) Biaya konversi, melekat pada
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 60 % x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekivalen biaya konversi 920 st
Perhitungan Harga Pokok Produk Departemen A
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan
biaya per satuan sebagai beriku : 800 st @ Rp 470,00 = Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil
kali jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen biaya
sebagai berikut.
Biaya bahan 100% x 200 st Rp 120,00 Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja 60 % x 200 st Rp 200,00 Rp. 24.000,00
Biaya overhead pabrik 60 % x 200 st @ Rp 150,00 Rp. 18.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 66.000,00
PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Januari 1997
Data Produksi
Jumlah produk yang masuk proses 1000 st
8
Jumlah produk yang selesai yang ditranfer ke Departemen B 800 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100%, biaya konversi 60%) 200 st
1000 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Elemen biaya Produk ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st
PT Suryatex
9
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Januari 1997
Data Produksi
Jumlah produk yang diterima dari Departemen A 800 st
Jumlah produk yang selesai yang ditranfer ke gudang 650 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(TP. Biaya bahan 100%, biaya konversi 66 2/3 %) 150 st
800 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Jumlah Biaya Biaya/st
Harga Pokok dari Departemen A (800 st) Rp. 376.000,00 Rp. 470,00
Biaya produksi yang ditambahkan di Departemen B
10
Harga pokok yang dibawa dari Departemen A 150 st @ 470,00 = Rp. 70.500,00
Harga pokok yang ditambahkan di Departemen B
a) Biaya bahan 100 % x 150 st @ Rp. 80,00 = Rp. 12.000,00
b) Biaya tenaga kerja 66 2/3 x 150 st @ Rp. 250,00 = Rp. 25.000,00
c) BOP 66 2/3 % x 150 st 2 Rp. 150,00 = Rp. 15.000,00
Rp. 52.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 122.500,00
c. Jurnal
Jurnal yang harus dibuat PT Suryatex adalah sebagai berikut.
1). Barang dalam proses - Biaya bahan - Dep. A Rp. 120.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 184.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 138.000,00
Persediaan bahan Rp. 120.000,00
Gaji dan upah Rp. 184.000,00
Macam-macam rekening yang dikredit Rp. 138.000,00
(Untuk mencacat biaya produksi Departemen A )
2). Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 376.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 96.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 160.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 120.000,00
(Untuk mencatat produk selesai Dep. A yang ditranfer ke Dep. B)
3) Persediaan barang dalam proses – Dep. A Rp. 66.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 18.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan di Dep. A)
4). Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 64.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. B Rp. 187.500,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. B Rp. 112.500,00
Persediaan bahan Rp. 64.000,00
Gaji dan upah Rp. 187.500,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 112.500,00
(Untuk mencatat biaya produksi Departemen B)
11
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan di Dep. B)
Keterangan :
Jurnal untuk mencacat produk selesai yang ditranfer dan produk dalam proses dibuat
setelah laporan biaya produksi disusun.
d. Buku Besar
bersadarkan jurnal di atas, maka dapat disusun buku besar sebagai berikut.
Barang Dl. Proses – BTK Barang Dl. Proses – BTK Persd. Brg. Dl. Proses
Gaji & Upah Dep A. Dep. B Dep. B
XX 184.000 184.000 160.000 187.500 162.500 122.500
187.500 24.000 25.000
Barang Dl. Proses – BOP Barang Dl. Proses – BOP Persd. Brg. Dl. Proses
Macam2 Rek y d k Dep A. Dep. B Dep. B
XX 138.000 138.000 120.000 112.500 97.500 66.000
112.500 18.000 15.000
Produk Ekuivalen = proses awal periode + dikurangi jml. Produk + dlm produk proses
Dikurangi tingkat dlm. Proses awal pe- akhir periode.
Penyelesaian riode.
Departemen
A B
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Dep. B 950 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang - 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan 250 st 200 st
Tingkat penyelesaian produk dalam proses akhir
Biaya bahan 100 % 100 %
Biaya konversi 60 % 66 %
Biaya produksi dalam bulan Februari 1997
Biaya bahan Rp. 120. 000,00 Rp. 83.600,00
Biaya tenaga kerja Rp. 215.600,00 Rp. 234.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 161.700,00 Rp. 140.760,00
13
Rp. 497.300,00 Rp. 458.360,00
Diminta :
Laporan biaya produksi bulan Februari 1997 dan jurnal yang diperlukan untuk
masing-masing Departemen dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Metode harga pokok rata-rata
2. Metode harga pokok MPKP.
Penyelesaiaan:
1. laporan Biaya Produksi dengan Metode Harga Pokok Rata-Rata.
Laporan biaya produksi dengan metode harga pokok rata-rata dapat
disusun sebagai berikut.
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen A
1) Biaya bahan
a) produk selesai 950 st
b) produk dalam proses akhir, ekuivalen dengan 100 % x 250 st = 250 st
PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Februari 1997
(Metode Rata-rata)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal 200 st
Jumlah produk yang masuk proses 1.000 st
1.200 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 950 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 250 st
1.200 st
Biaya bahan Rp. 24.000,00 Rp. 120.000,00 Rp. 144.000,00 1.200 Rp. 120,00
Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00 Rp. 215.600,00 Rp. 239.600,00 1.100 Rp. 217,82
Biaya overhead Rp. 18.000,00 Rp. 161.700,00 Rp. 179.700,00 1.100 Rp. 163,36
* Jumlah seharusnya Rp. 476.121,00 selisih Rp 2,00 sebagai akibat pembulatan perhitungan biaya per satuan.
PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Februari 1997
(Metode Rata-rata)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses awal bulan 150 st
Jumlah produk yang masuk proses 950 st
1.100 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 200 st
1.100 st
16
Harga pokok yang ditambahkan pada departemen B :
Biaya yang Biaya yg
Melekat pada dikeluarkn Jumlah Produk
Elemen biaya pada PDP awal bl. Februari biaya Ekuiv Biaya/st
Biaya bahan Rp. 12.000,00 Rp. 83.600,00 Rp. 95.600,00 1.100 Rp. 86,91
Biaya tenaga kerja Rp. 25.000,00 Rp. 234.000,00 Rp. 259.000,00 1.020 Rp. 253,92
Biaya overhead Rp. 15.000,00 Rp. 140.760,00 Rp. 155.760,00 1.200 Rp. 152,71
* Jumlah seharusnya Rp. 891.423,00. selisih Rp. 4,80 sebagai akibat pembulatan.
c. Jurnal
Jurnal yg harus dbuat PT Suryatex adalah
1) Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep. A Rp. 18.000,00
Persediaan barang dalam proses – Dep . A Rp. 66.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses awal bulan Dep. A)
17
Persediaan barang dalam proses – Dep. A Rp. 87.177,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep A Rp. 144.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja – Dep. A Rp. 239.600,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 179.700,00
(Untuk mencatat produk selesai Dep. A yang ditranfer ke
Dep. B dan produk dalam poses akhir Dep. A)
4) Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 83.600,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep B. Rp. 234.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep. B Rp. 140.760,00
Persediaan bahan Rp. 83.600,00
Gaji dan upah Rp. 234.000,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 140.760,00
(Untuk mencatat biaya produksi Departemen B).
5) Persediaan produk selesai Rp. 891.419,20
Persediaan barang dalam proses – Dep B. Rp. 165.563,80
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 642.223,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja – Dep. B Rp. 259.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep B. Rp. 155.760,00
(Untuk mencatat produk selesai yang ditranfer ke Gudang dan produk dalam proses
akhir Dep. B)
Keterangan :
Jurnal untuk mencatat produk selesai yang ditranfer dan produk dalam proses dibuat setelah
laporan biaya produk disusun.
2. Laporan Biaya Produksi Metode Masuk PertamaKeluar Pertama ( MPKP)
Berdasarkan data produksi dan biaya produksi PT Suryatex pada contoh 3 dapat
disusun laporan biaya produksi Departemen A dan Departemen B dengan metode
MPKP seperti nampak pada halaman 16 dan 18.
a. Laporan biaya produksi Departemen A
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen A
1). Biaya bahan
a) Produk dalam proses awal 0% x 200 st = 0 st
b) produk selesai 950 st – 200 st = 750 st
c) produk dalam proses akhir 100 % x 250 st = 250 st
1.000 st
2). Biaya konversi
a). produk dalam proses awal 40 % x 200 st = 80 st
18
b). produk selesai 950 st – 200 st = 750 st
c) produk dalam proses akhir 60 % x 250 st = 150 st
980 st
Harga pokok produk selesai yang masuk Februari 750 st @ 505,00 = Rp. 378.750,00
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Dep. B (950 st) = Rp. 475.550,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan adalah penjumlahan dari hasil
kali produk ekuivalen masing-masing elemen biaya dengan per satuan sebagai
berikut.
Biaya bahan 100 % x 250 st Rp. 220,00 = Rp. 30.000,00
Biaya tenaga kerja 60% x 250 st @ Rp. 220,00 = Rp 33.000,00
BOP 60% x 250 st @ Rp 165,00 = Rp. 24.750,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 87.750,00
PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Februari 1997
(MPKP)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal
(biaya bahan 100%, biaya konversi 60%) 200 st
Jumlah produk yang masuk proses bulan februari 1.000 st
1.200 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 950 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 250 st
1.200 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Jumlah biaya Biaya/st
HP produk dalam proses awal bulan (200 st) Rp. 66.000,00 Rp. –
Biaya yang dikeluarkan bulan Februari
Elemen biaya Produk Ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st
19
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Departemen B Rp. 66.000,00
HP yang melekat pada PDP awal bulan (200 st)
Biaya untuk menyelesaikan PDP awal bulan
Biaya tenaga kerja Rp. 17.600,00
Biaya overhead pabrik Rp. 13.200,00
Rp 96.800,00
HP produk selesai yang masuk bulan Februari (750 st) Rp. 378.750,00
Hp Produk selesai yang dtranfer ke Departemen B (950 st) Rp. 475.550,00
Harga pokok produk dalam proses akhir
Biaya bahan Rp. 30.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 33.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 24.750,00
Rp. 87.750.00
Jumlah biaya produksi Rp.563.300,00
PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Februari 1997
(MPKP)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal (BB 100 %, BK 66 2/3 %) 150 st
Jumlah produk yang masuk proses 950 st
1.100 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan BB 100%, BK 66% 200 st
1.100 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Harga pokok dari Departemen A Jumlah biaya Biaya/st
21
Rp. 458.360,00 Rp. 495,35
Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Rp.1.056.410,00 Rp 995,93
* Jumlah seharusnya Rp. 889.815,00 terjadi selisih Rp. 3,00 karena pembulatan.
22
Soal Latihan
1. PT Remaja menyediakan informasi yang berhubungan dengan data produksi dan
biaya produksi bulan Januari sebagai berikut.
Departemen I Departemen II
Data Produksi
Produk yang dimasukkan dalam proses 60.000 st 46.000 st
Produk selesai yang ditransfer ke dep. II 46.000 st -
Produk selesai yang di transfer ke gudang - 40.000 st
Persd. produk dalam proses akhir 14.000 st 6.000 st
Tingkat penyelesaian persd. PDP akhir 100% BB, 40% BK 35% BK
Data biaya produksi
Biaya bahan Rp. 62.400,00 -
Biaya tenaga kerja Rp. 72.240,00 Rp. 71.400,00
Biaya overhead pabrik Rp. 63.840,00 Rp. 62.800,00
Diminta :
a. Laporan harga pokok produk departemen I dan II.
b. Jurnal untuk mencacat biaya produksi, produk dalam proses akhir dan produk selesai
ditransfer.
2. PT Kertaraharja menyediakan informasi tentang data produksi dan data biaya produksi
bulan Maret sebagai berikut.
Departemen I Departemen II
Data Produksi
Produk dalam proses awal bulan 5.000 st 6.000 st
Produk yang dimasukkan dalam proses 50.000 st 45.000 st
Produk selesai yang ditransfer ke dep. II 45.000 st -
Produk selesai yang ditransfer ke gudang - 42.000 st
Persd. produk dalam proses akhir 10.000 st 9.000 st
Tingkat penyelesaian persd. PDP awal 60% BB 30% BTK
40% BK 70% BOP
Tingkat penyelesaian persd. PDP akhir 100% BB 40% BTK
70% BK 80% BOP
Data biaya produksi
Harga pokok produk dalam proses awal
Harga pokok dari departemen I Rp. - Rp.259.800,00
Biaya bahan Rp. 40.000,00 -
Biaya tenaga kerja Rp. 50.000,00 Rp. 30.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 60.000,00 Rp. 80.000,00
Biaya produsi dikeluarkan bulan Maret
Biaya bahan Rp.510.000,00 Rp. –
Biaya tenaga kerja Rp.730.000,00 Rp.517.200,00
Biaya overhead pabrik Rp.980.000,00 Rp.658.000,00
23
Diminta :
a. Laporan harga pokok produk departemen I dan II menggunakan metode rata-rata.
b. Laporan harga pokok produk departemen I dan II menggunakan metode MPKP.
24
BAB II
PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN
Pada bab sebelumnya telah dibahas pengaruh produk hilang dalam proses,
produk rusak, dan produk cacat terhadap penentuan harga pokok produk per satuan.
Bagaimana halnya soal penentuan harga pokok produk bersama dan produk
sampingan? Pada bab III akan dibahas mengenai permasalahan tersebut.
A. Produk Bersama dan Biaya Bersama
Produk bersama ( joint product ) adalah dua macam produk atau lebih yang
dihasilkan melalui proses yang sama secara serentak arau melalui proses yang
berurutan, di mana masing-masing produk mempunyai nilai yang cukup tinggi.
Produk bersama berasal dari bahan baku yang sama. Apabila produk yang satu
jumlah produksinya ditambah maka produk lain juga bertambah meskipun
kenaikkannya tidak sama. Contoh produk bersama adalah daging nomor 1, daging
nomor 2, dan daging nomor 3 yang dihasilkan oleh perusahaan penghasil daging
lembu di mana lembu merupakan bahan bakunya. Contoh lain adalah bensin, oli,
minya tanah, dan jenis minyak lain yang dihasilkan oleh perusahaan pengeboran
minyak bumi.
Biaya yang terjadi untuk memproduksi produk bersama meliputi bahan baku dan
biaya pemrosesan. Biaya bahan baku dan biaya pemrosesan disebut biaya produk
bersama (joint product cost) yang sering pula disebut biaya bersama (joint cost)
biaya produk bersama dapat didefinisikan sebagai biaya yang timbul dari
pemrosesan atau pengolahan produk yang diproduksikan dari bahan mentah yang
sama. Biaya bersama terjadi sebelum dua produk atau lebih yang diolah secara
bersama-sama dan serentak dapat dipisahkan. Biaya bersama tidak dapat diikuti jejak
atau tidak dapat diidentifikasikan pada setiap produksi yang dihasilkan, sehingga
produk bersama sampai pada saat pemisahan sulit ditentukan harga pokoknya.
Apabila produk yang sudah dipisahkan dengan produk lainnya diproses lebih lanjut
maka biaya untuk proses lanjutan tersebut bukan biaya bersama, karena biaya
tersebut dapat diidentifikasi secara langsung dengan produk tertentu.
Biaya bersama juga disebut juga disebut sebagai biaya bergabung (common cost).
Yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk memproduksi dua macam produk atau lebih
dengan menggunakan fasilitas yang sama tetapi waktu pengolahannya tidak
bersamaan (bergantian). Contohnya perusahaan susu yang memproduksi susu coklat,
25
susu bayi, dan susu jenis lainnya. Produk tersebut diproses secara bergantian dengan
menggunakan fasilitas pabrik yang sama. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja dalam
pengolahan terebut dapat diidentifikasi pada tiap jenis produk. Biaya overhead
tersebut disebut biaya overhead (Joint overhead cost) atau biaya bergabung (common
sont), sedangkan produk yang dihasilkan disebut produk bergabung (common product.
Apabila dua macam produk atau lebih dikerjakan dalam waktu yang bersamaan,
tetapi berasal dari bahan baku yang berbeda dan menggunakan fasilitas yang berbeda
kecuali bangunan, maka produk itu disebut produk sekutu (co-product) bahan baku,
tenaga kerja dan fasilitas pabrik selain bangunan dapat diidentifikasi pada tiap
produk sekutu. Dengan demikian hanya biaya penyusutan bangunan, biaya
pemeliharaan bangunan, dan biaya asuransi bangunan, dan biaya lain-ain yang
berhubungan dengan bangunan merupakan biaya bersama.
B. Produk Sampingan
Produk sampingan (by – product) adalah produk yang secara relative mempunyai
nilai total kecil yang dihasilkan bersama-sama dengan produk lain yang mempunyai
nilai total besar. Produk yang mempunyai nilai total relative besar tersebut disebut
produk utama (main product). Istilahnya produk utama sering digunakan untuk
menyebut produk bersama. Produk sampingan merupakan produk yang tidak dapat
dihindari terjadinya. Disamping itu produk sampingan bukan merupakan tujuan dari
proses produksi. Produk sampingan dapat terjadi pada saat membersihkan produk
utama. Seperti gas dan tir yang dihasilkan pada perusahaan batu bara. Produk
sampingan juga dapat timbul sebagai akibat adanya sisa bahan atau produk rusak
dalam proses produksi. Dalam hal lain mungkin produk sampingan bukan timbul
dari proses produksi, melainkan timbul pada saat menyiapkan bahan mentah, seperti
pada pemintalan, pemisahan biji dari buah apel dan pemisahan kulit dari buah
cokelat dalam perusahaan sari buah.
Produk sampingan dapat dibedakan menjadi dua kelompok kelompok
berdasarkan layak tidaknya produk sampingan untuk dijual pada saat pemisahan dari
produk utama (split-off point) yaitu :
1. Produk sampingan yang tanpa diproses lebih lanjut sebelum dijual, dan
2. Produk sampingan yang harus diproses lebih lanjut sebelum dijual. Biaya produk
sampingan terjadi apabila produk sampingan tersebut memerlukan proses lanjutan
sebelum dijual.
C. Penentuan Harga Pokok Produk Bersama
26
Telah diuraikan di atas bahwa biaya produk bersama tidak dapat diikuti jejaknya,
sehingga harga pokok produk bersama sulit ditentukan. Meskipun demikian
manajemen berkepentingan untuk menentukan harga pokok tiap-tiap jenis produk
bersama, yaitu
1. Untuk penilaian persediaan dalam neraca,
2. Untuk penentuan pendapatan
3. Untuk mengetahui kontribusi maisng-masing jenis produk terhadap laba
perusahaan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, manajemen berupaya untuk mengalokasikan biaya bersama
kepada masing-masing jenis produk, sehingga harga pokok masing-masing produk
bersama dapat ditentukan. Alokasi biaya bersama dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu metode berikut.
1. Motode nilai pasar/jual (the market or sales value method).
2. Metode kuantitas/satuan fisik (the quantitative or phisychal method).
3. Metode biaya rata-rata per satuan (the average unit cost method)
4. Motode biaya rata-rata tertimbang (the wighted average method).
1. Metode Nilai Pasar
Metode ini banyak digunakan dengan alasan bahwa nilai pasar suatu produk
merupakan pencerminan dari biaya produksinya. Hal ini didasarkan suatu anggapan
bahwa nilai jual suatu produk lebih tinggi dibandingkan dengan produk lainnya
karena biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih tinggi dari produk lainnya. Oleh
karena itu, biaya bersama dialokasikan kepada masing-masing produk bersama
berdasarkan perbandingan nilai jualnya.
Contoh :
a. Metode nilai pasar, produk bersama dijual tanpa memerlukan proses lanjutan
setelah pemisahan
PT Wijaya memproduksi produk bersama AX, BX, CX, dan DX dengan jumlah
biaya produk bersama sebesar Rp. 240.000,00, Kuantitas yang diproduksi : AX 2.000
st, BX 1.500 st, CX 1.000 st, dan DX 1.500 st. Masing-masing produk dapat djual pada
saat pisah dengan harga persatuan : AX Rp. 5,00, BX Rp. 60,00, CX Rp. 70,00 dan DX
Rp. 100,00
Berdasarkan informasi di atas, maka alokasi biaya bersama sebesar Rp. 240.000,00
dapat diperiksa pada tabel alokasi berikut ini.
Tabel Alokasi Biaya Bersama
27
Produk Jumlah N. Pasar per Jumlah N Persentase N Pembagian
Bersama Produksi (ST) Unit (Rp) Pasar (Rp) Pasar (%) Biaya (Rp)
b. Metode nilai pasar, produk bersama perlu proses lanjutan sebelum dijual.
Apabila produk bersama baru dapat dijual setelah melalui proses lanjutan, maka
masing-maisng produk bersama tidak mempunyai nilai pasar pada saat pemisahan.
Oleh karena itu, apabila metode nilai pasar digunakan maka besarnya nilai pasar pada
saat pemisahan harus ditentukan. Nilai pasar yang ditentukan itu disebut nilai pasar
hipotetis. ( hypothetical market value). Nilai pasar hipotesis ditentukan dengan
mengurangkan biaya proses lanjutan terhadap nilai jual/pasar.
Misalnya informasi pada contoh kasus PT Wijaya di atas produk bersama perlu
proses lanjutan sebelum dijual. Biaya yang terjadi setelah pemisahan dan nilai jual
masing-masing produk adalah sebagai berikut.
Produk Biaya proses Lanjutan (Rp) Nilai Jual Per Satuan (Rp)
AX 4.000,00 10,00
BX 20.000,00 100,00
CX 20.000,00 90,00
DX 56.000,00 160,00
30
Jumlah produk 500
hilang 25.500
Produk yang
diproses
31
Persentase Pembagian
Produk Jumlah Angka Jumlah Satuan
Jumlah Satuan Biaya Bersama
Bersama Produksi Penimbang Tertimbang
Tertimbang (Rp)
AX 2.000 2 4.000 8,00 19.200
BX 1.500 8 12.000 24,00 57.600
CX 1.000 11,5 11.500 23,00 55.200
DX 1.500 15 22.500 45,00 108.000
Jumlah 6.000 50.000 100,00 240.000
Alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk dapat diperoleh dri hasil
kali antara jumlah satuan tertimbang dengan biaya per satuan tertimbang adalah Rp.
240.000,00 dibagi 50.000 atau Rp. 4,.80 dengan demikian alokasi biaya bersama adalah
sebagai berikut.
Produk AX = 4.000 x Rp 4,80 = Rp. 19.200,00
Produk BX = 12.000 x Rp. 4,80 = Rp 57.600,00
Produk CX = 11.500 x Rp 4,80 = Rp. 55.200,00
Produk DX = 22.500 x Rp 4,80 = Rp. 108.000,00
Jumlah = rp. 240.000,00
32
b. sebagai tambahan hasil penjualan produk utama,
c. sebagai pengurang harga pokok penjualan produk utama,
d. sebagai pengurang biaya produksi.
Metode II : Dengan Harga Pokok
Metode ini memperlancar hasil penjualan produk sampingan seperti yang
dilakukan pada metode I, tetapi diterapkan pada produk sampingan yang harus
diproses lebih lanjut sebelum dijual. Pada metode ini mengakui perlunya
membebankan sebagian biaya kepada produk sampingan. Produk sampingan hanya
dibebani biaya proses lanjutan dan biaya pemasaran untuk produk sampingan
tersebut.
Metode I dan metode II di atas disebut metode tanpa harga pokok (non cost method)
2. Sebagian dari biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan
Di samping dua metode pada paragraph di atas, masih ada satu metode, yaitu
metode III.
Metode III : Metode nilai pasar
Metode nilai pasar disebut juga metode harga pokok mundur ( the market
value/reversel cost method)
Pada metode ini, harga pokok persediaan produk sampingan adalah jumlah biaya
yang dialokasikan pada produk sampingan ini ditambah biaya pemrosesan lanjutan.
Contoh Metode I
Misalnya PT Wijaya menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produksi dalam bulan januari
Persediaan produk selesai (Produk utama) awal bulan 100 saaatuan @ 150,00.
Biaya produksi bulan Januari Rp. 165.000,00
Produksi bulan Januari sebanyak 1.100 satuan produk utama dan 300 satuan
produk sampingan. Biaya administrasi dan pemasaran Rp. 20.000,00. Penjualan
produk utama 1.000 satuan @ Rp. 250,00 dan 300 satuan produk sampingan @ Rp.
50,00
Berdasarkan data diatas diminta untuk menyusun laporan rugi-laba PT Wijaya
untuk bulan Januari, jika pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai
a. pendapatan lain-lain
b. tambahan hasil penjualan produk utama
c. pengurang harga pokok penjualan produk utama,
33
d. pengurang biaya produksi.
Penyelesaian :
a. Hasil penjualan produk sampingan sebagai sebagai pendapatan lain-lain.
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari
b. Hasil penjualan produk sampingan sebagai tambahan hasil penjualan produk utama
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari
34
Laba usaha pajak Rp. 95.000,00
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari
35
Misalnya informasi yang diperoleh dari PT Wijaya pada contoh metode I direvisi sebagai
berikut.
PT Wijaya menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produk selesai (produk utama) awal bulan 100 satuan @ Rp. 150,00
Biaya produksi dalam bulan januari Rp. 165.000,00
Produksi bulan januari sebanyak 1.100 satuan produk utaman dan 300 satuan produk
sampingan.
Biaya administrasi dan pemasaran Rp. 20.000,00.produk sampingan baru dapat dijual apabila
diproses lanjut setelah pemisahan dari produk utama. Biaya pemrosesan lanjutan Rp.
5.000,00. Biaya administrasi dan pemasaran untuk produk sampingan sebesar Rp. 3.000,00
Penjualan produk utama 1.000 satuan @ Rp. 250,00 dan 300 satuan produk sampingan @ Rp.
85,00
Berdasarkan data di atas diminta untuk menyusun laporan rugi laba PT Wijaya untuk
bulan Januari, jika pendapatan, produk sampingan diperlakukan se4bagai
a. pendapatan lain-lain c. Pengurang harga pokok penjualan produk utama.
b. tambahan hasil penjualan produk utama d. pengurang biaya produksi.
Penyelesaiaan :
a. Hasil penjualan produk sampingan sebagai pendapatan lain-lain.
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari
Di muka telah diuraikan beberapa metode alokasi biaya bersama dengan tujuan
untuk penilaian persediaan dalam neraca, penentuan pendapatan, dan untuk
mengetahui kontribusi masing-masing jenis produk terhadap laba perusahaan secara
keseluruhan. Dengan mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing jenis
produk bersama dapat diketahui harga pokok per satuan dari masing-masing produk
bersama tersebut. Dengan demikian dapat diketahui produk mana yang memberikan
laba terbesar dan produk mana yang memberikan kontribusi laba terkecil, atau
mungkin dapat diketahui produk mana yang tidak memberikan kontribusi laba atau
bahkan menderita rugi.
Alokasi biaya bersama tidak dimaksudkan untuk memprtimbangkan produk
mana yang tetap harus diproduksi dan produk mana yang harus dihentikan
produksinya. Manajemen tidak dapat menghentikan memproduksi suatu produk
dengan pertimbangan bahwa produk tersebut tidak memberikan kontribusi laba atau
rugi, karena dua alasan :
1. Metode-metode alokasi biaya bersama tidak mencerminkan aliran biaya bersama
tersebut kepada masing masing produk bersama.
2. Suatu produk yang masuk produk bersama tidak dapat dihindarkan terjadinya.
Dengan demikian alokasi biaya bersama tidak dimaksudkan untuk mengambil
keputusan apakah suatu produk langsung dijual setelah titik pisah (split – off point)
ataukah diproses lebih lanjut. Apabila manajemen ingin mempertimbangkan apakah
prosuk langsung dijual setelah titik pisah ataukah diproses lebih lanjut baru
kemudian dijual, maka yang relevan harus mempertimbangkan adalah pendapatan
tambahan (differential revenues) dan biaya tambahan. (differentials costs). Apabila
pendapatan tambahan lebih besar dari biaya tambahan akibat pemrosesan lanjutan
39
maka keputusan yang diambil adalah memproses lebih lanjut produk tersebut.
Sebaliknya, apabila pendapatan tambahan lebih kecil dari biaya tambahan maka
keputusan yang diambil adalah tidak memproses lebih lanjut produk tersebut.
Contoh :
Misalnya perusahaan menghasilkan produk bersama terdiri atas produk A dan
produk B masing-masing 300 satuan dan 200 satuan. Biaya bersama sebesar Rp.
400.000,00 dialokasikan dengan metode rata-rata biaya per satuan. Jadi, harga pokok
per satuan produk A maupun B adalah Rp. 800,00. Produk A laku dijual Rp. 1.200,00
persatuan, dan produk B laku dijual dengan harga Rp. 700,00 per satuan. Apabila
produk B diproses lebih lanjut setelah titik pisah dengan biaya proses lanjutan sebesar
Rp. 50.000,00 maka dapat dijual dengan harga Rp. 1.200,00 per satuan.
Berdasarkan informasi di atas maka menajemen dapat memprtimbangkan alternatif
pengambilan keputusan sebagai berikut.
1. Jika produk A dan B langsung dijual setelah titik pisah, maka perusahaan
memperoleh laba dari produk A Rp. 120.000,00 atau 300 x (Rp 1.200,00 – Rp
800,00 )mdan dari produk B menderita rugi Rp. 20.000,00 atau 200 x ( Rp 800,00 –
Rp 700,00). Secara keseluruhan perusahaan memperoleh laba Rp. 100.000,00 Dalam
hal ini, manajemen tidak dapat memutuskan untuk tidak memproduksi produk B,
karena biaya bersama Rp. 400.000,00 tetap terjadi. Disamping itu, biaya bersama
untuk produk B juga tidak dapat dihindari.
2. Manajemen dapat mempertimbangkan untuk mengambil keputusan apakah
produk B dijual setelah titik pisah ataukah dijual setelah diproses lebih lanjut.
Dalam hal ini, yang harus dipertimbangkan adalah penghasilan tambahan dan
biaya tambahan karena proses lanjutan tersebut. Berdasarkan informasi diatas
biaya tambahan Rp 50.000,00 sedangkan pendapatan tambahan 200 x (Rp 1.200,00 –
Rp 700,00 ) atau Rp. 100.000,00. Karena pendapatan tambahan lebih besar dari
biaya tambahan maka dalam kasus ini keputusan yang sebaiknya diambil adalah
memproses lebih lanjut produk B, baru kemudian menjualnya dengan harga Rp.
1.200,00 per satuan. Dengan alternatif keputusan ini perusahaan memperoleh
tambahan pendapatan bersih sebesar Rp. 50.000,00. Sehingga secara keseluruhan
memperoleh laba Rp. 150.000,00
Soal Latihan
40
1. PT Permata mengahasilkan tiga macam produk, yaitu X, Y, dan Z dari suatu
produk bersama. Jumlah biaya produksi bersama Rp. 600.000,00. Berikut ini
adalah data yang berhubungan dengan pemrosesan lanjutan setelah titik pisah.
Nilai Pasar
Nilai Pasar Biaya Proses
Produk Satuan Stlah Proses
Pada Titik Pisah Lanjutan
Lanjutan
41
produk sampingan @ Rp. 75,00. Berdasarkan data di atas diminta untuk
menyusun laporan rugi laba PT adi Jaya untuk bulan Januari, jika pendapatan
produk sampingan diperlakukan sebagai :
a. pendapatan lain-lain
b. tambahan hasil penjualan produk utama,
c. pengurang harga pokok penjualan produk utama,
d. pengurang biaya produksi.
4. Suatu proses bersama menghasilkan tiga macam produk, yaitu A, B, dan C
yang dapat dijual pada pemisahan ataupun setelah diproses lebih lanjut. Biaya
produk bersama adalah Rp. 500.000,00 yang dialokasikan kepada masing-
masing produk dengan metode nilai pasar. Berikut adalah data yang relevan.
Nilai Pasar Nilai Pasar
Biaya Proses
Produk Satuan Pada Titik Stlah Proses
Lanjutan
Pisah Lanjutan
A 20.000 Rp. 450.000,00 Rp 200.000,00 Rp. 50.000,00
B 15.000 Rp. 750.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 450.000,00
C 15.000 Rp. 300.000,00 Rp. 180.000,00 Rp. 300.000,00
Rp. 1.500.000,00 Rp. 580.000,00 Rp. 2.200.000,00
42
BAB IV
SISTEM BIAYA STANDAR
Secara garis besar sistem biaya dalam penentuan harga pokok produk dapat
dibedakan menjadi dua yaitu sistem harga pokok sesungguhnya (actual costing
system). Metode – metode harga pokok yang telah dibahas sebelumnya termasuk
sistem harga pokok sesungguhnya. Pada bab ini dan bab berikutnya akan dibahas
system harga pokok (biaya) standar.
A. Pengertian
Sistem harga pokok sesungguhnya adalah penentuan harga pokok produk
atau penyerahan jasa berdasarkan biaya bahan yang sesungguhnya, biaya tenaga
kerja yang sesungguhnya, dan biaya overhead pabrik yg sesungguhnya. Sistem
harga pokok yang sesungguhnya disebut juga sistem harga pokok historis
( historical cost system). Adapun system harga pokok standar adalah penentuan
harga pokok produk atau penyerahan jasa berdasarkan biaya yang seharusnya
terjadi untuk satu-satuan produk. Harga pokok standar ditetapkan sebelum produk
dibuat atau sebelum suatu kegiatan dilakukan. Dalam menentukan harga pokok
atau biaya standar suatu perusahaan harus mempertimbangkan kondisi social
ekonomi dan teknologi tertentu.
Harga pokok standar ditetapkan berdasarkan biaya bahan, biaya tenaga kerja,
dan biaya overhead pabrik yang seharusnya terjadi. Apabila biaya yang
sesungguhnya terjadi berbeda dengan biaya standar maka biaya standarlah yang
43
dianggap benar, kecuali apabila kondisi yang dipakai sebagai dasar penentuan
standar sudah tidak berlaku lagi, misalnya kondisi ekonomi mengalami perubahan
secara dratis atau sumber daya manusia yang berkualitas tidak dapat dipenuhi.
Selisih antara biaya standar dengan biaya yang sesungguhnya ini akan dianalisis
untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya selisih.
Perbedaan antara kedua system harga pokok di atas dapat dideskripsikan
dalam tabel berikut ini.
Tabel Perbedaan Antara Sistem Harga Pokok Historis dan Sistem Harga Pokok
Standar
45
3. Standar yang dapat dicapai ( attainable standards ). yaitu penetapan biaya standar
didasarkan pada asumsi-asumsi :
a. berdasarkan harga bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang
wajar.
b. pemakaian tenaga kerja yang wajar ( bukan dalam kondisi yang optimal ).
c. ada kejadian produk cacat yang normal.
d. perusahaan berproduksi pada kapasitas normal dan bukan pada kapasitas
penuh.
Kst x Hst
( Kst x Hst ) – ( Ks x Hs )
Berdasarkan contoh PT Remaja di atas selisih bahan baku dihitung sebagai berikut.
SHB = 18 ( Rp 900.,00 – Rp. 1.000,00)
SHB = Rp. 1.800,00 (favorable = F = menguntungkan)
b. Selisih Kuantitas Pemakaian bahan Baku (SKB)
Adanya informasi selisih kuantitas pemakaian bahan baku akan berguna bagi
pimpinan perusahaan untuk mengetahui kinerja departemen produksi (mesin,
listrik, atau kimia) dan departemen perencanaan produk. Selisih kuantitas terjadi
apabila standar dan kuantitas pemakaian bahan yang sesungguhnya.
SKB = Hst (Ks – Kst )
Berdasarkan contoh PT Remaja di atas selisih kuantitas bahan baku dihitung
sebagai berikut.
SKB = Rp. 1.000,00 ( 18 – 15)
SKB = Rp. 3.000,00 ( unfavorable )
Analisis selisih biaya bahan baku dengan metode dua selisih tersebut dapat
dilukiskan seperti pada gambar berikut.
harga
1.000,00
900,00 SKB = Rp. 1.800,00
SKB = Rp. 3.000,00
48
0 15 18 kuantitas
49
Berdasarkan pada contoh PT Remaja di atas jam standarnya adalah 25 jam kerja
langsung (=2,50 jam langsung x 10). Selisih biaya tenaga kerja langsung atau selisih
upah langsung dihitung sebagai berikut.
Selisih BTKL = (25 x Rp 600,00 ) – ( 30 x Rp 500,00 ) = Rp 0
b. Metode Dua Selisih
Dalam metode ini, selisih biaya tenaga kerja dianalisis menjadi dua jenis selisih,
yaitu selisih tarif upah dan selisih sebagai berikut.
50
samping anggaran biaya overhead pabrik disusun berdasarkan tingkat kapasitas
tertentu, anggaran biaya overhead pabrik dapat pula disusun untuk berbagai
tingkat kapasitas yang dsebut anggaran fleksibel. Kedua jenis anggaran tersebut
berguna untuk pengendalian biaya.
Di dalam anggaran fleksibel, nampak bahwa anggaran total biaya tetap adalah
konstan pada berbagai tingkat kapasitas yang masih dalam suatu kisaran (range)
tertentu. Di sisi lain, anggaran biaya variable bervariasi secra proporsional pada
berbagai tingkat kapasitas. Dengan demikian, semakin besar kapasitasnya semakin
kecil anggaran biaya tetap per satuan. Anggaran biaya veriable per satuan adalah
tidak berubah (konstan) pada berbagai tingkat kapasitas. Perhatikan pengaruh
tingkat kapasitas (volume ) terhadap anggaran biaya overhead pabrik per unit
pada contoh anggaran fleksibel berikut ini.
51
atau satuan produk. Berikut ini contoh penyusunan anggaran fleksibel dan
penentuan tarif biaya overhead pabrik standar.
PT ABC
Anggaran Fleksibel Bulanan
Departemen C
Kap. Normal
Produksi 800 st 1.000 st 1.200 st
Jam kerja langsung 3.200 4.000 4.800
BOP Variabel
Upah Rp. 1.600,00 Rp. 2.000,00 Rp. 2.400,00
Bahan penolong Rp. 960,00 Rp. 1.200,00 Rp. 1.440,00
Suplai Rp. 640,00 Rp. 800,00 Rp. 960,00
Reparasi dan pemeliharaan Rp. 480,00 Rp. 600,00 Rp. 720,00
Listrik Rp. 160,00 Rp. 200,00 Rp. 240,00
Jumlah BOP Variabel Rp. 3.840,00 Rp. 4.800,00 Rp. 5.760,00
BOP Tetap
Supurvisor Rp. 1.200,00 Rp. 1.200,00 Rp. 1.200,00
Penyusutan Mesin Rp. 700,00 Rp. 700,00 Rp. 700,00
Asuransi Rp. 250,00 Rp. 250,00 Rp. 250,00
Pajak Kekayaan Rp. 250,00 Rp. 250,00 Rp. 250,00
Listrik Rp. 400,00 Rp. 400,00 Rp. 400,00
Reparasi dan pemeliharaan Rp. 400,00 Rp. 400,00 Rp. 400,00
Jumlah BOP Tetap Rp. 3.200,00 Rp. 3.200,00 Rp. 3.200,00
Jumlah Total BOP Rp. 7.040,00 Rp. 8.000,00 Rp. 8.960,00
Tarif BOP standar yang ditentukan berdasarkan jam kerja kangsung pada
kapasitas normal 4.000 jam kerja langsung adalah sebagai berikut.
Anggaran BOP Total
Tarif BOP Standar Total =
Jumlah Jam Kerja Langsung
= Rp. 8.000,00
52
4.000 jkl
= Rp. 2,00 per jkl
Tarif BOP Standar terdiri atas tariff BOP Variabel dan tariff yaitu sebagai
berikut.
53
BOP Sesungguhnya – BOP Standar = Rp. 7.384,00
- (4 jkl x 850 x Rp 2,00 ) = Rp. 7.384,00 – Rp 6.800,00 = Rp 584,00 ( unfavorable )
Tarif BOP sebesar Rp. 2,00 terdiri tariff BOP tetap Rp 0,80 dan tariff BOP variabel
Rp. 1,20.
Selisih BOP tersebut dapat tersebut dapat dianalisis lebih lanjut ke dalam metode –
metode berikut ini.
1. Metode dua selisih ( The two variance method)
2. Metode tiga selisih (The three varience method)
3. Metode empat selisih ( The four variance method )
Pembahasan analisis selisih BOP ini akan dijelaskan sebgai berikut ini.
1. Metode Dua Selisih
( The Two Variance Method )
Apabila metode ini digunakan , maka selisih BOP dianalisis menjadi dua, yaitu
selisih terkendali ( controllable varience )dan selisih volume (volume varience ). Selisih
terkendali adalah selisih antara biaya yang sesungguhnya terjadi dan anggaran
fleksibel pada jam standar untuk produk yang sesungguhnya, sedangkan selisih
volume adalah selisih antara anggaran fleksibel pada jam yang dibebankan untuk
produksi yang sesungguhnya dan biaya yang dibebankan berdasarkan tariff
standar.
Berdasarkan data PT ABC di atas selisih BOP sebesar Rp. 584,00 dapat dianalisi
menjadi selisih terkendali dan selisih volume sebagai berikut.
BOP sesungguhnya Rp. 7.384,00
BOP anggaran fleksibel pada jam standar
Tetap Rp. 3.200,00 Sel. Terkendali Rp. 104,00 (UF)
Variable ( 3.400 jkl @ Rp 1,20 ) Rp. 4.080,00
Rp. 7.280,00
54
Kapasitas standar pada produksi sesungguhnya 3.400 jkl ( - )
Selisih volume dalam jam (unfavorable ) 600 jkl
Tarif BOP tetap Rp. 0,80
Selisih volume ( 600 jkl @ Rp. 0,80) = Rp. 480,00
55
Apabila metode ini digunakan maka selisih Rp 543,00 tersebut dapat
dianalisis menjadi empat selisih, yaitu selisih anggaran, selisih kapasitas, selisih
efisiensi variabel dan selisih efisiensi tetap. Selisih anggaran dan selisih
kapasitas pada metode ini sama dengan selisih anggaran dan selisih kapasitas
pada metode tiga selisih. Adapun selisih efisiensi variabel dan selisih tetap
merupakan pemecahan dari selisih efisiensi pada metode tiga selisih. Selisih
efisiensi dari unsure variabel., sedangkan selisih efisiensi tetap merupakan
selisih efisiensi dari unsur biaya tetap.
Selisih efisiensi sebesar Rp. 150,00 (unfavorable) pada metode tiga selisih
dipecah menjadi dua yaitu selisih variabel dan selisih efisiensi tetap sebagai
berikut.
Selisih efesiensi variabel = TVst ( Js – Jst )
= Rp. 1,20 ( Rp 3.475,00 – Rp 3.400,00
= Rp. 90,00 (unfavorable)
Selisih efisiensi tetap = TTst ( Js – Jst )
= Rp. 0,80 ( Rp. 3.475,00 – Rp 3.400,00 )
= Rp. 60,00 (unfavorable)
Analisis selisih BOP di atas dapat dirangkum pada bagan berikut.
BOP sesungguhnya Rp. 7.384,00 metode 2 selisih metode 3 selisih metode 4 selisih
Sel. Ef – Tetap
Rp. 60,00 (UF)
Variabel (3.400 jkl @ Rp. 1,20 Rp. 4.080,00
56
Rp. 6.800,00
Jumah selisih BOP Rp. 584,00 (UF) Rp.584,00 (UF) Rp. 584,00 (UF)
Hubungan antara metode- metode dua selisih, tiga selisih dan empat selisih
adalah sebagai berikut.
Metode Dua Selisih Metode Empat selisih Metode Tiga Selisih
58
Ks : Bahan dasar = 10.000 kg + 162.000 kg – 15.000 kg = 157.000 kg
Sirup = 12.000 kg + 30.000 kg – 4.000 kg = 38.000 kg
Gula = 15.000 kg + 32.000 kg – 11.000 kg = 36.000 kg
Kst : Bahan dasar = (800 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 160.000 kg
Sirup = (200 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 40.000 kg
Gula = (200 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 40.000 kg
3.a Selisih harga bahan baku = Ks( Hs – Hst )
Bahan dasar 157.000 (Rp. 240,00 – Rp 250,00 ) = Rp. 1.570.000,00 (F)
Sirup 38.000 (Rp 420,00 – Rp 400,00 ) = Rp. 760.000,00 (UF)
Gula 36.000 (Rp 110,00 – Rp. 100,00 ) = Rp. 360.000,00 (UF)
Jumlah selisih harga bahan baku = Rp. 450.000,00 (F)
b. Selisih kuantitas bahan baku = Hst( Ks – Kst )
Bahan dasar Rp. 250,00 ( 157.000 – 160.000 ) = Rp. 750.000,00 (F)
Sirup Rp. 400,00 (38.000 – 40.000 ) = Rp. 800.000,00 (F)
Gula Rp. 100.000 (36.000 – 40.000 ) = Rp. 400.000,00 (F)
Jumlah selisih harga bahan baku = Rp. 1.950.000,00 (F)
4.a Selisih komposisi bahan baku = Hst ( Komp. S – Komp. St)
Bahan dasar Rp. 250,00 ( 157.000 – 154.000 ) = Rp. 750.000,00 (UF)
Sirup Rp. 400,00 (38.000 – 38.500 ) = Rp. 200.000,00 (F)
Gula Rp. 100.000 (36.000 – 38.500 ) = Rp. 250.000,00 (F)
Jumlah selisih komposisi bahan baku = Rp. 300.000,00 (F)
Perhitungan komposisi standar
Jumlah bahan baku yang sesungguhnya dipakai ( Kg) 157.000 + 38.000 + 36.000 = 231.000
Jumlah bahan baku yang sesungguhnya dipakai ( Kg) 157.000 + 38.000+36.000 = 231.000
250 + 400 + 100
Harga rata-rata standar = = 250,00
3
Komposisi standar
Bahan dasar = 231.000 kg x 800 kg/ 1.200 kg = 154.000 kg
Sirup = 231.000 kg x 200 kg/ 1.200 kg = 38.500 kg
Gula = 231.000 kg x 200 kg/ 1.200 kg = 38.500 kg
Selisih komposisi bahan baku dapat pula dihitung dengan cara berikut ini.
Kuantitas sesungguhnya menurut harga standar
Bahan dasar 157.000 @ Rp 250,00 = Rp. 39.250.000,00
Sirup 38.000 @ Rp 400,00 = Rp. 15.200.000,00
Gula 36.000 @ Rp. 100,00 = Rp. 3.600.000,00
Jumlah = Rp. 58.050.000,00
Kuantitas sesungguhnya menurut harga standar
Rata-rata tertimbang 231.000 kg x 250,00 kg = Rp. 57.750.000,00
Selisih komposisi bahan baku = Rp. 300.000,00 (UF)
59
b. Selisih hasil bahan baku
Selisih hasil bahan adalah hasil sesungguhnya dikurangi hasil yang diharapkan
dikalikan dengan biaya standar bahan baku.
Hasil (permen) sesungguhnya 200.000 kg
Hasil yang diharapkan dari bahan baku 231.000 kg =
231.000 kg x 1.000 kg/1.200 kg = 192.000 kg (-)
Selisih 7.500 kg
Standar biaya bahan baku per kg = 300.000/10.000 = Rp 300,00
Selisih hasl bahan baku 7.500 kg x Rp 300,00 = Rp. 2.250.000,00
Selisih hasil bahan baku dapat pula dihitung dengan cara berikut ini.
Kuantitas produk selesai (permen) dikalikan biaya bahan standar
200.000 kg @ Rp. 300,00 = Rp 60.000.000,00
Kuantitas bahan baku sesungguhnya (total) menurut harga standar
Rata-rata tertimbang 231.000 kg @ Rp. 250,00 = Rp. 57.750.000,00
Selisih hasil bahan baku = Rp. 60.000.000,00 – Rp 57.750.000,00= Rp. 2.250.000,00
60
dikalikan standar biaya tenaga kerja langsung. Selisih hasil upah langsung dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
SHUL = UL st ( Hs – Hh)
61
a. Menghitung selisih biaya tenaga kerja langsung.
b. Menganalisis selisih biaya tenaga kerja langsung ke dalam selisih tariff upah
langsung, selisih efisiensi upah langsung.
Berdasarkan contoh tersebut, maka dapat dibuat penyelesaian sebagai berikut.
a. Selisih biaya tenaga kerja langsung = (Js x Ts) – (Jst x Tst)
= (3.800 x Rp 6.080,00) – (4.000 x Rp 6.000,00)
= Rp. 896.000,00 (F)
b. Selisih tariff upah langsung = Js (Ts – Tst)
= 3.800 x (Rp. 6.080,00 – Rp 6.000,00)
= Rp. 304.000, 00 (UF)
c. Selisih hasil upah langsung
Hasil sesungguhnya 200.000 kg
Hasil yang diharapkan dari bahan baku 231.000 kg
( 231.000 x 1.000 kg/1.200 kg) 192.500 kg (-)
Selisih hasil 7.500 kg
Standar upah langsung per kg Rp 1.200
Selisih hasil upah langsung 7.500 kg @ Rp 120,00 = Rp. 900.000,00 (F)
Selisih hasil upah langsung dapat pula dihitung dengan cara sebagai berikut.
Jam standar pada produksi sesungguhnya 4.000 jkl
Jam standar pada produksi yang diharapkan 3.850 jkl
Tariff upah langsung per jam kerja langsung Rp. 6.000,00
Selisih hasil upah langsung yaitu, Rp. 6.000,00 (4.000 – 3.850 ) atau Rp.
900.000,00 (F)
d. Selisih efesiensi upah langsung : Tst (Jst Hh – Js)
Rp. 6.000,00 (3.850 – 3.800 )
= Rp. 300.000,00 (F)
64
Selisih hasil BOP favorable Rp. 750.000,00
4.Selisih anggaran BOP adalah selisih antara BOP sesungguhnya dengan BOP anggaran
fleksibel pada jam sesungguhnya.
BOP sesungguhnya Rp. 22.000.000,00
BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya
Biaya tetap Rp. 12.000.000,00
Biaya variabel 3.800 jkl @ Rp 2.000,00 Rp. 7.600.000,00
Rp. 19.600.000,00
Selisih anggaran BOP unfavorable Rp. 2.400.000,00
5. Selisih kapasitas adalah selisih antara BOP anggaran fleksibel pada jam
sesungguhnya dengan BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya.
BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya Rp. 19.600.000,00
BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya
Biaya tetap 3.800 jkl @ Rp. 3.000,00 Rp. 11.400.000,00
Biaya variabel 3.800 jkl Rp. 2.000,00 Rp. 7.600.000,00
Rp. 19.000.000,00
Selisih kapasitas unfavorable Rp. 600.000,00
T : Tarif BOP
Js : Jam sesungguhnya
Jst Hh : Jam standar dari hasil yang diharapkan
65
Selisih efisiensi BOP : Rp. 5.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 250.000,00 (F)
7. Selisih efisiensi BOP dapat danalisis menjadi selisih efisiensi BOP tetap dan selisih
efisiensi BOP variabel. Perhitungan selisih efisiensi BOP tetap dan selisih BOP variabel
dapat menggunakan rumus perhitungan selisih efisiensi BOP yang disebutkan di atas
dengan mengganti tarif BOP menjadi tarif BOP tetap atau tarif BOP variabel.
Selisih efisiensi BOP tetap TT (Js – Jst Hh)
Rp. 3.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 150.000,00 (F )
Selisih efisiensi BOP variabel TV ( Js – Jst Hh )
Rp. 2.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 100.000,00 (F)
66
SOAL LATIHAN
1. PT maju menggunakan 12 meter pipa alumunium dengan harga Rp. 80,00 per meter
sebagai standar untuk memproduksi sejenis kursi. Dalam bulan januari terjadi
pembelian 100.000 meter pipa @ Rp. 78,00 dan memproduksi 7.200 buah kursi dengan
menggunakan 87.300 meter pipa
Diminta :
a. Menghitung selisih biaya bahan baku (metode satu selisih).
b. Menghitung selisih harga bahan baku dan selisih kuantitas bahan baku yang
dipakai (metode dua selisih).
2. PT Remaja telah memproduksi 10 buah kemeja dengan memakai bahan baku
(kain) sebanyak 20 meter dengan harga Rp. 1.000,00 per meter. Standar biaya
bahan baku yang ditetapkan pada awal tahun adalah 1,70 mater kain
@ Rp. 900,00. jam kerja yang sesungguhnya 30 jam dan tarif upah yang
dibayarkan Rp 550,00 per jam. Adapun standar biaya tenaga kerja yang
ditetapkan adalah 2,5 jam kerja per buah kemeja dengan tarif standar Rp. 600,00
per jam.
Diminta :
Menganalisis selisih biaya bahan dan biaya tenaga kerja dengan menggunakan
metode satu selisih dan dua selisih.
3. Proses pengolahan suatu barang memerlukn 0,8 jam kerja langsung per satuan.
Tarif upah standar Rp. 675,00 per jam. Produksi yang sesungguhnya dihasilkan
bulan Januari 2.000 satuan dengan mempekerjakan tenaga kerja langsung 1.580
jam @ Rp. 690,00 per jam.
Diminta :
Analisis selisih BOP dengan model satu selisih dan dua selisih.
4. PT ABC memiliki anggaran sebagai berikut.
Biaya overhead pabrik variabel Rp. 4.800,00
Biaya overhead pabrik tetap Rp. 3.200,00
Kapasitas normal 1.000 produk atau 4.000 jam kerja langsung
Tarif BOP standar yang ditentukan berdasarkan jam kerja langsung pada
kapasitas normal adalah Rp. 2,00 per jkl, taif BOP variabel Rp. 1,20 per jkl, tarif
BOP – tetap Rp. 0,80 per jkl
Jumlah produk ekuivalen 850 satuan
Jumlah jam kerja langsung sesungguhnya 8.450 jkl
67
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya Rp. 8.000,00
Berdasarkan data tersebut Anda diminta untuk menganalisis selisih biaya
tenaga kerja dengan metode : (a) dua selisih, (b) tiga selisih.
5. Berikut ini adalah data dari suatu departemen fiishing dalam triwulan pertama.
Jumlah BOP sesungguhnya Rp. 1.780.000,00
Anggaran BOP Rp. 1.100.000,00 ditambah Rp. 5,00 per jam kerja langsung.
Tarif BOP Rp. 15,00 per kerja langsung.
Tarif BOP Rp 15,00 per jam kerja langsung.
Selisih anggaran Rp. 80.000,00 (UF) dan selisih efisiensi Rp. 90.000,00 ( UF).
Diminta :
a. Jam kerja langsung sesungguhnya dalam triwulan pertama.
b. Jumlah jam standar untuk produksi selama tri wulan pertama.
6. PT Perkasa menghasilkan produk dengan biaya standar per satuan sebagai
berikut.
Bahan baku 24 kg @ Rp. 300,00 Rp. 7.200,00
Upah langsung 6 jam @ Rp. 650,00 Rp. 3.900,00
BOP 6 jam Rp. 75,00 Rp. 450,00
Biaya standar per satuan Rp. 11.550,00
Biaya overhead pabrik didasarkan pada anggaran fleksibel berikut (kapasitas
normal 45.000 jam kerja langsung).
Kapasitas (Jam kerja langsung) 40.000 jkl 45.000 jkl 50.000 jkl
Biaya Variabel Rp. 200.000,00 Rp. 225.000,00 Rp. 250.000,00
Biaya Tetap Rp. 112.500,00 Rp. 112.500,00 Rp. 112.500,00
Jumlah Rp. 312.500,00 Rp. 337.500,00 Rp. 362.500,00
Dalam bulan April telah dihasilkan 390.000 kg produk selesai dan dikeluarkan
dari gudang bahan untuk produksi sebanyak 500.000 kg sebagai berikut.
69
Untuk menghasilksn 200 kg produk selesai tersebut diperlukan 25 jam kerja
langsung @ Rp. 800,00 per jam. Jam kerja langsung sesungguhnya pada bulan
Mei 8.000 jam dan upah langsung yang terjadi Rp. 6.480.000,00. BOP
dibebankan berdasarkan jam kerja langsung dengan tarif Rp. 300,00 (Rp 100,00
variabel dan Rp 200,00 tetap ). Biaya overhead pabrik pada kapasitas normal
Rp. 3.000.000,00 atau 10.000 jam kerja langsung. BOP sesungguhnya bulan Mei
Rp. 2.800.000,00. jumlah produk yang dihasilkan 70.000 kg.
Diminta :
a. Selisih harga pembelian, selisih komposisi bahan dan selisih hasil baham.
b. Selisih tarif upah langsung, selisih hasil upah langsung, dan selisih efisiensi
upah langsung.
c. 1) Selisih terkendali, selisih volumeh hasil BOP.
2) Selisih anggaran, selisih kapasitas, selisih efisiensi tetap, selisih efisiensi
variabel dan selisih hasil BOP.
70