Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada
darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan
keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum tulang (Ani, 2016).
Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga tetapi relatif
lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat
terjadi hanya satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik,
trombopoetik) (Robbins, 2015).
Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan
adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada
sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga sumsum
tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak
faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan kimia (Ani, 2016).
Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmielofisis dan anemia paralitik toksik.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2-5 kasus/juta
penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk
jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan
biasanya dapat menyebabkan kematian. Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih
berat dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan
wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia aplastik ini (Ani, 2016).
a. Fungsi Darah
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia menurut (Dwi Arista,2014):
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu Menjaga suhu temperatur tubuh
6. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku Mengatur
keseimbangan asam basa tubuh, dll
A. Komposisi Darah
2.1 Gambar komposisi darah
1. Air : 91%
4. Bahan organic :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam
amino)
Bagian-bagian Darah:
1. Plasma Darah
2. Macam-macam Sel Darah
- Sel Darah Merah (eritrosit)
- Sel Darah Putih (leukosit)
B. Plasma Darah
untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah juga mengandung berbagai macam zat
organik, anorganik, dan air.
1. Komponen Penyusun Plasma Darah
a. Air : 91%
b. Protein plasma darah : 7%
c. Komponen lainya
d. Asam amino, lemak, glukosa, urea, garam,0,9%
e. Hormon, Antibody.0,1%
saling bertolak belakang. Berd iameter 8 mikron, dan mempunyai ukuran ketebalan
sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron, sedangkan pada bagian tengah
tebalnya 1 mikron atau kurang.
Volume rata-rata sel darah merah adalah sebesar 83 mikron kubik. Dalam setiap
millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar
atau stroma, berisi massa hemoglobin. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk
penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi.
Pembentukan sel darah merah. Sel darah merah di bentuk di dalam sumsum tulang,
terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang
pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum tulang terdapat
banyak sel pluripoten hemopoietik stem yang dapat membentuk berbagai jenis sel darah. Sel-sel
ini akan terus menerus direproduksikan selama hidup manusia, walaupun jumlahnya akan
semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
Sel pertama yang akan dapat diketahui termasuk ke dalam rangkaian sel-sel darah merah
dapat disebut sebagai proeritroblas. Dengan rangsangan yang sesuai maka dari sel-sel stem ini
dapat dibentuk banyak sekali sel-sel. Sekali proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah
beberapa kali sampai akhirnya akan terbentuk 8 sampai 16 sel-sel darah merah yang matur. Sel-sel
baru dari generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan zat
warna basa; dan sel-sel ini pada saat ini akan mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Tetapi
pada generasi berikutnya yang disebut sebagai polikromatofil eritroblas akan mulai terbentuk
cukup hemoglobin sehingga sel-sel ini mempunyai gambaran polikromatofil. Sesudah terjadi
pembelahan lainnya atau selebihnya, maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin dan sel-
sel ini lalu disebut sebagai ortokromatik eritroblas dimana warnanya sekarang dapat menjadi
merah oleh karena adanya hemoglobin. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi
oleh hemoglobin sehingga mencapai konsentrasi ±34%, maka nukleus akan memadat sampai
ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Pada saat yang sama retikulum endoplasma akan
mereabsorbsi. Dimana pada tahap ini sel tersebut disebut sebagai retikulosit oleh karena masih
mengandung sedikit bahan-bahan basofilik mengandung sisa-sisa Golgi, mitokondria dan sedikit
organela sitoplamik yang lain. Pada tahap retikulosit ini sel-sel tersebut akan berjalan masuk ke
dalam darah kapiler dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran). Bahan- bahan
basofilik yang tesisa di dalam retikulosit tada dalam keadaan normalnya akan menghilang dalam
waktu satu sampai dua hari dan sel ini lalu disebut sebagai eritrosit matur. Oleh karena waktu
hidup eritrosit ini pendek, maka pada umumnya konsentrasi seluruh sel-sel darah merah dalam
darah itu pada keadaan normal jumlahnya kurang dari 1%.Konsentrasi sel-sel darah merah di
dalam darah, pada pria normal jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah
5.200.000 (± 300.000) dan pada wanita normal jumlahnya 4.700.000 (±300.000).
Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan pada perbedaan
umur, pada ketinggian tempat seseorang itu tinggal akan mempengaruhi jumlah sel darah merah.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-paru.
2.1.3 Eritroposis
Pembentukan sel darah merah (eritroposis) adalah subyek pengaturan
“feedback”. Eritroposis diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang beredar yang
dinamakan eritropoeitin yang dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin
plasma. Hormone ini mempermudah diferensiasi sistem sel menjadi proeritroblast.
Kerapuhan sel darah merah.
Sel-sel darah merah, seperti sel-sel lainnya , mengkerut dalam larutan dengan
tekanan osmotic yang lebih tinggi dari tekanan osmotik plasma. Pada larutan yang
tekanan osmotiknya lebih rendah sel darah merah akan membengkak, menjadi
cembung dan kemudian kehilangan hemoglobinnya (hemolisis). Haemoglobin eritrosit
yang hemolisis larut dalam plasma, member warna merah pada plasma. Bila kerapuhan
osmotiknya normal, sel darah merah mulai hemolisis bila dimasukkan dalam larutan
NaCl 0,48% dan pada larutan NaCl 0,33% hemolisis adalah sempurna. Pada
sferositosis herediterb(ikterus hemolitik congenital) sel-sel adalah sferositik dalam
plasma normal dan lebih banyak terjadi hemolisis daripada sel-sel normal pada larutan
natrium khlorida hipotonik (kerapuhan sel darah merah abnormal)
Sel darah merah juga dapat dilisiskan oleh obat-obatan dan infeksi.Mudahnya
hemolisis sel darah merah terhadap zat-zat ini meningkat pada defisiensi enzim glukosa
6-fosfat dehidrogena
Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya
lebih kecil.Leukosit merupa unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem perthanan ini sebagian
dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di salam
jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma), tapi setelah dibentuk sel-sel ini kana diangkut didalam darah
menuju ke bermacam-macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Granulosit atau sel polimorfonuklear
merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang.
Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel
berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia.
Sedangkan tidak adanya granulosit disebut agranulositosis yang timbul setelah makan obat
tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika.
Fungsi sel darah putih , granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam
perlindungan badan terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-
saya makan), mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah.
Dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas di dalam dan dapat keluar
pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan demikian sel darah
putih mempunyai fungsi :
Dengan ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan dimungkinkan sembuh.Sebagai hasil
kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak dapat
berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi “jenazah” dari kawan dan lawan.
Fagosit yang terbunuh dalam perjuangannya melawan kuman yang menyerbu masuk disebut sel nanah
.
Klasifikasi leukosit. Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah, yang di bedakan berdasarkan
ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang mempunyai granula sitoplasma
disebut granulosit, dan sel yang tidak mempunyai granula disebut agranulosit.
2.1.4 Klasifikasi anemia
Adapun Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis menurut (Ani, 2016) :
a. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastic Penyebab:
a. agen neoplastik/sitoplastik
b. terapi radiasi
c. antibiotic tertentu
d. obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason benzene
e. infeksi virus (khususnya hepatitis)
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulangKelainan sel induk
(gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
hemolisis
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute) (2014)
2.1.5
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 10.0 g/dL - nilai
normal 8.0 - 10.0 g/dL
6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4
< 6.5 g/dL
(mengancam jiwa) < 6.5 g/dL
Etiologi
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu
terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain
(Ani.2016):
1. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional besar diturunkan
menurut hukum Mendel meliputi :
1. Anemia fanconi
2. Diskeratosis bawaan
3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang
4. Sindrom aplastik parsial
5. Sindrom Pearson
6. Sindrom Dubowitz dan lain-lain.
Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang
mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber referensi yang
lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia.
2. Zat Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.
Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara
kontak kulit) pada seseorang (Ani, 2016)
3. Obat-obatan
2.1.6 Patofisiologi
Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik menurut (Ni Made,2016) adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan sel induk hemopoeitik
b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang
c. proses imunologik
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa
penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan
lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan.
Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi
ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting dalam
kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor
masing-masing dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel target.
Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat transkripsi selular gen dan proses siklus
sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO yang bersifat
toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga
semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringanpadasel.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-
sum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan
biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan
penggantian oleh lemak.
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit,
eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen
sel darah) (Betz, 2016).
Kriteria anemia aplastik yang berat Darah tepi :
a. Granulosit < 500/mm3
b. Trombosit < 20.000/mm3
c. Retikulosit < 1,0%
Sumsum tulang :
a. Hiposeluler <
Penatalaksanaan pengobatan
Adapun Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu (Bakta, 2015) :
a. Transplantasi sum – sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik
jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara
kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak. Transplantasi
sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki
donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat
terapi semakin tua.Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host
disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk. Dilakukan untuk memberikan
persediaan jaringan hematopoesis yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat
berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah
komplikasi selama masa penyembuhan (Bakta, 2015)
b. Terapi imuunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia
aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang
termasuk terapi imunosupresif iniantara lain antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan
Oxymethalone.Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam
dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi
transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini. Dengan
ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia
sehingga memungkinkan sum sum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan
setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang
berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3
bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang
mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya
mempunyai kesempatan terbaik berespon terhadap ATG (Bakta, 2015)
c. Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap bahan penyebab harus
dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi
gejala. Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah
minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu menaikkan jumlah sel. Kematian
biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif terhadap basil
gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini (Bakta, 2015)
Pasien dengan lekopenia yang jelas ( penurunan abnormal sel darah putih) harus dilindungi
terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan secara
profilaksis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal ( netropenia ) karena antibiotik dapat
mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur (Bakta, 2015).
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa
dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data
fokus yang didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien
mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun,
mual dan sering haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak
lemah, berat badan menurun
pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak
mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak
rewel.
Menurut Muscari (2005:284-285) dan Wijaya (2013:138) penting untuk
mengkaji riwayat kesehatan pasien yang meliputi: 1) keluhan utama/alasan yang
menyebabkan pasien pergi mencari pertolongan profesional kesehatan. Biasanya
pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan,
kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur; 2) Kaji apakah didalam
keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau di dalam
keluarga ada yang menderita penyakit hematologis; 3) Anemia juga bisa
disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan, penggunaan
obat- obatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.
- Cenderung menyalahkan
orang lain Gangguan
- konsentrasi Melamun
-
- Penurunan lapang
persepsi
Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcome Classification Edisi 5.Elsevier Bulechek,dkk.2013.