Anda di halaman 1dari 12

Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 9

WAWASAN KEBANGSAAN:
NILAI-NILAI PERSAHABATAN DAN HIDUP HARMONIS

Oleh:
IMAM SUYITNO
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
e-mail: imamsuyitno@unm.ac.id

ABSTRAK: Memasuki milenium ketiga Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu


negara demokrasi terbesar di dunia atau “third largest democracy in the world”, setelah
India dan Amerika Serikat. Perubahan Indonesia menuju demokrasi kelihatan tidak dapat
dielakkan’ terbukti dengan adanya liberalisasi dan demokratisasi mengikuti
kecenderungan pertumbuhan dramatis demokrasi pada tingkat internasional secara
keseluruhan. Dan Indonesia pada akhirnya mengikuti apa yang disebut banyak ahli
sebagai third wave democracy. Pada saat yang bersamaan terjadi pula arus balik, dimana
harus di akui bahwa pertumbuhan demokrasi atau transisi Indonesia secara damai menuju
demokrasi, juga menimbulkan banyak kegamangan dan kecemasan. Jika domokrasi
adalah peaceful resolution on conflict, orang menyaksikan semakin meningkatnya
kecenderungan penyelesaian konflik melelui cara-cara yang tidak demokratis, seperti
penggunaan mob politics,money polotics dan cara-cara un demokratik lainya.
Perkembangan seperti ini jelas merupakan fenomena yang tidak kondusif bagi transisi
Indonesia menuju demokrasi. Sebagaimana di kemukakan Sorensen (1993), konflik
domestic yang terjadi pada berbagai level dan segmen masyarakat, yang bersumber dari
dan mengakibatkan kemerosotan otoritas kekuasaan dan pad gilirannya di ikuti dengan
kekerasan dan anarki sama sekali tidak kondusif bagi penciptaan dan pengembangan
kebudayaan politik demokratis. Apalagi meminjam istilah Hefner, untuk menumbuhkan
keadaban demokratis atau Democratic Civiliy (Hefner, 1998). Meningkatnya
kecenderungan penggunaan cara-cara tidak demokratis dan kekerasan dalam politik
Indonesia di masa transisi menuju demokrasi sebagian besarnya bersumber dari konflik
di antara elite politik yang pada giliranya berimbas pada lapisan masyarakat akar rumput.
Jika salah satu esensi demokrasi dan polotik adalah art of compromise dan respek
terhadap perbedaan sikap politik, orang justru menyaksikan kian meningkatnya sikap
mau menang sendiri pada kalangan elite politik dan massa, yang bukan tidak jarang
berujung dengan kekerasan dan anarki. Anarkisme itu bertambah akut dengan tumbuhnya
law enforcement dan merusotnya peranan dan fungsi lembaga-lembaga penegak
hukum.Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa telah terjadi masalah yang serius
menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara, persoalan ini sesungguhnya terkait
dengan jati diri bangsa. Jadi persoalan yang mendesak bagi bangsa Indonesia adalah
bagaimana jati diri bangsa Indonesia mampu bersaing di dunia global. Pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mencanangkan program “Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai gerakan nasional. Setelah dicanangkan program
ini, beberapa Direktorat Jenderal dengan Direktorat-direktorat yang ada segera
menindaklanjuti dengan menyusun rambu-rambu penerapan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Bahkan kementerian-kementerian lainpun tidak ketinggalan juga diberi
tugas untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter di lingkungannya.

KATA KUNCI: Wawasan Kebangsaaan, Nilai Persahabatan, Hidup Harmonis

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
10 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

ABSTRACT: Entering the third millennium Indonesia touted as one of the largest
democracies in the world or the "third Reviews largest democracy in the world", after
India and the United States. Indonesian change toward democracy seemed inevitable
'evidenced by the tendency of liberalization and democratization following the dramatic
growth of democracy at the international level as a whole. And Indonesia in the end
follow what is called many experts as the third wave democracy. At the same time there
is also a reverse flow, which should be recognized that the growth of democracy or
Indonesia as a peaceful transition to democracy, it also raises a lot of uncertainty and
anxiety. If domokrasi is on peaceful conflict resolution, people witnessed the increasing
tendency of conflict resolution melelui ways undemocratic, such as the use of mob
politics, money polotics and un democratic ways others. Developments such as this
clearly is a phenomenon that is not conducive to the Indonesia's transition to democracy.
As pointed out Sorensen (1993), domestic conflicts that occur at various levels and
segments of society, which is sourced from and the resulting deterioration of power and
authority pad turn followed by violence and anarchy in no way conducive to the creation
and development of a democratic political culture. Moreover, to borrow a phrase Hefner,
to foster democratic civilization or Democratic Civiliy (Hefner, 1998). The increasing
tendency to use undemocratic means and political violence in Indonesia in the period of
transition to democracy largely sourced from the conflict between the political elite which
in turn impact on the grassroots levels of society. If one of the essence of democracy and
polotik is art of compromise and respect for the differences in political attitudes, people
actually witnessed ever increasing bossy attitude in the political elite and the masses,
which is not infrequently lead to violence and anarchy. Anarchism had grown acute with
the growth of law enforcement and the role and function merusotnya enforcement
agencies hukum.Fenomena above show that there has been a serious problem concerning
the life of the nation, the issue is actually related to national identity. So the issue is urgent
for Indonesia is how the identity of Indonesia can compete in the global world. The
Government through the Ministry of National Education in 2010 launched a program
"Culture and National Character Education" as a national movement. Having launched
the program, some of the Directorate General of the Directorates were no immediate
follow up by drafting guidelines application Culture and National Character Education.
Even ministries lainpun not miss also given the task to develop and implement character
education in their environment.

KEYWORDS: Insights nationalities, value friendship, Living in Harmony

PENDAHULUAN kecenderungan mandeknya demokrasi


atau ketidak pastian transisi menuju
Berdasarkan beberapa kajian demokrasi, seperti yang terjadi di Eropa
yang ada, jumlah negara yang secara timur, Balkan dan kini juga Indonesia.
formal menganut demokrasi meningkat Tetapi, pada saat yang sama harus
drastis pada dasawarsa 1990an ; jumlah di akui bahwa pertumbuhan demokrasi
meningkat dari 76 negara (46,1 persen ) atau transisi Indonesia secara damai
dari jumlah seluruh negara di dunia menuju demokrasi, juga menimbulkan
menjadi 117 (63,1 persen). Tetapi di banyak kegamangan dan kecemasan. Jika
samping perkembangan yang domokrasi adalah peaceful resolution on
menggembirakan ini, kekawatiran juga conflict, orang menyaksikan semakin
mulai berkembang melihat meningkatnya kecenderungan

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 11

penyelesaian konflik melelui cara-cara internasional mengambil tema tentang


yang tidak demokratis, seperti pendidikan karakter. Nampaknya
penggunaan mob politics,money polotics program pendidikan karakter ini masih
dan cara-cara un demokratik lainya. akan menjadi main stream di masa-masa
Perkembangan seperti ini jelas berikutnya. Hal ini menunjukkan betapa
merupakan fenomena yang tidak urgensinya mengenai pendidikan
kondusif bagi transisi Indonesia menuju karakter bagi warga bangsa ini, sehingga
demokrasi. Sebagaimana di kemukakan sangat tepat pemerintah melalui
Sorensen (1993), konflik domestic yang Kementerian Pendidikan Nasional
terjadi pada berbagai level dan segmen mencanangkan pendidikan budaya dan
masyarakat, yang bersumber dari dan karakter bangsa. Mengapa pertlu
mengakibatkan kemerosotan otoritas pendidikan karakter, apa dan bagaimana
kekuasaan dan pad gilirannya di ikuti pendidikan karakter, bagaimana peran
dengan kekerasan dan anarki sama sekali pemerintah dalam pengembangan
tidak kondusif bagi penciptaan dan pendidikan karakter? Beberapa
pengembangan kebudayaan politik pertanyaan inilah yang dicoba akan
demokratis. Apalagi – meminjam istilah dijawab melalui tulisan singkat ini.
Hefner- untuk menumbuhkan keadaban
demokratis (Democratic Civiliy) (1998). MENGAPA PERLU PENDIDIKAN
Fenomena tersebut di atas KARAKTER
menunjukkan bahwa telah terjadi
masalah yang serius menyangkut Susilo Bambang Yudhoyono
kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai mantan kepala pemerintahan
persoalan ini sesungguhnya terkait Kabinet Indonesia Bersatu jilid II
dengan jati diri bangsa. Jadi persoalan mengangkat isu tentang pendidikan
yang mendesak bagi bangsa Indonesia karakter bangsa sebagai pilar
adalah bagaimana jati diri bangsa pembangunan. Selanjutnya Presiden
Indonesia mampu bersaing di dunia menyatakan bahwa: “Kita harus menjaga
global. Pemerintah melalui Kementerian jati diri kita, keindonesiaan kita. Hal yang
Pendidikan Nasional pada tahun 2010 membedakan bangsa kita dengan bangsa
mencanangkan program “Pendidikan lain di dunia adalah budaya kita, way of
Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai life kita dan keindonesiaan kita. Ada
gerakan nasional. Setelah dicanangkan identitas dan kepribadian yang membuat
program ini, beberapa Direktorat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak
Jenderal dengan Direktorat-direktorat mudah goyah. Keindonesiaan kita
yang ada segera menindaklanjuti dengan tercermin dalam sikap pluralisme atau
menyusun rambu-rambu penerapan kebhinekaan, kekeluargaan, kesatuan,
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. toleransi, sikap moderat, keterbukaan,
Bahkan kementerian-kementerian dan kemanusiaan. Hal-hal inilah yang
lainpun tidak ketinggalan juga diberi harus kita jaga, kita pupuk, kita suburkan
tugas untuk mengembangkan dan di hati sanubari kita dan di hati anak-anak
melaksanakan pendidikan karakter di kita”.
lingkungannya. Pernyataan presiden tersebut
Demam pendidikan karakter mengingatkan kita semua kepada pesan
terjadi di mana-mana, selama tahun 2010 Bung Karno, Presiden pertama RI. Bung
ini hampir setiap pertemuan ilmiah, Karno yang menggelorakan tema besar
seperti diskusi, sarasehan, dan seminar, “nation and character building” pernah
baik seminar regional, nasional maupun berpesan kepada kita bangsa Indonesia,

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
12 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

bahwa tugas berat untuk mengisi ”kemudi” dan kekuatan, sehingga bangsa
kemerdekaan adalah membangun ini tidak terombang-ambing; (3) karakter
karakter bangsa. Apabila pembangunan tidak datang dengan sendirinya, tetapi
karakter bangsa ini tidak berhasil, maka harus dibangun dan dibentuk untuk
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam
kuli (.H. Soemarno Soedarsono, 2009: proses pembangunan karakter bangsa ini
sampul). Pernyataan Bung Karno ini harus difokuskan pada tiga tataran besar:
menunjukkan pentingnya pendidikan dan (1) untuk menumbuhkan dan
pembangunan karakter demi tegak dan memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk
kokohnya jati diri bangsa agar mampu menjaga keutuhan NKRI, dan (3) untuk
bersaing di dunia global. membentuk manusia dan masyarakat
Pandangan dan pernyataan dari Indonesia yang berakhlak mulia dan
dua pemimpin itu, cukuplah sudah untuk bangsa yang bermartabat (Udin S.
memberikan gambaran bahwa Winataputra, 2010: 1)
pendidikan karakter bangsa itu Argumentasi tentang pentingnya
merupakan hal sangat fundamental dari pendidikan karakter dan perangkat lunak
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan sebagai landasan dan rambu-rambu
bernegara. Oleh karena itu sudah dalam pelaksanaan pendidikan karakter
selayaknya kalau pendidikan atau sudah tersedia. Bagaimana harus
pembangunan karakter bangsa ini secara melaksanakan. Kegiatan melalui bidang
konstitusional mendapatkan landasan pendidikan nampaknya merupakan
yang kuat. Pembukaan UUD 1945 dan wahana yang sangat penting dalam
Pancasila telah memberikan landasan pelaksanaan pembangunan karakter
yang begitu mendasar, kokoh dan bangsa. Secara khusus di dalam bidang
komprehensif. Selanjutnya secara pendidikan juga telah diberikan rambu-
operasiponal di dalam Rencana rambu dan arah yang jelas bagaimana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional membangun karakter dan kepribadian
tahun 2005-2025 (lih. UU RI No. 17 anak bangsa ini. Di dalam UU Nomor 20
Tahun 2007), ditegaskan bahwa misi tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan
pertama pembangunan nasional adalah bahwa pendidikan nasional berfungsi
terwujudnya karakter bangsa yang mengembangkan kemampuan dan
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, membentuk watak serta peradaban
dan bermoral berdasarkan Pancasila, bangsa yang bermartabat dalam rangka
yang dicirikan dengan watak dan perilaku mencerdaskan kehidupan bangsa,
manusia dan masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
beragam, beriman dan bertakwa kepada peserta didik agar menjadi manusia yang
tuhan YME, berbudi luhur, bertoleran, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
bergotong royong, berjiwa patriotik, Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berkembang dinamis dan berorientasi berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
ipteks. menjadi warga negara yang demokratis
Berikutnya di dalam Kebijakan serta bertanggung jawab.
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Inilah rumusan tujuan pendidikan
(2010) disebutkan bahwa (1) karakter yang sesungguhnya, tujuan pendidikan
merupakan hal yang sangat esensial yang utuh dan sejati. Aspek-aspek yang
dalam kehidupan berbangsa dan terkandung dalam rumusan tujuan
bernegara, hilangnya karakter akan pendidikan ini, baik yang terkait dengan
menyebabkan hilangnya generasi penerus tujuan eksistensial, kolektif maupun
bangsa; (2) karakter berperan sebagai individual harus dicapai secara utuh

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 13

melalui proses pendidikan dalam Namun kenyataannya, berbagai


berbagai jalur dan jenjang. Kalau hal ini upaya perbaikan itu belum membuahkan
dapat dilakukan, maka proses pencapaian hasil yang signifikan, apalagi kalau
tujuan pendidikan nasional sedang dikaitkan arah tujuan pendidikan nasional
berlangsung dan berada pada jalur yang untuk membentuk karakter individu dan
benar. Namun sayang dalam pelaksanaan masyarakat, serta bangsa Indonesia yang
pendidikan di lapangan, rumusan tujuan bermartabat, masih menghadapi kendala
pendidikan nasional yang begitu yang begitu kompleks. Harus diakui
komprehensip itu tidak sepenuhnya bahwa kita masih menghadapi kondisi
dipedomani. Secara formal sebenarnya kehidupan sosio kebangsaan yang
telah muncul kesadaran bahwa misi meprihatinkan. Peristiwa politik tahun
utama pendidikan tidak sekedar 1998 yang telah mengakhiri kekuasaan
membuat peserta didik pintar otaknya, Orde Baru dengan berbagai euforianya
tetapi juga berkarakter baik. Tetapi dalam ternyata masih menyisakan luka
kenyataannya penyelenggaraan mendalam di berbagai aspek kehidupan.
pendidikan kita lebih pragmatis dan Berbagai bentuk pelanggaran
masih tetap menekankan pada masih terus terjadi. Misalnya demokrasi
penguasaan materi ajar. yang “kebablasan” yang kadang
Di lembaga pendidikan formal, melahirkan anarkhisme dan
penyelenggaraan pendidikan lebih ketidaksabaran, tindakan kekerasan dan
banyak sebagai proses pengembangan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan
ranah kognisi, dan membangun runtuhnya budi pekerti luhur, semau gue,
kecerdasan intelektual, sehingga tidak tertib, dan tidak disiplin, berbagai
pendidikan kita lebih bersifat bentuk kenakalan remaja dan perkelahian
intelektualistik, yang bisa bias tujuan. antarpelajar, korupsi, perilaku pimpinan
Sementara dari segi kualitas, pendidikan yang kadangberperilaku tidak pantas,
kita masih juga sering dipertanyakan, ketidakjujuran dan budaya nerabas,
dengan tidak menutup mata sebagian di rentannya kemandirian dan jati diri
antara anak bangsa ini yang dapat bangsa, masih menghiasai kehidupan
mengharumkan nama bangsa Indonesia. bangsa kita (Sardiman AM, 2006).
Tetapi secara umum masih banyak Kemandirian dan jati dirinserta
pekerjaan rumah yang harus diperbaiki. semangat kebangsaan kita turun tajam
Berbagai upaya untuk memecahkan dan di mata masyarakat internasional
masalah di bidang pendidikan tersebut, seperti kita telah kehilangan karakter
terus dilakukan. Sebagai contoh adanya yang selama beratus-ratus tahun bahkan
peningkatan anggaran pendidikan, berabad-abad kita bangun. Pancasila
pengembangan IT, ujian nasional yang merupakan dasar negara dan
(sekalipun ada pro dan kontra), sertifikasi pedoman dalam kehidupan
pendidik/guru (yang masih juga bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
menyisakan permasalahan besar), dan menjadi tidak aplikatif. Inilah potret
juga dilakukannya revisi atau sebagian dari kehidupan sosio-
penyempurnaan kurikulum dengan kebangsaan yang menjadikan
dikeluarkannya Permen no. 22 tahun keprihtinan kita semua. Menurur Thomas
2006 tentang Standar Isi, dan Permen no. Lickona, (dikutip dari Sjamsi
23 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pasandaran, 2010:3) berbagai
(SKL), yang kemudian melahirkan permasalahan sosio kebangsaan itu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan pertanda kehancuran suatu
(KTSP). bangsa.

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
14 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

Kondisi ini juga mendapat pembawaan, tetapi memerlukan program


perhatian khusus oleh Presiden RI, dan pembinaan.
Menteri Pendidikan Nasional. Menteri Oleh karena itu, pendidikan
Pendidikan Nasional pernah mengatakan karakter yang dapat dimaknai sebagai
bahwa kehidupan kita ini kadang seperti pendidikan nilai, pendidikan moral atau
permainan sirkus (Kedaulatan Rakyat, 3 pendidikan budi pekerti (lih. juga
Mei 2010: 1), yang menurut Presiden Darmiyati Zuchdi, 2008: 5) merupakan
SBY sebagian masyarakat kita terlanda program yang sangat diperlukan untuk
tragedi akhlak (Media Indonesia 11 Juli, mengembangkan dan memantapkan
2010: 1). Itulah sebabnya sangatlah tepat kepribadian setiap anggota masyarakat
kalau pemerintah mencanangkan dan dan bangsa.
melaksanakan pendidikan budaya dan Pendidikan karakter merupakan
karakter bangsa peluang bagi penyempurnaan diri
manusia. Pendidikan karakter merupakan
KONSEPSI PENDIDIKAN proses pendewasaan dan pematangan diri
KARAKTER seseorang agar menjadi manusia
seutuhnya, manusia yang berkarakter
Secara umum, karakter sering yang terlihat pada kehidupan moral dan
diidentikkan dengan temperamen, atau kematangan pada setiap diri seseorang
yang paling populer, karakter sering warga belajar, sehingga memahami
disamakan dengan kepribadian. kebaikan, mau berbuat baik dan
Kepribadian dipandang sebagai ciri atau berperilaku baik sebagai manifestasi dari
karakteristik, atau gaya, atau sifat khas pribadi yang baik (lih. Warsono, dalam
dari diri seseorang yang bersumber dari Jumadi (edit), 2010: 35). Pendidikan
bentukan-bentukan yang diterima dari karakter atau pendidikan moral
lingkungan, misalnya di lingkungan merupakan proses pembinaan,
keluarga saat masih kecil dan bawaan pembudayaan dan pemanusiaan.
seseorang sejak lahir (Doni Koesoema A, Pendidikan karakter akan mengantarkan
2007: 80). Dalam konteks mikro, karakter warga belajar dengan potensi yang
secara koheren akan memancar dari hasil dimilikinya dapat menjadi insan-insan
olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah yang beradab, dengan tetap berpegang
rasa dan karsa seseorang. Karakter teguh pada nilai-nilai kemanusiaan, nilai-
merupakan ciri khas seseorang yang nilai kehambaan dan kekhalifahan.
mengandung nilai, kemampuan, Analog dengan pemahaman
kapasitas moral, dan ketegaran dalam tersebut, maka pengembangan
menghadapi kesulitan dan tantangan. pendidikan karakter di sekolah, juga
Sedang secara makro, karakter bangsa merupakan proses pembinaan, pemberian
adalah kualitas perilaku kolektif bimbingan dan fasilitasi kepada peserta
kebangsaan yang khas-baik dalam didik agar menjadi insan dan generasi
kehidupan berbangsa dan bernegara muda yang cerdas, terampil, mandiri,
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah berbudi pekerti luhur, beriman dan
raga, serta olah rasa dan karsa bertakwa, sebagai manifestasi dari hasil
sekelompok orang yang berdasarkan pada olah pikir, olah hati, olah raga serta olah
nilai-nilai Pancasila dan norma-norma rasa dan karsa yang telah disebut di muka.
UUD 1945 (Udin S. Winataputra, Kirsten Lewis (1996:8) menegaskan
2010:3). Uraian ini menunjukkan bahwa bahwa pendidikan karakter merupakan
karakter itu tidak semata-mata upaya untuk mengembangkan akhlak
mulia dan kebiasaan yang baik bagi para

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 15

peserta didik. Oleh karena itu, institusi bangsa. Namun harus diingat bahwa
pendidikan atau sekolah harus menjadi pendidikan karakter bangsa tidak hanya
lingkungan yang kondusif. Sekolah harus berurusan dengan transformasi dan
menjadi sebuah komunitas dan wahana internalisasi core values dan nilai-nilai
persaudaraan tempat berkembangnya keindonesiaan kepada peserta didik,
nilai-nilai kebaikan dan sarana tetapi pendidikan karakter bangsa juga
pembiasaan yang baik. Dalam merupakan proses usaha bersama untuk
pengembangan pendidikan karakter, guru menciptakan lingkungan yang kondusif
harus juga bekerja sama dengan keluarga untuk berkembangnya nilai-nilai
atau orang tua/wali peserta didik. Bahkan kebaikan dalam kehidupan individu,
menurut Cletus R. Bulach (2002: 80), masyarakat dan bangsa yang mantap.
guru dan orang tua perlu membuat Tujuan dari pendidikan dan
kesepakatan tentang nilai-nilai utama apa pembangunan karakter bangsa itu adalah
yang perlu dibelajarkan misalnya: respect untuk membina dan mengembangkan
for self, others, honesty; self- karakter warga negara, agar menjadi
control/discipline. warga negara yang baik, mampu
Dalam kaitan ini Thomas Lickona mewujudkan masyarakat bangsa atas
(2000: 48) menyebutkan beberapa nilai dasar sila-sila Pancasila (lih. Kebijakan
kebaikan yang perlu dihayati dan Nasional, 2010:5). Adapun sasarannya
dibiasakan dalam kehidupan peserta didik adalah (Kebijakan Nasional, 2010:5-6):
agar tercipta kehidupan yang harmonis di (1) Lingkup Keluarga, merupakan
lingkungan sekolah, dalam keluarga dan wahana pembelajaran dan pembiasaan
masyarakat. Beberapa nilai itu antara nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh
lain: kejujuran, kasih sayang, orang tua dan orang dewasa lain di
pengendalian diri, saling keluarga, sehingga melahirkan anggota
menghargai/menghormati, kerjasama, keluarga yang berkarakter. (2) Lingkup
tanggung jawab, dan ketekunan. Dalam satuan pendidikan, merupakan wahana
konteks keindonesiaan, pendidikan pembinaan dan pengembangan karakter
karakter bangsa merupakan suatu proses yang dilaksanakan dengan, (a)
pembudayaan dan transformasi nilai-nilai pengintegrasian pada semua mata
kemanusiaan dan nilai-nilai budaya pelajaran, (b) pengembangan budaya
bangsa (Indonesia) untuk melahirkan sekolah, (c) melalui kegiatan kokurikuler
insan atau warga negara yang dan ekstra kurikuler, (d) pembiasaan
bermartabat dan berperadaban tinggi. perilaku dalam kehidupan sehari-hari di
Karakter bangsa adalah sebuah keunikan lingkungan sekolah. (3) Lingkup
suatu komunitas yang mengandung pemerintahan, merupakan wahana
perekat kultural bagi setiap warga negara. pengembangan karakter bangsa melalui
Karakter bangsa menyangkut perilaku keteladanan penyelenggara negara, elit
yang mengandung core values dan nilai- pemerintah dan elit politik. (4) Lingkup
nilai yang berakar pada filosofi Pancasila, Masyarakat sipil, merupakan wahana
dan dan norma UUD 1945 serta simbol- pengembangan dan pendidikan karakter
simbol keindonesiaan seperti: Sang Saka melalui keteladanan tokoh dan pemimpin
Merah Putih, semboyan Bhineka Tunggal masyarakat serta berbagai kelompok
Ika, lambang Garuda Pancasila, Lagu masyarakat yang tergabung dalam
Indonesia Raya (lih. ALPTKI, 2009: 3). organisasi sosial. (5) Lingkup masyarakat
Esensi nilai-nilai keindonesiaan politik, merupakan wahana untuk
ini harus menjadi bagian penting dalam melibatkan warga negara dalam
pengembangan pendidikan karakter penyaluran aspirasi politik. (6) Lingkup

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
16 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

Dunia Usaha, merupakan wahama Wilayah Negara, Pasal 25 A yang


interaksi para pelaku sektor riil yang berbunyi “ Negara kesatuan Republik
menopang bidang perekonomian Indonesia adalah sebuah negara
nasional, yang ditandai misalnya kepulauan yang berciri nusantara
menguatnya daya saing dan dengan wilayah yang batas-batas dan
meningkatnya lapangan kerja (7) hak-haknya ditetapkan dengan undang-
Lingkup media massa, merupakan fungsi undang “. Mengacu kepada pasal 25 A
dan sistem yang memberi pengaruh ini, selanjutnya dikatakan bahwa negara
signifikan terhadap publik, terutama kepuluan merupakan karakteristik atau
terkait dengan pengembangan nilai-nilai kekhasan Negara Kesatuan Republik
kehidupan, nilai-nilai kebaikan, nilai- Indonesia (NKRI).
nilai jati diri bangsa. Media massa perlu Berkaitan dengan kekhasan NKRI
bersifat selektif dalam pemberitaan dan terdapat sebanyak tujuh cara pandang
program tayangannya. terhadapnya, yaitu berkaitan dengan
Beberapa uraian tersebut aspek kedaulatan, aspek kebangsaan yang
memberi petunjuk bahwa karakter, baik multikultural (terdapat 370 suku bangsa
dalam konteks mikro (karakter pada diri dan 67 bahasa induk), aspek tata ruang
individu), maupun dalam arti makro geografik, aspek rawan bencana, aspek
(karakter bangsa), memerlukan proses kepemerintahan, aspek tata ruang
menjadi, tumbuh dan berkembang, bukan ekonomi, aspek pertahanan dan
sesuatu yang otomatis dan datang dengan keamanan. Di wilayah NKRI terdapat
sendirinya. Oleh karena itu, dalam sekitar 17.500 pulau, pantai sepanjang
pengembangan karakter seseorang atau 81.000 km dan sebanyak 370 suku
karakter bangsa, perlu adanya rekayasa bangsa. Suku-suku bangsa ini tersebar di
sosial (Zamroni, 2010: 1). Program berbagai pulau yang tersebar membujur
pemerintah mengenai ”Pendidikan dari Sabang hingga Merauke. Dengan
Budaya dan Karakter Bangsa”, tersirat kondisi seperti ini NKRI dihadapkan
sebuah upaya rekayasa sosial untuk kepada persoalan kebangsaan yang selalu
mewujudkan peserta didik dan generasi harus dibangun, dan pada hal-hal yang
Indonesia yang ber-Ketuhanan YME, berkaitan dengan multikulturalisme.
berkemanusiaan, berjiwa persatuan,
berorientasi kerakyatan dan berkeadilan Kebangsaan Indonesia
sosial, melahirkan generasi yang beriman
dan bertakwa, cerdas, berakhlah mulia, Akar kata kebangsaan adalah
demokratis dan bertanggung jawab, bangsa, yang mempunyai banyak
generasi yang memiliki kecerdasan definisi. Di sini dikemukan definisi
intelektual, emosional, sosial dan tentang bangsa yang dikemukakan oleh
spiritual serta keterampilan kinestetik Ernest Renan (Perancis), Otto Bauer
(Jerman), Fratzel (Jerman), Hans Kohn
MASALAH UTAMA BANGSA (Jerman)’. Kemudian dari definisi-
INDONESIA: ASPEK definisi tersebut berkembang pengertian
KEBANGSAAN DAN bangsa dalam berbagai perspektif seperti
MULTIKULTURAL etnik, kultural, politis, yang masing-
masing dapat dirumuskan sebagai
Membahas persoalan utama berikut: (1) Bangsa dalam perspektif
bangsa dapat dilakukan dengan bertitik etnis: kelompok manusia yang berasal
tolak dari Undang-Undang Dasar usul tunggal baik dalam arti keturunan
Republik Indonesia 1945, Bab IX A, maupun kewilayahan. (2) Bangsa dalam

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 17

perspektif kultural : sekelompok manusia bertujuan untuk mempersatukan semua


yang menganut kebudayaan yang sama. orang Indonesia yang hidupnya tertindas
(3) Bangsa dalam arti politis : merupakan oleh penjajahan. Dari sini muncul
kelompok manusia yang mendukung nasionalisme Indonesia yang sangat
suatu organisasi kekuatan yang disebut penting digunakan untuk membangun
negara tanpa menyelidiki asal usul kebangsaan Indonesia, yang kemudian
keturunannya. melahirkan Sumpah Pemuda.
Setiap bangsa ini mempunyai tiga Setelah melalui perjuangan yang
unsur aspirasi, yakni: (1) Keinginan panjang ratusan tahun, akhirnya pada
untuk mencapai kemerdekaan dan tanggal 28 Oktober 1928 dilakukan
kebebasan nasionalisme sepenuhnya. (2) Sumpah Pemuda oleh para pemuda, yang
Keinginan dalam kemandirian, isinya lahir suatu bangsa yang dinamakan
keunggulan, individualitas, keaslian atau bangsa Indonesia.
kekhasan. (3) Keinginan untuk menonjol
di antara bangsa-bangsa dalam mengejar Multikulturalisme
kehormatan, pengaruh, dan gengsi.
Seperti yang telah disinggung di Multikulturalisme berkaitan
muka bahwa rakyat Indonesia bermukim dengan kebudayaan, yang mempunyai
di berbagai pulau di Indonesia. Ketika beberapa pengertian seperti berikut ini:
bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, (1) Multikulturalisme mencakup suatu
pemerintah Hindia-Belanda menduduki pemahaman, penghargaan serta penilaian
hampir semua wilayah Indonesia, mulai atas budaya seseorang, serta suatu
dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, penghormatan dan keingintahuan tentang
Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, budaya etnis lain. (2) Multikulturalisme
Papua, dan yang lainnya. Ini berarti telah mencakup gagasan, cara pandang,
terjadi politik memecah belah rakyat, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh
yang jauh dari rasa kebangsaan. Dengan masyarakat suatu negara, yang majemuk
kata lain suku-suku bangsa di Indonesia dari segi etnis, budaya, agama dan
terkondisi untuk tidak mampu sebagainya, namun mempunyai cita-cita
membangun kebangsaan Indonesia. untuk mengembangkan semangat
Melihat kenyataan bahwa pemerintah kebangsaan yang sama dan mempunyai
Hindia-Belanda menerapkan politik kebanggaan untuk mempertahankan
memecah belah (Devide et impera), maka kemajemukan tersebut.
pada tanggal 20 Mei 1908 didirikan Budi Masyarakat Indonesia merupakan
Utomo oleh Dr. Soetomo dkk yang masyarakat dengan tingkat
bertujuan mencapai kemerdekaan keanekaragaman yang sangat kompleks.
Indonesia melalui pendidikan. Multikulturisme di Indonesia terbentuk
Sejalan dengan perjalanan waktu, akibat dari kondisi sosio-kultural maupun
terdapat berbagai pergerakan serupa geografis yang begitu beragam dan luas.
untuk melawan pemerintah Hindia- Multikulturisme digunakan sebagai dasar
Belanda, seperti Indische Partai yang pembentukan kebudayaan nasional.
dimotori oleh Douwes Dekker yang
menekankan arti penting “tanah air Karakter Bangsa
Indonesia“. Selain Indiche Partai, masih
ada pergerakan lain yang di rintis lebih Dikatakan bahwa kebudayaan
awal melalui Sarekat Dagang Islam, dan menyangkut seluruh cara hidup. Jika
berkembang menjadi Sarekat Islam yang demikian halnya, budaya bangsa ini
dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto, yang berkaitan sangat erat dengan Pancasila

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
18 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

yang telah bersifat final ditetapkan negara. Dari karakter bangsa ini harus
sebagai dasar negara dari Negara dapat diturunkan untuk membangun
Kesatuan Republik Indonesia melalui karakter individu yang diterapkan di
penegasan kembali dalam Ketetapan berbagai macam komunitas atas
MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang masyarakat, antara lain masyarakat
Pencabutan Ketetapan Majelis akademik.
Permusyawaratan Rakyat Indonesia
No.II/MPR/1978 tentang Pedoman KARAKTER INDIVIDU DALAM
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila PERSPEKTIF BUDAYA
sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR AKADEMIK
No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Untuk melaksanakan budaya
Ketetapan Majelis Rakyat Indonesia akademik dan juga kebebasan akademik,
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. yang ruang lingkupnya seperti
Berkenaan dengan Pancasila yang rumusannya diperlukan suatu karakter
telah ditetapkan/disahkan sebagai dasar yang kuat untuk mewujudkannya.
negara, hakikatnya telah menjadikan Karakter ini diturunkan dari karakter
bangsa Indonesia masuk ke dalam tiga bangsa yang terdapat dalam setiap sila
asas, yaitu: (1) Asas Kebudayaan; dari Pancasila.
Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Dalam perspektif karakter
Indonesia dalam kaitannya dengan adat- individu dengan menggunakan
istiadat dan kebudayaan. (2) Asas pendekatan psikologis, karakter bangsa
Religius; Toleransi beragama yang yang terdapat dalam setiap sila
didasarkan pada nilai-nilai religius telah ditempatkan dalam kerangka referensi
mengakar kuat dalam kehidupan sehari- olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa
hari masyarakat Indonesia. (3) Asas dan karsa. Muatan dari keempat oleh
Kenegaraan; Oleh karena Pancasila tersebut dijabarkan seperti yang
sebagai dasar negara, ini berarti sebagai tercantum dalam Kebijakan Nasional,
asas kenegaraan. Pembangunan Karakter Bangsa, Tahun
Mengacu kepada hakekat 2010-2025. Muatan karakter yang berasal
Pancasila digali dari budaya bangsa dari olah hati, olah pikir, olah raga, olah
Indonesia , ini berarti Pancasila telah rasa dan karsa yang diturunkan dari setiap
menjadi pandangan hidup bangsa sila Pancasila, kemudian dipilih satu jenis
Indonesia yang memberikan pola karakter dari keempat olah tersebut.
perilaku atau karakter bangsa Indonesia. Adapun berbagai macam jenis karakter
Atau dengan kata lain, karakter bangsa dan karakter yang dipilih adalah sebagai
Indonesia dicerminkan oleh karakter berikut: (1) Karakter yang bersumber dari
yang terkandung di dalam : (1) oleh olah hati; Beriman dan bertakwa,
Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) bertanggungjawab, berempati, berani
Persatuan Indonesia , (4) Kerakyatan mengambil resiko, pantang menyerah,
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan rela berkorban, dan berjiwa patriotik. (2)
dalam permusyawaratan perwakilan , (5) Karakter yang bersumber dari oleh pikir;
Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin
Karakter bangsa merupakan tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan
karakter yang harus ada untuk reflektif. (3) Karakter yang bersumber
membangun kehidupan berbangsa dan dari oleh raga/kinestetika; Bersih dan
bernegara yang sesuai dengan dasar sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XIV Nomor 1, April 2019 (halaman 09 - 20) 19

tahan, bersahabat, kooperatif, DAFTAR PUSTAKA


determinatif, kompetitif, ceria, dan
gigih/tangguh. (4) Karakter yang Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi HAM
bersumber dari oleh rasa dan karsa; dan Masyarakat Madani
Kemanusiaan, saling menghargai, gotong (pengantar), Jakarta, Permata
royong, kebersamaan, ramah, hormat, Media.
toleran, nasionalis, peduli, kosmolit ( ALPTKI, 2009. Pemikiran tentang
mendunia ), mengutamakan kepentingan Pendidikan Karakter dalam
umum, cinta tanah air (patriotis), bangga Bingkai Utuh Sistem
menggunakan bahasa dan produk Pendidikan Nasional, Asosiasi
Indonesia, dinamis, kerja keras, dan Lembaga Pendidikan Tenaga
beretos kerja. Kependidikan.
Dari jenis-jenis karakter yang Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat
terdapat dalam ranah oleh hati, oleh pikir, Madani, Jakarta, Raja Grafindo
olah raga, olah rasa dan karsa, masing- Pusada
masing diambil satu karakter sebagai Danim, Sudarwan, 2002, Inovasi
nilai-nilai dasar karakter yang Pendidikan dalam Upaya
diberlakukan di lingkungan Dikti. peningkatan Profesionalisme
Karakter yang dimaksud adalah : Jujur, Tenaga Kependidikan, Bandung,
cerdas, tangguh, dan peduli. Nilai-nilai Pustaka Setia.
Dasar Karakter ini jika akan diberlakukan Direktorat Pendidikan menengah umum,
di lingkungan kemahasiswaan penting Ditjen,. Dikdsmen, Depdiknas,
untuk dikemukakan hal-hal yang 2004, kurikulum 2004 SMA
berkaitan dengan Harkat Pendidikan. pedoman Khusus pengembangan
silabus dan peniliaian, Jakarta.
PENUTUP Fattah, Nanang. 2001, Landasan
manajemen Pendidikan,
Upaya untuk menyelenggarakan Bandung, Rosdah karya.
pendidikan karakter di lingkungan Hadianto, 2004, Mencari sosok
pendidikan tinggi yang bertumpu pada desentralisasi pendidikan,
nilai-nilai dasar karakter, yaitu jujur, gagasan, aplikasi, dan
cerdas, tangguh, dan peduli akan tantangannya, Manado, Media
dihadapkan pada persoalan utama, yaitu Pustaka.
kemampuan untuk melakukan perubahan J.A.Denny. 1999. Catatan politik,
dalam tataran pola pikir dan pola tindak. Jakarta, jayabaya university press
Pola pikir masuk ke dalam ranah, yakni Mulyasa, 2003, Kurikulum Berbasis
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang kompetensi, Konsep,
dilakukan di lingkungan perguruan tinggi karakteristik, dan implementasi,
harus mampu untuk memasukan unsur bandung, Rosdahkarya.
nilai-nilai dasar karakter ke dalam setiap Murhadi dan Senduk, A.G.2002,
kegiatan yang dilakukan. Adapun pola Pembelajaran kontekstual,
tindaknya dapat dalam bentuk Jakarta, Universitas Negeri
membangun sinergi antara dosen dan Malang
mahasiswa. Kesinergian antara dosen dan Proyek peningkatan tenaga akademik,
mahasiswa merupakan modal dirjen Dikti Depdiknas.2002,
intelektualitas untuk mewujudkan Kapita Selekta Pendidikan
keberhasilan. Pancasila (Untuk mahasiswa),
Jakarta.

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
20 ____________________Wawasan Kebangsaan: Nilai-nilai Persahabatan dan Hidup Harmonis, Imam Suyitno

_______2002, Kapita Selekta Pendidikan Soemantri M Numan. 2001. Menggagas


Kewarganegaraan(Untuk Pembaharuan Pendidikan IPS,
mahasiswa), Jakarta. Bandung, Remaja Rosdah karya.
Rosyada, Dede. 2004, Reformasi Suryadi, Ace dan budimansyah, dasim.
pendidikan demokratis, Jakarta, 2004. Pendidikan Nasional
Prenada Media. menuju masyarakat Indoseia
Sardiman AM. 2011. Pendidikan Baru, Jakarta. Ganesindo.
Karakter dan Peran Pemerintah. Sudjana, D. 2000, Manajemen. Program
Yogyakarta. Makalah. Pendidikan, Bandung: Falah
Production.

p-ISSN 1412 – 517X


Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369

Anda mungkin juga menyukai