Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

2.1 TINJAUAN TEORI


2.1.1 Konsep dasar medis

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada
darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan
keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum tulang (Ani, 2016).

Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga tetapi relatif
lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat
terjadi hanya satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik,
trombopoetik) (Robbins, 2015).

Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia


hipoplastik) yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut
agranulositosis(penyakit Schultz), sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik
disebut amegakariositik trombositoponik purpura (ATP) (Robbins, 2015).

Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan
adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada
sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga sumsum
tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak
faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan kimia (Ani, 2016).

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmielofisis dan anemia paralitik toksik.

Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2-5 kasus/juta
penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk
jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan
biasanya dapat menyebabkan kematian. Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih
berat dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan
wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia aplastik ini (Ani, 2016).

2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi


Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan
juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan
dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani
haima yang berarti darah. Darah memiliki warna merah yang berasal dari kandungan
oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan
jalan bernafas, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran/metabolisme di
dalam tubuh. Viskositas/kekentalan darah lebih kental daripada air yang mempunyai BJ
1,041- 1,067, temperature 38°C, dan pH 7,37-7,45 (Dwi Arista,2014).
Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, tergantung
pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada tubuh manusia
mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat).
Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira- kira 1/13 dari berat badan atau
sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-beda. Tergantung
kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa
pada tubuh (Dwi Arista,2014).
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan
tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan
melalui darah (Dwi Arista,2017).

a. Fungsi Darah
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia menurut (Dwi Arista,2014):
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu Menjaga suhu temperatur tubuh
6. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku Mengatur
keseimbangan asam basa tubuh, dll

A. Komposisi Darah
2.1 Gambar komposisi darah
1. Air : 91%

2. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinogen)

3. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium,


kalsium, dan zat besi)

4. Bahan organic :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam
amino)

Bagian-bagian Darah:
1. Plasma Darah
2. Macam-macam Sel Darah
- Sel Darah Merah (eritrosit)
- Sel Darah Putih (leukosit)

B. Plasma Darah

1. Pengertian Plasma Darah (Cairan Darah)


Plasma darah adalah cairan
darah berbentuk butiran-butiran
darah yang tidak berwarna
dalam darah Di dalamnya
terkandung benang-benang
fibrin / fibrinogen yang bergun
2.2. Gambar plasma darah

untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah juga mengandung berbagai macam zat
organik, anorganik, dan air.
1. Komponen Penyusun Plasma Darah
a. Air : 91%
b. Protein plasma darah : 7%
c. Komponen lainya
d. Asam amino, lemak, glukosa, urea, garam,0,9%
e. Hormon, Antibody.0,1%

C. Macam-macam Sel Darah

Sel Darah Merah (Eritrosit)

Berupa cakram kecil


bikonkaf,cekung pada kedua
sisinya, sehingga dilihat dari
samping namapak seperti dua
buah bulan sabit.

2.3Gambar Sel Darah Merah

saling bertolak belakang. Berd iameter 8 mikron, dan mempunyai ukuran ketebalan
sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron, sedangkan pada bagian tengah
tebalnya 1 mikron atau kurang.

Volume rata-rata sel darah merah adalah sebesar 83 mikron kubik. Dalam setiap
millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar
atau stroma, berisi massa hemoglobin. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk
penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi.

Pembentukan sel darah merah. Sel darah merah di bentuk di dalam sumsum tulang,
terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang
pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum tulang terdapat
banyak sel pluripoten hemopoietik stem yang dapat membentuk berbagai jenis sel darah. Sel-sel
ini akan terus menerus direproduksikan selama hidup manusia, walaupun jumlahnya akan
semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
Sel pertama yang akan dapat diketahui termasuk ke dalam rangkaian sel-sel darah merah
dapat disebut sebagai proeritroblas. Dengan rangsangan yang sesuai maka dari sel-sel stem ini
dapat dibentuk banyak sekali sel-sel. Sekali proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah
beberapa kali sampai akhirnya akan terbentuk 8 sampai 16 sel-sel darah merah yang matur. Sel-sel
baru dari generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan zat
warna basa; dan sel-sel ini pada saat ini akan mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Tetapi
pada generasi berikutnya yang disebut sebagai polikromatofil eritroblas akan mulai terbentuk
cukup hemoglobin sehingga sel-sel ini mempunyai gambaran polikromatofil. Sesudah terjadi
pembelahan lainnya atau selebihnya, maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin dan sel-
sel ini lalu disebut sebagai ortokromatik eritroblas dimana warnanya sekarang dapat menjadi
merah oleh karena adanya hemoglobin. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi
oleh hemoglobin sehingga mencapai konsentrasi ±34%, maka nukleus akan memadat sampai
ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Pada saat yang sama retikulum endoplasma akan
mereabsorbsi. Dimana pada tahap ini sel tersebut disebut sebagai retikulosit oleh karena masih
mengandung sedikit bahan-bahan basofilik mengandung sisa-sisa Golgi, mitokondria dan sedikit
organela sitoplamik yang lain. Pada tahap retikulosit ini sel-sel tersebut akan berjalan masuk ke
dalam darah kapiler dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran). Bahan- bahan
basofilik yang tesisa di dalam retikulosit tada dalam keadaan normalnya akan menghilang dalam
waktu satu sampai dua hari dan sel ini lalu disebut sebagai eritrosit matur. Oleh karena waktu
hidup eritrosit ini pendek, maka pada umumnya konsentrasi seluruh sel-sel darah merah dalam
darah itu pada keadaan normal jumlahnya kurang dari 1%.Konsentrasi sel-sel darah merah di
dalam darah, pada pria normal jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah
5.200.000 (± 300.000) dan pada wanita normal jumlahnya 4.700.000 (±300.000).

Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan pada perbedaan
umur, pada ketinggian tempat seseorang itu tinggal akan mempengaruhi jumlah sel darah merah.

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-paru.

D. Kadar normal hemoglobin

Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang


artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100
mililiter darah.

Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur


pasien :

a. Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl


b. Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

c. Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

d. Anak anak : 11-13 gram/dl

2.1.3 Eritroposis
Pembentukan sel darah merah (eritroposis) adalah subyek pengaturan
“feedback”. Eritroposis diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang beredar yang
dinamakan eritropoeitin yang dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin
plasma. Hormone ini mempermudah diferensiasi sistem sel menjadi proeritroblast.
Kerapuhan sel darah merah.

Faktor penghambat pembentukan eritroposis adalah kenaikan sel darah merah


dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal sedangkan pembentukan eritroposis
dirangsang oleh anemia, hipoksia, dan kenaikan jumlah sel darah merah yang beredar
adalah gambaran yang menonjol dari aklimanisasi pada dataran tinggi.

Sel-sel darah merah, seperti sel-sel lainnya , mengkerut dalam larutan dengan
tekanan osmotic yang lebih tinggi dari tekanan osmotik plasma. Pada larutan yang
tekanan osmotiknya lebih rendah sel darah merah akan membengkak, menjadi
cembung dan kemudian kehilangan hemoglobinnya (hemolisis). Haemoglobin eritrosit
yang hemolisis larut dalam plasma, member warna merah pada plasma. Bila kerapuhan
osmotiknya normal, sel darah merah mulai hemolisis bila dimasukkan dalam larutan
NaCl 0,48% dan pada larutan NaCl 0,33% hemolisis adalah sempurna. Pada
sferositosis herediterb(ikterus hemolitik congenital) sel-sel adalah sferositik dalam
plasma normal dan lebih banyak terjadi hemolisis daripada sel-sel normal pada larutan
natrium khlorida hipotonik (kerapuhan sel darah merah abnormal)

Sel darah merah juga dapat dilisiskan oleh obat-obatan dan infeksi.Mudahnya
hemolisis sel darah merah terhadap zat-zat ini meningkat pada defisiensi enzim glukosa
6-fosfat dehidrogena

(G6PD) , yaitu enzim yang mengkatalisis langkah permulaan oksidasi glukosa


melalui heksosa monofosfat shunt. Jalan ini menghasilkan NAPDH, yang diperlukan
pada beberapa jalan untuk memperahankan kerapuhan sel darah merah. Defisiensi
aktivasi G6DP congenital dalam sel darah merah disebabkan adanya variant-variant
enzim sering terjadi. Sebenarnya defisiensi G6DP adalah abnormalitas enzim yang
secara genetik paling sering ditemukan pada manusia. Lebih dari 80 variant genetik
G6DP telah ditemukan, 40 diantaranya tidak menyebabkan penurunan aktivitas enzim
yang banyak, tetapi lainnya menyebabkan penurunan aktivitas dan peningkatan
sensitivitas terhadap zat-zat hemolitik dan anemia hemolitik. Defisiensi G6DP yang
berat juga menghambat daya bunuh granulosit terhadap bakteri dan merupakan
predisposial terhadap infeksi berat.

1. Sel Darah Putih (Leukosit)

2.5 Gambar Sel Darah Putih

Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya
lebih kecil.Leukosit merupa unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem perthanan ini sebagian
dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di salam
jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma), tapi setelah dibentuk sel-sel ini kana diangkut didalam darah
menuju ke bermacam-macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Granulosit atau sel polimorfonuklear
merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang.
Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel
berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia.
Sedangkan tidak adanya granulosit disebut agranulositosis yang timbul setelah makan obat
tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika.
Fungsi sel darah putih , granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam
perlindungan badan terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-
saya makan), mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah.
Dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas di dalam dan dapat keluar
pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan demikian sel darah
putih mempunyai fungsi :

1. Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera


2. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
3. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang jahitan
(catgut), dll dengan cara yang sama.Sebagai tambahan granulosit memiliki enzim
yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan tubuh,
menghancurkan dan membuangnya.

Dengan ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan dimungkinkan sembuh.Sebagai hasil
kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak dapat
berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi “jenazah” dari kawan dan lawan.
Fagosit yang terbunuh dalam perjuangannya melawan kuman yang menyerbu masuk disebut sel nanah
.
Klasifikasi leukosit. Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah, yang di bedakan berdasarkan
ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang mempunyai granula sitoplasma
disebut granulosit, dan sel yang tidak mempunyai granula disebut agranulosit.
2.1.4 Klasifikasi anemia
Adapun Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis menurut (Ani, 2016) :
a. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastic Penyebab:
a. agen neoplastik/sitoplastik
b. terapi radiasi
c. antibiotic tertentu
d. obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason benzene
e. infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulangKelainan sel induk
(gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai


Pansitopenia


Anemia aplastik

Adapun Gejala-gejala anemia aplastik menurut (Ani, 2016) sebagai berikiut :

a,Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)

b.trombosit:ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan salura cerna,perdarahan

salura kemih, perdarahan susunan saraf pusat.

c.Morfologis: anemia normositik normokromik

hemolisis
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute) (2014)

DERAJAT WHO NCI

Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0


g/dL

Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL

2.1.5
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 10.0 g/dL - nilai
normal 8.0 - 10.0 g/dL
6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL

Derajat 4
< 6.5 g/dL
(mengancam jiwa) < 6.5 g/dL
Etiologi
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu
terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain
(Ani.2016):
1. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional besar diturunkan
menurut hukum Mendel meliputi :
1. Anemia fanconi
2. Diskeratosis bawaan
3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang
4. Sindrom aplastik parsial
5. Sindrom Pearson
6. Sindrom Dubowitz dan lain-lain.

Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang
mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber referensi yang
lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia.

2. Zat Kimia

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.
Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara
kontak kulit) pada seseorang (Ani, 2016)

3. Obat-obatan

Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya


pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2-3 bulan akan menyebabkan anemia
aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar
obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain:
Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide,
Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat
sulfonamide, Sulfonilurea, Obat- obat thiazide, Trimethadione. Pengaruh obat-obat pada
sumsum tulang diduga sebagai berikut (Ani, 2016):
1. Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga
sebelumnya (obat-obat anti tumor)
2. Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat
diduga sebelumnya.
3. Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
4. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau
permanen. Infeksi virus temasuk EBV, sitomegalovirus, herpes
varisela zoster dan virus hepatitis (Ani, 2016)
5. Radiasi

Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena


dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan
pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan
sinar X yang berlebihan.ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom
nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun
anemia aplastik (Ani, 2016)
a.Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan anemia aplastik (Ani, 2017)
b.Anemia aplastik pada keadaan / penyakit lain
c.Kelompok idiopatik
Besarnya tergantung pada usaha mencari faktor etiologi (Ani, 2016)

2.1.6 Patofisiologi

Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik menurut (Ni Made,2016) adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan sel induk hemopoeitik
b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang
c. proses imunologik

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa
penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan
lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan.

radiasi, sedangkan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung melalui


keberhasilan pengobataimunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab
dasadari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang.
Gambar 2.6 . Destruksi imun pada sel hematopoeitik

Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi
ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting dalam
kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor
masing-masing dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel target.
Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat transkripsi selular gen dan proses siklus
sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO yang bersifat
toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga
semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringanpadasel.

2.1.7 Manifestasi klinis


anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak napas
pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya. Apabila granulosit juga terlibat, pasien biasanya
mengalami demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik selain
pucat dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah menunjukkan adanya
defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah normositik dan normokromik
artinya ukuran dan warnanya normal.Sering,pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas :
adenopati (pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) (Bakta.2015).

Pemeriksaan Penunjang Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai


pada anemia aplastik adalah :
a. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia
b. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/d
c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel
muda dalam darah tepi
d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat
berat
e. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak
menyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang,
sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali
pemeriksaan tidak dapatmenyingkirkan diagnosis anemia
aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.

f. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF


meningkat.

g. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit,


leukosit, trombosit)
h. Hapusan Darah Tepi:Ditemukan normokromin

i. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang


biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah
yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast
mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan
peningkatan elemenelemen ini. Pada kebanyakan kasus
gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah
hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat
ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan
tetapi megakariosit rendah. International Aplastic Study
Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas
sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50%
dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada
sumsum tulang.
Gambar 2.8. Gambaran sumsum tulang belakang pada orang

normal (kiri) dan pada anemia aplastik (kanan)


j. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ
Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya
untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di sumsum
tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetik atau
tidak.
k. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3 bulan
setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika
mempertimbangkan dilakukannya bone marrow transplantasion
l. Level Vitamin B-12 dan Folat menyingkirkan anemia megaloblastik
m. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa


anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum
tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas
skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran
yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak (Ni
Made,2016).

2.1.7 Evaluasi diagnostik

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-
sum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan
biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan
penggantian oleh lemak.
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit,
eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen
sel darah) (Betz, 2016).
Kriteria anemia aplastik yang berat Darah tepi :
a. Granulosit < 500/mm3
b. Trombosit < 20.000/mm3
c. Retikulosit < 1,0%
Sumsum tulang :
a. Hiposeluler <
Penatalaksanaan pengobatan
Adapun Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu (Bakta, 2015) :
a. Transplantasi sum – sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik
jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara
kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak. Transplantasi
sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki
donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat
terapi semakin tua.Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host
disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk. Dilakukan untuk memberikan
persediaan jaringan hematopoesis yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat
berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah
komplikasi selama masa penyembuhan (Bakta, 2015)

b. Terapi imuunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia
aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang
termasuk terapi imunosupresif iniantara lain antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan
Oxymethalone.Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam
dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi
transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini. Dengan
ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia
sehingga memungkinkan sum sum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan
setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang
berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3
bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang
mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya
mempunyai kesempatan terbaik berespon terhadap ATG (Bakta, 2015)

c. Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap bahan penyebab harus
dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi
gejala. Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah
minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu menaikkan jumlah sel. Kematian
biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif terhadap basil
gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini (Bakta, 2015)

Pasien dengan lekopenia yang jelas ( penurunan abnormal sel darah putih) harus dilindungi
terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan secara
profilaksis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal ( netropenia ) karena antibiotik dapat
mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur (Bakta, 2015).
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa
dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data
fokus yang didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien
mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun,
mual dan sering haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak
lemah, berat badan menurun

pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak
mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak
rewel.
Menurut Muscari (2005:284-285) dan Wijaya (2013:138) penting untuk
mengkaji riwayat kesehatan pasien yang meliputi: 1) keluhan utama/alasan yang
menyebabkan pasien pergi mencari pertolongan profesional kesehatan. Biasanya
pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan,
kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur; 2) Kaji apakah didalam
keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau di dalam
keluarga ada yang menderita penyakit hematologis; 3) Anemia juga bisa
disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan, penggunaan
obat- obatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.

Untuk mendapatkan data lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan


juga pemeriksaan penunjang pada anak dengan anemia agar dapat mendukung
data subjektif yang diberikan dari pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan 4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara
head to toe sehingga dalam pemeriksaan kepala pada anak dengan anemia
didapatkan hasil rambut tampak kering, tipis, mudah putus, wajah tampak pucat,
bibir tampak pucat, konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada
gusi dan telinga terasa berdengung. Pada pemeriksaan leher dan dada ditemukan
jugular venous pressure akan melemah, pasien tampak sesak nafas ditandai
dengan respiration rate pada kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar antara 20-30x
per menit. Untuk pemeriksaan abdomen akan ditemukan perdarahan saluran
cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali. Namun untuk
menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan pemeriksaan lanjutan
seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi sumsum tulang.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuat intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan proses penyakit anak
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar dengan informasi.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder
menurun (penurunan Hb), prosedur invasif.
2.1.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Kode: 00204 Domain II Kesehatan Fisiologi Domain II Fisiologis Kompleks
Ketidakefektifan perfusi Kelas E: Jantung Paru Kelas N: Manajemen Perfusi Jaringan
jaringan perifer. Kode 0407 Perfusi Jaringan: Perifer
Kode 4180 Manajemen Hipovolemi
Definisi: Definisi: Definisi:
Penurunan sirkulasi darah ke Kecukupan aliran darah melalui pembuluh Ekspansi dari volume cairan intravaskuler
perifer yang dapat kecil diujung kaki dan tangan untuk pada pasien yang cairannya berkurang
menggangggu kesehatan. mempertahankan fungsi jaringan.
1. Timbang berat badan diwaktu yang
Batasan karakteristik: Setelah dilakukan asuhan sama
- Bruit femoral keperawatan selama 25 menit perfusi 2. Monitor status homeodinamik
- Edema jaringan perifer adekuat dengan kriteria meliputi nadi dan tekanan
- Indeks ankle-brakhial hasil: darah
<0,90 1. Pengisian kapiler ekstremitas 3. Monitor adanya tanda-
- Kelambatan 2. Muka tidak pucat tanda dehidrasi
penyembuhan luka 3. Capilary Refill Time <2 detik 4. Monitor asupan dan pengeluaran
perifer 5. Monitor adanya hipotensi ortostatis
- Klaudikasi intermiten dan pusing saat berdiri
- Penurunan nadi perifer 6. Monitor adanya sumber-sumber
- Perubahan fungsi kehilangan cairan (perdarahan,
motorik muntah, diare, keringat yang
- Perubahan berlebihan, dan takipnea)
karakteristik kulit 7. Monitor adanya data laboratorium
- Perubanan terkait dengan kehilangan darah
tekanan (misalnya hemoglobin, hematokrit)
darah di ekstremitas 8. Dukung asupan cairan oral
- Tidak ada nadi perifer 9. Jaga kepatenan akses IV
- Waktu pengisian kapiler 10. Berikan produk darah
> 3 detik yang diresepkan dokkter
- Warna kulit pucat saat 11. Bantu pasien dengan ambulasi pada
elevasi kasus hipotensi postural
12. Instruksikan pada
pasien/keluarga untuk mencatat
intake dan output dengan tepat
13. Instruksikan pada
pasien/keluarga tindakan-
tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi hipovolemia.

Domain II Fisiologis Kompleks


Kelas N: Manajemen Perfusi Jaringan Kode
4030 Pemberian Produk-Produk
darah

Definisi: memberikan darah atau produk darah


dan memonitor respo pasien
1. Cek kembali instruksi dokter
2. Dapakan riwayat tranfusi pasien
3. Dapatkan atau verifikasi kesediaan
(informed consent) pasien
4. Cek kembali pasien dengan benar,
tipe darah, tipe Rh, jumlah unit,
waktu kadaluarsa dan catat per
protokol di agensi
5. Monitor area IV terkait dengan
tanda dan gejala dari adanya
infiltrasi, phlebitis dan infeksi lokal
6. Monitor adanya reaksi transfusi
7. Monitor dan atur jumlah
aliran selama transfusi
8. Beri saline ketika transfusi selesai
9. Dokumentasikan waktu transfusi
2 Kode 00002 Ketidakseimbangan Domain II Kesehatan fisiologis 10. Dokumentasikan volume infus
nutrisi: Kelas K: Pencernaan dan nutrisi Domain I Fisiologis dasar
kurang dari kebutuhan tubuh Kelas D Dukungan Nutrisi Kode
Kode 1009 Status Nutrisi: asupan nutrisi 1100 Manajemen Nutrisi
Definisi: Definisi: Definisi: menyediakan dan meningkatkan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Asupan gizi untuk memenuhi intake nutrisi yang seimbang
memenuhi kebutuhan metabolik kebutuhan-kebutuhan metabolik
1. Tentukan status gizi pasien dan
Batasan karakteristik: Setelah dilakukan asuhan keperawatan kemampuan untuk memenuhi
- Berat badan 20% atau selama 1 jam pasien dapat meningkatkan kebutuhan gizi
lebih dibawah rentang status nutrisi yang adekuat dengan kriteria 2. Identifikasi adanya alergi atau
berat badan ideal hasil: intoleransi makanan yang dimiliki
- Diare 1. Asupan kalori, protein dan zat pasien
- Kelemahan otot besi adekuat 3. Ciptakan lingkungan yang optimal
mengunyah 2. Porsi makan dihabiskan pada saat mengkonsumsi makanan
- Kelemahan otot untuk 3. Berat 4. Bantu pasien terkait perawatan
menelan badan mulut sebelum makan
- Kram abdomen dipertahankan/meningkat 5. Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan diet untuk kondisi sakit
6. Monitor kecenderungan terjadinya
- Kurang informasi penurunan atau peningkatan berat badan
- Kurang minat 7. Anjurkan pasien untuk makan
pada makanan pada porsi yang sedikit dan sering
- Membran mukosa pucat
- Nyeri abdomen
- Penurunan berat badan
dengan asupan makan
adekuat

Faktor yang berhubungan:


- Faktor biologis
- Faktor ekonomi
- Gangguan psikososial
- Ketidakmampuan
makan
- Kurang asupan makan
Domain 1 Fungsi kesehatan Domain 1 Fisiologis dasar
3 Kode 00092
Kelas A Pemeliharaan energi Kelas A manajemen aktivitas dan latihan
Intoleransi aktivitas
Definisi:
Kode 0005 Toleransi terhadap aktivitas Kode 0180 Manajemen energi
Ketidakcukupan energi
Definisi: Respon fisiologis terhadap Defenisi:
psikologis atau fisiologis untuk
pergerakan yang memerlukan energi Pengaturan energi yang digunakan untuk
mempertahankan atau
dalam aktivitas sehari-hari menangani atau mencegah kelelahan dan
menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang harus mengoptimalkan fungsi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status fisiologi pasien yang
atau yang ingin dilakukan
selama 2 jam pasien dapat toleransi menyebabkan kelelahan sesuai
dengan aktivitas dengan kriteria hasil: denga konteks usia dan
Batasan karakteristik:
perkembangan
- Keletihan 1. Saturasi oksigen saat 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
- Dispneu setelah beraktivitas normal perasaan secara verbal mengenai
beraktivitas 2. Frekuensi nadi saat beraktivitas keterbatasan yang dialami
- Ketidaknyamanan normal 3. Perbaiki defisit status fisiologi
setelah beraktivitas 3. Warna kulit tidak pucat sebagai prioritas utama
- Respon frekuensi 4. Melakukan aktivitas secara 4. Tentukan jenis dan banyaknya
jantung abnormal mandiri aktivitas yang dibutuhkan untuk
terhadap aktivitas menjaga ketahanan
- Respon tekanan darah 5. Monitor asupan nutrisi untuk
abnormal terhadap mengetahui sumber energi yang
aktivitas adekuat
6. Catat waktu dan lama
Faktor yang berhubungan istirahat/tidur pasien
- Gaya hidup 7. Monitor sumber dan
kurang gerak ketidaknyamanan /nyeri yang
- Imobilitas dialami pasien selama aktivitas.
- Ketidakseimbangan
antara suplai
dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring Domain 1 Fungsi kesehatan
4 Kode 00108 Kelas D Perawatan diri Domain 1 Fisiologis dasar Kelas F
Defisit perawatan diri: mandi fasilitasi Perawatan diri
Defenisi: hambatan Kode 0301 Perawatan diri: mandi Kode 1801 Bantuan perawatan diri:
kemampuan untuk melakukan Defenisi: tindakan seeorang untuk mandi/kebersihan
atau menyelesaikan aktivitas membersihkan badannya sendiri Definisi: membantu pasien melakukan
mandi secara mandiri secara mandiri atau tanpa alat bantu. kebersihan diri
1. Pertimbangkan usia pasien saat
Batasan karakteristik: mempromosikan aktivitas
- Ketidakmampuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan perawatan diri
membasuh tubuh selama 20 menit, pasien dapat 2. Letakkan handuk, sabun mandi,
- Ketidakmampuan meningkatkan perawatan diri selama shampo, lotion dan peralatan
mengakses dalam perawatan dengan kriteria hasil: lainnya disisi tempat tidur atau
kamar mandi 1. Mandi dengan bersiram kamar mandi
- Ketidakmampuan 2. Mencuci badan bagian atas 3. Sediakan lingkungan yang
mengambil 3. Mencuci badan bagian bawah terapeutik dengan memastikan
peralatan mandi
4. Mengeringkan badan kehangatan, suasana rileks, privasi
- Ketidakmampuan dan pengalaman pribadi
mengatur air 4. Monitor kebersihan kuku, sesuai
mandi dengan kemampuan merawat diri
- Ketidakmampuan pasien
mengeringkan tubuh 5. Jaga ritual kebersihan
- Ketidakmampuan
6. Beri bantuan sampai pasien benar-
menjangkau sumber
benar mampu merawat diri secara
air
mandiri
Faktor yang berhubungan:
- Ansietas
- Gangguan fungsi
kognitif
- Gangguan fungsi
muskuloskeletal
- Gangguan
neuromuskula
r
- Gangguan persepsi
- Kelemahan
- Kendala lingkungan
- Ketidakmampuan
merasakan bagian
tubuh
- Nyeri
- Penurunan motivasi
5 Kode 00126 NOC: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
Defisiensi pengetahuan Definisi: Knowledge : disease process dan keluarga
ketiadaan atau Knowledge : health Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
defisiensi informasi kognitif Setelah dilakukan tindakan dan bagaimana hal ini berhubungan
yang berkaitan dengan topik keperawatan selama …. Pasien dan dengan anatomi dan fisiologi,
tertentu keluarga menunjukkan pengetahuan dengan cara yang tepat.
tentang proses penyakit dengan kriteria 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
Batasan karakteristik: hasil: biasa muncul pada penyakit,
- Ketidakakurata - Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
n melakukan tes menyatakan pemahaman 4. Gambarkan proses penyakit,
tentang penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
- Ketidakakuratan
prognosis dan program 5. Identifikasi kemungkinan
mengikuti perintah
pengobatan penyebab, dengan cara yang tepat
- Kurang pengetahuan - Pasien dan keluarga mampu 6. Sediakan informasi pada pasien
- Perilaku tidak tepat melaksanakan prosedur yang tentang kondisi, dengan cara yang
dijelaskan secara benar
Faktor yang berhubungan: tepat
- Pasien dan keluarga mampu
- Gangguan fungsi 7. Sediakan bagi keluarga informasi
menjelaskan kembali apa yang
kognisi tentang kemajuan pasien dengan
dijelaskan perawat/tim
- Gangguan memori cara yang tepat
kesehatan lainnya
- Kurang informasi 8. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Kurang minat
untuk belajar 9. Dukung pasien
untuk mengeksplorasi atau
- Kurang sumber
mendapatkan second opinion
pengetahuan
dengan cara yang tepat atau
- Salah pengertian
diindikasikan
terhadap orang lain 10. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

6 Kode 00146 Kelas : Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan


Ansietas Koping kecemasan)
Definisi: perasaan tidak nyaman Setelah dilakukan asuhan selama ..... - Gunakan pendekatan yang
atau kekhawatiran yang samar menenangkan
klien kecemasan teratasi dgn kriteria
disertai respons otonom, perasaan - Nyatakan dengan jelas
hasil:
takut yang disebabkan oleh harapan terhadap pelaku pasien
- Klien mampu
antisipasi terhadap bahaya. - Jelaskan semua prosedur dan apa
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
Batasan karakteristik: - Temani pasien untuk memberikan
- Mengidentifikasi,
perilaku: keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan
- Agitasi dan menunjukkan - Berikan informasi faktual mengenai
- Gelisah tehnik untuk diagnosis, tindakan prognosis
- Gerakan ekstra mengontol cemas - Libatkan keluarga
- Insomnia - Vital sign dalam batas normal untuk mendampingi klien
- Kontak mata yang - Postur tubuh, ekspresi wajah, - Instruksikan pada pasien
buruk bahasa tubuh dan tingkat untuk menggunakan tehnik
- Melihat sepintas aktivitas relaksasi
- Mengekspresikan menunjukkan berkurangnya - Dengarkan dengan penuh perhatian
kekhawatiran kecemasan - Identifikasi tingkat kecemasan
karena perubahan - Bantu pasien mengenal situasi yang
- Penurunan menimbulkan kecemasan
produktifitas - Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaan,
- Tampak waspada
ketakutan, persepsi
Afektif:
- Kolaborasi pemberian terapi
- Distres Gelisah
- Gugup
- Kesedihan
- mendalam yang
Menyesal Peka
- Putus asa Ragu
- Sangat khawatir
-
-
-
Fisiologi:
Gemetar
Peningkatan
ketegangan
Tremos tangan
Wajah tegang
Simpatis:
- Anoreksia Daire
- Dilatasi pupil
- Lemah Mulut
- kering
- Peningkatan refleks
-
- Peningkata frekuensi
n napas
Wajah memerah Parasimpatis:
Dorongansegera
berkemih
Gangguan pola tidur
Melamun
Nyeri abdomen
Penurunan kemampuan untuk
belajar
Pusing
Penurunan denyut nadi Kognitif:

- Cenderung menyalahkan
orang lain Gangguan
- konsentrasi Melamun
-
- Penurunan lapang
persepsi

Faktor yang berhubungan:


- Ancaman kematian
- Ancaman pada status
terkini
- Perubahan besar status
(misalnya: lingkungan,
ekonomi,
status kesehatan, fungsi
peran, status peran)

7 Risikoinfeksib/dimunitasSetelah dilakukan askep1 jam tidak Konrol infeksi :


tubuhmenurun,prosedurterdapat factorrisikoinfeksi dengan-Bersihkanlingkungansetelah
invasive kriteria hasil: dipakai pasien lain.
- bebas dari gejala infeksi, - Batasi pengunjung bila perlu dan
- angka lekosit normal (4- anjurkan u/ istirahat yang cukup
11.000) - Anjurkan keluarga untuk cuci
- vital sign dalam batas normal tangan sebelum dan setelah kontak
dengan klien.
- Gunakan sabun anti microba untuk
mencuci tangan.
- Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
- Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
- Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
- Lakukan perawatan luka dan
dresinginfus,DC setiap hari jika ada
- Tingkatkan intake nutrisi. Dan
cairan yang adekuat
- berikan antibiotik sesuai program

Proteksi terhadap infeksi


- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
- Monitor hitung granulosit dan
WBC.
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
- Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.
Monitor perubahan tingkat energi.
Dorong klien untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
- Ajarkan keluarga/kliententang
tanda da gejala infeksi.dan
melaporkan
n kecurigaan
Sumber: Wong 2012. Pedoman Klinis Keperawatan pediatrik Edisi 4.Jakarta:EGC infeksi.
NANDA Internasional.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Jakarta: EGC

Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcome Classification Edisi 5.Elsevier Bulechek,dkk.2013.

Nursing Intervention Classification Edisi 6.Elsevier


2.1.4 Implementasi Keperawan
1. Anemia pasca perdarahan
Penatalaksanaan awal dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua
adalah dengan memberikan plasma (plasma expanders atau plasma
substitute). Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan
infus apa saja yang tersedia.
2. Anemia defisiensi zat besi
Penatalaksanaan terapeutik difokuskan pada peningkatan jumlah
suplemen zat besi yang diterima anak. Biasanya usaha ini dilakukan melalui
konsultasi diet dan pemberian suplemen zat besi per oral.
Jika sumber zat besi dalam makanan tidak dapat menggantikan simpanan
yang ada di dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu di
programkan selama kurang lebih 3 bulan. Apabila kadar Hb sangat rendah
atau jika kadar tersebut tidak berhasil naik setelah terapi oral selama 1 bulan,
penting untuk mengkaji apakah pemberian zat besi sudah dilakukan secara
benar. Transfusi juga hanya diindikasikan pada keadaan anemia yang paling
berat dan pada kasus infeksi yang serius. (Wong, 2019)
Pada anak dengan defisiensi zat besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/kg
BB/ hari (waspada terhadap terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat zat
besi parenteral secara intramuskular atau intra vena bila pemberian per oral
tidak dapat diberikan. Transfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang
dari 5g/dL disertai keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung,
bronkopneumonia dan sebagainya. Obat cacing hanya diberikan jika ternyata
anak menderita cacingan, antibiotik bila perlu (terdapat infeksi).
3. Anemia sel sabit
Terapi bertujuan untuk; 1) mencegah keadaan yang meningkatkan
pembentukan sel sabit yang bertanggungjawab atas terjadinya sekuele
patologik; dan 2) mengatasi kondisi darurat medis pada krisis sel sabit.
Pencegahan terdiri atas upaya mempertahankan hemodilusi.
Keberhasilan mengimplementasi tujuan ini lebih sering bergantung pada
intervensi keperawatan dibandingkan terapi medis. Biasanya penatalaksanaan
medis terhadap krisis sel sabit merupakan tindakan suportif dan simtomatik.
Biasanya penatalaksanaan medis terhadap krisis sel sabit merupakan
tindakan suportif dan simtomatik yang bertujuan untuk memberi kesempatan
tirah baring agar meminimalkan pengeluaran energi dan pemakaian oksigen,
hidrasi melalui terapoi oral dan IV, penggantian elektrolit, analgesik untuk
mengatasi rasa nyeri yanng hebat akibat vaso-oklusi, transfusi darah untuk
mengatasi anemia dan mengurangi viskositas darah yang mengalami
pembentukan sel sabit, antibiotik untuk mengobati setiap infeksi yang terjadi
(Wong, 2019).
4. Anemia hemolitik
1) Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
memperbaiki fungsi ginjal. Jika anemia berat maka perlu dilakukan
transfusi dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan
berupa washed red cells untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu
juga diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau bisa juga
hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag.
2) Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses
hemolisis terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu
juga diberikan terapi asam folat untuk mencegah krisis
megaloblastik.
3) Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolisis
namun biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit
untuk ditangani.
5. Anemia aplastik
Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit
yang mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk
melaksanakan fungsi hematopoietik. Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk
pemulihan fungsi sumsum tulang yang meliputi dua cara penanganan utama
yaitu:
1) Terapi imunsupresif untuk menghilangkan fungsi imunologi yang
diperkirakan memperpanjang keadaan apalasia dengan
menggunakan globulin antitimosit (ATG) atau gobulin antilimfosit
(ALG) yaitu terapi primer bagi anak yang bukan calon untuk
transplantasi sumsum tulang. Anak itu akan berespon dalam tiga
bulan atau tidak sama sekali terhadap terapi ini. Terapi penunjang
mencakup pemakaian antibiotik dan pemberian produk darah.
2) Penggantian sumsum tulang melalui transplantasi. Transplantasi
sumsum tulang merupakan terapi bagi anemia aplastik berat jika
donor yang sesuai. Pilihan utama pengobatan anemia aplastik
adalah transplantasi sumsum tulang dengan donor saudara
kandung, yang antigen limfosit manusianya (HLA) sesuai. Jika ingin
melakukan pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan HLA
keluarga harus segera dilakukan dan produk darah harus sesedikit
mungkin digunakan untuk menghindari terjadinya sensitisasi.
Untuk menghindari terjadinya sensitisasi, darah hendaknya juga
jangan didonasi oleh keluarga anak. Prosuk darah harus selalu
diradiasi dan disaring untuk menghilangkan sel-sel darah putih
yang ada, sebelum diberikan pada anak yang menjadi calon
penerima transplantasi sumsum tulang (Betz & Sowden, 2002:11).

2.1.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Capernito, (2018) Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah infeksi
tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien dapat mempertahankan
atau meningkatkan aktivitas,
peningkatan perfusi jaringan perifer, dapat mempertahankan integritas kulit,
pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostik dan
rencana pengobatan.
>

Anda mungkin juga menyukai