Anda di halaman 1dari 17

HIPERTENSI

OLEH :
KELOMPOK 3
RIZKI JUNIAR
SYAHRUL
SATRIANUR
FITRIANTI
TIKA RAHMADAN
MARWAH
ABDUL MALIK

STIKES PERTAMEDIKA PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN NON


REGULER ANGKATAN XVII
MATERI HIPERTENSI

A. Pengertian Hipertensi.
Menurut Nurhidayat (2015), hipertensi adalah peningkatan
abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan
diastolik 120 mmHg. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau
lebih.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih
dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada usila :
peningkatan tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastolik di
atas 90 mmHg. Sedangkan menurut Fauzi (2014), penyakit hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan di
dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia
sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia
senja/usia lanjut (Prodi et al., 2020; Rihiantoro & Widodo, 2018).

B. Anatomi fisiologi Jantung.


Anatomi dan Fisiologi jantung.
1. Anatomi Jantung.
a. Jantung.
System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh darah (arteri,
vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi utama system
kardiovaskular adalah mengalirkan darah yang kaya oksigen ke
seluruh tubuh dan memompa darah dari seluruh tubuh (jaringan)
ke sirkulasi paru untuk dioksigenasi (Aspiani, 2016).
Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskular, berotot
dan berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastunum.
Jantung berbentuk seperti kerucut tumpul dan bagian bawah
disebut apeks terletak lebih ke kiri dari garis medial, bagian tepi
terletak pada ruang interkosta IV kiri atau sekitar 9 cm dari kiri
linea medioklavikularis, bagian atas disebut basis terletak agak ke
kanan pada kosta ke III sekitar 1 cm dari tepi lateral sternum.
Memiliki ukuran panjang sekitar 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6
cm. Berat jantung sekitar 200-425 gram, pada laki-laki sekitar 310
gram dan pada perempuan sekitar 225 gram (Aspiani, 2016).
Jantung adalah organ muscular yang tersusun atas dua atrium dan
dua ventrikel. Jantung dikelilingi oleh kantung pericardium yang
terdiri atas dua lapisan, yakni:
1) Lapisan visceral (sisi dalam).
2) Lapisan perietalis (sisi luar).
Dinding jantung mempunyai tiga lapisan, yaitu:
1) Epikardium merupakan lapisan terluar , memiliki struktur yang
sama dengan pericardium visceral.
2) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot
yang berperan dalam menentukan kekuatan konstraksi.
3) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan
endotel yang melapisi bagian dalam jantung dan menutupi
katup jantung.
Jantung mempunyai empat katup, yaitu:
1) Trikupidalis.
2) Mitralis (katup AV).
3) Pulmonalis (katup semilunaris).
4) Aorta (katup semilunaris).
Jantung memiliki 4 ruang , yaitu atrium kanan, atrium kiri dan
ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan saling
berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu
arah. Antara rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.
b. Pembuluh darah.
Setiap sel didalam tubuh secara langsung bergantung pada
keutuhan dan fungsi system vaskuler, karena darah dari jantung
akan dikiri ke setiap sel melalui system tersebut. Sifat 9 structural
dari setiap bagian system sirkulasi darah sistemik menentukan
peran fisiologinya dalam integrasi fungsi kardiovaskular.
Keseluruhan system peredaran (system kardiovaskular) terdiri
atas arteri, arteriola, kapiler, venula, dan vena.(Aspiani, 2016).
1) Arteri adalah pembuluh darah yang tersusun atas tiga lapisan
(intima,media,adventisia) yang membawa darah yang
mengandung oksigen dari jantung ke jaringan.
2) Arteriol adalah pembuluh darah dengan resistensi kecil yang
mevaskularisasi kapiler.
3) Kapiler menghubungkan dengan arteriol menjadi venula
(pembuluh darah yang lebih besr yang bertekanan lebih
rendah dibandingkan dengan arteriol), dimana zat gizi dan
sisa pembuangan mengalami pertukaran.
4) Venula bergabung dengan kapiler menjadi vena.
5) Vena adalah pembuluh yang berkapasitas-besar, dan
bertekanan rendah yang membalikkan darah yang tidak berisi
oksigen ke jantung. (Lyndon, 2014).
2. Fisiologi.
a. Siklus jantung Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam
satu irama jantung. Dalam bentuk yang pailng sederhana, siklus
jantung 10 adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang
mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi
bersamaan kedua ventrikel. Sisklus jantung merupakan periode
ketika jantung kontraksi dan relaksasi. Satu kali siklus jantung
sama dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan
satu periode diastole (saat ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus
jantung dimulai dengan depolarisasi spontan sel pacemarker dari
SA node dan berakhir dengan keadaan relaksasi ventrikel. Pada
siklus jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti sistole ventrikel
sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah dari
ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi atrium
dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan
darah melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan
menutupnya. Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta
dan pulmonalis. Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi,
memompa darah ke arteri. Ventrikel kemudian relaksasi
bersamaan dengan pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus
kembali. a) Sistole atrium b) Sistole ventrikel c) Diastole
ventrikel.
b. Tekanan darah Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga
yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit atau
daerah dari dinding pembuluh darah, timbul dari adanya tekanan
pada dinding arteri. Tekanan arteri terdiri atas tekanan sistolik,
tekanan diastolik, tekanan pulsasi, tekanan arteri rerata. Tekanan
sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang mengalir pada
arteri saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya sekitar 100-
140 mmHg. Tekanan diastolic yaitu tekanan darah pada dinding
arteri pada saat jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90 mmHg.
Tekanan pulsasi merupakan reflek dari stroke volume dan
elastisitas arteri, besarnya sekitar 40-90 mmHg. Sedangkan
tekanan arteri rerata merupakan gabungan dari tekanan pulsasi
dan tekanan diastolic yang besarnya sama dengan sepertiga
tekanan pulsasi ditambah tekanan diastolik. Tekanan darah
sesungguhnya adalah ekspresi dari tekanan systole dan tekanan
diastole yang normal berkisar 120/80 mmHg. Peningkatan
tekanan darah lebih dari normal disebut hipertensi dan jika kurang
normal disebut hipotensi. Tekanan darah sanagat berkaitan
dengan curah jantung, tahanan pembuluh darah perifer ( R ).
Viskositas dan elastisitas pembuluh darah (Aspiani, 2016).

C. Etiologi.
Umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
meningkatan tekanan perifer. Menurut Morgan (2019), ada beberapa
faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: Terkait level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress lingkungan.
4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 golongan :
1. Hipertensi primer (esensial).
Disebut hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Angiotensi dan peningkatan
Na + Ca intra seluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko :
obesitas, merokok, alkohol dan polistemia.
2. Hipertensi sekunder.
Penyebabnya: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar.

Tabel Kategori Derajat hipertensi


No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120-129 80-84

3. High Normal 130-139 85-89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140-159 90-99

Grade 2 (sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (berat) 180-209 109-119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

(Nurafif, 2015)
Menurut Morgan (2019), penyebab hipertensi pada usia lanjut adalah
terjadinya perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Kutub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

D. Manifestasi Klinis.
Tanda dan gejala pada hipertensi dalam Morgan (2019), dibedakan
menjadi:
1. Tidak ada gejala.
Tidak ada gejala yang spesifik yang dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim.
3. Sering dikatakan gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Gejala lain umumnya terjadi pada
penderita hipertensi yaitu muka merah, sakit kepala, keluar darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi menurut Yuli (2014), yaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

E. Patofisiologi.
Menurut Nurhidayat (2015), mekanisme yang mengontrol konstruksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf sympatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar kolumma medulla spinalis ke ganglia
sympati di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf sympatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norefinefrin
mengakibatkan konstruksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norefinerifrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstruksi. Medulla adrenal mensekresi efinefrin, yang menyebabkan
vasokonstruksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya
yang dapat memperkuat respon vasokonstrikor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiootensin II, suatu
vasikonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Tekanan darah
arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah jantung. Curah
jantung meningkat karena keadaan yang meningkatkan frekuensi jantung,
volume sekuncup atau keduanya (Black, 2014; Morgan, 2019).

F. Komplikasi.
Menurut Nurhidayat (2015), meningkatnya tekanan darah merupakan satu-
satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang hipertensi esensial
berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ
sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit
kepala, mimisan, pusing, migraine ditemukan sebagai gejala klinis
hipertensi esensial. Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat gejala-
gejala sebagai berikut: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan
(jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan
mata berkunang-kunang. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah
dijumpai adalah: gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,
gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), dapat mengakibatkan
kejang dan pendarahan pembuluh darah otak dan mengakibatkan
kelumpuhan, gengguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah
dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke,
lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya
hidup dan pola makan, beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan
gaya hidup tidak sehat. Seperti kurang olahraga, stress, minum minuman
beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. Kebiasaan makan juga perlu
diwaspadai. Pembatasan asupan natrium (komponen utama garam).
Asuhan keperawatan pada pasien hipertensi sangat disarankan karena
terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalanannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang
dapat menyebabkan berbagai komplikasi antara lain: stroke, gagal
jantung, gagal ginjal, mata. Hubungan stroke dengan hipertensi dapat
dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki
batasan dalam menahan tekanan darah yang dating. Apalagi dalam otak
pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis
memiliki tahanan yang juga kecil. Bila tekanan darah melebihi
kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah akan pecah,
selanjutnya akan menjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis
yang tidak baik. Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini
dapat dikatakan sebagai pengobatan seumur hidup bila ingin dihindari
terjadinya komplikasi tidak baik. Dengan adanya faktor yang dapat
dihindarkan tersebut, tentunya hipertensi dapat dicegah bagi penderita
hipertensi agar terhindar dari komplikasi yang fatal (Kowalak, Welsh,
2017; Morgan, 2019).
G. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup
dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 1/4 – 1/2
sendok the 6 gram/hari), menurunkan berat badan, mengindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga juga dianjurkan bagi
penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20-25 menit dengan frekuensi 3-5x perminggu. Penting juga untuk cukup
istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta
penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan
dokter (Aspiani, 2014; Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit,
crackers, kerpik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam.
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, magi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah pada


makanan cepat saji dan yang diawetkan yang kita ketahui mengandung
garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai menjamur terutama di
kota-kota besar di Indonesia.
Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi
diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan
dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga
komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan (Kemenkes.RI, 2014).
H. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas dan
anemia.
b. Ureum/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa: hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler ).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
j. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
k. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal atau ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. USG: untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien.
PATHWAY HIPERTENSI
DAFTAR PUSTAKA

Novia Puspitasari, 2020, Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Hipertensi,


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jurusan Keperawatan Prodi D-III
Keperawatan Samarinda.

Made Yogi Krisnanda, 2017, Laporan Penelitian Dalam Rangka Menjalani


Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rsup Sanglah,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan

Sri Setyowati, Arita Murwani, 2015, Asuhan Keperawatan Keluarga, Konsep dan
Aplikasi Kasus, Mitra Cendekia, Jogjakarta.

Siti Nur Kholifah, Wahyu Widagdo, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
Keluarga dan Komunitas, Pusdik SDM Kesehatan Republik Indonesia

I Kadek Nuryanto, 2020, Pembahasan Asuhan Keperawatan Keluarga, Materi


Pembelajaran Keperawatan,

Anda mungkin juga menyukai