Anda di halaman 1dari 70

BAB I

METODE HARGA POKOK PROSES

Pada buku akuntansi biaya terdahulu telah diuraikan bahwa pengumpulan harga
pokok produk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode harga pokok pesanan dan
metode harga pokok proses. Metode harga pokok pesanan telah dibahas pada buku jilid
pertaman, sedangkan meode harga pokok proses akan dibahas pada bab I ini.
A. Pengertian
Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok
produk yang diterapkan pada perusahaan manufaktur yang berproduksi secara masa.
Perusahaan manufaktur yang berproduksi secara masa memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. sifat produk kontinu
2. tujuan produksi mengisi persediaan gudang
3. bentuk produk standar
Contoh perusahaan manufaktur yang mempunyai sifat kontinu adalah perusahaan
kertas, perusahaan semen, perusahaan pupuk, dan perusahaan tekstil.
Pengumpulan harga pokok produk dengan metode harga pokok proses yang
dibahas pada bab ini didasarkan atas asumsi bahwa perusahaan mengolah hanya
satu macam produk.
B. Karakteristik Pengumpulan Harga Pokok Produk dalam Metode Harga Pokok
Proses.
Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok
proses memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. sifat produksinya kontinu (terus-menerus)
2. pengumpulan harga pokok produk, dilakukan secara periodic, misalnya setiap bulan
3. Perhitungan harga pokok per satuan dilakukan setiap akhir periode, misalnya setiap
akhir bulan.
4. Perhitungan harga pokok per satuan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah biaya periode tertentu


Harga Pokok Per Satuan =
Jumlah satuan produksi periode ybs
bersangkutan

1
C. Biaya Produksi dalam Metode harga Pokok Proses
Apabila dalam metode harga pokok pesanan biaya produksi digolongkan ke
dalam biaya bahan baku, upah langsung, dan biaya overhead pabrik, maka dalam
metode harga pokok proses biaya produksi digolongkan ke dalam biaya bahan, biaya
tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
1. Biaya Bahan
Biaya bahan meliputi pemakaian bahan baku dan bahan penolong. Bahan
penolong tidak dimasukkan dalam golongan biaya overhead pabrik seperti yang
dilakukan dalam metode harga pokok pesanan. Biaya bahan dibebankan secara
langsung pada produksi (berdasarkan biaya bahan yang sesungguhnya terjadi)
2. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja meliputi upah langsung, upah tidak langsung dan semua biaya
yang berhubungan langsung dan semua biaya yang berhubungan langsung dengan
tenaga kerja bagian produksi, seperti tunjangan kesehatan, tunjungan makan, seperti
tunjangan kesehatan, tunjangan makan, pakaian kerja, tunjangan perumahan, dan
tunjangan pendidikan. Biaya tenaga kerja dibebankan secara langsung pada produksi
(berdasarkan biaya tenaga kerja yang sesungguhnya terjadi).
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik meliputi semua biaya produksi tidak langsung selain
biaya-biaya yang termasuk dalam biaya bahan dan biaya tenaga kerja di atas. Biaya
overhead pabrik dibebankan secara langsung pada produksi (berdasarkan biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi) apabila memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
a. produksinya relatif stabil.
b. Biaya overhead pabrik khususnya yang bersifat tetap bukan merupakan bagian yang
berarti dibandingkan dengan biaya produksi total.
D. Laporan Biaya Produksi
Istilahnya laporan biaya produksi seing disebut pula laporan harga pokok produksi.
Laporan biaya produksi memuat tiga bagian pokok.
1. Data produksi (skedul produksi)
Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian jumlah produk yang masuk proses,
jumlah produk selesai, dan jumlah produk dalam proses awal dan akhir dari suatu
periode.
2. Biaya yang dibebankan
2
Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian pembebanan biaya persatuan produk
yang meliputi biaya bahan , biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
3. Perhitungan harga pokok
Pada bagian ini dilaporkan mengenai harga pokok produk selesai yang ditranfer ke
departemen produksi terusannya atau ke gudang produk selesai.
Berikut ini akan diberikan contoh penyusunan biaya produksi untuk pengolahan
melalui satu departemen dan juga untuk pengolahan produk dengan melalui lebih dari
satu departemen pada contoh yang lainnya.
1. Pengolahan Produk Melalui Satu Departemen Produksi.
Contoh 1 : Misalnya PT Yogyatex memproduksi satu macam produk. Data produksi
dan biaya produksi untuk bulan Januari 1997 adalah sebagai berikut.
Data produksi
Produk masuk proses 1.000 st. Produk selesai yang ditransfer ke gudang 800 st.
Produk dalam proses akhir bulan 200 st dengan tingkat penyelesaian (TP) : biaya bahan
100 %, dan biaya konversi 60 %.
Data biaya produksi
Biaya produksi selama bulan januari sebesar Rp. 442.000,00 terdiri atas biaya
bahan Rp. 120.000,00 biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00 dan biaya overhead pabrik Rp.
138.000,00
Diminta :
a. Menyusun laporan biaya produksi.
b. Membuat jurnal untuk mencatat biaya poduksi, produk selesai, dan produk dalam
proses akhir.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat dibuat penyelesaian dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Laporan Biaya produksi
Bersarkan data diatas, laporan biaya produksi PT Yogyatex disajikan seperti
nampak di halaman 3 perhitungan Produk Ekuivalen
Dalam bulan januari 800 st produk telah selesai diproses dan 200 st produk belum
selesai diproses dengan tingkat penyelesaian 100 % untuk biaya bahan dan 60 %
untuk biaya konvensi (biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik). Apabila
dinyatakan dalam produk ekuivalen (satuan produk setara) untuk setiap elemen
biaya adalah sebagai berikut :
1) Biaya bahan, melekat pada
3
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 100 % x 200 st = 200 st
Jumlah produk ekuivalen biaya bahan 1000 st
2) Biaya konversi, melekat pada
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 60 % x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekuivalen biaya konversi 920 st
Perhitungan harga Pokok Produk
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan
jumlah biaya persatuan sebagai berikut.
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan jumlah
biaya persatuan sebagai berikut.
800 st @ Rp 470,00 = Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil
kali jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen
baiaya sebagai berikut.
Biaya bahan : 100 % x 200 st @ Rp. 120,00 = Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja : 60 % x 200 st @ Rp. 200,00 = Rp. 24.000,00
BOP : 60 % x 200 st @ Rp. 150,00 = Rp. 18.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 66.000,00

PT Yogyatex
Laporan Biaya Produksi
4
Bulan Januari 1997

Data Produksi
Jumlah produk yang masuk proses 1000 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang 800 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100%, biaya konvensi 60 %) 200 st
1000 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Elemen biaya Produk ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st

Biaya bahan 1.000 st Rp. 120.000,00 Rp. 120,00


Biaya tenaga kerja 920 st Rp. 184.000,00 Rp. 200,00
Biaya overhead pabrik 920 st Rp. 138.000,00 Rp. 150,00
Rp. 442.000,00 Rp. 470,00
Perhitungan Harga Pokok
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke gudang = Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir
Biaya bahan = Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja = Rp. 24.000,00
Biaya overhead pabrik = Rp. 18.000,00 (+)
Rp. 66.000,00
Jumlah biaya produksi Rp. 442.000,00

b. Jurnal
Berdasarkan data diatas, maka jurnal yang harus dibuat PT Yogyatex adalah
sebagai berikut.
1. Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 120.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00
Barang dalam proses - BOP Rp. 138.000,00
Pesediaan bahan Rp. 120.000,00
Gaji dan upah Rp. 184.000,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 138.000,00
(untuk mencatat biaya produksi)
2. Persediaan produk selesai Rp. 376.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 96.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 160.000,00

5
Barang dalam proses – BOP Rp. 120.000,00
(Untuk mencatat produk selesai bulan Januari)
3. Persediaan barang dalam proses Rp. 66.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan Rp. 24.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – BOP Rp. 18.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan Januari)
Keterangan :
Jurnal untuk mencatat produk selesai yang ditranfer ke gudang dan produk dalam
proses dibuat setelah membuat laporan harga produk disusun.
c. Buku Besar
Berdasarkan untuk mencatat produk, maka pencatatan dalam buku besar nampak
sebagai berikut.
Persediaan bahan Barang Dalam Proses – BB Persediaan Produk Selesai

XX 120.000 120.000 96.000 376.000


24.000

Persediaan dan Upah Barang Dalam Proses – BTK

XX 184.000 184.000 160.000


24.000

Macam – macam Rek. Yg di K Barang Dalam Proses – BOP Persediaan Brg.Dlm Proses

XX 138.000 138.000 120.000 66.000


18.000

2. Pengolahan Produk Melalui Dua Departemen Produksi.


Apabila proses pengolahan barang melalui dua departemen produksi atau lebih,
maka laporan biaya produksi per departemen produksi.

6
Contoh 2 : Misalnya PT Suryatex memproduksi tekstil melalui departemen produksi,
yaitu Departemen A dan Departemen B. Data produksi dan biaya produksi untuk bulan
Januari 1997 adalah sebagai berikut.
Departemen
A B
Data produksi :
Jumlah produk masuk proses 1000 st 800 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke departemen B 800 st -
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang - 650 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
Tingkat penyelesaian :
Biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 % 200 st -
Biaya bahan 100 %, biaya konversi 66 2/3 % - 150 st
Departemen
A B
Data biaya produksi
Biaya bahan Rp. 120.000,00 Rp. 64.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 184.000,00 Rp. 187.500,00
Biaya overhead pabrik Rp. 138.000,00 Rp. 112.500,00

Rp. 442.000,00 Rp. 364.000,00


Diminta :
a. Menyusun laporan biaya produksi untuk Departemen A dan Departemen B.
b. Membuat jurnal untuk mencacat biaya produksi, produk selesai, dan produk dalam
proses akhir Departemen A dan Departemen B.
Penyelesaian :
a. Laporan Biaya Produksi Departemen A
Laporan biaya produksi departemen A dapat dilihat di halaman 6.
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen A.
Dalam bulan januari sejumlah 800 st produk telah selesai diproses dan 200 st produk
belum selesai diproses dengan tingkat penyelesaian 100 % untuk biaya bahan dan
60% untuk biaya konversi. Apabila dinyatakan dalam produk ekuivalen ( satuan
produk setara) untuk setiap elemen biaya adalah sebagai berikut.
1) Biaya bahan, melekat pada
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 100% x 200 st 200 st
Jumlah produk, melekat pada 1.000 st

7
2) Biaya konversi, melekat pada
a) produk selesai 800 st
b) produk dalam proses, ekuivalen dengan 60 % x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekivalen biaya konversi 920 st
Perhitungan Harga Pokok Produk Departemen A
Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan
biaya per satuan sebagai beriku : 800 st @ Rp 470,00 = Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil
kali jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen biaya
sebagai berikut.
Biaya bahan 100% x 200 st Rp 120,00 Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja 60 % x 200 st Rp 200,00 Rp. 24.000,00
Biaya overhead pabrik 60 % x 200 st @ Rp 150,00 Rp. 18.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 66.000,00

PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Januari 1997
Data Produksi
Jumlah produk yang masuk proses 1000 st

8
Jumlah produk yang selesai yang ditranfer ke Departemen B 800 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100%, biaya konversi 60%) 200 st
1000 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Elemen biaya Produk ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st

Biaya bahan 1000 st Rp. 120.000,00 Rp. 120,00


Biaya tenaga kerja 920 st Rp. 184.000,00 Rp. 200,00
Biaya overhead pabrik 920 st Rp. 138.000,00 Rp 150,00
Rp. 442.000,00 Rp. 470,00
Perhitungan Harga Pokok
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Departemen B Rp. 376.000,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan :
Biaya bahan Rp. 24.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00
Biaya overhead Rp. 18.000,00
(+) Rp. 66.000,00 (+)

Jumlah biaya produksi Rp. 442.000,00

b. Laporan Biaya Produksi Departemen B.


Laporan biaya produksi departemen B dapat dilihat di halaman 7.
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen B
Dalam bulan Januari 650 st produk telah selesai diproses dan 150 st produk belum selesai
diproses dengan tingkat penyelesaian 100 % untuk biaya bahan dan 66 2/3 % unuk biaya
konvensi. Apabila dinyatakan dalam produk ekuvalen ( satuan produk setara ) untuk setiap
elemen biaya adalah sebagai berikut.
1). Biaya bahan, melekat pada
a). produk selesai = 650 st
b). produk dalam proses, ekuivalen dengan 100 % x 150 st = 150 st
jumlah produk ekuivalen biaya bahan 800 st

2). Biaya konversi melekat pada


a). Produk selesai = 650 st
b). Produk dalam proses ekuivalen dengan 66 2/3 % x 150 st = 100 st
Jumlah produk ekuivalen biaya konversi = 750 st

PT Suryatex

9
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Januari 1997

Data Produksi
Jumlah produk yang diterima dari Departemen A 800 st
Jumlah produk yang selesai yang ditranfer ke gudang 650 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(TP. Biaya bahan 100%, biaya konversi 66 2/3 %) 150 st
800 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Jumlah Biaya Biaya/st
Harga Pokok dari Departemen A (800 st) Rp. 376.000,00 Rp. 470,00
Biaya produksi yang ditambahkan di Departemen B

Elemen biaya Produk ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st

Biaya bahan 800 st Rp. 64.000,00 Rp. 80,00


Biaya tenaga kerja 750 st Rp. 187.500,00 Rp. 250,00
Biaya overhead pabrik 750 st Rp. 112.500,00 Rp 150,00

Rp. 364.000,00 Rp. 480,00


Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Rp. 740.000,00 Rp. 950,00

Perhitungan Harga Pokok


Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke gudang Rp. 617.500,00
Harga pokok produk dalam proses akhir :
Harga Pokok dari Departemen A Rp. 70.500,00
Biaya bahan Rp. 12.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 25.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 15.000,00
Rp. 122.500,00
Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Rp. 740.000,00

Perhitungan Harga Pokok Produk Departemen B


Harga pokok produk selesai adalah jumlah produk selesai dikalikan dengan jumlah
biaya per satuan sebagai berikut : 650 st @ Rp. 950,00 = Rp. 617.500,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil kali
jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen biaya
sebagai berikut.

10
Harga pokok yang dibawa dari Departemen A 150 st @ 470,00 = Rp. 70.500,00
Harga pokok yang ditambahkan di Departemen B
a) Biaya bahan 100 % x 150 st @ Rp. 80,00 = Rp. 12.000,00
b) Biaya tenaga kerja 66 2/3 x 150 st @ Rp. 250,00 = Rp. 25.000,00
c) BOP 66 2/3 % x 150 st 2 Rp. 150,00 = Rp. 15.000,00
Rp. 52.000,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 122.500,00
c. Jurnal
Jurnal yang harus dibuat PT Suryatex adalah sebagai berikut.
1). Barang dalam proses - Biaya bahan - Dep. A Rp. 120.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 184.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 138.000,00
Persediaan bahan Rp. 120.000,00
Gaji dan upah Rp. 184.000,00
Macam-macam rekening yang dikredit Rp. 138.000,00
(Untuk mencacat biaya produksi Departemen A )
2). Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 376.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 96.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 160.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 120.000,00
(Untuk mencatat produk selesai Dep. A yang ditranfer ke Dep. B)
3) Persediaan barang dalam proses – Dep. A Rp. 66.000,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 18.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan di Dep. A)
4). Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 64.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. B Rp. 187.500,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. B Rp. 112.500,00
Persediaan bahan Rp. 64.000,00
Gaji dan upah Rp. 187.500,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 112.500,00
(Untuk mencatat biaya produksi Departemen B)

5). Persediaan produk selesai (650 x Rp 950) Rp. 617.500,00


Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B 650 @ (470 + 80) Rp. 357.500,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. B (650 x Rp 250) Rp. 162.500,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. B (650 x Rp 150) Rp. 97.500,00
(Untuk mencatat produk selesai Dep. B yang ditranferke Gudang)
6). Persediaan barang dalam proses – Dep. B Rp. 122.500,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 82.500,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja - Dep. B Rp. 25.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. B Rp. 15.000,00

11
(Untuk mencatat produk dalam proses akhir bulan di Dep. B)
Keterangan :
Jurnal untuk mencacat produk selesai yang ditranfer dan produk dalam proses dibuat
setelah laporan biaya produksi disusun.
d. Buku Besar
bersadarkan jurnal di atas, maka dapat disusun buku besar sebagai berikut.

Barang Dl. Proses – BBB Barang Dl. Proses – BBB

Persd. Bahan Baku Dep. A Dep. B Persd. Produk selesai


XX 120.000 120.000 96.000 376.000 357.500 617.500
64.000 24.000 64.000 82.500

Barang Dl. Proses – BTK Barang Dl. Proses – BTK Persd. Brg. Dl. Proses
Gaji & Upah Dep A. Dep. B Dep. B
XX 184.000 184.000 160.000 187.500 162.500 122.500
187.500 24.000 25.000

Barang Dl. Proses – BOP Barang Dl. Proses – BOP Persd. Brg. Dl. Proses
Macam2 Rek y d k Dep A. Dep. B Dep. B
XX 138.000 138.000 120.000 112.500 97.500 66.000
112.500 18.000 15.000

E. Pengaruh Persediaan Produk dalam proses Awal Terhadap Penentuan Harga


Pokok Produk Per Satuan
Persediaaan produk dalam proses pada awal periode akan mengkibatkan
adanya dua macam harga pokok produk periode yang bersangkutan, yaitu
1. harga pokok persediaan produk dalam proses.
2. harga pokok yang terjadi pada periode yang berjalan.
Masalah yang timbul adalah bagaimana cara menentukan harga pokok per
satuan produk selesai yang ditranfer ke departemen lanjutannya atau ke gudang.
Dalam hal ini dapat dipilih salah satu metode dari yang berikut :
1. Metode harga pokok rata-rata (average costing method)
2. Metode harga pokok masuk pertama keluar pertama (Fish in fish out)
Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada cara menghitung produk
ekuivalen, sebagai berikut.
1. Metode Harga Pokok Rata-rata
Dalam metode ini produk ekuivalen dihitung dengan rumus sebagai berikut.
12
Tingkat penyelesaian

Produk Ekuivalen = Jumlah produk selesai + produk dalam proses


akhir periode.

2. Metode Harga Pokok Masuk Pertaman Keluar Pertama ( MPKP)


Dalam metode ini produk ekuivalen dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Jml. Produk dlm Jml produk selesai Tingkat penyelesaian

Produk Ekuivalen = proses awal periode + dikurangi jml. Produk + dlm produk proses
Dikurangi tingkat dlm. Proses awal pe- akhir periode.
Penyelesaian riode.

Berikut ini akan diberikan contoh soal dan penyelesaiannya.


Contoh 3 :Dari PT Suryatex pada contoh 2 di atas diperoleh data produksi dan
biaya produksi untuk bulan Februari 1997 sebagai berikut.
Departemen
A B
Jumlah produk dalam proses awal bulan Februari 200 st 150 st
Tingkat penyelesaian
Biaya bahan 100 % 100 %
Biaya konversi 60 % 66 2/3 %
Biaya yang melekat pada produk dalam proses awal periode
Biaya dari Departemen A Rp. - Rp. 70.500,00
Biaya bahan Rp. 24.000,00 Rp. 12.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00 Rp. 25.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 18.000,00 Rp. 15.000,00

Rp. 66.000,00 Rp. 122.500,00

Departemen
A B
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Dep. B 950 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang - 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan 250 st 200 st
Tingkat penyelesaian produk dalam proses akhir
Biaya bahan 100 % 100 %
Biaya konversi 60 % 66 %
Biaya produksi dalam bulan Februari 1997
Biaya bahan Rp. 120. 000,00 Rp. 83.600,00
Biaya tenaga kerja Rp. 215.600,00 Rp. 234.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 161.700,00 Rp. 140.760,00

13
Rp. 497.300,00 Rp. 458.360,00

Diminta :
Laporan biaya produksi bulan Februari 1997 dan jurnal yang diperlukan untuk
masing-masing Departemen dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Metode harga pokok rata-rata
2. Metode harga pokok MPKP.
Penyelesaiaan:
1. laporan Biaya Produksi dengan Metode Harga Pokok Rata-Rata.
Laporan biaya produksi dengan metode harga pokok rata-rata dapat
disusun sebagai berikut.
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen A
1) Biaya bahan
a) produk selesai 950 st
b) produk dalam proses akhir, ekuivalen dengan 100 % x 250 st = 250 st

jumlah produk ekuivalen biaya bahan 1.200 st


2) Biaya konversi
a) produk selesai 950 st
b) produk dalam proses akhir, ekuivalen dengan 60 % x 250 st = 150 st

Jumlah produk ekuivalen biaya konversi 1.100 st

PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Februari 1997
(Metode Rata-rata)

Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal 200 st
Jumlah produk yang masuk proses 1.000 st
1.200 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 950 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 250 st
1.200 st

Biaya Produksi yang dibebankan


Biaya yang Biaya yg
14
Melekat pada dikeluarkn Jumlah Produk
Elemen biaya pada PDP awal bl. Februari biaya Ekuiv Biaya/st

Biaya bahan Rp. 24.000,00 Rp. 120.000,00 Rp. 144.000,00 1.200 Rp. 120,00
Biaya tenaga kerja Rp. 24.000,00 Rp. 215.600,00 Rp. 239.600,00 1.100 Rp. 217,82
Biaya overhead Rp. 18.000,00 Rp. 161.700,00 Rp. 179.700,00 1.100 Rp. 163,36

Rp. 66.000,00 Rp. 497.300,00 Rp. 563.300,00 3.400 Rp. 501,18

Perhitungan Harga Pokok


Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Departemen B Rp. 476.123,00
Harga pokok produkdalam proses akhir
Biaya bahan Rp. 30.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 32.673,00
Biaya overhead pabrik Rp. 24.504,00
Rp. 87.177,00
Jumlah biaya produksi Rp. 563.300,00

* Jumlah seharusnya Rp. 476.121,00 selisih Rp 2,00 sebagai akibat pembulatan perhitungan biaya per satuan.

Perhitungan Harga Pokok Departemen A


Harga pokok produk selesai adalah sebagai berikut : 950 st @ Rp. 501,18
= Rp. 467.121,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan merupakan penjumlahan dari hasil kali
jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen biaya sebagai
berikut.
Biaya bahan 100 % x 250 st @ Rp. 120,00 = Rp. 30.000,00
Biaya bahan kerja 60 % x 250 st @ Rp 217,82= Rp. 32.673,00
BOP 60 % x 250 st @ Rp 163,36 = Rp. 24.504,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 87.177,00
b. Laporan Biaya Produksi Departemen B
laporan biaya produksi Departemen B dapat diperiksa pada halaman 13.

Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen B.


1). Biaya bahan
a). produk selesai 900 st
b). produk dalam proses akhir, ekuivalen dengan 100% x 200 st = 200 st
jumlah produk ekuivalen biaya bahan 1.100 st
2). Biaya konversi
a). produk selesai 900 st
b). produk dalam proses akhir, ekuivalen dengan 60% x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekuivalen biaya konvensi 1.020 st

Perhitungan Harga Pokok Produk Departemen B


15
Harga pokok produk selesai adalah 900 st @ Rp. 990, 47 = Rp 891.423,00
Harga pokok produk dalam proses akhir buln merupakan penjumlahan dari hasil kali
jumlah produk ekuivalen dengan biaya per satuan masing-masing elemen biaya sebagai
berikut.
Harga pokok dari Dept. A 200 st @ 496,93 = Rp. 99.386,00
Biaya bahan 100 % x 200 st @ Rp. 253,92 = Rp. 17.382,00
Bi. t. kerja 60% x 200 st @ Rp. 253,92 = Rp. 30.471,00
BOP 60 % x 200 st @ Rp. 152,71 = Rp. 18.325,20
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 165.563,80

PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Februari 1997
(Metode Rata-rata)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses awal bulan 150 st
Jumlah produk yang masuk proses 950 st
1.100 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke gudang 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 200 st
1.100 st

Biaya Produksi yang dibebankan


Harga pokok dari Departemen A : Jumlah biaya Produk Ekuivalen Biaya/st

HP yg melekat pada produk dlm proses awal Rp. 70.500,00 150


HP yg. Melekat pada produk yang dibawa
dari Departemen A Rp.476.123,00 950

Rp.546.623,00 1.100 Rp. 496,93

16
Harga pokok yang ditambahkan pada departemen B :
Biaya yang Biaya yg
Melekat pada dikeluarkn Jumlah Produk
Elemen biaya pada PDP awal bl. Februari biaya Ekuiv Biaya/st

Biaya bahan Rp. 12.000,00 Rp. 83.600,00 Rp. 95.600,00 1.100 Rp. 86,91
Biaya tenaga kerja Rp. 25.000,00 Rp. 234.000,00 Rp. 259.000,00 1.020 Rp. 253,92
Biaya overhead Rp. 15.000,00 Rp. 140.760,00 Rp. 155.760,00 1.200 Rp. 152,71

Rp. 52.000,00 Rp. 458.360,00 Rp. 510.360,00 Rp. 493,54

Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Rp.1.056.983,00 Rp. 990,47

Perhitungan Harga Pokok


Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Gudang Rp. 891.423,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan
HP dari Departemen A Rp. 99.366,00
Biaya bahan Rp. 17.382,00
Biaya tenaga kerja Rp. 30.471,60
Biaya overhead pabrik Rp. 18.325,20
Rp. 165.563,00
Jumlah biaya produksi Rp.1.056.983,00

* Jumlah seharusnya Rp. 891.423,00. selisih Rp. 4,80 sebagai akibat pembulatan.

c. Jurnal
Jurnal yg harus dbuat PT Suryatex adalah
1) Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep. A Rp. 24.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep. A Rp. 18.000,00
Persediaan barang dalam proses – Dep . A Rp. 66.000,00
(Untuk mencatat produk dalam proses awal bulan Dep. A)

Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep B Rp. 82.500,00


Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep B Rp. 25.000,00
Barang dalam proses - BOP – Dep A Rp. 15.000,00
Persediaan barang dalam proses – Dep . B Rp. 122.500,00
(Untuk mencatat produk dalam proses awal bulan Dep. B)
2.) Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep A Rp. 120.000,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep A Rp. 215.600,00
Barang dalam proses - BOP – Dep A Rp. 161.700,00
Persediaan bahan Rp. 120.000,00
Gaji dan upah Rp. 215.600,00
Maca-macam rekening yang dikredit Rp. 161.700,00
(Untuk mencatat biaya produksi Departemen A)
3). Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep A Rp. 476.123,00

17
Persediaan barang dalam proses – Dep. A Rp. 87.177,00
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep A Rp. 144.000,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja – Dep. A Rp. 239.600,00
Barang dalam proses - BOP – Dep. A Rp. 179.700,00
(Untuk mencatat produk selesai Dep. A yang ditranfer ke
Dep. B dan produk dalam poses akhir Dep. A)
4) Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 83.600,00
Barang dalam proses – Biaya tenaga kerja – Dep B. Rp. 234.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep. B Rp. 140.760,00
Persediaan bahan Rp. 83.600,00
Gaji dan upah Rp. 234.000,00
Macam – macam rekening yang di kredit Rp. 140.760,00
(Untuk mencatat biaya produksi Departemen B).
5) Persediaan produk selesai Rp. 891.419,20
Persediaan barang dalam proses – Dep B. Rp. 165.563,80
Barang dalam proses – Biaya bahan – Dep. B Rp. 642.223,00
Barang dalam proses - Biaya tenaga kerja – Dep. B Rp. 259.000,00
Barang dalam proses – BOP – Dep B. Rp. 155.760,00
(Untuk mencatat produk selesai yang ditranfer ke Gudang dan produk dalam proses
akhir Dep. B)
Keterangan :
Jurnal untuk mencatat produk selesai yang ditranfer dan produk dalam proses dibuat setelah
laporan biaya produk disusun.
2. Laporan Biaya Produksi Metode Masuk PertamaKeluar Pertama ( MPKP)
Berdasarkan data produksi dan biaya produksi PT Suryatex pada contoh 3 dapat
disusun laporan biaya produksi Departemen A dan Departemen B dengan metode
MPKP seperti nampak pada halaman 16 dan 18.
a. Laporan biaya produksi Departemen A
Perhitungan Produk Ekuivalen Departemen A
1). Biaya bahan
a) Produk dalam proses awal 0% x 200 st = 0 st
b) produk selesai 950 st – 200 st = 750 st
c) produk dalam proses akhir 100 % x 250 st = 250 st
1.000 st
2). Biaya konversi
a). produk dalam proses awal 40 % x 200 st = 80 st
18
b). produk selesai 950 st – 200 st = 750 st
c) produk dalam proses akhir 60 % x 250 st = 150 st
980 st

Perhitungan Harga Pokok Produk Departemen A


Harga pokok produk selesai adalah sebagai berikut :
Harga pokok yang melekat pada PDP awal Rp. 66.000,00
Biaya untuk menyelesaikan PDP awal
a) Biaya tenaga kerja 40% x 200 st @ Rp 220,00 = Rp. 17.600,00
b) Biaya overhead 40% x 200 st @ Rp 165,00 = Rp. 13.200,00

Harga pokok produk selesai yang masuk Februari 750 st @ 505,00 = Rp. 378.750,00
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Dep. B (950 st) = Rp. 475.550,00

Harga pokok produk dalam proses akhir bulan adalah penjumlahan dari hasil
kali produk ekuivalen masing-masing elemen biaya dengan per satuan sebagai
berikut.
Biaya bahan 100 % x 250 st Rp. 220,00 = Rp. 30.000,00
Biaya tenaga kerja 60% x 250 st @ Rp. 220,00 = Rp 33.000,00
BOP 60% x 250 st @ Rp 165,00 = Rp. 24.750,00
Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp. 87.750,00

PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen A
Bulan Februari 1997
(MPKP)
Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal
(biaya bahan 100%, biaya konversi 60%) 200 st
Jumlah produk yang masuk proses bulan februari 1.000 st
1.200 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 950 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan
(biaya bahan 100 %, biaya konversi 60 %) 250 st
1.200 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Jumlah biaya Biaya/st
HP produk dalam proses awal bulan (200 st) Rp. 66.000,00 Rp. –
Biaya yang dikeluarkan bulan Februari
Elemen biaya Produk Ekuivalen Jumlah biaya Biaya/st

Biaya bahan 1000 Rp. 120.000,00 Rp. 120,00


Biaya tenaga kerja 980 Rp. 215.600,00 Rp. 220,00
Biaya overhead pabrik 980 Rp. 161.700,00 Rp. 165,00

Rp. 497.300,00 Rp. 505,00

Perhitungan Harga Pokok Rp 563.300,00 Rp 505,00

19
Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke Departemen B Rp. 66.000,00
HP yang melekat pada PDP awal bulan (200 st)
Biaya untuk menyelesaikan PDP awal bulan
Biaya tenaga kerja Rp. 17.600,00
Biaya overhead pabrik Rp. 13.200,00
Rp 96.800,00
HP produk selesai yang masuk bulan Februari (750 st) Rp. 378.750,00
Hp Produk selesai yang dtranfer ke Departemen B (950 st) Rp. 475.550,00
Harga pokok produk dalam proses akhir
Biaya bahan Rp. 30.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 33.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 24.750,00
Rp. 87.750.00
Jumlah biaya produksi Rp.563.300,00

b. Laporan Biaya Produksi Departemen B


Perhitungan produk Ekuivalen Departemen B
1) Biaya bahan
a). produk dalam proses awal 0% x 150 st = 0 st
b) produk selesai 900 st – 150 st = 750 st
c). produk dalam proses akhir 100 % x 200 st = 200 st 950 st
2) Biaya konversi
a). produk dalam proses awal 33 1/3 % x 150 st = 50 st
b) produk selesai 900 st – 150 st = 750 st
c). produk dalam proses akhir 60 % x 200 st = 120 st
Jumlah produk ekuivalen biaya konversi = 920 st

Perhitungan harga pokok Departemen B


HP pokok produk selesai adalah sebagao berikut
HP produk yang melekat pada PDP awal bulan Rp. 122.500,00
Biaya untuk menyelesaikan PDP awal bulan
Biaya tenaga kerja 33 1/3% x 150 st @ Rp. 254,35 Rp. 12.717,50
Biaya overhead pabrik 33 1/3 x 150 st @ Rp. 153,00 Rp. 7.650,00
Rp. 142.867,50
HP produk yang masuk bulan Februari Rp. 746.947,50
Rp. 889.814,00
Harga pokok produk dalam proses akhir bulan
Harga pokok dari Departemen A 200 st @ Rp. 500,58 Rp. 100.116,00
Biaya bahan 200 st @ Rp. 88,00 Rp. 17.600,00
Biaya tenaga kerja 60 % x 200 st @ Rp 54,35 Rp. 30.522,00
Biaya overhead pabrik 60 % x @ Rp. 153,00 Rp. 18.360,00
Rp. 166.598,00
c. Jurnal
20
Jurnal yang hrus dibuat pada metode MPKP pada prinsipnya tidak berbeda
dengan jurnal pada metode rata-rata. Perbedaannya terletak pada besarnya harga
pokok selesai yang ditranfer dan harga pokok produk dalam prosesakhir bulan, baik
Departemen A maupun Departemen B. Hal ini disebabkan harga pokok per satuan
produk selesai yang dihitung dengan metode rata-rata berbeda metode MPKP.
Silahkan coba sendiri !

PT Suryatex
Laporan Biaya Produksi Departemen B
Bulan Februari 1997
(MPKP)

Data Produksi
Jumlah produk dalam proses bulan awal (BB 100 %, BK 66 2/3 %) 150 st
Jumlah produk yang masuk proses 950 st
1.100 st
Jumlah produk selesai yang ditranfer ke Departemen B 900 st
Jumlah produk dalam proses akhir bulan BB 100%, BK 66% 200 st
1.100 st
Biaya Produksi yang dibebankan
Harga pokok dari Departemen A Jumlah biaya Biaya/st

HP yang melekat pada produk dalam proses awal Rp. 122.500,00 -


HP yang dibawa dari Departemen A bulan Februari (950 st) Rp. 475.550,00 Rp. 500,58
Rp. 598.050,00 Rp. 500,58
HP yang ditambahkan pada Departemen B
Elemen Biaya Produk Ekuivalen Jumlah Biaya Biaya/st
Biaya bahan 950 Rp. 83.600,00 Rp. 88,00
Biaya tenaga kerja 920 Rp. 234.000,00 Rp. 254,35
Biaya Overhead pabrik 920 Rp. 140.760,00 Rp. 495,35

21
Rp. 458.360,00 Rp. 495,35
Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Rp.1.056.410,00 Rp 995,93

Perhitungan Harga Pokok


Harga pokok produk selesai yang ditranfer ke gudang
HP produk yang melekat pada PDP awal bulan Rp. 122.500,00
Biaya untuk menyelesaikan PDP awal bulan
Biaya tenaga kerja Rp. 12.717,00
Biaya overhead pabrik Rp. 7.650,00
Rp. 142.867,50
HP produk yang masuk bulan Februari (900 – 150 ) x 995,93 Rp. 746.947,50
` Rp. 839.812,00
HP pokok produk dalam proses akhir bulan
Harga pokok dari departemen A Rp. 100.116,00
Biaya bahan Rp. 17.600,00
Biaya tenaga kerja Rp. 30.522,00
Biaya overhead pabrik Rp. 18.360,00
Rp. 166.598,00
Jumlah biaya produksi Rp.1.056.410,00

* Jumlah seharusnya Rp. 889.815,00 terjadi selisih Rp. 3,00 karena pembulatan.

22
Soal Latihan
1. PT Remaja menyediakan informasi yang berhubungan dengan data produksi dan
biaya produksi bulan Januari sebagai berikut.
Departemen I Departemen II
Data Produksi
Produk yang dimasukkan dalam proses 60.000 st 46.000 st
Produk selesai yang ditransfer ke dep. II 46.000 st -
Produk selesai yang di transfer ke gudang - 40.000 st
Persd. produk dalam proses akhir 14.000 st 6.000 st
Tingkat penyelesaian persd. PDP akhir 100% BB, 40% BK 35% BK
Data biaya produksi
Biaya bahan Rp. 62.400,00 -
Biaya tenaga kerja Rp. 72.240,00 Rp. 71.400,00
Biaya overhead pabrik Rp. 63.840,00 Rp. 62.800,00

Diminta :
a. Laporan harga pokok produk departemen I dan II.
b. Jurnal untuk mencacat biaya produksi, produk dalam proses akhir dan produk selesai
ditransfer.
2. PT Kertaraharja menyediakan informasi tentang data produksi dan data biaya produksi
bulan Maret sebagai berikut.
Departemen I Departemen II
Data Produksi
Produk dalam proses awal bulan 5.000 st 6.000 st
Produk yang dimasukkan dalam proses 50.000 st 45.000 st
Produk selesai yang ditransfer ke dep. II 45.000 st -
Produk selesai yang ditransfer ke gudang - 42.000 st
Persd. produk dalam proses akhir 10.000 st 9.000 st
Tingkat penyelesaian persd. PDP awal 60% BB 30% BTK
40% BK 70% BOP
Tingkat penyelesaian persd. PDP akhir 100% BB 40% BTK
70% BK 80% BOP
Data biaya produksi
Harga pokok produk dalam proses awal
Harga pokok dari departemen I Rp. - Rp.259.800,00
Biaya bahan Rp. 40.000,00 -
Biaya tenaga kerja Rp. 50.000,00 Rp. 30.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 60.000,00 Rp. 80.000,00
Biaya produsi dikeluarkan bulan Maret
Biaya bahan Rp.510.000,00 Rp. –
Biaya tenaga kerja Rp.730.000,00 Rp.517.200,00
Biaya overhead pabrik Rp.980.000,00 Rp.658.000,00

23
Diminta :
a. Laporan harga pokok produk departemen I dan II menggunakan metode rata-rata.
b. Laporan harga pokok produk departemen I dan II menggunakan metode MPKP.

24
BAB II
PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN

Pada bab sebelumnya telah dibahas pengaruh produk hilang dalam proses,
produk rusak, dan produk cacat terhadap penentuan harga pokok produk per satuan.
Bagaimana halnya soal penentuan harga pokok produk bersama dan produk
sampingan? Pada bab III akan dibahas mengenai permasalahan tersebut.
A. Produk Bersama dan Biaya Bersama
Produk bersama ( joint product ) adalah dua macam produk atau lebih yang
dihasilkan melalui proses yang sama secara serentak arau melalui proses yang
berurutan, di mana masing-masing produk mempunyai nilai yang cukup tinggi.
Produk bersama berasal dari bahan baku yang sama. Apabila produk yang satu
jumlah produksinya ditambah maka produk lain juga bertambah meskipun
kenaikkannya tidak sama. Contoh produk bersama adalah daging nomor 1, daging
nomor 2, dan daging nomor 3 yang dihasilkan oleh perusahaan penghasil daging
lembu di mana lembu merupakan bahan bakunya. Contoh lain adalah bensin, oli,
minya tanah, dan jenis minyak lain yang dihasilkan oleh perusahaan pengeboran
minyak bumi.
Biaya yang terjadi untuk memproduksi produk bersama meliputi bahan baku dan
biaya pemrosesan. Biaya bahan baku dan biaya pemrosesan disebut biaya produk
bersama (joint product cost) yang sering pula disebut biaya bersama (joint cost)
biaya produk bersama dapat didefinisikan sebagai biaya yang timbul dari
pemrosesan atau pengolahan produk yang diproduksikan dari bahan mentah yang
sama. Biaya bersama terjadi sebelum dua produk atau lebih yang diolah secara
bersama-sama dan serentak dapat dipisahkan. Biaya bersama tidak dapat diikuti jejak
atau tidak dapat diidentifikasikan pada setiap produksi yang dihasilkan, sehingga
produk bersama sampai pada saat pemisahan sulit ditentukan harga pokoknya.
Apabila produk yang sudah dipisahkan dengan produk lainnya diproses lebih lanjut
maka biaya untuk proses lanjutan tersebut bukan biaya bersama, karena biaya
tersebut dapat diidentifikasi secara langsung dengan produk tertentu.
Biaya bersama juga disebut juga disebut sebagai biaya bergabung (common cost).
Yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk memproduksi dua macam produk atau lebih
dengan menggunakan fasilitas yang sama tetapi waktu pengolahannya tidak
bersamaan (bergantian). Contohnya perusahaan susu yang memproduksi susu coklat,
25
susu bayi, dan susu jenis lainnya. Produk tersebut diproses secara bergantian dengan
menggunakan fasilitas pabrik yang sama. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja dalam
pengolahan terebut dapat diidentifikasi pada tiap jenis produk. Biaya overhead
tersebut disebut biaya overhead (Joint overhead cost) atau biaya bergabung (common
sont), sedangkan produk yang dihasilkan disebut produk bergabung (common product.
Apabila dua macam produk atau lebih dikerjakan dalam waktu yang bersamaan,
tetapi berasal dari bahan baku yang berbeda dan menggunakan fasilitas yang berbeda
kecuali bangunan, maka produk itu disebut produk sekutu (co-product) bahan baku,
tenaga kerja dan fasilitas pabrik selain bangunan dapat diidentifikasi pada tiap
produk sekutu. Dengan demikian hanya biaya penyusutan bangunan, biaya
pemeliharaan bangunan, dan biaya asuransi bangunan, dan biaya lain-ain yang
berhubungan dengan bangunan merupakan biaya bersama.
B. Produk Sampingan
Produk sampingan (by – product) adalah produk yang secara relative mempunyai
nilai total kecil yang dihasilkan bersama-sama dengan produk lain yang mempunyai
nilai total besar. Produk yang mempunyai nilai total relative besar tersebut disebut
produk utama (main product). Istilahnya produk utama sering digunakan untuk
menyebut produk bersama. Produk sampingan merupakan produk yang tidak dapat
dihindari terjadinya. Disamping itu produk sampingan bukan merupakan tujuan dari
proses produksi. Produk sampingan dapat terjadi pada saat membersihkan produk
utama. Seperti gas dan tir yang dihasilkan pada perusahaan batu bara. Produk
sampingan juga dapat timbul sebagai akibat adanya sisa bahan atau produk rusak
dalam proses produksi. Dalam hal lain mungkin produk sampingan bukan timbul
dari proses produksi, melainkan timbul pada saat menyiapkan bahan mentah, seperti
pada pemintalan, pemisahan biji dari buah apel dan pemisahan kulit dari buah
cokelat dalam perusahaan sari buah.
Produk sampingan dapat dibedakan menjadi dua kelompok kelompok
berdasarkan layak tidaknya produk sampingan untuk dijual pada saat pemisahan dari
produk utama (split-off point) yaitu :
1. Produk sampingan yang tanpa diproses lebih lanjut sebelum dijual, dan
2. Produk sampingan yang harus diproses lebih lanjut sebelum dijual. Biaya produk
sampingan terjadi apabila produk sampingan tersebut memerlukan proses lanjutan
sebelum dijual.
C. Penentuan Harga Pokok Produk Bersama
26
Telah diuraikan di atas bahwa biaya produk bersama tidak dapat diikuti jejaknya,
sehingga harga pokok produk bersama sulit ditentukan. Meskipun demikian
manajemen berkepentingan untuk menentukan harga pokok tiap-tiap jenis produk
bersama, yaitu
1. Untuk penilaian persediaan dalam neraca,
2. Untuk penentuan pendapatan
3. Untuk mengetahui kontribusi maisng-masing jenis produk terhadap laba
perusahaan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, manajemen berupaya untuk mengalokasikan biaya bersama
kepada masing-masing jenis produk, sehingga harga pokok masing-masing produk
bersama dapat ditentukan. Alokasi biaya bersama dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu metode berikut.
1. Motode nilai pasar/jual (the market or sales value method).
2. Metode kuantitas/satuan fisik (the quantitative or phisychal method).
3. Metode biaya rata-rata per satuan (the average unit cost method)
4. Motode biaya rata-rata tertimbang (the wighted average method).
1. Metode Nilai Pasar
Metode ini banyak digunakan dengan alasan bahwa nilai pasar suatu produk
merupakan pencerminan dari biaya produksinya. Hal ini didasarkan suatu anggapan
bahwa nilai jual suatu produk lebih tinggi dibandingkan dengan produk lainnya
karena biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih tinggi dari produk lainnya. Oleh
karena itu, biaya bersama dialokasikan kepada masing-masing produk bersama
berdasarkan perbandingan nilai jualnya.
Contoh :
a. Metode nilai pasar, produk bersama dijual tanpa memerlukan proses lanjutan
setelah pemisahan
PT Wijaya memproduksi produk bersama AX, BX, CX, dan DX dengan jumlah
biaya produk bersama sebesar Rp. 240.000,00, Kuantitas yang diproduksi : AX 2.000
st, BX 1.500 st, CX 1.000 st, dan DX 1.500 st. Masing-masing produk dapat djual pada
saat pisah dengan harga persatuan : AX Rp. 5,00, BX Rp. 60,00, CX Rp. 70,00 dan DX
Rp. 100,00
Berdasarkan informasi di atas, maka alokasi biaya bersama sebesar Rp. 240.000,00
dapat diperiksa pada tabel alokasi berikut ini.
Tabel Alokasi Biaya Bersama
27
Produk Jumlah N. Pasar per Jumlah N Persentase N Pembagian
Bersama Produksi (ST) Unit (Rp) Pasar (Rp) Pasar (%) Biaya (Rp)

AX 2.000,00 5 10.000,00 3,125 7.500,00


BX 1.500,00 60 90.000,00 28,125 67.500,00
CX 1.000,00 70 70.000,00 21,875 52.500,00
DX 1.500,00 100 150.000,00 46,875 112.500,00

Jumlah 6.000.000 320.000,00 100,00 240.000,00

Perhitungan alokasi biaya bersama untuk masing-masing jenis produk dengan


metode nilai pasar juga dapat diperoleh dengan mengalihkan persentase jumlah biaya
bersama terhadap jumlah nilai pasar (240.000,00/320.000,00 = 75%) dengan nilai pasar
dari produk yang bersangkutan.
Para pendukung metode nilai pasar menyatakan bahwa biaya bersama seharusnya
dibebankan karena produk-produk sesuai dengan nilai jualnya. Dalam metode ini
masing-masing produk bersama mengahasilkan persentase laba kotor sama besar.
Misalnya berdasarkan informasi pada contoh PT Wijaya di atas masing-masing
produk bersama setelah terjadi pemisahan terjual : AX 1800 st, BX 1.200 st, CX 800 st,
dan DX 1.400 st, maka laba kotor masing-masing produk dapat diilustrasikan pada
tabel di bawah ini.
Hasil penjualan masing-masing produk adalah sebagai berikut.
AX : 1.800 x Rp 5.000 = Rp. 9.000,00
BX : 1200 x Rp 60.00 = Rp. 72.000,00
CX : 800 x Rp. 70,00 = Rp. 56.000,00
DX : 1.400 x Rp 100,00 = Rp. 140.000,00
Rp. 277.000,00

Keterangan Total (Rp) AX (Rp) BX (Rp) CX (Rp) DX (Rp)

Hasil Penjualan (1) 277.000,00 9.000,00 72.000,00 56.000,00 140.000,00


Jumlah Biaya Produksi (2) 240.000,00 7.500,00 67.500,00 52.500,00 112.500,00
Persediaan Akhir (5) 32.250,00 750,00 13.500,00 10.500,00 7.500,00
Harga Pokok Penjualan (4)
207.750,00 6.750,00 54.000,00 42.000,00 105.000,00
Laba Kotor (3)
14.000,00 35.000,00
28
69.250,00 2.250,00 18.000,00
Persentase laba kotor 25% 25% 25% 25% 25%

b. Metode nilai pasar, produk bersama perlu proses lanjutan sebelum dijual.
Apabila produk bersama baru dapat dijual setelah melalui proses lanjutan, maka
masing-maisng produk bersama tidak mempunyai nilai pasar pada saat pemisahan.
Oleh karena itu, apabila metode nilai pasar digunakan maka besarnya nilai pasar pada
saat pemisahan harus ditentukan. Nilai pasar yang ditentukan itu disebut nilai pasar
hipotetis. ( hypothetical market value). Nilai pasar hipotesis ditentukan dengan
mengurangkan biaya proses lanjutan terhadap nilai jual/pasar.
Misalnya informasi pada contoh kasus PT Wijaya di atas produk bersama perlu
proses lanjutan sebelum dijual. Biaya yang terjadi setelah pemisahan dan nilai jual
masing-masing produk adalah sebagai berikut.
Produk Biaya proses Lanjutan (Rp) Nilai Jual Per Satuan (Rp)
AX 4.000,00 10,00
BX 20.000,00 100,00
CX 20.000,00 90,00
DX 56.000,00 160,00

Alokasi biaya bersama sebesar Rp. 240.000,00 nampak sebagai berikut.


Biaya
Biaya Nilai Pasar % Nilai Pasar Alokasi
Produk Satuan Nilai Pasar Produksi
proses Hipotesis Hipotesis Bersama
Total
1 2 3 4 5 = 3-4 6 = (5:3) 100% 7 8 = 4+7
AX 2.000 20.000,00 4.000,00 16.000,00 4,00 9.600,00 13.600,00
BX 1.500 150.000,00 20.000,00 130.000,00 32,50 78.000,00 98.000,00
CX 1.000 90.000,00 20.000,00 70.000,00 17,50 42.000,00 65.000,00
DX 1.500 240.000,00 56.000,00 184.000,00 46,00 110.400,00 166.400,00
Jumlah 6.000 500.000,00 100.000,00 400.000,00 100,00 240.000,00 340.000,00

2. Metode Satuan Fisik


Metode ini mencoba membagi biaya bersama kepada masing-masing produk
bersama berdasarkan satuan-satuan ukuran, misalnya kilogram, gallon, yard, dozen
dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap jenis produk bersama harus dinyatakan dalam
satuan ukuran yang sama. Jika hal ini tidak mungkin karena satuan ukuran yang
digunakan bereda-beda, maka harus dikonversikan dalam satuan ukur yang sama.
Contoh :
29
Misalnya perusahaan penyulingan setiap mengolah minyak sebanyak 25.500 barel
mengasilkan tujuh macam produk seperti yang nampak pada tabel di bawah ini.
Untuk pengolahan minyak mentah tersebut dikeluarkan biaya bersama sebesar Rp.
250.000.000,00 maka alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk dilakukan
berdasarkan persentase kuantitas biaya bersama dengan metode ini disajikan pada
tabel berikutnya.

Produk Kuantitas (barel) Prosentase


Minyak gas 6.000 24,00
Bensin 1.000 4,00
Kerosin 3.500 14,00
Minyak pelumas 1.500 6,00
Minyak bakar 12.000 48,00
Produk lain-lain 1.000 4,00
Jumlah 25.000 100,00
Jumlah produk hilang 500
Produk yang diproses 25.500

Tabel Alokasi Biaya Bersama Metode Satuan Fisik


Produk Kuantitas ( barel) Persentase Alokasi Biaya Biaya per Barel

Minyak gas 6.000 24,00 60.000.000 10.000


Bensin 1.000 4,00 10.000.000 10.000
Kerosin 3.500 14,00 35.000.000 10.000
Minyak pelumas 1.500 6,00 15.000.000 10.000
Minyak bakar 12.000 48,00 120.000.000 10.000
Produk lain-lain 1.000 4,00 10.000.000 10.000
Jumlah 25.000 100,00 250.000.000

30
Jumlah produk 500
hilang 25.500
Produk yang
diproses

3. Metode Biaya Rata-rata per Satuan


Dalam metode ini biaya bersama dialokasikan kepada masing-masing jenis produk
bersama menurut perbandingan biaya rata-rata per satuan dikalikan kuantitasnya.
Biaya rata-rata per satuan adalah jumlah biaya bersama dibagi jumlah satuan seluruh
produk bersama. Hal ini berarti biaya bersama dialokasikan kepada masing-masing
jenis produk menurut perbandingan kuantitasnya. Yang mendasari metode ini adalah
suatu pendapat bahwa bahwa semua jenis produk diolah melalui proses yang sama, ,
sehingga tidak mungkin di dalam proses yang sama mempunyai biaya per satuan
yang berbeda. Oleh karena itu, wajar apabila setiap satuan produk dibebani biaya
yang sama besarnya.
Atas dasar pandangan tersebut maka cara mengalokasikan biaya bersama
kepada masing-masing jenis produk tidak berbeda dengan metode satuan fisik.
Biaya per satuan = Rp 250.000.000 : 25.000 barel = Rp 10.000 per barel

4. Metode Biaya Rata-Rata Tertimbang


Banyak perusahaan yang merasa tidak memperoleh kepuasan dengan
menggunakan metode – metode yang sudah disebutkan sebelumnya dalam menjawab
masalah alokasi biaya bersama. Dengan alasan ini manajemen sering memperhatikan
factor pembobot./penimbang untuk setiap satuan yang diproduksi, yaitu dengan
mempertimbangkan ukuran satuan produk., kesulitan mengolah, waktu yang
diperlukan, jumlah bahan yang dipakai dan lain-lain. Dalam metode ini biaya
bersama dialokasikan kepada masing-masing jenis produk menurut perbandingan
hasil kali kuantitas dengan angka penimbang dari masing-masing jenis produk.
Contoh :
Misalnya masing-masing jenis produk yang diolah PT Wijaya ( lihat contoh
pertama) diberi angka penimbang sebagai berikut : AX = 2; BX = 8; CX = 11,5 ; dan
DX = 15 Perhitungan alokasi biaya bersama sebesar Rp. 240.000,00 kepada masing-
masing jenis produk nampak sebagai berikut.
Tabel Alokasi Biaya Bersama

31
Persentase Pembagian
Produk Jumlah Angka Jumlah Satuan
Jumlah Satuan Biaya Bersama
Bersama Produksi Penimbang Tertimbang
Tertimbang (Rp)
AX 2.000 2 4.000 8,00 19.200
BX 1.500 8 12.000 24,00 57.600
CX 1.000 11,5 11.500 23,00 55.200
DX 1.500 15 22.500 45,00 108.000
Jumlah 6.000 50.000 100,00 240.000

Alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk dapat diperoleh dri hasil
kali antara jumlah satuan tertimbang dengan biaya per satuan tertimbang adalah Rp.
240.000,00 dibagi 50.000 atau Rp. 4,.80 dengan demikian alokasi biaya bersama adalah
sebagai berikut.
Produk AX = 4.000 x Rp 4,80 = Rp. 19.200,00
Produk BX = 12.000 x Rp. 4,80 = Rp 57.600,00
Produk CX = 11.500 x Rp 4,80 = Rp. 55.200,00
Produk DX = 22.500 x Rp 4,80 = Rp. 108.000,00
Jumlah = rp. 240.000,00

D. Metode Penentuan Harga Pokok Produk Sampingan.


Telah diuraikan pada bagian depan bahwa produk sampingan bukan merupakan
tujuan utama dari proses produksi, meskipun ikut menikmati biaya bersama. Nilai
jual produk sampingan relative rendah, sehingga mengalokasikan biaya bersama
untuk penentuan harga pokok produk sampingan menjadi tidak signifikan. Metode
akuntansi produk sampingan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : (1) biaya bersama
tidak dialokasikan kepada produk sampingan. (2) sebagian biaya bersama
dialokasikan kepada produk sampingan.
1. Biaya bersama tidak dialokasikan kepada produk sampingan.
Hasil penjualan produk sampingan dikreditkan ke rekening pendapatan atau
sebagai pengurang biaya produksi. Dalam hal ini ada tiga metode yaitu tanpa
harga pokok, metode dengan harga pokok, dan metode nilai pasar.
Metode I : Tanpa Harga Pokok
Metode ini memperlancar hasil penjualan produk sampingan dengan satu dari
perlakuan berikut ini.
a. sebagai pendapatan lain-lain,

32
b. sebagai tambahan hasil penjualan produk utama,
c. sebagai pengurang harga pokok penjualan produk utama,
d. sebagai pengurang biaya produksi.
Metode II : Dengan Harga Pokok
Metode ini memperlancar hasil penjualan produk sampingan seperti yang
dilakukan pada metode I, tetapi diterapkan pada produk sampingan yang harus
diproses lebih lanjut sebelum dijual. Pada metode ini mengakui perlunya
membebankan sebagian biaya kepada produk sampingan. Produk sampingan hanya
dibebani biaya proses lanjutan dan biaya pemasaran untuk produk sampingan
tersebut.
Metode I dan metode II di atas disebut metode tanpa harga pokok (non cost method)
2. Sebagian dari biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan
Di samping dua metode pada paragraph di atas, masih ada satu metode, yaitu
metode III.
Metode III : Metode nilai pasar
Metode nilai pasar disebut juga metode harga pokok mundur ( the market
value/reversel cost method)
Pada metode ini, harga pokok persediaan produk sampingan adalah jumlah biaya
yang dialokasikan pada produk sampingan ini ditambah biaya pemrosesan lanjutan.
Contoh Metode I
Misalnya PT Wijaya menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produksi dalam bulan januari

Persediaan produk selesai (Produk utama) awal bulan 100 saaatuan @ 150,00.
Biaya produksi bulan Januari Rp. 165.000,00
Produksi bulan Januari sebanyak 1.100 satuan produk utama dan 300 satuan
produk sampingan. Biaya administrasi dan pemasaran Rp. 20.000,00. Penjualan
produk utama 1.000 satuan @ Rp. 250,00 dan 300 satuan produk sampingan @ Rp.
50,00
Berdasarkan data diatas diminta untuk menyusun laporan rugi-laba PT Wijaya
untuk bulan Januari, jika pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai
a. pendapatan lain-lain
b. tambahan hasil penjualan produk utama
c. pengurang harga pokok penjualan produk utama,
33
d. pengurang biaya produksi.
Penyelesaian :
a. Hasil penjualan produk sampingan sebagai sebagai pendapatan lain-lain.

PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama (1000 x Rp 250,00 ) Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal (100 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi (1.100 @ Rp 150,00) Rp. 165.000,00 +
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00 _
Harga Pokok Penjualan ( 1.000 x Rp 150,00 ) Rp. 150.000,00
Laba kotor Rp. 100.000,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba usaha Rp. 80.000,00
Pendapatan lain-lain : Hasil penjualan produk sampingan Rp. 15.000,00
Laba sebelum pajak Rp. 95.000,00

b. Hasil penjualan produk sampingan sebagai tambahan hasil penjualan produk utama

PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Hasil penjualan produk sampingan Rp. 15.000,00
Jumlah hasil penjualan Rp. 265.000,00
Harga pokok penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Rp 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 150.000,00
Laba kotor Rp. 115.000,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00

34
Laba usaha pajak Rp. 95.000,00

c. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok


penjualan produk utama.
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Harga Pokok Produk Tersedia dijual Rp. 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 150.000,00
Hasil Penjualan Produk Sampingan Rp. 15.000,00 _
Rp. 135.000,00
Laba Kotor Rp. 115.000,00 _
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba usaha pajak Rp. 95.000,00

d. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi

PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Rp. 180.000,00
Hasil Penjualan Produk sampingan Rp. 15.000,00
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 165.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 137,50 ) Rp. 27.500,00
Haga Pokok Penjualan Rp. 137.500,00 _
Laba kotor Rp. 112.500,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba usaha pajak Rp. 92.500,00
* Biaya per satuan (metode rata-rata) = Rp. 165.000,00 = Rp 137,50
Contoh metode II

35
Misalnya informasi yang diperoleh dari PT Wijaya pada contoh metode I direvisi sebagai
berikut.
PT Wijaya menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produk selesai (produk utama) awal bulan 100 satuan @ Rp. 150,00
Biaya produksi dalam bulan januari Rp. 165.000,00
Produksi bulan januari sebanyak 1.100 satuan produk utaman dan 300 satuan produk
sampingan.
Biaya administrasi dan pemasaran Rp. 20.000,00.produk sampingan baru dapat dijual apabila
diproses lanjut setelah pemisahan dari produk utama. Biaya pemrosesan lanjutan Rp.
5.000,00. Biaya administrasi dan pemasaran untuk produk sampingan sebesar Rp. 3.000,00
Penjualan produk utama 1.000 satuan @ Rp. 250,00 dan 300 satuan produk sampingan @ Rp.
85,00
Berdasarkan data di atas diminta untuk menyusun laporan rugi laba PT Wijaya untuk
bulan Januari, jika pendapatan, produk sampingan diperlakukan se4bagai
a. pendapatan lain-lain c. Pengurang harga pokok penjualan produk utama.
b. tambahan hasil penjualan produk utama d. pengurang biaya produksi.

Penyelesaiaan :
a. Hasil penjualan produk sampingan sebagai pendapatan lain-lain.
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 150.000,00
Laba kotor Rp. 100.000,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba usaha Rp. 80.000,00
Pendapatan Lain-lain :
Hasil penjualan produk sampingan 300 x Rp 85,00 Rp. 25.500,00
Biaya proses lanjutan, biaya adm & pemasaran
( Rp 5.000,00 + Rp. 3.000,00 ) Rp. 8.000,00
Rp. 17.500,00
Laba sebelum pajak Rp. 97.500,00
36
b. Hasil penjualan produk sampingan sebagai tambahan hasil penjualan produk utama.
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Hasil penjualan produk sampingan Rp. 25.500,00
Biaya proses lanjutan, biaya adm & pemasaran Rp. 8.000,00
Rp. 17.500,00
Jumlah hasil penjualan Rp. 267.500,00
Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 150.000,00
Laba kotor Rp. 117.500,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba sebelum pajak Rp. 97.500,00

c. Hasil Penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok


penjualan produk utama
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 180.000,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 150,00 ) Rp. 30.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 150.000,00
Hasil penjualan produk sampingan Rp. 25.500,00
Biaya pemrosesan adm & pemasaran Rp. 8.000,00 _ Rp. 17.500,00
Rp. 132.500,00
Laba kotor Rp. 117.500,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba sebelum pajak Rp. 97.500,00

d. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.


37
PT WIJAYA
Laporan Rugi-Laba untuk periode yang berakhir 31 Januari

Hasil Penjualan Produk Utama Rp. 250.000,00


Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal ( 100 st @ Rp 150,00) Rp. 15.000,00
Jumlah biaya produksi ( 1.100 st @ Rp 150,00 ) Rp. 165.000,00
Hasil penjualan produk sampingan Rp. 25.500,00
Biaya proses lanjutan adm. & pemasaran Rp. 8.000,00 Rp. 17.500,00
Harga Pokok Produk tersedia dijual Rp. 162.500,00
Persediaan akhir ( 200 st @ Rp. 135,417 ) Rp. 27.083,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 135.417,00
Laba kotor Rp. 114.583,00
Biaya pemasaran dan administrasi Rp. 20.000,00
Laba sebelum pajak Rp. 94.583,00
* Biaya per satuan (metode reata-rata ) = Rp. 162.500,00/ 1200 = Rp 135,417
Contoh Metode III
Misalnya pada bulan Januari 1999 dikeluarkan biaya bersama oleh PT Santoso sebesar Rp.
320.000,00 terdiri atas biaya bahan baku Rp. 100.000,00 biaya tenaga kerja Rp. 140.000,00 dan
biaya overhead pabrik Rp. 80.000,00 pada saat pemisahan dihasilkan produk utama 40.000
satuan dan produk sampingan 5.000 satuan.
Taksiran biaya pemrosesan lanjutan produk sampingan meliputi biaya bahan baku Rp.
2.000,00 biaya tenaga kerja Rp. 2.400,00 dan biaya overhead pabrik Rp. 6.000,00
Taksiran nilai jual produk sampingan Rp. 3,60 per satuan, taksiran laba kotor produk
sampingan 20% dari harga jual dan taksiran biaya pemasaran dan administrasi adalah 5% dari
harga jual. Diketahui bahwa biaya proses lanjutan produk sampingan yang sesungguhnya
sebesar Rp 4.600,00 Berdasarkan data bdiatas diminta untuk membuat perhitungan harga
pokok persatuan produk utama dan sampingan.
PT Santoso
Perhitungan Harga Pokok Produk
Bulan Januari 1999

Keterangan Produk Utama Produk Sampingan


Jumlah

Biaya produk bersama


Biaya bahan Rp. 100.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 140.000,00
Biaya overhead pabrik Rp. 80.000,00
Jumlah biaya produksi 40.000 satuan Rp. 320.000,00
Nilai pasar produk sampingan 5.000 satuan ( 5.000 x Rp 3,6 ) Rp. 18.000,00
Taksiran laba kotor 20% dari penjualan ( 20% x 18.000 ) Rp. 3.600,00
38
Tak. bi. adm & pem 5% dari penjualan ( 5% x 18.000 ) Rp. 900,00
Taksiran biaya proses lanjutan
Biaya bahan Rp. 2.000,00
Biaya tenaga kerja Rp. 2.400,00
Biaya overhead pabrik Rp. 600,00
Jumlah biaya dan laba produk sampingan Rp. 9.500,00
Harga pokok produk sampingan Rp. 8.500,00
Tak. Har. pok. pro. samp Rp. 8.500,00
Harga pokok produk utama neto Rp. 311.500,00
Biaya produksi sesungguhnya produk Rp. 4.600,00
Sampingan setelah pemisahan Rp. 13.100,00
Jumlah satuan produksi Rp. 5.000,00
Harga pokok per unit Rp. 7,7875 Rp. 2,62

E. Informasi Biaya Bersama dalam Pengambilan Keputusan

Di muka telah diuraikan beberapa metode alokasi biaya bersama dengan tujuan
untuk penilaian persediaan dalam neraca, penentuan pendapatan, dan untuk
mengetahui kontribusi masing-masing jenis produk terhadap laba perusahaan secara
keseluruhan. Dengan mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing jenis
produk bersama dapat diketahui harga pokok per satuan dari masing-masing produk
bersama tersebut. Dengan demikian dapat diketahui produk mana yang memberikan
laba terbesar dan produk mana yang memberikan kontribusi laba terkecil, atau
mungkin dapat diketahui produk mana yang tidak memberikan kontribusi laba atau
bahkan menderita rugi.
Alokasi biaya bersama tidak dimaksudkan untuk memprtimbangkan produk
mana yang tetap harus diproduksi dan produk mana yang harus dihentikan
produksinya. Manajemen tidak dapat menghentikan memproduksi suatu produk
dengan pertimbangan bahwa produk tersebut tidak memberikan kontribusi laba atau
rugi, karena dua alasan :
1. Metode-metode alokasi biaya bersama tidak mencerminkan aliran biaya bersama
tersebut kepada masing masing produk bersama.
2. Suatu produk yang masuk produk bersama tidak dapat dihindarkan terjadinya.
Dengan demikian alokasi biaya bersama tidak dimaksudkan untuk mengambil
keputusan apakah suatu produk langsung dijual setelah titik pisah (split – off point)
ataukah diproses lebih lanjut. Apabila manajemen ingin mempertimbangkan apakah
prosuk langsung dijual setelah titik pisah ataukah diproses lebih lanjut baru
kemudian dijual, maka yang relevan harus mempertimbangkan adalah pendapatan
tambahan (differential revenues) dan biaya tambahan. (differentials costs). Apabila
pendapatan tambahan lebih besar dari biaya tambahan akibat pemrosesan lanjutan

39
maka keputusan yang diambil adalah memproses lebih lanjut produk tersebut.
Sebaliknya, apabila pendapatan tambahan lebih kecil dari biaya tambahan maka
keputusan yang diambil adalah tidak memproses lebih lanjut produk tersebut.
Contoh :
Misalnya perusahaan menghasilkan produk bersama terdiri atas produk A dan
produk B masing-masing 300 satuan dan 200 satuan. Biaya bersama sebesar Rp.
400.000,00 dialokasikan dengan metode rata-rata biaya per satuan. Jadi, harga pokok
per satuan produk A maupun B adalah Rp. 800,00. Produk A laku dijual Rp. 1.200,00
persatuan, dan produk B laku dijual dengan harga Rp. 700,00 per satuan. Apabila
produk B diproses lebih lanjut setelah titik pisah dengan biaya proses lanjutan sebesar
Rp. 50.000,00 maka dapat dijual dengan harga Rp. 1.200,00 per satuan.
Berdasarkan informasi di atas maka menajemen dapat memprtimbangkan alternatif
pengambilan keputusan sebagai berikut.
1. Jika produk A dan B langsung dijual setelah titik pisah, maka perusahaan
memperoleh laba dari produk A Rp. 120.000,00 atau 300 x (Rp 1.200,00 – Rp
800,00 )mdan dari produk B menderita rugi Rp. 20.000,00 atau 200 x ( Rp 800,00 –
Rp 700,00). Secara keseluruhan perusahaan memperoleh laba Rp. 100.000,00 Dalam
hal ini, manajemen tidak dapat memutuskan untuk tidak memproduksi produk B,
karena biaya bersama Rp. 400.000,00 tetap terjadi. Disamping itu, biaya bersama
untuk produk B juga tidak dapat dihindari.
2. Manajemen dapat mempertimbangkan untuk mengambil keputusan apakah
produk B dijual setelah titik pisah ataukah dijual setelah diproses lebih lanjut.
Dalam hal ini, yang harus dipertimbangkan adalah penghasilan tambahan dan
biaya tambahan karena proses lanjutan tersebut. Berdasarkan informasi diatas
biaya tambahan Rp 50.000,00 sedangkan pendapatan tambahan 200 x (Rp 1.200,00 –
Rp 700,00 ) atau Rp. 100.000,00. Karena pendapatan tambahan lebih besar dari
biaya tambahan maka dalam kasus ini keputusan yang sebaiknya diambil adalah
memproses lebih lanjut produk B, baru kemudian menjualnya dengan harga Rp.
1.200,00 per satuan. Dengan alternatif keputusan ini perusahaan memperoleh
tambahan pendapatan bersih sebesar Rp. 50.000,00. Sehingga secara keseluruhan
memperoleh laba Rp. 150.000,00

Soal Latihan

40
1. PT Permata mengahasilkan tiga macam produk, yaitu X, Y, dan Z dari suatu
produk bersama. Jumlah biaya produksi bersama Rp. 600.000,00. Berikut ini
adalah data yang berhubungan dengan pemrosesan lanjutan setelah titik pisah.
Nilai Pasar
Nilai Pasar Biaya Proses
Produk Satuan Stlah Proses
Pada Titik Pisah Lanjutan
Lanjutan

X 6.000 Rp. 400.000,00 Rp 90.000,00 Rp. 500.000,00


Y 4.000 Rp. 350.000,00 Rp. 70.000,00 Rp. 450.000,00
Z 2.000 Rp. 250.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 300.000,00

Diminta jumlah biaya produksi masing-masing produk :


a. jika menggunakan metode rata-rata biaya per satuan,
b. jika menggunakan metode nilai pasar.
2. Misalnya, PTAbadi menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produk selesai (produk utama) awal bulan 200 satuan @ Rp. 150,00.
Biaya produksi dalam bulan Januari Rp. 300.000,00
Produksi bulan Januari sebanyak 2.000 satuan produk utama dan 400 satuan
produk sampingan. Biaya administrasi dan pemasaran Rp. 30.000,00.
Penjualan produk utama 1.000satuan @ Rp. 300,00 dan 400 satuan produk
sampingan @ Rp. 50,00
Diminta :
Menyusun laporan rugi-laba PT Abadi untuk bulan Januari, jika pendapatan
produk sampingan diperlakukan sebagai :
a. pendapatan lain-lain
b. tambahan hasil penjualan produk utama,
c. pengurang harga pokok penjualan produk utama,
d. pengurang biaya produksi.
3. PT. Adi Jaya menyajikan informasi untuk bulan Januari sebagai berikut.
Persediaan produk selesai (produk utama) awal bulan 200 satuan @ Rp. 150,00.
Biaya produksi dalam bulan Januari Rp. 300.000,00. Produksi bulan Januari
sebanyak 2000 satuan produk utama. Biaya pemrosesan lanjutan Rp. 10.000,00.
Biaya administrasi dan pemasaran untuk produk sampingan sebesar Rp
5.000,00. Penjualan produk utama 1.000 sartuan @ Rp. 250,00 dan 400 satuan

41
produk sampingan @ Rp. 75,00. Berdasarkan data di atas diminta untuk
menyusun laporan rugi laba PT adi Jaya untuk bulan Januari, jika pendapatan
produk sampingan diperlakukan sebagai :
a. pendapatan lain-lain
b. tambahan hasil penjualan produk utama,
c. pengurang harga pokok penjualan produk utama,
d. pengurang biaya produksi.
4. Suatu proses bersama menghasilkan tiga macam produk, yaitu A, B, dan C
yang dapat dijual pada pemisahan ataupun setelah diproses lebih lanjut. Biaya
produk bersama adalah Rp. 500.000,00 yang dialokasikan kepada masing-
masing produk dengan metode nilai pasar. Berikut adalah data yang relevan.
Nilai Pasar Nilai Pasar
Biaya Proses
Produk Satuan Pada Titik Stlah Proses
Lanjutan
Pisah Lanjutan
A 20.000 Rp. 450.000,00 Rp 200.000,00 Rp. 50.000,00
B 15.000 Rp. 750.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 450.000,00
C 15.000 Rp. 300.000,00 Rp. 180.000,00 Rp. 300.000,00
Rp. 1.500.000,00 Rp. 580.000,00 Rp. 2.200.000,00

Untuk memaksimalkan laba, produk-produk mana yang seharusnya diproses


lebih lanjut,
a. Produk A saja.
b. Produk C saja
c. Produk B dan C saja
d. Tidak ada.

42
BAB IV
SISTEM BIAYA STANDAR

Secara garis besar sistem biaya dalam penentuan harga pokok produk dapat
dibedakan menjadi dua yaitu sistem harga pokok sesungguhnya (actual costing
system). Metode – metode harga pokok yang telah dibahas sebelumnya termasuk
sistem harga pokok sesungguhnya. Pada bab ini dan bab berikutnya akan dibahas
system harga pokok (biaya) standar.
A. Pengertian
Sistem harga pokok sesungguhnya adalah penentuan harga pokok produk
atau penyerahan jasa berdasarkan biaya bahan yang sesungguhnya, biaya tenaga
kerja yang sesungguhnya, dan biaya overhead pabrik yg sesungguhnya. Sistem
harga pokok yang sesungguhnya disebut juga sistem harga pokok historis
( historical cost system). Adapun system harga pokok standar adalah penentuan
harga pokok produk atau penyerahan jasa berdasarkan biaya yang seharusnya
terjadi untuk satu-satuan produk. Harga pokok standar ditetapkan sebelum produk
dibuat atau sebelum suatu kegiatan dilakukan. Dalam menentukan harga pokok
atau biaya standar suatu perusahaan harus mempertimbangkan kondisi social
ekonomi dan teknologi tertentu.
Harga pokok standar ditetapkan berdasarkan biaya bahan, biaya tenaga kerja,
dan biaya overhead pabrik yang seharusnya terjadi. Apabila biaya yang
sesungguhnya terjadi berbeda dengan biaya standar maka biaya standarlah yang
43
dianggap benar, kecuali apabila kondisi yang dipakai sebagai dasar penentuan
standar sudah tidak berlaku lagi, misalnya kondisi ekonomi mengalami perubahan
secara dratis atau sumber daya manusia yang berkualitas tidak dapat dipenuhi.
Selisih antara biaya standar dengan biaya yang sesungguhnya ini akan dianalisis
untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya selisih.
Perbedaan antara kedua system harga pokok di atas dapat dideskripsikan
dalam tabel berikut ini.

Tabel Perbedaan Antara Sistem Harga Pokok Historis dan Sistem Harga Pokok
Standar

Sistem Harga Biaya Bahan Biaya Tenaga Biaya Overhead


Pokok Kerja Pabrik
Historis ( Actual) Sesungguhnya Sesungguhnya Sesungguhnya
terjadi terjadi terjadi
Standar standar yang standar yang standar yang
ditetapkan ditetapkan ditetapkan

B. Tujuan Sistem Harga Pokok Standar


Perencanaan system harga pokok standar mempunyai tujuan-tujuan sebagai
berikut.
1. Penyusunan anggaran. Penetapan biaya standar bermanfaat untuk
mempermudah penyusunan anggaran biaya. Anggaran biaya ini biasanya
disusun untuk satu periode akuntansi. Seperti diuraikan di muka bahwa biaya
standar adalah biaya untuk pembuatan satu satuan produk. Dengan demikian
anggaran biaya dapat ditentukan dengan mengalikan biaya standar dengan
jumlah satuan produksi yang direncanakan untuk periode yang bersangkutan.
2. Pengendalian biaya dapat memotivasi dan mengukur efisiensi. Dengan penetapan
biaya standar maka biaya dapat dikendalikan biaya standar dapat mendorong
atau memotivasi para pelaksanaan untuk bertindak sesuai dengan standar yang
ditetepkan. Di samping itu, biaya standar dapat digunakan sebagai acuhan
untuk mengukur efisiensi yaitu dengan membandingkan antara realisasi biaya
44
dengan standar yang ditetapkan. Oleh karena biaya standar dianggap sebagai
acuhan atau patokan, dengan adanya realisasi biaya yang lebih besar dari pada
biaya standarnya. Maka menunjukkan adanya inefisiensi. Sebaliknya, apabila
realisasi biaya lebih rendah dari biaya standar maka ada efisiensi.
3. Penyederhanaan prosedur penentuan harga pokok. Apabila dibandingkan dengan
sistem harga pokok standar sesungguhnya maka pada system harga pokok
standar dapat dihemat tenaga klerikal.
4. Penentuan harga pokok persediaan. Harga pokok standar berguna untuk
menentukan nilai persediaan bahan, persediaan barang dalam proses, dan
persediaan barang jadi. Untuk tujuan penyusunan laporan keuangan ( untuk
eksternal ) penilaian persediaan berdasarkan harga pokok standar dengan
penyesuaian.
5. Penentuan harga kontrak dan harga jual. Sistem harga pokok standar dapat
digunakan sebagai dasar penentuan harga kontrak yang digunakan dalam
pengolahan produk berdasarkan kontrak atau pesanan atau sebagai dasar
penentuan harga jual produk yang pengolahannya berdasarkan proses atau
kontinu. Baik dalam proses produksi dengan menggunakan metode pesanan
atau proses proses, manajemen dihadapkan pada masalah penentuan harga jual
tanpa menunggu sampai selesainya pengumpulan biaya produksi. Di samping
itu, penentuan harga jual berdasarkan biaya standar menjamin harga jual lebih
stabil apabila dibandingkan dengan biaya sesungguhnya.
C. Penentuan Biaya Standar
Perhitungan harga pokok standar didasarkan pada standar fisik. Ada tiga tipe
standar.
1. Standar tetap atau dasar (fixed or basic standards). Yaitu penentuan biaya
standar yang bersifat tetap. Biaya standar yang bersifat tetap. Biaya standar
yang sudah ditetapkan tidak akan diubah tetapi sebagai pedoman besar.
2. Standar ideal ( ideal standards ), yaitu penetapan biaya standar didasarkan pasa
asumsi-asumsi :
a. berdasarkan harga bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik minimum.
b. pemakaian bahan baku , tenaga kerja dan overhead pabrik terjadi secara
optimal.
c. perusahaan berproduksi pada kapasitas penuh (100 %)

45
3. Standar yang dapat dicapai ( attainable standards ). yaitu penetapan biaya standar
didasarkan pada asumsi-asumsi :
a. berdasarkan harga bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang
wajar.
b. pemakaian tenaga kerja yang wajar ( bukan dalam kondisi yang optimal ).
c. ada kejadian produk cacat yang normal.
d. perusahaan berproduksi pada kapasitas normal dan bukan pada kapasitas
penuh.

D. Penentuan Standar Biaya Bahan Baku


Standar biaya bahan baku terdiri dari atas dua komponen standar, yaitu standar
kuantitas pemakian bahan dan standar harga bahan baku.
1. Standar kuantitas ( pemakian ) bahan baku standar kuantitas bahan baku
adalah kuantitas bahan yang seharusnya dipakai untuk mengolah satu satuan
produk selesai. Standar kuantitas bahan baku dapat ditentukan berdasarkan :
a. Studi/peneliatian teknis
b. Pengalaman masa lalu antara lain :
1) rata-rata pemakaian bahan baku di masa lalu,
2) rata-rata pemakaian bahan yang terbaik dan yang terburuk di masa lalu.
3) rata-rata pemakaian bahan yang terbaik di masa lalu.
2. Standar harga bahan baku
Standar harga bahan baku adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar dalam
penentuan standar biaya bahan baku. Standar harga bahan baku dapat
ditentukan berdasarkan daftar harga dari pemasok, atau catalog, harga, dan
informasi lain yang relevan untuk penentuan standar harga bahan baku seperti
biaya angkut dan potongan tunai.
Standar biaya bahan baku merupakan hasil kali antara kedua standar kuantitas
bahan baku dan standar harga bahan baku. Standar biaya bahan baku dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kst x Hst

Kst = kuantitas standar


Hst = harga standar
46
Misalnya, standar kuantitas bahan yang diperlukan untuk memproduksi
sebuah kemeja adalah 1,5 m kain, sedangkan standar harga bahan baku ( kain) Rp.
1.000,00 per meter. Dengan demikian standar biaya bahan baku untuk
memproduksi satu buah kemeja 1,5 m @ Rp. 1.000,00 atau Rp. 1.500,00
Ada dua metode selisih biaya bahan baku yaitu :
1. metode satu selisih,
2. metode dua selisih.
Masing-masing metode selisih tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini.

1. Metode Satu Selisih


Apabila digunakan metode satu selisih, maka selisih biaya bahan baku dihitung
dengan membandingkan antara biaya bahan baku menurut standar dan biaya
bahan baku yag sesungguhnya. Selisih biaya bahan baku dihitung dengan rumus
sebagai berikut.

( Kst x Hst ) – ( Ks x Hs )

Kst : kuantitas bahan baku menurut standar


Ks : kuantitas pemakaian bahan baku sesungguhnya
Hst : harga per satuan bahan baku menurut standar
Hs : harga per satuan bahan baku yang sesungguhnya.
Misalnya, PT Remaja telah memproduksi 10 buah kemeja dengan bahan baku
(kain) sebanyak 18 meter dengan harga Rp. 900,00 per meter. Standar biaya bahan
baku yang ditetapkan pada awal tahun adalah 1,50 meter kain @ Rp. 1.000,00. jam
kerja yang sesungguhnya 30 jam dan tariff upah yang dibayarkan Rp. 500,00 per
jam. Standar biaya tenaga kerja yang ditetapkan adalah 2,5 jam kerja per buah
kemeja dengan tariff standar Rp. 600,00 per jam.
Berdasarkan informasi di atas kuantitas standar untuk memproduksi 10 kemeja
adalah 15 meter ( = 10 x 1,5). Selisih biaya bahan baku dengan metode satu selisih
dihitung sebagai berikut.
= ( Kst x Hst ) – ( Ks x Hs)
= ( 15 x Rp 1.000,00) - (18 x Rp 900,00 )
= Rp. 15.000,00 - Rp. 16.200,00
= Rp. 1.200,00 (unfavorable = UF = tidak menguntungkan )
atau dihitung dengan cara sebagai berikut.
47
1,5 x 10 x Rp 1.000,00 = Rp. 15.000,00
Biaya bahan baku sesungguhnya
18 x Rp. 900,00 = Rp. 16.200,00
Selisih biaya bahan baku ( unfavorable )
= Rp. 1.200,00
2. Metode Dua Selisih
Apabila metode dua selisih digunakan maka selisih biaya bahan baku dianalisis
menjadi dua selisih, yaitu selisih harga bahan baku
a. Selisih Harga Bahan Baku (SHB)
Adanya informasi selisih harga bahan baku akan berguna bagi pimpinan
perusahaan untuk mengetahui kinerja departemen pembelian, dan mengetahui
pengaruh kenaikan atau penurunan harga terhadap laba perusahaan.
Selisih harga terjadi apabila terdapat perbedaan antara harga bahan baku
menurut standard an harga bahan baku yang sesungguhnya.
SHB = Ks ( Hs – Hst)

Berdasarkan contoh PT Remaja di atas selisih bahan baku dihitung sebagai berikut.
SHB = 18 ( Rp 900.,00 – Rp. 1.000,00)
SHB = Rp. 1.800,00 (favorable = F = menguntungkan)
b. Selisih Kuantitas Pemakaian bahan Baku (SKB)
Adanya informasi selisih kuantitas pemakaian bahan baku akan berguna bagi
pimpinan perusahaan untuk mengetahui kinerja departemen produksi (mesin,
listrik, atau kimia) dan departemen perencanaan produk. Selisih kuantitas terjadi
apabila standar dan kuantitas pemakaian bahan yang sesungguhnya.
SKB = Hst (Ks – Kst )
Berdasarkan contoh PT Remaja di atas selisih kuantitas bahan baku dihitung
sebagai berikut.
SKB = Rp. 1.000,00 ( 18 – 15)
SKB = Rp. 3.000,00 ( unfavorable )
Analisis selisih biaya bahan baku dengan metode dua selisih tersebut dapat
dilukiskan seperti pada gambar berikut.
harga
1.000,00
900,00 SKB = Rp. 1.800,00
SKB = Rp. 3.000,00

48
0 15 18 kuantitas

E. Penentuan Standar Biaya Tenaga Kerja


Standar menentukan standar tariff upah, banyak perusahaan mendasarkan
pada perjanjian serikat pekerja apakah upah dibayarkan berdasarkan satuan
waktu, satuan produk dan apakah ada tambahan bonus. Perjanjian tersebut
biasanya memperhatikan tariff upah masa lalu dan tariff upah standar ditentukan
berdasarkan rata-rata, atau kecenderungan harga-harga tahun yang akan berjalan.
2. Standar Jam Kerja Langsung (JKL)
Standar jam kerja langsung biasanya ditetapkan oleh bagian industri atau teknik
produksi. Standar kerja dapat ditentukan berdasarkan :
a. rata-rata jam kerja di masa lalu.
b. Test- run operasi produksi di bawah keadaan normal yang dihrapkan.
c. Standardisasi karyawan atau kelompok karyawan sehingga dapat melayani
mesin-mesin dan peralatan modern yang ada dan melaksanakan pedoman
kerja atau intruksi-intruksi dengan baik.
Perhitungan atas dua komponen standar tersebut memungkinkan terjadinya selisih biaya
tenaga.
Selisih biaya tenaga kerja adalah selisih antara biaya tenaga kerja menurut
standar dan biaya tenaga kerja yang sesungguhnya. Seperti yang diuraikan pada
analisis selisih biaya bahan baku, ada dua metode satu selisih dan metode dua
selisih.
a. Metode Satu Selisih
Dalam metode satu selisih, selisih biaya tenaga kerja dihitung dengan
membandingkan antara biaya tenaga kerja yang sesungguhnya dan biaya tenaga
menurut standar. Selisih biaya tenaga kerja dengan metode satu selisih dihitung
dengan rumus sebagai berikut.

(Jst x Tst) – (Js x Ts )

Jst = Jam standar Js : Jam sesungguhnya


Tst = Tarif standar Ts : Tarif sesungguhnya

49
Berdasarkan pada contoh PT Remaja di atas jam standarnya adalah 25 jam kerja
langsung (=2,50 jam langsung x 10). Selisih biaya tenaga kerja langsung atau selisih
upah langsung dihitung sebagai berikut.
Selisih BTKL = (25 x Rp 600,00 ) – ( 30 x Rp 500,00 ) = Rp 0
b. Metode Dua Selisih
Dalam metode ini, selisih biaya tenaga kerja dianalisis menjadi dua jenis selisih,
yaitu selisih tarif upah dan selisih sebagai berikut.

1) Selisih Tarif Upah (STU)


Untuk menghitung selisih tariff upah digunakan rumus sebagai berikut.

STU = Js (Ts – Tst)

Berdasarkan contoh PT Remaja di atas selisih efisiensi upah dihitung sebagai


berikut.
STU = 30 (Rp. 500,00 – Rp 600,00)
STU = Rp. 3.000,00 ( favorable)
2) Selisih Efisiensi Upah (SEU)
Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut.

SEU = Tst (Js – Jst)

Berdasarkan contoh PT Remaja di atas, selisih efsiensi upah dihitung sebagai


berikut.
SEU = Rp. 600,00 (30 – 25)
SEU = Rp. 3.000,00 ( unfavorable )
F. Penentuan Standar Biaya Overhead Pabrik
Prosedur penentuan tariff biaya overhead pabrik standar sama seperti yang
telah dibahas dalam prosedur penentuan tarif biaya overhead pabrik pada bagian
terdahulu. Pada bagian terdahulu telah diuraikan bahwa langkah-langkah
penentuan tarif biaya overhead pabrik yang pertama adalah menyusun anggaran
biaya overhead yang meliputi biaya tetap dan biaya variable. Langkah berikutnya
adalah adalah penentuan dasar pembebanan. Selanjutnya tariff biaya overhead
pabrik dihitung dengan membagi anggaran biaya overhead pabrik dengan dasar
pembenanan (kapasitas) yang telah ditentukan. Anggaran biaya overhead pabrik
tersebut berguna untuk menentukan harga pokok pesanan ataupun produk. Di

50
samping anggaran biaya overhead pabrik disusun berdasarkan tingkat kapasitas
tertentu, anggaran biaya overhead pabrik dapat pula disusun untuk berbagai
tingkat kapasitas yang dsebut anggaran fleksibel. Kedua jenis anggaran tersebut
berguna untuk pengendalian biaya.
Di dalam anggaran fleksibel, nampak bahwa anggaran total biaya tetap adalah
konstan pada berbagai tingkat kapasitas yang masih dalam suatu kisaran (range)
tertentu. Di sisi lain, anggaran biaya variable bervariasi secra proporsional pada
berbagai tingkat kapasitas. Dengan demikian, semakin besar kapasitasnya semakin
kecil anggaran biaya tetap per satuan. Anggaran biaya veriable per satuan adalah
tidak berubah (konstan) pada berbagai tingkat kapasitas. Perhatikan pengaruh
tingkat kapasitas (volume ) terhadap anggaran biaya overhead pabrik per unit
pada contoh anggaran fleksibel berikut ini.

Kapasitas produksi 80.000 st 90.000st 100.000 st 110.000 st


Anggaran BOP
Variable Rp. 112.000,00 Rp. 126.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 154.000,00
Tetap Rp. 60.000,00 Rp. 60.000,00 Rp. 60.000,00 Rp. 60.000,00
Total Rp. 172.000,00 Rp. 186.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 214.000,00

Anggaran BOP per unit


Variable Rp. 1,40 Rp. 1,40 Rp. 1,40 Rp. 1,40
Tetap Rp. 0,75 Rp. 0,667 Rp. 0,60 Rp. 0,545
Total Rp. 2.15 Rp. 2.067 Rp. 2,00 Rp. 1,945

Dengan bantuan anggaran fleksibel, supervisor dapat melakukan pengukuran dan


pengendalian biaya variable pada berbagai tingkat kapasitas. Biaya overhead
pabrik dalam anggaran fleksibel berhubungan dengan pembebanan biaya overhead
pabrik variabel. Selisih biaya overhead pabrik variabel merupakan selisih antara
biaya overhead pabrik sesungguhnya dan biaya overhead pabrik variabel pada
anggaran fleksibel ( yang dibebankan).
Biaya tetap hanya akan terserap seluruhnya apabila beroperasi pada tingkat
kapasitas yang dipakai sebagai dasar penentuan tariff biaya overhead pabrik.
Selisih biaya overhead pabrik tetap terjadi apabila tingkat kapasitas yang dipakai
sebagai dasar penentuan tarif tidak dapat akan dicapai atau dilampaui.
Tariff biaya overhead pabrik standar merupakan tariff yang ditentukan di muka
( predeterminedrate) yang biasanya didasarkan jam kerja langsung atau jam mesin

51
atau satuan produk. Berikut ini contoh penyusunan anggaran fleksibel dan
penentuan tarif biaya overhead pabrik standar.

PT ABC
Anggaran Fleksibel Bulanan
Departemen C

Kap. Normal
Produksi 800 st 1.000 st 1.200 st
Jam kerja langsung 3.200 4.000 4.800

BOP Variabel
Upah Rp. 1.600,00 Rp. 2.000,00 Rp. 2.400,00
Bahan penolong Rp. 960,00 Rp. 1.200,00 Rp. 1.440,00
Suplai Rp. 640,00 Rp. 800,00 Rp. 960,00
Reparasi dan pemeliharaan Rp. 480,00 Rp. 600,00 Rp. 720,00
Listrik Rp. 160,00 Rp. 200,00 Rp. 240,00
Jumlah BOP Variabel Rp. 3.840,00 Rp. 4.800,00 Rp. 5.760,00

BOP Tetap
Supurvisor Rp. 1.200,00 Rp. 1.200,00 Rp. 1.200,00
Penyusutan Mesin Rp. 700,00 Rp. 700,00 Rp. 700,00
Asuransi Rp. 250,00 Rp. 250,00 Rp. 250,00
Pajak Kekayaan Rp. 250,00 Rp. 250,00 Rp. 250,00
Listrik Rp. 400,00 Rp. 400,00 Rp. 400,00
Reparasi dan pemeliharaan Rp. 400,00 Rp. 400,00 Rp. 400,00
Jumlah BOP Tetap Rp. 3.200,00 Rp. 3.200,00 Rp. 3.200,00
Jumlah Total BOP Rp. 7.040,00 Rp. 8.000,00 Rp. 8.960,00

Tarif BOP standar yang ditentukan berdasarkan jam kerja kangsung pada
kapasitas normal 4.000 jam kerja langsung adalah sebagai berikut.
Anggaran BOP Total
Tarif BOP Standar Total =
Jumlah Jam Kerja Langsung
= Rp. 8.000,00
52
4.000 jkl
= Rp. 2,00 per jkl
Tarif BOP Standar terdiri atas tariff BOP Variabel dan tariff yaitu sebagai
berikut.

Anggaran BOP Variabel


Tarif BOP Variabel =
Jumlah Jam Kerja Langsung
= Rp. 4.800,00
4.000 jkl
= Rp. 1,20 per jkl

Anggaran BOP Tetap


Tarif BOP Tetap =
Jumlah Jam Kerja Langsung
= Rp. 3.200,00
4.000 jkl
= Rp. 0,80 per jkl
Dalam sistem biaya standar, suatu pesanan produk dibebani biaya overhead
pabrik sebesar jam kerja langsung standar dikalikan BOP standar. Jam kerja
langsung standar dihitung dengan mengkalikan jam kerja langsung yang
seharusnya diperlukan untuk menghasilkan satu satuan produk dengan jumlah
satuan produk yang dihasilkan selama periode tertentu. Jumlah satuan produk
adalah ekuivalen satuan produksi untuk biaya overhead pabrik departemen yang
bersangkutan ( yang sedang dianalisis)
Pada setiap akhir bulan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
dibandingkan dengan biaya overhead pabrik yang dibebankan pada produk
berdasarkan tariff standar. Apabila biaya overhead pabrik sesungguhnya terjadi
lebih rendah atau lebih tinggi daripada biaya yang dibebankan berdasarkan tariff
standar, maka terdapat selisih biaya overhead pabrik.
Misalnya pada akhir bulan Januari diperoleh data produksi dn biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya dari PT ABC departemen C sebagai berikut.
Jumlah produk ekuivalen 850 satuan 84 jkl jumlah jam kerja langsung
sesungguhnya 3.475 jkl. Biaya Overhead pabrik yang sesungguhnya Rp. 7.384,00
Selisih BOP dihitung sebagai berikut.

53
BOP Sesungguhnya – BOP Standar = Rp. 7.384,00
- (4 jkl x 850 x Rp 2,00 ) = Rp. 7.384,00 – Rp 6.800,00 = Rp 584,00 ( unfavorable )
Tarif BOP sebesar Rp. 2,00 terdiri tariff BOP tetap Rp 0,80 dan tariff BOP variabel
Rp. 1,20.
Selisih BOP tersebut dapat tersebut dapat dianalisis lebih lanjut ke dalam metode –
metode berikut ini.
1. Metode dua selisih ( The two variance method)
2. Metode tiga selisih (The three varience method)
3. Metode empat selisih ( The four variance method )
Pembahasan analisis selisih BOP ini akan dijelaskan sebgai berikut ini.
1. Metode Dua Selisih
( The Two Variance Method )
Apabila metode ini digunakan , maka selisih BOP dianalisis menjadi dua, yaitu
selisih terkendali ( controllable varience )dan selisih volume (volume varience ). Selisih
terkendali adalah selisih antara biaya yang sesungguhnya terjadi dan anggaran
fleksibel pada jam standar untuk produk yang sesungguhnya, sedangkan selisih
volume adalah selisih antara anggaran fleksibel pada jam yang dibebankan untuk
produksi yang sesungguhnya dan biaya yang dibebankan berdasarkan tariff
standar.
Berdasarkan data PT ABC di atas selisih BOP sebesar Rp. 584,00 dapat dianalisi
menjadi selisih terkendali dan selisih volume sebagai berikut.
BOP sesungguhnya Rp. 7.384,00
BOP anggaran fleksibel pada jam standar
Tetap Rp. 3.200,00 Sel. Terkendali Rp. 104,00 (UF)
Variable ( 3.400 jkl @ Rp 1,20 ) Rp. 4.080,00
Rp. 7.280,00

BOP yang dibebankan pada jam standar


Tetap ( 3.400 jkl Rp. 0,80 ) Rp. 2.720,00 Sel. Volume Rp. 480,00 (UF)
Variable ( 3.400 jkl @ Rp. 1,20 ) Rp. 4.080,00
Rp. 6.800,00
Jumlah selisih BOP Rp. 584,00 (UF)
* ) Jam standar = 850 st @ 4 jkl
= 3400 jkl

Selisih volume dapat pula dihitung dengan cara sebagai berikut.


Kapasitas normal 4.000 jkl

54
Kapasitas standar pada produksi sesungguhnya 3.400 jkl ( - )
Selisih volume dalam jam (unfavorable ) 600 jkl
Tarif BOP tetap Rp. 0,80
Selisih volume ( 600 jkl @ Rp. 0,80) = Rp. 480,00

2. Metode Tiga Selisih ( The Three Varience Method)


Apabila metode ini digunakan, maka selisih BOP dianalisis menjadi 3 selisih
yaitu selisih anggaran, (spending varience ) dan selisih efesiensi (efficiency varience ).
Selisih anggaran adalah selisih antara biaya yang sesungguhnya terjadi dan
anggaran fleksibel berdasarkan jam kerja sesungguhnya. Selisih kapasitas adalah
selisih antara fleksibel berdasarkan jam kerja sesungguhnya dan BOP yang
dibebankan berdasarkan tarif standar pada jam kerja sesungguhnya. Kedua jenis
selisih ini identik dengan selisih anggaran dan selisih kapasitas yang telah dibahas
pada pembahasan selisih BOP, sedangkan yang dimaksud dengan selisih efisiensi
adalah selisih antara BOP yang dibebankan berdasarkan tariff standar pada jam
kerja sesungguhnyadab BOP yang dibebankan berdasarkan tariff standar pada jam
kerja.
Berdasarkan data PT ABC di atas selisih BOP sebesar Rp. 584,00 dapat dianalisis
menjadi selisih anggaran, selisih kapasitas dan selisih efisiensi sebagai berikut.

BOP sesungguhnya Rp. 7.384,00


BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya
Tetap Rp. 3.200,00 Sel. Anggaran Rp. 14,00 (UF)
Variabel (3.475 jkl @ Rp. 1,20 ) Rp. 4.170,00
Rp. 7.370,00
BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya :
Tetap ( 3.475 jkl @ Rp. 0,80 ) Rp. 2.780,00 Sel. Anggaran Rp. 420,00 (UF)
Variabel ( 3.475 jkl @ Rp. 1.20) Rp. 4.170,00
Rp. 6.950,00
BOP yang dibebankan pada jam standar
Tetap ( 3.400 jkl @ Rp. 0,80 ) Rp. 2.720,00 Sel. Efisiensi Rp. 150,00 (UF)
Variabel ( 3.400 jkl @ Rp. 1,20 ) Rp. 4.080,00
Rp. 6.800,00
Jumlah selisih BOP Rp. 584,00 (UF)

3. Metode Empat Selisih ( The Four Variance Method)

55
Apabila metode ini digunakan maka selisih Rp 543,00 tersebut dapat
dianalisis menjadi empat selisih, yaitu selisih anggaran, selisih kapasitas, selisih
efisiensi variabel dan selisih efisiensi tetap. Selisih anggaran dan selisih
kapasitas pada metode ini sama dengan selisih anggaran dan selisih kapasitas
pada metode tiga selisih. Adapun selisih efisiensi variabel dan selisih tetap
merupakan pemecahan dari selisih efisiensi pada metode tiga selisih. Selisih
efisiensi dari unsure variabel., sedangkan selisih efisiensi tetap merupakan
selisih efisiensi dari unsur biaya tetap.
Selisih efisiensi sebesar Rp. 150,00 (unfavorable) pada metode tiga selisih
dipecah menjadi dua yaitu selisih variabel dan selisih efisiensi tetap sebagai
berikut.
Selisih efesiensi variabel = TVst ( Js – Jst )
= Rp. 1,20 ( Rp 3.475,00 – Rp 3.400,00
= Rp. 90,00 (unfavorable)
Selisih efisiensi tetap = TTst ( Js – Jst )
= Rp. 0,80 ( Rp. 3.475,00 – Rp 3.400,00 )
= Rp. 60,00 (unfavorable)
Analisis selisih BOP di atas dapat dirangkum pada bagan berikut.
BOP sesungguhnya Rp. 7.384,00 metode 2 selisih metode 3 selisih metode 4 selisih

BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya


Tetap Rp. 3.200,00 sel. Terkendali Sel. Aggaran Sel. Anggaran
Variabel ( 3.475 jkl @ Rp. 1,20) Rp. 4.170,00 Rp. 104,00 (UF) Rp. 14,00 (UF) Rp. 14,00 (UF)
Rp. 7.370,00
BOP anggaran fleksibel pada jam standar
Tetap Rp. 3.200,00
Variabel ( 3.400 jkl @ Rp 1,20 ) Rp. 4.080,00
Rp. 7.280,00
BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya sel. Volume Sel. kapasitas sel. kapasitas
Rp. 480,00 Rp. 420,00 ( UF) 420,00 (UF)
Tetap (3.475 jkl @ Rp. 0,80) Rp. 2.780,00
Variabel (3.475 jkl @ Rp 1,20 Rp. 4.170,00
Rp. 6.950,00
BOP yang dibebankan pada jam standar
Tetap ( 3.400 jkl @ Rp. 0,80) Rp 2.720,00 sel. Efisiens sel. Ef. Var
Rp. 150,00 (UF) Rp. 90,00 (UF)

Sel. Ef – Tetap
Rp. 60,00 (UF)
Variabel (3.400 jkl @ Rp. 1,20 Rp. 4.080,00

56
Rp. 6.800,00
Jumah selisih BOP Rp. 584,00 (UF) Rp.584,00 (UF) Rp. 584,00 (UF)

Hubungan antara metode- metode dua selisih, tiga selisih dan empat selisih
adalah sebagai berikut.
Metode Dua Selisih Metode Empat selisih Metode Tiga Selisih

Selisih anggaran Selisih Anggaran


Selisih terkendali
Selisih Efisiensi Variabel
Selisih Efisiensi
Selisih Efisiensi Tetap
Selisih Volume
Selisih Kapasitas Selisih Kapasitas

G. Selisih Biaya pada Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan Lebih dari


satu Macam Bahan Baku.
Apabila ada perusahaan manufaktur yang mengolah suatu produk dengan
menggunakan lebih dari satu macam bahan baku dengan komposisi tertentu
maka standar biaya bahan baku merupakan komposisi kuantitas standar bahan
baku dan harga standar. Pada prinsipnya selisih biaya bahan baku pada
perusahaan yang mengolah produk dengan menggunakan lebih dari satu
macam bahan baku tidak berbeda dengan yang menggunakan satu macam
bahan baku tidak berbeda dengan yang menggunakan satu macam bahan baku.
Perbedaannya terletak pada selisih kuantitas bahan baku. Jika menggunakan
lebih dari satu macam bahan baku, maka selisih kuantitas bahan baku dapat
dianalisis menjadi macam selisih, yaitu selisih komposisi bahan baku (mix
variance ) dan selisih bahan baku (yield variance).
1. Selisih Komposisi Bahan Baku
Selisih komposisi bahan baku adalah selisih antara biaya bahan baku standar
dengan biaya bahan baku sesungguhnya yang disebabkan adanya perbedaan
antara komposisi bahan baku menurut standard an komposisi yang
sesungguhnya terjadi.
2. Selisih Hasil Bahan Baku
Selisih hasil adalah selisih antara produk yang sesungguhnya dihasilkan
dengan produk yang diharapkan dari masukan ( input) tertentu. Ada tiga
macam selisih hasil yang mungkin timbul, yaitu selain hasil bahan baku yang
disebutkan di atas adalah selisih hasil biaya tenaga kerja (upah) langsung, dan
selisih biaya overhead pabrik.
57
Berikut ini contoh perhitungan selisih biaya bahan pada perusahaan
manufaktur yang menggunakan lebih dari satu macam bahan baku.
Perusahaan permen Sari Jeruk menggunakan sistem biaya standar. Untuk
membuat setiap 1.000 kg. permen ditetapkan standar biaya bahan baku sebagai
berikut.
Bahan dasar 800 kg @ Rp. 250,00 = Rp. 200.000,00
Sirup 200 kg @ Rp. 400,00 = Rp. 80.000,00
Gula 200 kg @ Rp. 100,00 = Rp. 20.000,00
1.200 kg = Rp. 300.000,00
Data persediaan bahan baku
1 Januari 199A Pembelian bl Jan 199A 31 Jan 199A
Bahan dasar 10.000 kg 162.000 kg @ Rp. 240,00 15.000 kg
Sirup 12.000 kg 30.000 kg @ Rp. 420,00 4.000 kg
Gula 15.000 kg 32.000 kg @ Rp. 110,00 11.000 kg
Produk selesai bulan Januari ekuivalen 200.000 kg permen.
Diminta :
1. Menghitung selisih harga pembelian bahan baku.
2. Menghitung selisih biaya bahan baku.
3. Menganalisis selisih biaya bahan baku ke dalam selisih-selisih.
a. selisih harga baku,
b. selisih kuantitas bahan baku.
4. Menganalisis selisih kuantitas bahan baku ke dalam :
a. selisih komposisi
b. selisih hasil bahan baku.
Berdasarkan contoh di atas, dapat dibuat penyelesaiannya berikut ini.
1. Selisih harga pembelian bahan baku = Ksb ( Hs – Hst)
Bahan dasar 162.000 (Rp 240,00 – Rp. 250,00 ) = Rp. 1.620.000,00 (F)
Sirup 30.000 (Rp 420,00 – Rp 400,00) = Rp. 600.000,00 (UF)
Gula 32.000 (Rp 110,00 – Rp 100,00) = Rp. 320.000,00 (UF)
Jumlah selisih harga pembelian bahan baku = Rp. 700.000,00 (F)
2. Selisih biaya bahan baku = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )
Bahan dasar (157.000 x Rp 240,00) – (160.000 x Rp. 250,00) = Rp. 2.320.000,00 (F)
Sirup (38.000 x Rp. 420,00) – ( 40.000 x Rp 400,00) = Rp 600.000,00 (F)
Gula (36.000 x Rp. 110,00) – (40.000 x Rp. 100,00) = Rp. 320.000,00 (F)
Keterangan perhitungan kuantitas sesungguhnya dan kuantitas standar

58
Ks : Bahan dasar = 10.000 kg + 162.000 kg – 15.000 kg = 157.000 kg
Sirup = 12.000 kg + 30.000 kg – 4.000 kg = 38.000 kg
Gula = 15.000 kg + 32.000 kg – 11.000 kg = 36.000 kg
Kst : Bahan dasar = (800 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 160.000 kg
Sirup = (200 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 40.000 kg
Gula = (200 kg x 200.000 kg)/1.000 kg = 40.000 kg
3.a Selisih harga bahan baku = Ks( Hs – Hst )
Bahan dasar 157.000 (Rp. 240,00 – Rp 250,00 ) = Rp. 1.570.000,00 (F)
Sirup 38.000 (Rp 420,00 – Rp 400,00 ) = Rp. 760.000,00 (UF)
Gula 36.000 (Rp 110,00 – Rp. 100,00 ) = Rp. 360.000,00 (UF)
Jumlah selisih harga bahan baku = Rp. 450.000,00 (F)
b. Selisih kuantitas bahan baku = Hst( Ks – Kst )
Bahan dasar Rp. 250,00 ( 157.000 – 160.000 ) = Rp. 750.000,00 (F)
Sirup Rp. 400,00 (38.000 – 40.000 ) = Rp. 800.000,00 (F)
Gula Rp. 100.000 (36.000 – 40.000 ) = Rp. 400.000,00 (F)
Jumlah selisih harga bahan baku = Rp. 1.950.000,00 (F)
4.a Selisih komposisi bahan baku = Hst ( Komp. S – Komp. St)
Bahan dasar Rp. 250,00 ( 157.000 – 154.000 ) = Rp. 750.000,00 (UF)
Sirup Rp. 400,00 (38.000 – 38.500 ) = Rp. 200.000,00 (F)
Gula Rp. 100.000 (36.000 – 38.500 ) = Rp. 250.000,00 (F)
Jumlah selisih komposisi bahan baku = Rp. 300.000,00 (F)
Perhitungan komposisi standar
Jumlah bahan baku yang sesungguhnya dipakai ( Kg) 157.000 + 38.000 + 36.000 = 231.000
Jumlah bahan baku yang sesungguhnya dipakai ( Kg) 157.000 + 38.000+36.000 = 231.000
250 + 400 + 100
Harga rata-rata standar = = 250,00
3
Komposisi standar
Bahan dasar = 231.000 kg x 800 kg/ 1.200 kg = 154.000 kg
Sirup = 231.000 kg x 200 kg/ 1.200 kg = 38.500 kg
Gula = 231.000 kg x 200 kg/ 1.200 kg = 38.500 kg
Selisih komposisi bahan baku dapat pula dihitung dengan cara berikut ini.
Kuantitas sesungguhnya menurut harga standar
Bahan dasar 157.000 @ Rp 250,00 = Rp. 39.250.000,00
Sirup 38.000 @ Rp 400,00 = Rp. 15.200.000,00
Gula 36.000 @ Rp. 100,00 = Rp. 3.600.000,00
Jumlah = Rp. 58.050.000,00
Kuantitas sesungguhnya menurut harga standar
Rata-rata tertimbang 231.000 kg x 250,00 kg = Rp. 57.750.000,00
Selisih komposisi bahan baku = Rp. 300.000,00 (UF)
59
b. Selisih hasil bahan baku
Selisih hasil bahan adalah hasil sesungguhnya dikurangi hasil yang diharapkan
dikalikan dengan biaya standar bahan baku.
Hasil (permen) sesungguhnya 200.000 kg
Hasil yang diharapkan dari bahan baku 231.000 kg =
231.000 kg x 1.000 kg/1.200 kg = 192.000 kg (-)
Selisih 7.500 kg
Standar biaya bahan baku per kg = 300.000/10.000 = Rp 300,00
Selisih hasl bahan baku 7.500 kg x Rp 300,00 = Rp. 2.250.000,00

Selisih hasil bahan baku dapat pula dihitung dengan cara berikut ini.
Kuantitas produk selesai (permen) dikalikan biaya bahan standar
200.000 kg @ Rp. 300,00 = Rp 60.000.000,00
Kuantitas bahan baku sesungguhnya (total) menurut harga standar
Rata-rata tertimbang 231.000 kg @ Rp. 250,00 = Rp. 57.750.000,00
Selisih hasil bahan baku = Rp. 60.000.000,00 – Rp 57.750.000,00= Rp. 2.250.000,00

H. Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung pada Perusahaan manufaktur yang


menggunakan Lebih dari satu Macam Bahan Baku
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara selisih biaya tenaga kerja
langsung pada perusahaan yang menghasilkan produk dengan menggunakan
lebih dari dari satu macam bahan baku dengan yang hanya menggunakan satu
macam bahan baku. Pada keduanya, selisih biaya tenaga kerja langsung dapat
dianalisis ke dalam selisih tarif upah langsung. Letak perbedaannnya yaitu
pada perusahaan yang mengolah produk dengan menggunakan satu macam
produk, selisih biaya tenaga kerja langsung dapat dianalisis ke dalam ke dalam
selisih tarif upah langsung dan selisih efisiensi upah langsung. Oleh karena itu,
pada perusahaan yang menggunakan lebih dari satu macam bahan selisih
efisiensi upah langsung ( biasanya disebut selisih upah langsung konvensional)
yang masih dapat dianalisis lebih lanjut ke dalam selisih hasil upah (biaya
tenaga kerja) langsung dan selisih efisiensi upah langsung ( karena factor-faktor
lain).
1. Selisih Hasil Biaya Tenaga KerJa Langsung
Selisih hasil biaya tenaga kerja langsung adalah hasil yang sesungguhnya
dikurangi hasil yang diharapkan dari masukan (input) yang sesungguhnya

60
dikalikan standar biaya tenaga kerja langsung. Selisih hasil upah langsung dihitung
dengan rumus sebagai berikut.

SHUL = UL st ( Hs – Hh)

SHUL = Selisih hasil upah langsung


UL st = Upah langsung standar
Hs = Hasil yang sesungguhnya
Hh = Hasil yang diharapkan dari input yang sesungguhnya.
2. Selisih Efisiensi Upah Langsung
Selisih efisiensi upah langsung pada perusahaan yang mengolah produk
dengan menggunakan lebih dari satu macam bahan adalah selisih antara jam
stamdar pada produksi yang diharapkan dan jam sesungguhnya dikalikan tariff
upah standar. Selisih efisiensi upah langsung dihitung dengan rumus sebagai
berikut.

SEUL = Tst ( Jst Hh – Js)

SEUL = Selisih efisiensi upah langsung


Tst = Tarif standar upah langsung
Jst Hh = Jam standar pada hasil (produksi) yang diharapkan.
Js = Jam yang sesungguhnya.
Jika Jst Hh > Js, maka selisih bersifat menguntungkan, dan
Jika Jst Hh < Js, maka selisih bersifat tidak menguntungkan
Analisis terhadap selisih upah langsung dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Selisih Tarif Upah
Selisih Upah Langsung Selisih Hasil Upah Langsung
Selisih Efisiensi Upah Langsung
Berikut ini akan diberikan contoh perhitungan selisih biaya tenaga kerja
langsung pada perusahaan manufaktur yang menggunakan lebih dari satu macam
produk.
Misalnya perusahaan permen “ Sari Jeruk “ pada contoh sebelumnya, untuk
mengolah 1.200 kg bahan baku menjadi 1.000 kg permen ditentukan jam standar
tenaga kerja langsung 20 jam dengan tarif upah langsung Rp. 6.000,00 per jam atau
Rp. 120,00 per kg permen. Dalam bulan Januari upah langsung yang sesungguhnya
adalah 3.800 jam dengan tarif Rp. 6.080,00 per jam.
Diminta :

61
a. Menghitung selisih biaya tenaga kerja langsung.
b. Menganalisis selisih biaya tenaga kerja langsung ke dalam selisih tariff upah
langsung, selisih efisiensi upah langsung.
Berdasarkan contoh tersebut, maka dapat dibuat penyelesaian sebagai berikut.
a. Selisih biaya tenaga kerja langsung = (Js x Ts) – (Jst x Tst)
= (3.800 x Rp 6.080,00) – (4.000 x Rp 6.000,00)
= Rp. 896.000,00 (F)
b. Selisih tariff upah langsung = Js (Ts – Tst)
= 3.800 x (Rp. 6.080,00 – Rp 6.000,00)
= Rp. 304.000, 00 (UF)
c. Selisih hasil upah langsung
Hasil sesungguhnya 200.000 kg
Hasil yang diharapkan dari bahan baku 231.000 kg
( 231.000 x 1.000 kg/1.200 kg) 192.500 kg (-)
Selisih hasil 7.500 kg
Standar upah langsung per kg Rp 1.200
Selisih hasil upah langsung 7.500 kg @ Rp 120,00 = Rp. 900.000,00 (F)
Selisih hasil upah langsung dapat pula dihitung dengan cara sebagai berikut.
Jam standar pada produksi sesungguhnya 4.000 jkl
Jam standar pada produksi yang diharapkan 3.850 jkl
Tariff upah langsung per jam kerja langsung Rp. 6.000,00
Selisih hasil upah langsung yaitu, Rp. 6.000,00 (4.000 – 3.850 ) atau Rp.
900.000,00 (F)
d. Selisih efesiensi upah langsung : Tst (Jst Hh – Js)
Rp. 6.000,00 (3.850 – 3.800 )
= Rp. 300.000,00 (F)

3. Selisih Hasil Biaya Overhead Pabrik


Selisih hasil biaya overhead pabrik adalah hasil yang sesungguhnya dikurangi
hasil yang diharapkan dari masukan (input) yang sesungguhnya kali standar biaya
overhead pabrik. Dengan demikianlah apabila suatu perusahaan menghasilkan
produk dengan menggunakan lebih dari satu macam produk. Analisis selisih
antara biaya overhead pabrik sesungguhnya dengan biaya overhead pabrik standar
dilakukan penyesuaian dengan adanya selisih hasil.
62
Berikut ini contoh perhitungan selisih biaya pada perusahaan yang
menggunakan lebih dari satu macam bahan baku.
Misalnya perusahaan permrn “ Sari Jeruk “ pada contoh sebelumnya
mempunyai kapasitas normal 4.000 jam kerja langsung per bulan. Biaya overhead
pabrik yang dianggarkan pada kapasitas tersebut Rp. 20.000.000,00 terdiri atas
biaya variabel Rp. 8.000.000,00 dan biaya tetap Rp. 12.000.000,00. biaya overhead
yang sesungguhnya dalam bulan Januari adalah Rp. 22.000.000,00
Diminta :
a. Menghitung selisih biaya overhead pabrik.
b. Menganalisis selisih biaya overhead pabrik dengan metode dua selisih, tiga
selisih, dan empat selisih yeng telah disesuaikan dengan adanya selisih hasil.
Penyelesaian :
a. Selisih BOP = BOP sesungguhnya – BOP standar
= BOP sesungguhnya – (jam standar x tarif BOP standar )
= Rp. 22.000.000,00 – (4.000 x Rp 5.000,00)
= Rp. 2.000.000,00 (UF)
b. Analisis selisih biaya overhead pabrik metode dua selisih, metode tiga selisih
dan metode selisih yang dimodifikasi dengan adanya selisih hasil akibat
penggunaan lebih dari satu macam bahan baku dapat diilustrasikan pada bagan
berikut.

Analisis selisih BOP

Metode 2 selisih Metode 3 selisih Metode 4 selisih


BOP sesungguhnya Rp. 22.000.000,00
BOP anggaran fleksibel pada Sel. Terkendali Sel. Anggaran : Sel. Anggaran :
Jam sesungguhnya Rp. 19.600.000,00 Rp. 2.300.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 2.400.000,00
(UF) (UF)
BOP anggaran fleksibel pada Rp. Sel kapasitas : Rp. Sel kapasitas:
Jam std dari hasil yang Rp. 19.700.000,00 Rp. 600.000,00 Rp. 600.000,00
diharapkan
BOP dibebankan pada Rp. 19.000.000,00 Sel. Volume :
jam sesungguhnya Rp. 450.000 Sel. Efisiensi : 1. SEV :
(UF) Rp. 250.000,00 Rp. 100.000,00 UF
63
BOP dibebankan pada (UF) 2. SET.
Jam std dari hasil Rp. 19.250.000,00 Rp. 150.000,00 UF
Diharapkan Sel. Hasil : Sel. Hasil Sel .Hasil
Rp. 750.000,00 Rp. 750.000,00 Rp. 750.000,00
BOP dibebankan pada Rp. 20.000.000,00 (F) (F) (F)
Jam std. dari hasil ses.
Jumlah selisih BOP Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.000.000,00
(UF) (UF) (UF)

Perhitungan analisis selisih biaya overhead pabrik :


1. Selisih terkendali adalah selisih antara BOP sesungguhnya dan BOP anggaran fleksibel
pada jam standar dari hasil yang diharapakan.
Hasil yang diharapkan adalah 192.500 kg permen (lihat contoh sebelumnya). Jam yang
sebelumnya menurut standar adalah 192.500/1.000 x 20 jkl = 3.850 jkl.
Selisih terkendali dihitung sebagai berikut.
BOP sesungguhnya Rp. 22.000.000,00
BOP anggaran fleksibel pada jam standar dari hasil yang diharapkan
BOP tetap = Rp. 12.000.000,00
BOP variabel 3.850 @ Rp. 2.000,00 = Rp. 7.700.000,00
Rp. 19.700.000,00
Rp. 2.300.000,00 UF
2. Selisih volume adalah selisih antara BOP anggaran fleksibel pada jam standar dari hasil
yang diharapkan dengan BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang
diharapkan.
BOP tetap 3.850 jkl @ Rp 3.000,00 = Rp. 19.700.000,00
BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang sesungguhnya
Biaya tetap 3.850 @ Rp. 3.000,00 = Rp. 11.550.000,00
Biaya variabel 3.850 jkl @ Rp. 2.000,00 = Rp. 7.700.000,00
Rp. 19.250.000,00
Selisih volume unfavorable Rp. 750.000,00
3. Selisih hasil BOP adalah selisih antara BOP yang dibebankan pada jam standar dari
hasil yang diharapkan dengan BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang
sesungguhnya.
BOP yang dibebankan pada jam standar dari harus yang diharapkan Rp. 19.250.000,00
BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang sesungguhnya
= Rp. 200.000,00 x 20 jkl = 4.000 jkl
1.000 jkl
Biaya tetap 4.000 jkl @ Rp. 3.000,00 = Rp. 12.000.000,00
Biaya variabel jkl 4.000 jkl @ Rp. 2.000,00 = Rp. 8.000.000,00
Rp. 20.000.000,00

64
Selisih hasil BOP favorable Rp. 750.000,00
4.Selisih anggaran BOP adalah selisih antara BOP sesungguhnya dengan BOP anggaran
fleksibel pada jam sesungguhnya.
BOP sesungguhnya Rp. 22.000.000,00
BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya
Biaya tetap Rp. 12.000.000,00
Biaya variabel 3.800 jkl @ Rp 2.000,00 Rp. 7.600.000,00
Rp. 19.600.000,00
Selisih anggaran BOP unfavorable Rp. 2.400.000,00

5. Selisih kapasitas adalah selisih antara BOP anggaran fleksibel pada jam
sesungguhnya dengan BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya.
BOP anggaran fleksibel pada jam sesungguhnya Rp. 19.600.000,00
BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya
Biaya tetap 3.800 jkl @ Rp. 3.000,00 Rp. 11.400.000,00
Biaya variabel 3.800 jkl Rp. 2.000,00 Rp. 7.600.000,00
Rp. 19.000.000,00
Selisih kapasitas unfavorable Rp. 600.000,00

Selisih kapasitas dapat pula dihitung dengan rumus sebagai berikut.


TT ( Js – Jst Hs )

TT : Tarif BOP tetap


Js : Jam sesungguhnya
Jst Hs : Jam standar dari hasil sesungguhnya
Selisih kapasitas = Rp. 3.000,00 ( 3.800 – 4.000 ) = Rp. 600.000,00
6. Selisih efisiensi BOP adalah selisih antara BOP yang dibebankan pada jam
sesungguhnya dengan BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang
diharapkan.
BOP yang dibebankan pada jam sesungguhnya Rp. 19.000.000,00
BOP yang dibebankan pada jam standar dari hasil yang diharapkan Rp. 19.250.000,00
Selisih efisiensi BOP favorable Rp. 250.000,00
Selisih efisiensi BOP dapat pula dihitung dengan rumus sebagai berikut
T ( Js – Jst Hh )

T : Tarif BOP
Js : Jam sesungguhnya
Jst Hh : Jam standar dari hasil yang diharapkan

65
Selisih efisiensi BOP : Rp. 5.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 250.000,00 (F)
7. Selisih efisiensi BOP dapat danalisis menjadi selisih efisiensi BOP tetap dan selisih
efisiensi BOP variabel. Perhitungan selisih efisiensi BOP tetap dan selisih BOP variabel
dapat menggunakan rumus perhitungan selisih efisiensi BOP yang disebutkan di atas
dengan mengganti tarif BOP menjadi tarif BOP tetap atau tarif BOP variabel.
Selisih efisiensi BOP tetap TT (Js – Jst Hh)
Rp. 3.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 150.000,00 (F )
Selisih efisiensi BOP variabel TV ( Js – Jst Hh )
Rp. 2.000,00 ( 3.800 – 3.850 ) = Rp. 100.000,00 (F)

66
SOAL LATIHAN

1. PT maju menggunakan 12 meter pipa alumunium dengan harga Rp. 80,00 per meter
sebagai standar untuk memproduksi sejenis kursi. Dalam bulan januari terjadi
pembelian 100.000 meter pipa @ Rp. 78,00 dan memproduksi 7.200 buah kursi dengan
menggunakan 87.300 meter pipa
Diminta :
a. Menghitung selisih biaya bahan baku (metode satu selisih).
b. Menghitung selisih harga bahan baku dan selisih kuantitas bahan baku yang
dipakai (metode dua selisih).
2. PT Remaja telah memproduksi 10 buah kemeja dengan memakai bahan baku
(kain) sebanyak 20 meter dengan harga Rp. 1.000,00 per meter. Standar biaya
bahan baku yang ditetapkan pada awal tahun adalah 1,70 mater kain
@ Rp. 900,00. jam kerja yang sesungguhnya 30 jam dan tarif upah yang
dibayarkan Rp 550,00 per jam. Adapun standar biaya tenaga kerja yang
ditetapkan adalah 2,5 jam kerja per buah kemeja dengan tarif standar Rp. 600,00
per jam.
Diminta :
Menganalisis selisih biaya bahan dan biaya tenaga kerja dengan menggunakan
metode satu selisih dan dua selisih.
3. Proses pengolahan suatu barang memerlukn 0,8 jam kerja langsung per satuan.
Tarif upah standar Rp. 675,00 per jam. Produksi yang sesungguhnya dihasilkan
bulan Januari 2.000 satuan dengan mempekerjakan tenaga kerja langsung 1.580
jam @ Rp. 690,00 per jam.
Diminta :
Analisis selisih BOP dengan model satu selisih dan dua selisih.
4. PT ABC memiliki anggaran sebagai berikut.
Biaya overhead pabrik variabel Rp. 4.800,00
Biaya overhead pabrik tetap Rp. 3.200,00
Kapasitas normal 1.000 produk atau 4.000 jam kerja langsung
Tarif BOP standar yang ditentukan berdasarkan jam kerja langsung pada
kapasitas normal adalah Rp. 2,00 per jkl, taif BOP variabel Rp. 1,20 per jkl, tarif
BOP – tetap Rp. 0,80 per jkl
Jumlah produk ekuivalen 850 satuan
Jumlah jam kerja langsung sesungguhnya 8.450 jkl
67
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya Rp. 8.000,00
Berdasarkan data tersebut Anda diminta untuk menganalisis selisih biaya
tenaga kerja dengan metode : (a) dua selisih, (b) tiga selisih.
5. Berikut ini adalah data dari suatu departemen fiishing dalam triwulan pertama.
Jumlah BOP sesungguhnya Rp. 1.780.000,00
Anggaran BOP Rp. 1.100.000,00 ditambah Rp. 5,00 per jam kerja langsung.
Tarif BOP Rp. 15,00 per kerja langsung.
Tarif BOP Rp 15,00 per jam kerja langsung.
Selisih anggaran Rp. 80.000,00 (UF) dan selisih efisiensi Rp. 90.000,00 ( UF).
Diminta :
a. Jam kerja langsung sesungguhnya dalam triwulan pertama.
b. Jumlah jam standar untuk produksi selama tri wulan pertama.
6. PT Perkasa menghasilkan produk dengan biaya standar per satuan sebagai
berikut.
Bahan baku 24 kg @ Rp. 300,00 Rp. 7.200,00
Upah langsung 6 jam @ Rp. 650,00 Rp. 3.900,00
BOP 6 jam Rp. 75,00 Rp. 450,00
Biaya standar per satuan Rp. 11.550,00
Biaya overhead pabrik didasarkan pada anggaran fleksibel berikut (kapasitas
normal 45.000 jam kerja langsung).
Kapasitas (Jam kerja langsung) 40.000 jkl 45.000 jkl 50.000 jkl
Biaya Variabel Rp. 200.000,00 Rp. 225.000,00 Rp. 250.000,00
Biaya Tetap Rp. 112.500,00 Rp. 112.500,00 Rp. 112.500,00
Jumlah Rp. 312.500,00 Rp. 337.500,00 Rp. 362.500,00

Data bulan Maret


Produksi yang direncanakan 7.500 st
Bahan baku yang masuk proses 192. 410 kg @ Rp 304,00 (biaya rata-rata)
Upah langsung 46.830 jam @ Rp 660,00 (upah langsung rata-rata )
BOP sesungguhnya Rp. 3.634.000,00
Persediaan barang dalam proses awal : 80 st dengan tingkat penyelesaian 100 %
bahan dan 50 % biaya konversi.
Jumlah produk yang dimasukkan dalam proses bulan Maret 7.850 st.
Diminta : analisis selisih biaya bahan baku, upah langsung dan BOP (metode
dua selisih).
68
7. PT Indodrink menyusun kartu harga pokok standar untuk memproduksi setiap
40 kg produk sebagai berikut.
Bahan Baku Satuan (kg) Harga Standar Jumlah
A 20 Rp. 70,00 Rp. 1.400,00
B 5 Rp. 40,00 Rp. 200,00
C 25 Rp. 20,00 Rp. 500,00
Jumlah Rp. 130,00 Rp. 2.100,00

Dalam bulan April telah dihasilkan 390.000 kg produk selesai dan dikeluarkan
dari gudang bahan untuk produksi sebanyak 500.000 kg sebagai berikut.

Jenis bahan satuan Harga per


satuan
A 230.000 kg Rp. 80,00
B 50.000 kg Rp. 35,00
C 220.000 kg Rp. 25,00
Diminta :
a. Selisih biaya bahan, selisih harga pemakaian bahan, dan selisih kuantitas
bahan.
b. Selisih kuantitas pemakaian bahan, selisih komposisi bahan, dan selisih hasil
bahan.
8. PT Nutrisifood menggunakan system harga pokok standar dalam memproduksi
sejenis sarapan pagi sereal. Biaya bahan baku adalah sebagai berikut.
Jenis bahan Kuantitas Harga Satuan biaya bahan
Whaet Germ 25 kg Rp. 200,00 Rp. 5.000,00
Barley 100 kg Rp. 100,00 Rp. 10.000,00
Oats 125 kg Rp. 80,00 Rp. 10.000,00
Jumlah input 250 kg Rp. 25.000,00
Jumlah output 200 kg Rp.250.000,00
Catatan bulan Mei menunjukkan sebagai berikut.
Persd. 1 Mei Pembelian Harga beli/kg Persd 31 Mei
Wheat Germ 2.000 kg 8.000 kg Rp. 205,00 Rp. 1.200 kg
Barley 5.000 kg 35.000 kg Rp. 110,00 Rp. 5.300 kg
Oats 4.000 kg 45.000 kg Rp. 80,00 Rp. 7.000 kg

69
Untuk menghasilksn 200 kg produk selesai tersebut diperlukan 25 jam kerja
langsung @ Rp. 800,00 per jam. Jam kerja langsung sesungguhnya pada bulan
Mei 8.000 jam dan upah langsung yang terjadi Rp. 6.480.000,00. BOP
dibebankan berdasarkan jam kerja langsung dengan tarif Rp. 300,00 (Rp 100,00
variabel dan Rp 200,00 tetap ). Biaya overhead pabrik pada kapasitas normal
Rp. 3.000.000,00 atau 10.000 jam kerja langsung. BOP sesungguhnya bulan Mei
Rp. 2.800.000,00. jumlah produk yang dihasilkan 70.000 kg.
Diminta :
a. Selisih harga pembelian, selisih komposisi bahan dan selisih hasil baham.
b. Selisih tarif upah langsung, selisih hasil upah langsung, dan selisih efisiensi
upah langsung.
c. 1) Selisih terkendali, selisih volumeh hasil BOP.
2) Selisih anggaran, selisih kapasitas, selisih efisiensi tetap, selisih efisiensi
variabel dan selisih hasil BOP.

70

Anda mungkin juga menyukai