Oleh:
A. PENDAHULUAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam”
karena orang yang hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional
Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita
hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah
pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan
kondisi seumur hidup.
Sekitar 20 % populasi dewasa mengalami hipertensi; lebih dari 90 % di
antara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis
atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor, dan
kehamilan.
Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas premature yang
meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolic. Laporan
Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Presure (1993) yang kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteksi,
evaluasi dan penanganan hipertensi. Komite ini juga memberikan klasifikasi
tekanan darahpada individu berumur 18 tahun ke atas, yang akan sangat berguna
sebagai kriteria tindak lanjut bila digunakan berdasarkan pemahaman bahwa
diagnosis didasarkan pada rata-rata dua pengukuran yang dilakukan secara
terpisah.
Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18 Tahun Ke Atas
Kategori Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 110-119
Stadium 4 ( sangat berat) ≥210 ≥120
E. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktifitas, susunan saraf simpatik, sistem renin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
2. Ciri perseorangan.
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
3. Kebiasaan hidup
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Mudah stress
d. Merokok
e. Minum minuman beralkohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
Hipertensi sekunder sekunder dapat disebabkan oleh komplikasi dari
penyakit lain atau abnormalitas pada beberapa organ tubuh tertentu, seperti:
1. Glomerulonefritis
2. Pielonefritis
3. Nekrosis tubular akut
4. Tumor
5. Aterosklerosis
6. Hiperplasia
7. Trombosis
8. Aneurisma
9. Emboli kolestrol
10. Diabetes Mellitus
11. Hipertiroidisme
12. Hipotiroidisme
13. Stroke
14. Ensepalitis
15. Obat-obatan steroid
16. Kontrasepsi oral
F. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan
fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 1996 ).
G. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
2. Sakit kepala
3. Pusing/migrain
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Kelemahan
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas )
dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. BUN (Blood Unit Nitrogen)
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
3. Glukosa
Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
7. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
9. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
10. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter
13. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
14. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
15. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi
I. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah:
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dapat megendalikan tekanan
darah bahkan dapat menstabilkan tekanan darah seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang, dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali perminggu dan paling baik 5 kali
perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang
secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi
rileks
3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas / istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
2. Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
3. Makanan dan cairan
Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
Mual, muntah.
Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
4. Nyeri atau ketidak nyamanan
Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
Nyeri hilang timbul pada tungkai.
Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Nyeri abdomen.
5. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
Episode palpitasi dan perspirasi.
6. Eleminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
7. Neurosensori
Keluhan pusing.
Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
8. Pernapasan
Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
Riwayat merokok
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
L. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOC: NIC:
berhubungan dengan Vital sign status Vital sign monitoring
peningkatan afterload, Kriteria hasil: 1. Monitor TD, nadi, suhu,
1. Tanda-tanda vital dalam dan pernapasan
vasokonstriksi,
rentang normal 2. Auskultasi TD pada kedua
hipertrofi/rigitas 2. TD pada kedua lengan lengan
ventrikuler, iskemia kanan dan kiri tidak
mengalami perbedaan Cardiac care
miokard.
yang jauh 3. Evaluasi adanya nyeri dada
(intensitas, lokasi, dan
Cardiac pulmo durasi)
effectiveness 4. Catat kemungkinan adanya
Kriteria hasil: disritmia jantung
3. Tidak terdapat nyeri dada
4. Irama jantung normal
2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
penigkatan tekanan vaskular
Pain control Pain management
serebral dan iskemia.
Kriteria hasil: 1. Kaji nyeri secara
1. Mampu mengontrol komprehensif
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi isyarat non-
nyeri, mampu verbal ketidaknyamanan
menggunakan teknik 3. Berikan posisi yang
non-farmakologis nyaman
untuk mengurangi 4. Ajarkan teknik
nyeri). nonfarmakologi: nafas
2. Melaporkan bahwa dalam, relaksasi, atau
nyeri berkurang flashback pengalaman
dengan menggunakan yang menyenangkan .
manajemen nyeri
Medicine administration
Pain level 5. Kolaborasi terhadap
Kriteria hasil: pemberian antihipertensi
3. Mampu mengenali
nyeri (skala intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Comfort level
Kriteria hasil:
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
berhubungan dengan Activity tolerance Activity therapy
kelemahan, Kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda vital
ketidakseimbangan 1. Menunjukkan peningkatn 2. Berikan posisi
suplai dan kebutuhan O2. toleransi terhadap aktifitas trendenlenburg pada klien
fisik. 3. Bantu klien untuk
2. Mampu melakukan mengidentifikasi aktifitas
aktifitas sehari-hari yang dapat dilakukan
(ADLs) secara mandiri
3. Mampu berpindah tanpa Self care
bantuan alat 4. Pantau adanya defisit
perawatan diri
Vital sign
Kriteria hasil: Energy management
4. Tanda-tanda vital normal 5. Pantau asupan nutrisi
5. Sirkulasi status baik untuk memastikan sumber
energi yang adekuat: tinggi
Energy conservation protein, rendah lemak, dan
Kriteria hasil: serat yang cukup
6. Tercukupinya kebutuhan
protein dan serat yang
adekuat
7. Kadar Hb dalam darah
dalam rentang normal (Lk:
14-18 g/dL)
M. PENYIMPANGAN KDM
Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping tidak efektif
Otak
Vasokonstriksi Nyeri kepala
Resiko ketidakefektifan
Gangguan sirkulasi Suplai O2 ke otak perfusi jaringan otak
Respon RAA
Penurunan curah jantung Afterload Nyeri
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed.8. Vol. 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 9 Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC