Anda di halaman 1dari 21

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

Jl. Puspitek, Setu, Kec. Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten 15314

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


PERANCANGAN TAPAK
PENGARUH INDIKATOR INTENSITAS TAPAK PADA PERENCANAAN
DAN PERANCANGAN TAPAK

TANGGAL PENGUMPULAN :
Minggu, 24 Desember 2022

DOSEN PENGAMPU :
IR. RINO WICAKSONO, MAUD, MURP, PHD, IAP

MAHASISWA :
HERMANSYAH JAYA PRASETYO
NIM : 1222220001 ( Mahasiswa PKP )

SEMESTER I
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya bisa menyusun tulisan ini dengan tepat pada
waktunya. Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua komponen yang
telah turut memberikan bantuan dalam penyusunan tulisan ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai komponen sehingga saya dapat
menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “PENGARUH INDIKATOR INTENSITAS TAPAK PADA
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAPAK”.
Saya berharap semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya kepada dosen pengampu
mata kuliah perancangan tapak dan juga para rekan mahasiswa. Sebagai penulis, saya
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa
penyampaian dalam tulisan ini. Oleh karena itu, saya berharap adanya saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki tulisan ini.

Saya berharap semoga tulisan ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi kita
semua.

Serpong, 18 Desember 2022

Hermansyah Jaya Prasetyo

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …...........................................................................................................i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………………ii

DAFTAR GAMBAR .…………………………………………………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….………………………………………………....1

BAB II PEMAHAMAN PENGARUH INDIKATOR INTENSITAS TAPAK PADA PERENCANAAN


DAN PERANCANGAN TAPAK ……………….……………………………………………………………....3

2.1 Koefisien Dasar Bangunan/ KDB (Building Coverage/ BC …………………………..………...4

2.2 Koefisien Lantai Bangunan/ KLB (Floor Area Ratio/ FAR) ………………………………..…5

2.3 Koefisien Daerah Hijau/ KDH (Open Space Ratio) ……………………………………………..…7

2.4 Garis Sempadan/ GS ……………………………………………………………………………………………8

2.5 Tinggi Bangunan dan Jumlah Lantai Bangunan ………………………………………..…………12

BAB III KESIMPULAN PEMAHAMAN INDIKATOR INTENSITAS TAPAK DAN REKOMENDASI


INDIKATOR INTENSITAS TAPAK DALAM PERANCANGAN TAPAK ……………….…….....15

3.1 Kesimpulan Pemahaman Indikator Intesitas Tapak …………..……………………………….15

3.2 Rekomendasi Pemanfaatan Indikator Intensitas Tapak Dalam Perancangan Tapak


…………………………………….……………………………..…………………..………………….….………..15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Perkiraan KLB …………………………………………………………………………….6

Gambar 2.2 Gambar contoh KDH …………………………………………………………………………….…7

Gambar 2.3 Gambar Perkiraan GSB ………………………………………………………………..………....8

Gambar 2.4 Gambar Perkiraan GSJ ………………………………………..………………………..……......9

Gambar 2.5 Gambar Perkiraan GSP ……………………………………………………………….………..…9

Gambar 2.6 Gambar ilustrasi potongan melintang sempadan danau …………………….…10

Gambar 2.7 Gambar ilustrasi potongan melintang sempadan pantai ...……..………..……10

Gambar 2.8 RTH Jalur Rel Kereta Api sebagai Pengaman Utilitas …………..…………………11

Gambar 2.9 Ketinggian Bangunan dapat ditentukan dari massa bangunan dan elemen
utilitas ……………………………………………………………………………………………..……14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kota sebagai pusat peradaban berperan besar dalam keberlangsungan kehidupan


penduduk, baik penduduk di pusat kota dan disekitarnya. Peningkatan jumlah penduduk di
perkotaan dipicu oleh pertumbuhan penduduk alami dan angka migrasi masuk yang terus
meningkat. Intensitas alih fungsi lahan terus meningkat sebagai wujud pemenuhan
kebutuhan ruang untuk mendukung aktivitas di Perkotaan. Lahan terbuka hijau menjadi
ruang yang dikorbankan sebagai wujud eksternalitas aktualisasi aktivitas perkotaan.
Minimnya ruang terbuka hijau menyebabkan degradasi lingkungan dan terancamnya
keberlanjutan ruang di Perkotaan. Perubahan iklim mikro menjadi salah satu dampak nyata
minimnya ketersediaan ruang hijau di Perkotaan (Yang, Jin, Xiao, Jin, Xia, Li, & Wang, 2019).
Hal ini semakin diperparah dengan adanya aktivitas manusia dan pembangunan perkotaan
yang dapat 152 Lanthika Atianta /JPK Vol. 8 No. 2 (2020) 151- 162 meningkatkan
anthropogenic heat di perkotaan (Kurnis, 2016).

Menanggapi kondisi tersebut, saat ini beberapa bangunan mulai menerapkan prinsip
ecobuilding. Tatanan elemen terbangun (urban layout) dan material terbangun berpengaruh
terhadap kemampuan objek dalam menyerap energi dari penyinaran matahari (Febrianti &
Sofan, 2014). Teknologi mulai dikembangkan untuk mewujudkan tata bangunan dan ruang
yang nyaman. Konsep vertical garden maupun rooftop garden menjadi salah satu bentuk
inovasi dan adaptasi untuk mewujudkan area hijau di perkotaan yang berfungsi untuk
menurunkan suhu di Perkotaan.

Berdasarkan hasil kajian pustaka terhadap beberapa penelitian yang sudah dilakukan,
variabel operasional intensitas pemanfaatan ruang mengacu pada pedoman tata ruang di
Indonesia. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya (Permen ATR No.17 Tahun 2017). Sesuai dengan lampiran Permen
ATR No. 16 Tahun 2018, Intensitas pemanfaatan ruang meliputi KDB, KDH, KLB, Tapak
Basement dan Kepadatan Bangunan. Dalam penelitian ini, variabel operasional yang
digunakan untuk menunjukkan intensitas pemanfaaatan ruang meliputi KDB, KDH, KBD dan
jumlah lantai bangunan. Data intensitas pemafaatan ruang didapatkan dari perhitungan
data sekunder yang selanjutnya dilakukan verifikasi melalui pengamatan secara langsung di
lapangan. Dalam penelitian ini, data intensitas pemafaatan ruang yang digunakan
merupakan kondisi eksisting untuk setiap lokasi amatan yang dijadikan sampel.

1
Dari segi intensitas pemanfaatan lahan, panduan rancangan memuat panduan yang
lebih detai yang menyangkut pengendalian dan pengontrolan pembangunan dan
pemanfaatan lahan. Adapaun komponen yang diatur dalam panduan rancangan segi
intensitas pemanfaatan lahan, sebagai berikut:

a) Garis sempadan bangunan, jalan dan sungai

b) Seberapa besar KDB maksimal yang diizinkan

c) Seberapa besar KLB maksimal yang telah ditetapkan

d) Seberapa besar KDH minimal yang telah ditentukan

e) Insentif dan disinsentif, aturan wajib dan himbauan

f) Standar-standar perparkiran yang berlaku dalam kawasan

g) Ketentuan pengaturan komponen diatas diambil dari aturan yang sudah ada tetapi
bila belum ada aturan sebelumnya maka harus dianalisa kembali

Dalam Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penyusunan RTBL pada bab
Rencana Umum dan Panduan Rancangan disebutkan bahwa, pentingnya panduan dalam
RTBL dipertegas dengan pemberlakuan aturan dasar yang meliputi aturan wajib, aturan
anjuran utama dan aturan anjuran, beserta pendelegasian kewenangan untuk memutuskan
keterlibatan desain dalam konsep penataan kawasan, serta mengontrol implementasi atas
aturan dasar tersebut.

2
BAB II

PEMAHAMAN PENGARUH INDIKATOR INTENSITAS TAPAK PADA


PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAPAK

Intensitas Bangunan Gedung adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan


ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan tertentu,
yang meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan jumlah
lantai bangunan.” (Pasal 10 Angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung).

Merupakan aturan yang disusun menurut peraturan tata Kota dan bangunan gedung
setempat ataupun aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai dengan
visi Pembangunan yang ditetapkan. Aturan ini bersifat mengikat dan wajib untuk
ditaati/diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan Aturan Wajib ini dapat dilakukan sebagian
pada jenjang tertinggi, yaitu Gubernur/Walikota/Bupati Sebagai kepala claerah setempat,
sedangkan sebagian Iainnya dapat dilakukan pada jenjang Kepaia Dinas teknis setempat.
Aturan ini meliputi:

a) Seluruh aturan yang wajib diikuti, dengan kewenangan pemberlakuan pada jenjang
tertinggi seperti Gubernur/Walikota/ Bupati adalah:

1) Peruntukan Lahan;

2) Luas Lahan dan Batas Lahan;

3) Koefisien Dasar Bangunan (KDB);

4) Koefisien Lantai Bangunan (KLB);

5) Ketinggian Maksimum Bangunan;

6) Transfer KLB > 10 %;

7) Standar Perencanaan Kota.

b) Seluruh aturan yang wajib diikuti, dengan kewenangan pemberlakuan dapat pada
jenjang Kepala Dinas Tata teknis setempat adalah:

1) Garis Sempadan Bangunan (GSB);

2) Jarak Bebas;

3) Transfer KLB < 10% di dalam satu blok.

3
c) Seluruh tambahan aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai
dengan visi pembangunan yang ditetapkan. Aturan tambahan ini dimaksudkan agar
pencapaian visi pembangunan sesuai dengan arahan yang ditetapkan. Untuk itu ragam
aturan pada aturan tambahan dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan spesifik setempat,
misalnya:

1) Ketinggian Podium Maksimum;

2) Arahan Tata Bangunan;

3) dan Iain sebagainya

2.1 Koefisien Dasar Bangunan/ KDB (Building Coverage/ BC)

KDB adalah angka yang dikali luas lahan untuk mendapatkan luasan yang boleh ditutupi
bangunan kotor.

Dasar perhitungan variabel operasional intensitas pemanfaatan ruang, dianalisis sesuai


dengan pedoman lampiran I Permen ATR No.17 Tahun 2017 tentang Audit Tata Ruang.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas bangunan dengan luas
lahan. Nilai KDB di suatu kawasan menentukan berapa persen luas bangunan di suatu
kawasan yang boleh dibangun. Nilai terendah untuk KDB adalah 0% yang menunjukkan area
tersebut merupakan area non terbangun dan nilai KDB tertinggi adalah 100% yang
menunjukkan area terbangun dan padat bangunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Sebagai penentu luas bangunan di sebuah lahan, fungsi KDB adalah untuk:

a) Menyisihkan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)

KDB adalah elemen penting yang harus diperhatikan untuk menjaga keasrian
lingkungan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang bersifat terbuka untuk tanaman,
baik yang di tanam atau yang ada secara alamiah.RTH berfungsi untuk memberi
keseimbangan antara lingkungan alam dan buatan. Dengan itu, RTH dapat meningkatkan
keasrian lingkungan dengan menjaga kualitas udara dan mengurangi kebisingan kota.

Ketersediaan RTH sudah diatur oleh Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang
penataan ruang, yang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus disisihkan untuk RTH,
dengan 20% dari publik dari 10% dari privat. RTH privat adalah yang dimiliki oleh perorangan
atau organisasi.

4
Contoh fungsi ini adalah kebun perumahan atau halaman depan bangunan yang
ditanami dengan tanaman hijau. Selain mematuhi undang-undang mengenai RTH, dengan
mengikuti yang benar, Anda dapat menambahkan kehijauan yang memenangkan kepada
bangunan Anda.

b) Resapan Air

Tidak bisa dipungkiri bahwa peran resapan air sangat krusial dalam pembangunan.
Beberapa studi telah memprediksi bahwa pulau Jawa akan kehabisan air pada tahun 2040
mendatang. Dengan itu, ketersediaan resapan air cukup penting untuk menambah stok air
tanah.

Selain itu, resapan air juga bisa meminimalisir aliran air hujan, sehingga menurunkan
kemungkinan banjir. Dengan mengikuti KDB, Anda dapat mencukupi kebutuhan resapan air
untuk bangunan Anda.

c) Menjaga kerapian tata kota

Sistem KDB dibuat untuk menjaga keseimbangan antara bangunan dan lahan terbuka di
sebuah kota. KDB membantu menjaga kerapian kota dengan baik. Dengan memahami dan
menaati KDB, Anda membantu mempertahankan lingkungan dengan oksigen segar dari
tanaman dan resapan air yang mencukupi.

Berikut contoh pengaruh dan perhitungan KDB didalam tapak suatu daerah :

a) Jika Anda mempunyai lahan berukuran 5.000 m2 dan KDB adalah 60%, menurut
rumus tersebut Anda bisa membangun lantai pertama dengan ukuran 5.000m2 x 60%=
3.000m2.

Dengan itu, Anda memiliki sisa lahan 2.000m2 untuk membangun RTH seperti taman
dan hal lainnya. Dari perhitungan KDB tersebut, pembangunan Anda tidak boleh melebihi
3.000m2 seperti yang sudah ditentukan oleh rumus tersebut.

b) peraturan bangunan yang bisa ditemukan di RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
masing-masing wilayah, misalnya, lahan disuatu daerah dengan KDB 60% dengan luasnya
150 m2 yang arinya Arsitek hanya boleh membangun rumah seluas 60% x 150 m2 = 90 m2,
sisanya 60 m2 sebagai area terbuka.

2.2 Koefisien Lantai Bangunan/ KLB (Floor Area Ratio/ FAR)

KLB adalah angka yang dikali luas lahan untuk menghasilkan jumlah maksimal luas
bangunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,

5
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan perbandingan antara jumlah seluruh luas
lantai bangunan dengan pada luas lahan/bidang tanah yang dapat dibangun. Berbeda
dengan 2 koefisien sebelumnya, nilai KLB bukan persentasi. Nilai terendah untuk KLB adalah
0 yang menunjukkan bahwa area tersebut adalah non terbangun, dan nilai tertinggi KLB
tidak Lanthika Atianta /JPK Vol. 8 No. 2 (2020) 151- 162 155 dapat ditentukan karena
mengikuti nilai KDB dan jumlah lantai untuk masing-masing lokasi.

Berikut contoh pengaruh dan perhitungan KDB didalam tapak suatu daerah :

a) Total luas lantai yang diperbolehkan = Luas tanah yang dapat dibangun x KLB. Luas
tanah 10.000 m2. KLB yang dipersyaratkan 4,5 Maka, luas lantai yang diperbolehkan untuk
dibangun adalah

= Luas tanah yang dapat dibangun x KLB

= 10.000 m2 x 4,5

= 45.000 m2

Maka, di tanah tersebut total luas lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun
adalah 45.000 m2.

b) Lahan disuatu daerah dengan KDB 60% dan KLB : 1 dengan luasnya 150 m2

Artinya: Luas bangunan : 60% x 150 m2 = 90 m2 Area terbuka : 60 m2 Luas total


bangunan : 1 x 150 m2 = 150 m2

Gambar 2.1 Gambar Perkiraan KLB


(Sumber : doc-pak.undip.ac.id, 2020)

6
2.3 Koefisien Daerah Hijau/ KDH (Open Space Ratio)

KDH adalah angka yang dikali luasan lahan untuk menghasilkan luasan hijau minimal
pada suatu tapak atau lahan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,
Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah rangka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang
dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Koefisien Dasar Hijau (KDH) didefinisikan sebagai angka persentase perbandingan


antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/ penghijauan dengan luas lahan/bidang tanah yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Nilai KDH berbanding terbalik
dengan nilai KDB. Nilai terendah untuk KDB adalah 0% yang menunjukkan bahwa area
tersebut adalah area terbangunsedangkan nilai tertinggi adalah 100% yang menunjukkan
area non terbangun.

Berikut contoh pengaruh dan perhitungan KDB didalam tapak suatu daerah :

Angka presentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan
yang ditujukan untuk penghijauan. Umumnya, KDH ditetapkan minimal 10% pada daerah
padat atau sangat padat. Angka ini bisa berubah mengikuti ketinggian dan kepadatan suatu
wilayah. KDH = (Luas terbuka diluar ruangan : Luas lahan) x 100%

Sebagai contoh, jika Anda memiliki ruang terbuka seluas 100 m² dengan luas lahan 500
m², maka KDH Anda adalah 20%. Hal ini masih masuk dalam penetapan batas minimum KDH
sebesar 10%.

Gambar 2.2 Gambar contoh KDH


(Sumber : jakpintas.dpmptsp-dki.com)

7
2.4 Garis Sempadan/ GS

Garis sempadan adalah jarak dari satu titik ke titik yang lain. Garis sempadan ada
beberapa yaitu garis sempadan bangunan, garis sempadan pagar, garis sempadan jalan,
garis sempadan danau, garis sempadan pantai, garis sempadan rel KA.

a) Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding bangunan terdepan pada
suatu persil tanah. Panjang jarak antara GSB dengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang
berlaku untuk masing- masing jenis bangunan dan letak persil tanah setempat, serta
mengacu pada rencana tata ruang kota setempat. Tujuan dari GSB yaitu: 1. Penghijauan 2.
pengudaraan alami 3. daerah resapan air hujan 4. Keamanan 5. Mengurangi kebisingan 6.
Pelindung bangunan dari panas matahari dan tempias air hujan Suatu aturan oleh
pemerintah daerah setempat yang mengatur batasan lahan yang boleh dan tidak boleh
dibangun. Bangunan yang akan didirikan tidak boleh melampaui batasan garis ini. Pasal 13
Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau GSB tersebut memiliki
arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa
bangunan thdp batas lahan yg dikuasai (lihat Gambar 5.4). Misalnya saja, rumah anda
memiliki GSB 3 meter yang artinya hanya diperbolehkan membangun sampai batas 3 meter
tepi jalan raya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, 2002).

Gambar 2.3 Gambar Perkiraan GSB


(Sumber : doc-pak.undip.ac.id, 2020)

b) Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan
batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikanPada GSJ tidak boleh didirikan bangunan
rumah. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air, listrik, gas,
serta saluran-saluran pembuangan. terkecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan
bangunan (GSB) (Gambar 5.5). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam
dokumen rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu
juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan.

8
Gambar 2.4 Gambar Perkiraan GSJ
(Sumber : doc-pak.undip.ac.id, 2020)

c) Garis sempadan pagar (GSP) adalah SP dapat disesuaikan dengan garis sempadan
jalan. Garis sempadan jalan merupakan garis batas luar pagar pengaman untuk mendirikan
bangunan di sepanjang sisi jalan. Ada sebuah aturan tertulis mengenai ketentuan garis
tersebut. Ketentuan yang dimaksud ada pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan gedung. Diterangkan bahwa bangunan harus memiliki persyaratan jarak bebas
bangunan yang antara lain adalah garis sempadan bangunan dan garis sempadan jalan.

Selain difungsikan untuk acuan pembuatan pagar, GSJ dipakai sebagai batas area
kavling atau pekarangan sebuah rumah. Jadi, garis tersebut menjadi pembatas
pemanfaatan lahan.Pemasangan pagar yang sesuai dengan GSJ akan memberikan efek-efek
tertentu untuk pengguna jalan. Misalkan, lalu lintas menjadi lebih tertib, teratur dan aman.
Pemanfaatan yang sesuai dengan GSJ akan memperkecil kemungkinan terganggunya jalan
akibat pemanfaatan lahan.

Gambar 2.5 Gambar Perkiraan GSP


(Sumber : bphn.go.id, 2012)

9
d) Permen PUPR 28-2015 ttg penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan
danau garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 (lima
puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.

Gambar 2.6 Gambar ilustrasi potongan melintang sempadan danau


(Sumber : biroinfrasda.jatengprov.go.id)

e) Garis sempadan pantai adalah area air laut dari surut sampai pasang diatas garis
pasang daratan.

Gambar 2.7 Gambar ilustrasi potongan melintang sempadan pantai


(Sumber : biroinfrasda.jatengprov.go.id)

f) Garis sempadan rel KA adalah garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam
mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as
jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi siturawa, tepi
waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik dan pipa gas, tergantung jenis
garis sempadan yang dicantumkan. Di bagian luar dari garis ini, pemilik tanah tidak
diperkenankan untuk mendirikan bangunan. Sedangkan garis sempadan jalan rel kereta api
adalah garis batas luar pengamanan rel kereta api. Menurut Peraturan Daerah Jawa Tengah
Nomor 11 Tahun 2004 tentang garis sempadan :

10
Pasal 23 menyatakan bahwa:

1) Garis Sempadan Jalan Rel Kereta Api adalah 6 enam meter dan batas daerah manfaat
jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu terletak di atas tanah yang rata.

2) Garis Sempadan Jalara Rel Kereta Api adalah 2 dua meter dihitung dari kaki talud
apabila jalan rel kereta api itu terletak di atas tanah yang ditingkatkan.

3) Garis Sempadan Jalan Rel Kereta Api adalah 2 dua meter ditambah lebar lereng
sampai puncak dihitung dari daerah manfaat Jalan Rel Kereta Api apabila jalan rel kereta api
itu terletak di dalam galian.

Sedangkan Pasal 24 menyatakan bahwa:

1) Garis Sempadan Jalan Rel Kereta Api pada belokan adalah l8 delapan belas meter
diukur dari lengkung dalam sampai tepi daerah manfaat jalan. Dalam peralihan jalan lurus
ke jalan lengkung di luar daerah manfaat jalan harus ada jalur tanah yang bebas yang secara
berangsur-angsur melebar dari batas terluar damija rel Kereta Api sampai 18 delapan belas
meter.

2) Garis Sempadan Jalan Rel Kereta Api sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak
berlaku apabila jalan rel kereta api tersebut terletak dalam galian.

Pasal 25 juga menyatakan bahwa:

1) Garis Sempadan Jalan Perlintasan sebidang antara Jalan Rel Kereta Api dengan Jalan
adalah 150 seratus lima puluh meter dari daerah manfaat jalan rel kereta api pada titik
perpotongan as jalan rel kereta api dengan daerah manfaat jalan dan secara
berangsurangsur menuju batas atau garis sempadan jalan rel kereta api pada titik 500 lima
ratus meter dari titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan.

Gambar 2.8 RTH Jalur Rel Kereta Api sebagai Pengaman Utilitas
(Sumber : repository.unpas.ac.id)

11
2.5 Tinggi Bangunan dan Jumlah Lantai Bangunan

Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur dari
rata-rata permukaan tanah sampai ujung paling tertinggi non elemen dari bagian bangunan
tersebut. Sedangkan jumlah lantai adalah jumlah yang di hasilkan dari tinggi suatu bangunan
atau dari hasil dari KLB

Menurut Pemerntah Kota Medan Dinas Tata Ruang Tata, bangunan Ketinggian
Bangunan (KB) Aturan ketinggian maksimum yang diperbolehkan untuk suatu bangunan.
Pengaturan batas tinggi ini biasanya berkaitan dengan lokasi suatu bangunan, misalnya
berdekatan dengan bandara. Hal ini juga dimaksudkan untuk keserasian bangunan tersebut
dengan area sekitar.

Ketinggian Bangunan dan Jumlah Lantai Bangunan (JLB) berbeda di tiap daerah.
Namun, ada yang menggunakan panduan berikut sebagai pengukuran ketinggian bangunan
yang didasarkan pada jumlah lantai.

Yang dimaksud dengan ketinggian bangunan adalah berapa lantai yang diijinkan oleh
developer di area tersebut yang dapat dibangun. Ketinggian banguan ini sebenarnya hanya
untuk menciptakan skyline lingkungan yang diharapkan. Yang sering terjadi di lapangan
adalah ketinggian bangunan melebihi dari yang ditentukan. Misalnya area tersebut adalah
area perumahan dengan ketinggian rata-rata 2 lantai, karena tanahnya kecil sementara
ruangan yang diperlukan banyak, maka rumahnya mencapai 4 lantai seperti halnya ruko-
ruko.

Ketinggian bangunan dapat didefinisikan sebagai ketinggian maksimum yang


diperbolehkan bagi suatu bangunan untuk dibangun di atas suatu lahan atau tanah.
Ketinggian bangunan sendiri dikelompokkan menjadi tiga macam: bangunan rendah,
bangunan sedang, dan bangunan tinggi.

Seringkali kita mendengar adanya bangunan-bangunan tinggi menyalahi aturan


membangun yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan
melanggar peraturan yang satu ini: ketinggian bangunan. Biasanya hal ini dilakukan
karena pemilik bangunan ingin menambah ruang dalam bangunannya agar lebih
maksimal dengan cara menambah jumlah lantai dalam bangunan. Padahal, memberikan
batasan ketinggian bangunan untuk setiap bangunan tertentu itu bukan tanpa alasan.

Ada beberapa pertimbangan yang menentukan dasar peraturan ketinggian


bangunan. Berikut ini penjelasannya:

12
a) Pertimbangan jalur pesawat terbang

Daerah yang dekat dengan bandar udara memerlukan area terbuka yang bebas
gangguan sebagai jalur naik dan turunnya pesawat. Hal ini akan berpengaruh pada
peraturan ketinggian bangunan di sekitar kawasan bandar udara tersebut. Area yang
dilewati oleh jalur pesawat terbang sudah pasti akan memiliki aturan ketinggian
bangunan yang terbatas demi keamanan bangunan maupun kelancaran aktivitas dalam
bandar udara. Jika Anda adalah pemilik bangunan di sekitar bandar udara, tentunya
Anda tidak ingin bukan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan terhadap bangunan.

b) Pertimbangan terhadap Floor Area Ratio (FAR)

Floor Area Ratio adalah Koefisien Lantai Bangunan (KLB). KLB merupakan angka
perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan dengan luas tanah atau lahan.
Apa hubungannya dengan Ketinggian Bangunan? Hal ini berkaitan dengan luas
keseluruhan lantai yang diperbolehkan untuk dibangun. Apabila luas area seluruh lantai
bangunan telah mencapai batas yang diperbolehkan, maka jumlah lantai bangunan
tidak boleh ditambah. Sehingga ketinggian bangunan pun hanya sebatas itu saja.

Lalu, bagaimana dengan tinggi lantai ke lantainya (floor to floor)? Untuk tinggi
lantai ke lantai tergantung dari jenis bangunannya, berkisar antara 3 – 3,75 meter
dengan maksimum ketinggian sebesar 5 meter. Sementara itu, untuk ketinggian lantai
dasar ke lantai dua, tinggi maksium yang diperbolehkan adalah 10 meter. Biasanya,
antara lantai dasar dan lantai dua terdapat lantai mezzanine. Lantai Mezzanine ini
merupakan lantai perantara yang biasanya berada di antara lantai-lantai utama sebuah
bangunan. Lantai mezzanine tidak akan dihitung sebagai lantai penuh apabila luas
lantainya kurang dari 50% dari luas lantai dasar.

Selanjutnya, bagaimana dengan perhitungan dan penamaan setiap lantai dalam


bangunan? Anda pasti sering melihat bahwa setiap bangunan terkadang memiliki sistem
penamaan yang berbeda. Anda mungkin juga bingung dengan bagaimana menghitung
jumlah lantai dalam bangunan. Untuk perhitungan jumlah lantai dalam bangunan tinggi
(highrise building), lantai pertama dihitung mulai dari lantai yang berada di atas tanah.
Lalu, untuk proses penamaan setiap lantai dalam bangunan tinggi, ada beberapa cara
penamaan yang berbeda. Di Indonesia, penamaan lantai pada bangunan tinggi di
Indonesia mengadaptasi penamaan yang digunakan di US (United States) dan UK
(United Kingdom). Untuk Indonesia sendiri, banyak bangunan tinggi yang menggunakan
penamaan lantai dengan mengadaptasi sistem US.

13
Anda juga dapat melihat bahwa dalam setiap bangunan tinggi tidak ada yang
menggunakan angka 4 dan 13 dalam penamaan lantainya. Hal tersebut disebabkan oleh
angka 4 dan 13 dianggap sebagai angka sial sehingga banyak pemilik bangunan tinggi
tidak mau menggunakan angka 4 maupun angka 13 dalam bangunannya. Namun,
menghilangkan angka tersebut tidak mempengaruhi jumlah perhitungan lantai untuk
perizinan di dinas tata kota. Dinas tata kota akan tetap menghitung lantai 1 dari lantai
yang menapak di tanah, berurut sampai ke atas dengan jumlah maksimal lantai yang
telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)

c) Pertimbangan Terhadap Bahaya Kebakaran

Apabila terjadi kebakaran, kondisi bangunan yang tidak terlalu tinggi akan
memudahkan proses pemadaman api. Hal ini sesuai dengan Petunjuk Perencanaan
Struktur Bangunan yang dikeluarkan oleh DPU tahun 1987 tentang pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Peraturan ini menentukan batas
ketinggian maksimum bangunan dan batas maksimum luas lantai yang dipergunakan.
Dalam hal ini, untuk bangunan tertentu seperti halnya pertokoan dan fasilitas umum,
ketinggian maksimum yang diijinkan adalah 28 meter atau sekitar 5 – 6 lantai.

Sama halnya dengan melanggar peraturan bangunan lainnya, tentunya akan ada
sanksi yang diberikan kepada pemilik bangunan. Sanksi tersebut dapat berupa
penarikan izin membangun, denda, hingga adanya pembongkaran bangunan.

Gambar 2.9 Ketinggian Bangunan dapat ditentukan dari massa bangunan dan elemen utilitas
(Sumber : arsitag.com)

14
BAB III

KESIMPULAN PEMAHAMAN INDIKATOR INTENSITAS TAPAK DAN


REKOMENDASI INDIKATOR INTENSITAS TAPAK DALAM PERANCANGAN
TAPAK

3.1 Kesimpulan Pemahaman Indikator Intesitas Tapak

Indikator Intensitas Tapak sangatlah diperlukan untuk pengendalian pembangunan


dilakukan dengan cara membatasi fungsi bangunan, dan kepadatan atau intensitas
bangunan kedalam tiga kelompok yaitu kepadatan tinggi, kepadatan sedang, dan kepadatan
rendah. Dengan mengetahui peraturan dari daerah pada tapak tersebut seperti Koefisien
dasar bangunan/ KDB (Building Coverage/ BC), Koefisien lantai bangunan/ KLB (Floor Area
Ratio/ FAR), Koefisien Daerah Hijau/ KDH (Open Space Ratio), Garis sempadan/ GS
bangunan, pagar, jalan, danau, pantai, Rel KA, sampai perturan tinggi bangunan dan jumlah
lantai.

Tata letak massa bangunan diatur dengan ketentuan Garis Sempadan Bangunan, jarak
samping antar bangunan, dan jarak belakang bangunan. Hal ini bertujuan agar massa
bangunan tidak menempel satu dengan yang lain, dan agar terbentuk ruang-ruang untuk
sirkulasi udara, dan cahaya matahari. Selain itu agar dalam keadaan darurat kebakaran,
tidak terjadi perembetan api, dan memudahkan pemadam kebakaran untuk memadamkan
api. Pada pemukiman kampung yang terdapat di kantung-kantung kota, karena padatnya
rumah, dan tidak adanya jarak dari bangunan ke bangunan, hal ini menyulitkan pemadaman
api apabila terjadi kebakaran, sehingga rumah tinggal yang menjadi korban kebakaran
seringkali mencapai angka yang tinggi.

Pada koridor jalan terbuka seperti yang dianut oleh kota-kota di Indonesia, ketentuan
jarak antara bangunan diwajibkan untuk dipenuhi, sedangkan pada kota-kota di Eropa
dengan koridor jalan tertutup, ruang terbuka yang diwajibkan adalah ruang dalam
bangunan, atau ruang belakang bangunan. Pada jalan-jalan arteri di Indonesia seperti jalan
Lingkar Selatan, ketentuan jarak antara bangunan ke samping pada kapling-kapling yang
besar masih dapat dipenuhi. Demikian halnya dengan GSB yang telah ditentukan juga dapat
dipenuhi, tetapi kapling-kapling kecil yang berasal dari kapling-kapling hunian kampung
tidak dapat memenuhi baik GSB, maupun jarak ke samping dan ke belakang.

3.2 Rekomendasi Pemanfaatan Indikator Intensitas Tapak Dalam Perancangan Tapak

Rekomedasi pemanfaatan indikator intensitas tapak dalam perancangan tapak antara


lain sebaiknya mengikuti semua persyatan dalam merencanakan tapak sehinggi suatu
bangunan tersebut tidak terjadi hal-hal yang di inginkan.

15
KATA PENGANTAR

Atianta, Lanthika. 2020. “Suhu Permukaan Lahan Dan Intensitas Pemanfaatan Ruang Di
Perkotaan Yogyakarta”. Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber link :
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=intensitas+tapak+kdh&btnG=

Rukayah, R Siti. 2020. “Buku Ajar Pengantar Perancangan Tapak”. doc-pak.undip.ac.id. Diakses
pada 18 Desember 2022. Sumber link : https://doc-
pak.undip.ac.id/4458/3/B26_BK_PerancanganTapak_SR.pdf.

Kemenkeu. 2005. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung”.
Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber link :
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2005/36TAHUN2005PP.htm#:~:text=Koefisien%20Dasar%
20Bangunan%20(KDB)%20adalah,rencana%20tata%20bangunan%20dan%20lingkungan.

Propesku. 2021. “Apa itu KDB? Simak Definisi dan Cara Menghitung KDB Lengkap”. Diakses
pada 18 Desember 2022. Sumber link : https://prospeku.com/artikel/kdb-adalah---
3137#:~:text=Contoh%3A,seperti%20taman%20dan%20hal%20lainnya

Rumah.com. 2019. “Persyaratan Bangunan Gedung Anda Sudah Lengkap? Simak Panduannya”.
Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber link : https://www.rumah.com/panduan-
properti/persyaratan-bangunan-gedung-anda-sudah-lengkap-simak-panduannya-16162

Abidin, Handa S. 2012. “Intensitas Bangunan Gedung” Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber
link : https://penelitihukum.org/tag/pengertian-intensitas-bangunan-gedung/

123dok. 2016. “Garis Sempadan Rel Kereta Api”. Diakses pada 18 Desemeber 2022. Sumber link
: https://text-id.123dok.com/document/1y9nd5lvz-garis-sempadan-rel-kereta-api.html

PEMKOT MEDAN DINAS TATA RUANG TATA BANGUANAN. 2017. “Pengertian Gsb, Klb, Kdb &
Ketinggian Bangunan”. Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber link :
http://perkimtaru.pemkomedan.go.id/artikel-1033-pengertian-gsb-klb-kdb--ketinggian-
bangunan.html
Arsitag. “Ketinggian Bangunan: Apa dan Mengapa Dibatasi?” Diakses pada 18 Desember 2022.
Sumber link : https://www.arsitag.com/article/ketinggian-bangunan-apa-dan-mengapa-dibatasi

Parliana, Dewi. “Kajian Fungsi dan Intensitas Bangunan sebagai Akibat Pembangunan Jalan
Lingkar Dalam”. Diakses pada 18 Desember 2022. Sumber link :
https://media.neliti.com/media/publications/218786-kajian-fungsi-dan-intensitas-bangunan-
se.pdf

Anda mungkin juga menyukai