WAWASAN KEBANGSAAN:
NILAI-NILAI PERSAHABATAN DAN HIDUP HARMONIS
Oleh:
IMAM SUYITNO
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
e-mail: imamsuyitno@unm.ac.id
ABSTRACT: Entering the third millennium Indonesia touted as one of the largest
democracies in the world or the "third Reviews largest democracy in the world", after
India and the United States. Indonesian change toward democracy seemed inevitable
'evidenced by the tendency of liberalization and democratization following the dramatic
growth of democracy at the international level as a whole. And Indonesia in the end
follow what is called many experts as the third wave democracy. At the same time there
is also a reverse flow, which should be recognized that the growth of democracy or
Indonesia as a peaceful transition to democracy, it also raises a lot of uncertainty and
anxiety. If domokrasi is on peaceful conflict resolution, people witnessed the increasing
tendency of conflict resolution melelui ways undemocratic, such as the use of mob
politics, money polotics and un democratic ways others. Developments such as this
clearly is a phenomenon that is not conducive to the Indonesia's transition to democracy.
As pointed out Sorensen (1993), domestic conflicts that occur at various levels and
segments of society, which is sourced from and the resulting deterioration of power and
authority pad turn followed by violence and anarchy in no way conducive to the creation
and development of a democratic political culture. Moreover, to borrow a phrase Hefner,
to foster democratic civilization or Democratic Civiliy (Hefner, 1998). The increasing
tendency to use undemocratic means and political violence in Indonesia in the period of
transition to democracy largely sourced from the conflict between the political elite which
in turn impact on the grassroots levels of society. If one of the essence of democracy and
polotik is art of compromise and respect for the differences in political attitudes, people
actually witnessed ever increasing bossy attitude in the political elite and the masses,
which is not infrequently lead to violence and anarchy. Anarchism had grown acute with
the growth of law enforcement and the role and function merusotnya enforcement
agencies hukum.Fenomena above show that there has been a serious problem concerning
the life of the nation, the issue is actually related to national identity. So the issue is urgent
for Indonesia is how the identity of Indonesia can compete in the global world. The
Government through the Ministry of National Education in 2010 launched a program
"Culture and National Character Education" as a national movement. Having launched
the program, some of the Directorate General of the Directorates were no immediate
follow up by drafting guidelines application Culture and National Character Education.
Even ministries lainpun not miss also given the task to develop and implement character
education in their environment.
bahwa tugas berat untuk mengisi ”kemudi” dan kekuatan, sehingga bangsa
kemerdekaan adalah membangun ini tidak terombang-ambing; (3) karakter
karakter bangsa. Apabila pembangunan tidak datang dengan sendirinya, tetapi
karakter bangsa ini tidak berhasil, maka harus dibangun dan dibentuk untuk
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam
kuli (.H. Soemarno Soedarsono, 2009: proses pembangunan karakter bangsa ini
sampul). Pernyataan Bung Karno ini harus difokuskan pada tiga tataran besar:
menunjukkan pentingnya pendidikan dan (1) untuk menumbuhkan dan
pembangunan karakter demi tegak dan memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk
kokohnya jati diri bangsa agar mampu menjaga keutuhan NKRI, dan (3) untuk
bersaing di dunia global. membentuk manusia dan masyarakat
Pandangan dan pernyataan dari Indonesia yang berakhlak mulia dan
dua pemimpin itu, cukuplah sudah untuk bangsa yang bermartabat (Udin S.
memberikan gambaran bahwa Winataputra, 2010: 1)
pendidikan karakter bangsa itu Argumentasi tentang pentingnya
merupakan hal sangat fundamental dari pendidikan karakter dan perangkat lunak
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan sebagai landasan dan rambu-rambu
bernegara. Oleh karena itu sudah dalam pelaksanaan pendidikan karakter
selayaknya kalau pendidikan atau sudah tersedia. Bagaimana harus
pembangunan karakter bangsa ini secara melaksanakan. Kegiatan melalui bidang
konstitusional mendapatkan landasan pendidikan nampaknya merupakan
yang kuat. Pembukaan UUD 1945 dan wahana yang sangat penting dalam
Pancasila telah memberikan landasan pelaksanaan pembangunan karakter
yang begitu mendasar, kokoh dan bangsa. Secara khusus di dalam bidang
komprehensif. Selanjutnya secara pendidikan juga telah diberikan rambu-
operasiponal di dalam Rencana rambu dan arah yang jelas bagaimana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional membangun karakter dan kepribadian
tahun 2005-2025 (lih. UU RI No. 17 anak bangsa ini. Di dalam UU Nomor 20
Tahun 2007), ditegaskan bahwa misi tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan
pertama pembangunan nasional adalah bahwa pendidikan nasional berfungsi
terwujudnya karakter bangsa yang mengembangkan kemampuan dan
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, membentuk watak serta peradaban
dan bermoral berdasarkan Pancasila, bangsa yang bermartabat dalam rangka
yang dicirikan dengan watak dan perilaku mencerdaskan kehidupan bangsa,
manusia dan masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
beragam, beriman dan bertakwa kepada peserta didik agar menjadi manusia yang
tuhan YME, berbudi luhur, bertoleran, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
bergotong royong, berjiwa patriotik, Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berkembang dinamis dan berorientasi berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
ipteks. menjadi warga negara yang demokratis
Berikutnya di dalam Kebijakan serta bertanggung jawab.
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Inilah rumusan tujuan pendidikan
(2010) disebutkan bahwa (1) karakter yang sesungguhnya, tujuan pendidikan
merupakan hal yang sangat esensial yang utuh dan sejati. Aspek-aspek yang
dalam kehidupan berbangsa dan terkandung dalam rumusan tujuan
bernegara, hilangnya karakter akan pendidikan ini, baik yang terkait dengan
menyebabkan hilangnya generasi penerus tujuan eksistensial, kolektif maupun
bangsa; (2) karakter berperan sebagai individual harus dicapai secara utuh
peserta didik. Oleh karena itu, institusi bangsa. Namun harus diingat bahwa
pendidikan atau sekolah harus menjadi pendidikan karakter bangsa tidak hanya
lingkungan yang kondusif. Sekolah harus berurusan dengan transformasi dan
menjadi sebuah komunitas dan wahana internalisasi core values dan nilai-nilai
persaudaraan tempat berkembangnya keindonesiaan kepada peserta didik,
nilai-nilai kebaikan dan sarana tetapi pendidikan karakter bangsa juga
pembiasaan yang baik. Dalam merupakan proses usaha bersama untuk
pengembangan pendidikan karakter, guru menciptakan lingkungan yang kondusif
harus juga bekerja sama dengan keluarga untuk berkembangnya nilai-nilai
atau orang tua/wali peserta didik. Bahkan kebaikan dalam kehidupan individu,
menurut Cletus R. Bulach (2002: 80), masyarakat dan bangsa yang mantap.
guru dan orang tua perlu membuat Tujuan dari pendidikan dan
kesepakatan tentang nilai-nilai utama apa pembangunan karakter bangsa itu adalah
yang perlu dibelajarkan misalnya: respect untuk membina dan mengembangkan
for self, others, honesty; self- karakter warga negara, agar menjadi
control/discipline. warga negara yang baik, mampu
Dalam kaitan ini Thomas Lickona mewujudkan masyarakat bangsa atas
(2000: 48) menyebutkan beberapa nilai dasar sila-sila Pancasila (lih. Kebijakan
kebaikan yang perlu dihayati dan Nasional, 2010:5). Adapun sasarannya
dibiasakan dalam kehidupan peserta didik adalah (Kebijakan Nasional, 2010:5-6):
agar tercipta kehidupan yang harmonis di (1) Lingkup Keluarga, merupakan
lingkungan sekolah, dalam keluarga dan wahana pembelajaran dan pembiasaan
masyarakat. Beberapa nilai itu antara nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh
lain: kejujuran, kasih sayang, orang tua dan orang dewasa lain di
pengendalian diri, saling keluarga, sehingga melahirkan anggota
menghargai/menghormati, kerjasama, keluarga yang berkarakter. (2) Lingkup
tanggung jawab, dan ketekunan. Dalam satuan pendidikan, merupakan wahana
konteks keindonesiaan, pendidikan pembinaan dan pengembangan karakter
karakter bangsa merupakan suatu proses yang dilaksanakan dengan, (a)
pembudayaan dan transformasi nilai-nilai pengintegrasian pada semua mata
kemanusiaan dan nilai-nilai budaya pelajaran, (b) pengembangan budaya
bangsa (Indonesia) untuk melahirkan sekolah, (c) melalui kegiatan kokurikuler
insan atau warga negara yang dan ekstra kurikuler, (d) pembiasaan
bermartabat dan berperadaban tinggi. perilaku dalam kehidupan sehari-hari di
Karakter bangsa adalah sebuah keunikan lingkungan sekolah. (3) Lingkup
suatu komunitas yang mengandung pemerintahan, merupakan wahana
perekat kultural bagi setiap warga negara. pengembangan karakter bangsa melalui
Karakter bangsa menyangkut perilaku keteladanan penyelenggara negara, elit
yang mengandung core values dan nilai- pemerintah dan elit politik. (4) Lingkup
nilai yang berakar pada filosofi Pancasila, Masyarakat sipil, merupakan wahana
dan dan norma UUD 1945 serta simbol- pengembangan dan pendidikan karakter
simbol keindonesiaan seperti: Sang Saka melalui keteladanan tokoh dan pemimpin
Merah Putih, semboyan Bhineka Tunggal masyarakat serta berbagai kelompok
Ika, lambang Garuda Pancasila, Lagu masyarakat yang tergabung dalam
Indonesia Raya (lih. ALPTKI, 2009: 3). organisasi sosial. (5) Lingkup masyarakat
Esensi nilai-nilai keindonesiaan politik, merupakan wahana untuk
ini harus menjadi bagian penting dalam melibatkan warga negara dalam
pengembangan pendidikan karakter penyaluran aspirasi politik. (6) Lingkup
yang telah bersifat final ditetapkan negara. Dari karakter bangsa ini harus
sebagai dasar negara dari Negara dapat diturunkan untuk membangun
Kesatuan Republik Indonesia melalui karakter individu yang diterapkan di
penegasan kembali dalam Ketetapan berbagai macam komunitas atas
MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang masyarakat, antara lain masyarakat
Pencabutan Ketetapan Majelis akademik.
Permusyawaratan Rakyat Indonesia
No.II/MPR/1978 tentang Pedoman KARAKTER INDIVIDU DALAM
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila PERSPEKTIF BUDAYA
sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR AKADEMIK
No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Untuk melaksanakan budaya
Ketetapan Majelis Rakyat Indonesia akademik dan juga kebebasan akademik,
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. yang ruang lingkupnya seperti
Berkenaan dengan Pancasila yang rumusannya diperlukan suatu karakter
telah ditetapkan/disahkan sebagai dasar yang kuat untuk mewujudkannya.
negara, hakikatnya telah menjadikan Karakter ini diturunkan dari karakter
bangsa Indonesia masuk ke dalam tiga bangsa yang terdapat dalam setiap sila
asas, yaitu: (1) Asas Kebudayaan; dari Pancasila.
Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Dalam perspektif karakter
Indonesia dalam kaitannya dengan adat- individu dengan menggunakan
istiadat dan kebudayaan. (2) Asas pendekatan psikologis, karakter bangsa
Religius; Toleransi beragama yang yang terdapat dalam setiap sila
didasarkan pada nilai-nilai religius telah ditempatkan dalam kerangka referensi
mengakar kuat dalam kehidupan sehari- olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa
hari masyarakat Indonesia. (3) Asas dan karsa. Muatan dari keempat oleh
Kenegaraan; Oleh karena Pancasila tersebut dijabarkan seperti yang
sebagai dasar negara, ini berarti sebagai tercantum dalam Kebijakan Nasional,
asas kenegaraan. Pembangunan Karakter Bangsa, Tahun
Mengacu kepada hakekat 2010-2025. Muatan karakter yang berasal
Pancasila digali dari budaya bangsa dari olah hati, olah pikir, olah raga, olah
Indonesia , ini berarti Pancasila telah rasa dan karsa yang diturunkan dari setiap
menjadi pandangan hidup bangsa sila Pancasila, kemudian dipilih satu jenis
Indonesia yang memberikan pola karakter dari keempat olah tersebut.
perilaku atau karakter bangsa Indonesia. Adapun berbagai macam jenis karakter
Atau dengan kata lain, karakter bangsa dan karakter yang dipilih adalah sebagai
Indonesia dicerminkan oleh karakter berikut: (1) Karakter yang bersumber dari
yang terkandung di dalam : (1) oleh olah hati; Beriman dan bertakwa,
Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) bertanggungjawab, berempati, berani
Persatuan Indonesia , (4) Kerakyatan mengambil resiko, pantang menyerah,
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan rela berkorban, dan berjiwa patriotik. (2)
dalam permusyawaratan perwakilan , (5) Karakter yang bersumber dari oleh pikir;
Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin
Karakter bangsa merupakan tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan
karakter yang harus ada untuk reflektif. (3) Karakter yang bersumber
membangun kehidupan berbangsa dan dari oleh raga/kinestetika; Bersih dan
bernegara yang sesuai dengan dasar sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya