Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah


thoraks, dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya
sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun berat dan ukurannya di pengaruhi oleh
usia, jenis kelamin,berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan
penyakit jantung.
Daerah di pertengahan dada di antara kedua paru disebut sebagai
mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung,
yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi
dengan baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam
perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan
mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
Kamar jantung, sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing
tersusun atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan
kamar kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang
menyerburkan darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat
penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke
ventrikel.
Katup jantung, katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya
ke satu arah dalam jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah jaringan
fibrosa, membuka dan menutup secara pasif sebagai respons terhadap
perubahan tekanan dan aliran darah. Ada dua jenis katup :
atrioventrikularis dan seminularis.
Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan
ventrikel disebut sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis,
dinamakan demikian karena tersusun atas tiga kuspis atau daun,
memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau
bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.
Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan
mendorong daun-daun katup atrioventrikularis ke atas ke rongga atrium.
Jika terdapat tekanan cukup kuat untuk mendesak katup, darah akan
disemburkan ke belakang dari ventrikel ke atrium. Otot papilaris dan korda
tendinea bertanggung jawab menjaga aliran darah tetap menuju ke satu
arah melalui katup atrioventrikularis. Otot papilaris dalah bundel otot yang
terletak di sisi dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang
memanjang dari otot papilaris ke tepi bilah katup, berfungsi menarik tepi
bebas katup ke dinding katup. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan
korda tendinea menjadi tegang. Hal ini menjaga daun katup menutup
selama sistolik, mencegah aliran balik darah. Otot papilaris dan korda
tendinea hanya terdapat pada katup mitral dan trikuspidalis dan tidak
terdapat di katup seminularis.
Katup seminularis. Katup seminularis terletak diantara tiap
ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup anatar ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis di sebut katup pulmonalis; katup antara ventrikel kiri dan
aorta dinamakan katup aorta. Katup semilunaris normalnya tersusun atas
tiga kuspis, yang berfungsi dengan baik tanpa otot papilaris dan korda
tendinea. Tidak terdapat katup antara vena-vena besar dengan atrium.
Arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh yang
menyuplai otot jantung, yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi
terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung menggunakan 70% sampai 80%
oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria; sebagai perbandingan,
organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang di
hantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel
kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak
melalui arteri koronaria utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua
cabang besar ke bawah (arter desenden nterior sinistra) dan melintang
(arteri sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan di pasok seperti itu
pula dari arteri koronaria dekstra. Tidak seperti arteri lain, arteri koronaria
diperfusi selama diastolik.
Otot jantung. Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung
dinamakan otot jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat
lurik (skelet), yang berada di bawah kontrol kesadaran. Namun secara
fungsional, otot jantung menyerupai otot polos karena sifatnya volunter.
Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi (disebut sinsitium)
sehingga dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola
urutan kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan
kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan
memungkinkannya berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu sendiri
dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokadium, yang berhubungan
langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel di bagian
luar dinamakan epikardium.

B. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistole di atas 140
mmHg dan tekanan darah diastole di atas 90 mmHg (Brunner and suddarh,
2004). Menurut WHO (1978), hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan
darah tinggi di atas 160 sistole dan diastole 95 mmHg.
Pengertian lain, hipertensi merupakan suatu keadaan yang mana
terjadi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih (Barbara hearrison, 1997).
Pengertian krisis hiprtensi adalah peningkatan tekanan darah berat
secara tiba-tiba dengan tekanan darah sistole lebih dari 200 mmHg dan
tekanan darah diastole lebih dari 140 mmHg (Awan Hariyanto dan Rini
Sulistyowati, 2015).

C. Etiologi
1. Faktor genetik
Di ketahui bahwa respon tekanan darah manusia terhadap garam
diturunkan secara genetik. Individu dengan orang tua hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi. Pada 70-80% kasus hipertensi primer, didapatkan riwayat
hipertensi di dalam keluarganya. Apabila riwayat hipertensi didapatkan
pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi primer lebih besar.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monogozit (satu
telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong
bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
2. Jenis kelamin
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prevalensi antara wanita dan
laki-laki, akan tetapi wanita setelah menoupuse menjadi lebih berpotensi
terserang penyakit hipertensi. Karena wanita yang belum menopouse
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan aktif dalam peningkatan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). HDL merupakan faktor yang
berperan penting dalam melindungi terjadinya arterosklerosis. Pada wanita
yang sudah mencapai umur 45 tahun ke atas maka sedikit demi sedikit
hormon estrogen akan mengalami penyusutan baik kuantitas maupun
kualitasnya sehingga berdampak pada banyaknya kasus hipertensi pada
wanita.
3. Umur
Kenaikan umur sesorang sebanding dengan kenaikan tekanan
darah. Penambahan usia menyebabkan semakin hilang daya elastisitas dari
pembuluh darah yang mengakibatkan arteri dan aorta kehilangan daya
untuk menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh karena itu orang yang
lebih tua akan cenderung terkena penyakit hipertensi dari pada orang yang
berumur lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani lebih
serius hal ini karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ seperti
ginjal yang berperan aktif dalam proses rennin angiotensin aldosteron,
karena itu dosis obat harus diberikan secara tepat.
4. Perokok
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang
membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung
dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat
memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah,
menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar.
Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak
dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah),
mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh
darah perifer. Keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak
dapat bekerja secara efisien.
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitasi miokardial,
peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana
pada akhirnya meningkatkan tekanan darah (wajan juni udjianti,2010).
5. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu ciri khas penderita hipertensi.
Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hiperetnsi dan
obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita
hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk,
tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar, jantung
pun bekerja ekstra karena banyak timbunan lemak yang menyebabkan
kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi.
6. Alkoholisme
Alkohol yang dapat merusak hepar dan sifat alkohol mengikat air
memengaruhi viskositas darah memengaruhi tekanan darah. Alkohol juga
mempunyai efek yang buruk terhadap tubuh antara lain menyebabkan
kerusakan pada jantung dan organ tubuh, juga dapat mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga mengakibatkan hipertensi.
7. Stres
Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang
berpengaruh terhadap kerja jantung, sehingga akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Stres dapat memicu
peningkatan aktifitas pada syaraf simpatis, peningkatan ini yang kemudian
dapat merangsang peningkatan darah yang intermiten atau tidak tetap.
8. Konsumsi garam
Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja
ginjal yang mengeluarkan renin angiotensin yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan
konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Konsumsi
natrium yang berlebihan mengaibatkan retensi sehingga mengakibatkan
tekanan darah naik, akibatnya tekanan darah meningkat (Awan Hariyanto
dan Rini Sulistyowati, 2015).

D. KLASIFIKASI
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan menurut kausanya,
menurut gangguan tekanan darah, dan menurut berat tingginya peningkatan
tekanan darah.
1. Penyakit hipertensi menurut kausanya terbagi atas
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial/primer/idiopatik (penyebab yang tidak
diketahui) adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas.
Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya
multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
memengaruhi kepekaan terhadap sodium, kepekaan terhadap stres,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistansi insulin
dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain
diet, kebiasaan merokok, stres, emosi, obesitas, dan lain-lain.
Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30-50 tahun (syamsudin,
2011).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder (penyebab diketahui) meliputi 5-10%
kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi
akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin,
kelaianan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.
Hipertensi dapat diketahui dengan melakukan pengukuran
tekanan darah yang dilakukan pada hari yang berbeda. WHO-ISH
mengeluarkan suatu petunjuk sebagai acuan untuk klasifikasi
hipertensi seperti yang dlakukan oleh JNC VI. Untuk mengetahui
bagaimana pengobatan hipertensi, JNC VI membuat sistem faktor
risiko hipetensi (Syamsudin, 2011).
Hipetensi pada kehamilan Hipertensi pada wanita hamil
berisiko untuk ibu dan janinnya. Empat kategori hipertensi pada
kehamilan telah diidentifikasi oleh National Institutes of Health
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy: hipertensi
gestasional, hipertensi kronis, preeklams-eklamsi, dan preeclampsia
superimposed pada hipertensi kronis.
Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder karena,
berdasarkan definisi, peningkatan tekanan darah (≥ 140 mmHg pada
sistolik; ≥ 90 mmHg pada diastolik) terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu pada wanita nonhipertensi sebelumnya, dan membaik dalam
12 minggu pascapartum. Hipertensi gestasional tampaknya terjadi
akibat kombinasi dari peningkatan curah jantung dan peningkatan
TPR. Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu pascapartum, atau
telah ada sebelum kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori
hipertensi kronis.
Pada preeklamsi, tekanan darah tinggi di sertai dengan
proteinuria (pengeluaran urine sedikitnya 0,3 protein dalam 24 jam).
Preeklamsi biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan di
hubungkan dengan penurunan aliran darah plasenta dan pelepasan
mediator kimiawi yang dapat menyebabkan disfungsi sel endotel
vaskular di seluruh tubuh. Kondisi ini merupakan gangguan yang
sangat serius, seperti halnya preeclampsia superimposed pada
hipertensi kronis (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2. Hipertensi pada penyakit ginjal
Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya
hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit akut maupun
penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada
kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan
dalam:
a. Penyakit glumerolus akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang
menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya
peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini
dimungkinkan akibat adannya retensi relatif terhadap hormon
Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase di
duktus koligentes.
b. Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemik yang kemudian merangsang
sistem renin angiotensin aldosteron.
c. Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium,
peningkatan sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi
relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang
meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder, dan
pemberian eritropoetin.
d. Penyakit glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan
satu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan
berperan dalam naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit.
e. Hipertensi pada kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin
adalah aldosteronisme primer (sindrom conn). Hiperaldosteronisme
primer adalah sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldosteron
yang tidak terkendali yang umumnya berasal dari kelenjar korteks
adrenal. Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan
triad terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik.
Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal,
adenoma atau karsinoma adrenal.
f. Sindrom cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral
yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan
Adenocorticotropin Hormone (ACTH).
g. Hipertensi adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyebab terjadinya
hipertensi pada anak (jarang terjadi).
h. Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang
patut dicuragi apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda
yang mencurigai adanya Feokromositoma yaitu hipertensi, sakit
kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositoma disebabkan oleh tumor sel kromatin asal
neural yang mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari
kelenjar adrenal, dan hanya 10% terjadi ditempat lain dalam rantai
simpatis. 10% dari tumor itu ganas dan 10% adenoma adrenal adalah
bilateral. Feokromositoma dicurigai jika tekanan darah berfluktasi
tinggi, disetai takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal
jantung.
i. Koarktasi aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal
dari arteri subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan
menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis
lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah
reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama
sebelum operasi.
j. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama
peningkatan morbiditas dan mortalitas materal, janin dan neonatus.
Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia
sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil
dengan hipertensi mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit
serebrovaskuler, gagal organ, kogulasi intravaskular.
k. Hipertensi akibat dan penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan
hipertensi adalah pil kontrasepsi oral (OCP) dimana 5% perempuan
mengalami hipertensi sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih
tua (> 35 tahun) lebih mudah terkena, begitu pula dengan perempuan
yang pernah mengalami hipertensi selama kehamilan. Pada 50%
tekanan darah akan kembali normal dalam 3-6 sesudah penghentian
pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan
tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan
hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain.
3. Menurut gangguan tekanan darah
a. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan sistolik. Biasanya bentuk hipertensi ini ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda.
b. Hipertensi sistolik (isolated sytolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diatolik. Umumnya bentuk hipertensi ini ditemukan pada usia
lanjut.
c. Hipertensi campuran (sistol dan diatol yang meninggi)
Yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastole.
4. Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
a. Hipertensi ringan
Yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah
sistolik berada diantara 140-159 mmHg dan tekanan darah diatolik
berada diantara 90-99 mmHg.
b. Hipertensi sedang
Yaitu jika ada pengukuran tekanan darah, tekanan darah
sistolik berada diantara 160-179 mmHg dan tekanan darah diatolik
berada diantara 100-109 mmHg.
c. Hipertensi berat
Yaitu pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah siastolik
>180 mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg (Awan
Hariyanto dan Rini Sulistyowati, 2015).

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, kemudian tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
menskresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi
angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (brunner dan suddarth, 2008).
PATHWAY

obesitas merokok Gangguan ginjal

Penumpukan lemak Penumpukan plak Gangguan penyaring


dari nikotin

Penyempitan lumen Resistensi garam


arteriosklerosis
Hilangnya elastisitas
Endapan air
jaringan ikat

Penurunan relaksasi Volume darah


otot polos meningkat
Hipertensi

Kerusakan vaskuler Perubahan situasi


pembuluh darah

Informasi yang minim


Perubahan struktur

Penyumbatan
pembuluh darah Difisiensi
Ansietas
pengetahuan
vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Pembuluh Jantung
Ginjal Otak Retina
darah
Vasokontriksi Resistensi Spasme Tekanan
pembuluh pembuluh sistemik sistemik darah
arteriole
darah ginjlal darah otak meningkat
meningkat Diplopia Vasokontriks
Respon RAA i Kerja jantung
Peningkatan meningkat
Resiko Afterload
Merangsang TIK
cidera meningkat
aldosteron
Retensi Na Nyeri Penurunan Resiko
kepala curah penurunan
jantung perfusi
odem
jaringan
Gangguan jantung
Kelebihan pola tidur
volume cairan
Suplai O2 koroner Intoleransi
ke otak
aktivitas
menurun
Iskemia
GI tract miokard
meningkat Resiko
ketidakefektifan
Nyeri akut
perfusi jaringann
Nause, otak
vomiting

Anoreksia

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dar kebutuhan
tubuh
F. Manifestasi Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun, dan berupa:
1. Sakit kepala (pusing,migrain) saat terjaga, kadang-kadang disertai mual
dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur
pada orang yang terus – menerus mengalami tekanan darah tinggi, terjadi
penebalan dinding pembuluh darah tersebut. Pada kasus hipertensi yang
berat pembuluh ini dapat pecah dan mengakibatkan pendarahan keci
yang disebut hemoragi. Dan juga dapat di akibatkan kerusakan
hipertensif (tekanan pembuluh darah) pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia yang di sebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Corwin, 2009).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Fungsi hati (LFT)
Albumin : Terjadi peningkatan, karena tingginya kadar
protein darah maupun urin. Jika albumin meningkat bisa menghambat
dan menyumbat aliran darah sehingga menyababkan terjadinya
tekanan darah tinggi. Nilai normalnya 3,4-5,4 g/dl. Jika urin
mengandung albumin yang berukuran besar maka tidak akan bisa
melewati filter ginjal sehingga akan kembali dalam aliran darah. Nilai
normalnya 0-8 mg/dl.
b. Fungsi ginjal
Kreatinin : Terjadi peningkatan, Karena menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Ketika kreatinin meningkatkan hal ini
menunjukkan berkurangnya aliran darah ke ginjal dengan penurunan
mengakibatkan filtrasi (penyaringan) dan pembersihan kreatinin dan
zat lain terganggu. Sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah
ginja dan mengakibatkan terjadinya hipertensi. Nilai normalnya 0,5-
1,5 mg/dl.
BUN : Terjadi peningkatan, karena tingginya BUN berkaitan
dengan ketidakmampuan ginjal untuk menyaring urea. Nilai
normalnya W : 6-21 mg/dl, L :8-24 mg/dl.
c. Lain lain
Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah
pencetus hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin. Nilai
normalnya 70-100 mg/dL. Hasil pemeriksaan 110 mg/Dl.
Asam urat: tingkat asam urat tinggi (hiperruricemia)
merupakan implikasi faktor resiko hipertensi. Kadar asam urat yang
tinggi berhubungan dengan resistensi insulin dan sindrom metabolik
yang secara signifikan meningkatkan risiko terkena tekanan darah
tinggi. Hyperuricemia juga terkait dengan risiko terkena gagal
jantung kongestif (juga merupakan konsekuensi tekanan darah tinggi
yang tidak diobati lama). Nilai normalnya (p) 2,4-5,7 mg/dL, (w)3,4-
7,0 mg/dL, jika meningkat maka risiko terkena hipertensi. Hasil
pemeriksaan 8,0 mg/dL.
2. Radiologi
a. Intra venous pyelografi (IVP): mengindentifikasikan penyebab
hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign
prostate hyperplasia (BHP).
b. Rontgen thoraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung,
deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.

3.
4.
1. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard bisa juga menyebabkan
gelombang komplek QRS meninggi di karenakan terjadi hipertrofi di
ventrikel kiri, pola strain, gangguan konduksi atau distritmia. Dapat pula
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. EKG dapat menunjukkan
pengaruh tekanan darah tinggi terhadap ketebalan otot jantung. Tekanan
yang tinggi menyebabkan penebalan otot jantung sebagai reaksi terhadap
tugas memompa lebih berat. (Wajan J,2013)

H. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan
darah, kemungkinan dengan beban kerja jantung sehingga kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
b. Olahraga, terutama bila di sertai penurunan berat, menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan
mungkin TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.
c. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan
cara menghambat respons stres saraf simpatis.
d. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
e. Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet
pembatasan-natrium.
2. Farmakologi
a. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
airnya. Sebagian diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
b. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung
atau arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan
untuk kontraksi. Sebagai penyekat saluran kalsium bersifat lebih
spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lain
lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan
demikian, bebagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup, dan TPR (total peripheral resistance).
c. Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibator ACE
berfungsi menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
di perlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensi II.
Kondisi ini menurunkan tekanan darah secara langsung dengan
menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan
sekresi aldosteron, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium
pada urine kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung.
Inhibator ACE juga menurunkan tekanan darah dengan efek
bradikinin yag memanjang, yang normalnya memecah enzim.
Inhibator ACE dikontraindikasikan untuk kehamilan.
d. Antagonis (penyekat) reseptor beta (ᵝ-blocker), terutama penyekat
selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan
kecepatan denyut dan curah jantung.
e. Antagonis reseptor alfa (ἀ-blocker) menghambat reseptor alfa di otot
polos vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan
simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
f. Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan
TPR.
g. Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi
lahir (Corwin, 2009).

I. Komplikasi
1. Stroke / CVA
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinngi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak mengalami
aterosklerosis dpat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi
kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardummungkin
tidak dapat di penuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infrak. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
risiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah
ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema, yang sering di jumpai pada
hipertensi kronis.
4. Gagal jantung
Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembali
ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki,
dan jaringan lain yang sering disebut edem. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau disering disebut edem.
5. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
6. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan (Corwin, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama diperoleh dengan menanyakan tentang gangguan yang
paling dirasakan klien hingga klien memerlukan pertolongan. meliputi
sakit kepala pagi hari, vertigo, fatigue, lemah, sulit bernafas, mata merah,
epiktaksis dan penglihatan kabur.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesis biasanya di dapat adanya riwayat peningkatan tekanan
darah
sering mengeluh sakit kepala dan riwayat keluarga dengan penyakit
hipertensi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit parenkim dan
vaskular ginjal yang merupakan penyebab utama hipertensi sekunder.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit hipertensi. Karena faktor genetik penyebab yang pasti dari
penyakit hipertensi.
6. Pola kesehatan
a. Aktivitas/ istirahat
Keluhan kelemahan fisik pada penderita hipertensi meliputi: fatigue,
lemah, tekanan darah tinggi (diukur secara serial), nadi meningkat
pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis. Denyut jantung
takikardia, distritmia.
b. Cairan dan nutrisi
Riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak atau kolesterol, tinggi
garam, dan tinggi kalori. Selain itu juga melaporkan keluhan berupa
mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
diuretik. Temuan fisik meliputi berat badan normal atau obesitas,
edema kongesti vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria (riwayat
diabetes melitus).
c. Pola tidur
Biasanya mengalami kesulitan tidur ketika terjadi hipertensi karena
pasien merasa pusing.
d. Pola eliminasi uri dan Eliminasi alvi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu.
7. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala
Ukuran kepala normal, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan
b. Rambut
Inspeksi: rambut tampak kusam, rambut agak tebal, warna rambut
hitam
Palpasi: tidak ada benjolan, dan nyeri tekan
c. Mata
Inspeksi: konjungtiva anemis, scelera ikterik, pupil isokor, otot
disekitar mata tegang
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
d. Telinga
Inspeksi: letak simestris, kebersihan telinga cukup bersih, tidak ada
battle sign dan tidak ada memar
e. Hidung
Inspeksi : bentuk normal, lubang hidung bersih, distribusi sillia
normal
f. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering, pucat, tidak terdapat sariawan,
kebersihan mulut cukup bersih, julam gigi berkurang, lidah cukup
bersih, perubahan pola bicara.
g. Leher
Inspeksi : tidak ada lesi, jejas, dan tidak ada luka.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada deviasi
trachea.
h. Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, ada cuping hidung,
adanya penggunaan otot dada, adanya retraksi dinding dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada indikasi krepitasi, teraba
pembesaran jantung.
Perkusi : untuk mengetahui batas tegas dari paru-paru.
Auskultasi : terdengar suara tambahan (ronkhi, rales, wheezing).
i. Jantung
Inspeksi : tidak ada luka, jejas, dan tidak ada lesi
Palpasi : terdapat ictus cordis pada ruang intercosta kiri Y, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Perkusi : melakukan perkusi dari arah lateral ke medial, Batas
bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV
kanan,di line parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang
interkostal II kanan linea parasternalis kanan. Batas jantung sebelah
kiri yang terletak di sebelah cranial iktus, pada ruang interkostal II
letaknya lebih dekat ke sternum daripada letak iktus cordis ke
sternum, kurang lebih di linea parasternalis kiri.
Auskultasi : adanya suara tambahan, khususnya s3 dan s4 yang
mencerminkan penurunan daya regang dan lentur (komplians)
miokardium yang tampak dari pengurangan curah jantung.
Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasistole.
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada asites, bentuk datar,
Auskultasi : peristaltic usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada
asites.
Perkusi : untuk mengetahui suara tympani.
k. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer):
pengisian kapiler mungkin melambat/tertunda (vasokontriksi)
a) Ekstermitas atas dan bawah
1) Inspeksi
Melihat pergerakan tangan dan kekuatan otot
2) Palpasi
Apakah ada nyeri tekan, masa atau benjolan
3) Motorik
Untuk mengamati besar dan bentuk otot, melakukan
pemeriksaan tonus kekuatan otot dan tes keseimbangan
4) Reflek
Memulai reflek fisiologi seperti bisep dan trisep
5) Sensorik
Apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,
temperature, gerak dan tekanan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload,vasokontriksi
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
ooksigen
3. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskular selebral
4. Kelebihan volume cairan b/d odem, retensi Na
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,
mual muntah
6. Gangguan pola tidur b/d nyeri kepala, peningkatan TIK
7. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d Suplai O2 ke otak
menurun
8. Resiko ceidera b/d ganggua penglihatan,diplopia
9. Defisiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan/daya ingat,misinterpretasi
informasi
10. Ansietas b/d informasi yang minim
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tingkat
nyeri berkurang yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut :
1. Berat 4. Ringan
2. Cukup berat 5. Tidak ada
3. Sedang
No Indikator 1 2 3 4 5

1. Ketidaknyamanan

2. Gangguan dalam perasaan mengontrol

3. Gangguan dalam rutinitas

4. Gangguan pergerakan fisik

Intervensi :
1. Pemberian analgesic
2. Pengurangan kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
c. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan
yang mungkin akan dialami pasien selama prosedur (dilakukan)
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
a. Tentukan tujuan pasein dan keluatga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung

2. Intoleransi Aktivitas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di
harapkan pasien dapat beraktivitas dengan ditunjukkan dengan skala,
sebagai berikut:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

No Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan
1 darah sistolik ketika
beraktrivitas
1
Tekanan darah diastolic ketika
beraktivitas

Warna kulit

Kecepatan berjalan

Intervensi :
1. Manajemen energy
a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan.
b. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
mengenai keterbatasan yang dialami.
c. Tentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan.
d. Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan.
e. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energy
yang adekuat.
3. Penurunan Curah Jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di
harapkan curah jantung pasien kembali nornal dengan ditunjukkan
dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
No Indikator 1 2 3 4 5
1Tekanan darah sistol

Tekanan darah diastol

Denyut nadi perifer

Irama jantung
Tingkat pernafasan

Intervensi :
1. Manajemen jalan napas
a. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
b. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
c. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara tambahan
d. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
e. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin. 2011. Farmakologi Kardiovaskular dan Renal. Jaarta: Salemba


Medika
Suzanne and Brenda. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth.
Edisi 8. Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Hariyanto, Awan dan Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai