OLEH :
KELOMPOK 3
RIZKI JUNIAR
SYAHRUL
SATRIANUR
FITRIANTI
TIKA RAHMADAN
MARWAH
ABDUL MALIK
A. Pengertian Hipertensi.
Menurut Nurhidayat (2015), hipertensi adalah peningkatan
abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan
diastolik 120 mmHg. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau
lebih.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih
dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada usila :
peningkatan tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastolik di
atas 90 mmHg. Sedangkan menurut Fauzi (2014), penyakit hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan di
dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia
sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia
senja/usia lanjut (Prodi et al., 2020; Rihiantoro & Widodo, 2018).
C. Etiologi.
Umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
meningkatan tekanan perifer. Menurut Morgan (2019), ada beberapa
faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: Terkait level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress lingkungan.
4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 golongan :
1. Hipertensi primer (esensial).
Disebut hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Angiotensi dan peningkatan
Na + Ca intra seluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko :
obesitas, merokok, alkohol dan polistemia.
2. Hipertensi sekunder.
Penyebabnya: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar.
4. Hipertensi
(Nurafif, 2015)
Menurut Morgan (2019), penyebab hipertensi pada usia lanjut adalah
terjadinya perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Kutub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
D. Manifestasi Klinis.
Tanda dan gejala pada hipertensi dalam Morgan (2019), dibedakan
menjadi:
1. Tidak ada gejala.
Tidak ada gejala yang spesifik yang dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim.
3. Sering dikatakan gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Gejala lain umumnya terjadi pada
penderita hipertensi yaitu muka merah, sakit kepala, keluar darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi menurut Yuli (2014), yaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun
E. Patofisiologi.
Menurut Nurhidayat (2015), mekanisme yang mengontrol konstruksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf sympatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar kolumma medulla spinalis ke ganglia
sympati di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf sympatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norefinefrin
mengakibatkan konstruksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norefinerifrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstruksi. Medulla adrenal mensekresi efinefrin, yang menyebabkan
vasokonstruksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya
yang dapat memperkuat respon vasokonstrikor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiootensin II, suatu
vasikonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Tekanan darah
arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah jantung. Curah
jantung meningkat karena keadaan yang meningkatkan frekuensi jantung,
volume sekuncup atau keduanya (Black, 2014; Morgan, 2019).
F. Komplikasi.
Menurut Nurhidayat (2015), meningkatnya tekanan darah merupakan satu-
satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang hipertensi esensial
berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ
sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit
kepala, mimisan, pusing, migraine ditemukan sebagai gejala klinis
hipertensi esensial. Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat gejala-
gejala sebagai berikut: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan
(jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan
mata berkunang-kunang. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah
dijumpai adalah: gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,
gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), dapat mengakibatkan
kejang dan pendarahan pembuluh darah otak dan mengakibatkan
kelumpuhan, gengguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah
dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke,
lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya
hidup dan pola makan, beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan
gaya hidup tidak sehat. Seperti kurang olahraga, stress, minum minuman
beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. Kebiasaan makan juga perlu
diwaspadai. Pembatasan asupan natrium (komponen utama garam).
Asuhan keperawatan pada pasien hipertensi sangat disarankan karena
terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalanannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang
dapat menyebabkan berbagai komplikasi antara lain: stroke, gagal
jantung, gagal ginjal, mata. Hubungan stroke dengan hipertensi dapat
dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki
batasan dalam menahan tekanan darah yang dating. Apalagi dalam otak
pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis
memiliki tahanan yang juga kecil. Bila tekanan darah melebihi
kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah akan pecah,
selanjutnya akan menjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis
yang tidak baik. Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini
dapat dikatakan sebagai pengobatan seumur hidup bila ingin dihindari
terjadinya komplikasi tidak baik. Dengan adanya faktor yang dapat
dihindarkan tersebut, tentunya hipertensi dapat dicegah bagi penderita
hipertensi agar terhindar dari komplikasi yang fatal (Kowalak, Welsh,
2017; Morgan, 2019).
G. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup
dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 1/4 – 1/2
sendok the 6 gram/hari), menurunkan berat badan, mengindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga juga dianjurkan bagi
penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20-25 menit dengan frekuensi 3-5x perminggu. Penting juga untuk cukup
istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta
penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan
dokter (Aspiani, 2014; Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit,
crackers, kerpik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam.
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, magi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
Sri Setyowati, Arita Murwani, 2015, Asuhan Keperawatan Keluarga, Konsep dan
Aplikasi Kasus, Mitra Cendekia, Jogjakarta.
Siti Nur Kholifah, Wahyu Widagdo, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
Keluarga dan Komunitas, Pusdik SDM Kesehatan Republik Indonesia