Anda di halaman 1dari 10

TANTANGAN DEMOKRASI INDONESIA

Disusun ol

DISUSUN OLEH :
NAMA :1.AKBAR TRILASMANA (2003332010)
2.ANRIAN FERNANDO (20033320348)
3.CINTANA DITA FIRDAUS (2003332068)
4.ELVINA MAHARANI (2003332036)
5.MAYA MAULINDA (2003332077)
KELAS : TT-2D

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2021
ABSTRACK

Cita-cita yang ingin dicapai negara Indonesia adalah mewujudkan masyarakatnya


secara keseluruhan berpegang teguh kepada nilai-nilai Pancasila. Dapat diyakini
apabila Pancasila ini telah diamalkan dengan benar menandakan demokrasi yang ideal
dan sebenarnya telah tercapai di Indonesia. Termasuk umat Islam sebagai bagaian dari
masyarakat Indonesia yang terbesar juga harus mengamalkan Pancasila. Bahkan,
Pancasila sendiri adalah produk dari sebagian para tokoh umat Islam yang ingin
menjadikan bangsa ini berdiri. Hanya saja dalam perjalanannya ada sebagaian umat
Islam yang mempermasalahkan Pancasila. Padahal dikatahui bahwa Islam dan
Pancasila adalah berjalan seiring dan sejalan. Untuk itu, artikel ini mencoba untuk
melihat praktik keberagamaan dan sosial kelompok Islam “garis keras” yang
diasumsikan tidak sejalan dengan cita-cita Pancasila.
Dari kajian yang dilakukan beberapa sarjana bahwa memang ada kelompok-kelompok
umat Islaam di Indonesia yang paraktik keberagamaan dan sosial mereka jauh
menyimpang dari tujuan nilai-nilai pancasila. Gerakan-gerakan Islam “garis keras”
seringkali menjalankan aksinya dengan melanggar aturan main demokrasi. Tidak
hanya itu, tetapi dapat disaksikan bahwa konsepsi pemikiran dari kalangan mereka
juga menentang nilai-nilai demokrasi itu sendiri sebagai sebuah aturan main yang telah
disepakati bersama. Sikap kelompok Islam “garis keras” biasanya anti terhadap semua
sistem Barat, khususnya demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Akan tetapi, anehnya
mereka menikmati berbagai hasil teknologi Barat. Di mata mereka, demokrasi dan hak-
hak asasi manusia adalah produk Barat sehingga harus dilawan karena merusak Islam.
Mereka ingin menciptakan sebuah dunia cita-cita berdasarkan tafsiran mereka yang
monolitik terhadap Al-Qur’an dan sejarah Nabi. Jika hal ini yang dipegangi, dengan
sendirinya Pancasila bukanlah cita-cita mereka. Oleh karena itu, sikap mereka harus
disadarkan atau diperangi.
BAB 1
PENDAHULUAN

Sebagai salah satu negara kepulauan yang besar dan multikultur, Indonesia
merupakan salah satu negara di dunia yang menerapkan demokrasi dalam kehidupan
bernegara masyarakatnya. Apa itu demokrasi? Secara etimologis, dalam bahasa
Yunani demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuatan), yang secara
harfiah apabila digabungkan memiliki makna kekuatan rakyat. Dalam konteks
demokrasi, Franklin D. Roosevelt menegaskan bahwa masyarakat memiliki kekuasaan
penuh atas negara, sedangkan filsuf Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa demokrasi
terjadi ketika masyarakat miskin memegang kekuasaan. Definisi demokrasi lainnya
yang paling sering kita dengar adalah oleh Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham
Lincoln, yang mengatakan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi muncul sekitar tahun 508-
507 SM di era Yunani Kuno. Setelah itu Republik Romawi pertama kali mengadopsi
konsep demokrasi dari Yunani Kuno dan menggunakan sistem pemerintahan republik
di peradaban Barat, yang kemudian diikuti oleh negara-negara modern lainnya.

Sebagai sebuah sistem bernegara, demokrasi menempatkan aspirasi rakyat


melalui wakil-wakilnya sebagai pemilik kekuasaan tertinggi yang memberikan legitimasi
kepada seorang pemimpin melalui mekanisme pemilihan yang terbuka, adil, dan jujur.
Namun, apabila prinsip demokrasi tidak diimbangi oleh literasi politik dan pengetahuan
yang baik, kebebasan berpendapat bisa disalahgunakan sehingga berpotensi memicu
konflik sosial-politik di kalangan masyarakat. Demokrasi Pancasila sebagai pilihan Di
Indonesia sistem demokrasi mulai semarak kembali sejak era Orde Baru (1966) karena
di masa pemerintahan Soeharto masyarakat Indonesia dilibatkan secara langsung
dalam menentukan pemimpin negara melalui Pemilihan Umum yang bersifat Luber
(langsung, umum, bebas, dan rahasia). Selain itu, lembaga-lembaga perwakilan rakyat
seperti DPR baik di pusat maupun daerah, MPR, dan lain-lainnya juga mulai
menjalankan fungsinya untuk menampung suara rakyat. Meskipun demikian, praktik
demokrasi juga tidak bisa dikatakan maksimal di era ini karena sistem pemerintahan
Soeharto yang opresif dan militeristik, khususnya terhadap kelompok minoritas dan
kelompok agama.

Sejauh ini prinsip atau sistem demokrasi merupakan pilihan tepat untuk negara
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengingat masyarakatnya yang sangat
pluralis. Oleh karena itu, sejauh ini Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem pemerintahan yang
paling mungkin diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan konsep Demokrasi
Liberal, Demokrasi Kapitalis, dan Demokrasi Terpimpin yang dalam catatan sejarah
perjalanan bangsa pernah gagal diterapkan di Indonesia.
BAB 2

PEMBAHASAN

Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa demokrasi


dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif
menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan
program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa
transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan.

Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat


kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah,
demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah
tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu
kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum
diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia.
Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output
yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul,
berserikat dan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya
memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan
sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah.

Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara,
beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan
kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika
terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan
pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi.

Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan
mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak.
Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu
menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi
itu sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya
menguntungkan Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab
mandulnya demokrasi di Indonesia.

Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi


tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde
Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan
bagian dari demonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari.
Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai
Islam.

Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat


(JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, konferensi tapi mencermati dan merumuskan
tujuh tantangan proses demokratisasi Indonesia ke depan. "Pertama, dalam hal korupsi
pemilu yang menjadi tantangan terbesar adalah penerimaan dana illegal partai politik
dan dana kampanye pemilu. Kedua, isu penegakan hukum pemilu adalah pengaturan
dan regulasi pemilu yang tidak sinkron dan tidak terbarukan," ujar Masykurudin di
Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Tantangan ketiga, dalam hal integritas penyelenggara pemilu menyoal
keterbukaan penyelenggara Pemilu terhadap data dan proses pelaksanaan tahapan
serta dukungan partisipasi masyarakat yang menjadi kunci atas keberhasilan
pelaksanaan Pemilu 2014.
Keempat, tantangan untuk isu konflik dan kekerasan adalah bentuk, aktor,
korban, dan cara kekerasan dalam pemilu semakin meluas. Kekerasan tidak lagi
berbentuk fisik tetapi juga non-fisik.

Kelima, proses Pemilu 2014 menghasilkan media yang terbelah antara yang pro
pemerintah, oposisi dan yang independen serta partisipasi warga yang meningkat
secara signifikan dalam isu demokrasi melalui teknologi internet.
Keenam, isu partisipasi politik warga masih dipahami sebagai kehadiran dalan
forum politik formal (misal memilih dalam pemilu). Ini terjadi akibat Orde Baru yang
mewariskan sejumlah masalah partisipasi politik warga yang akut: krisis demokrasi
perwakilan, depolitisasi warga (massa mengambang), cara-cara miliiteristik dalam
membungkam suara warga, masih kuatnya nilai dan sikap yang antipluralime, dan
menjadikan warga sebagai obyek untuk kepentingan elit (oligarki).

Terakhir, terkait keterbukaan informasi, yang menjadi tantangan adalah


menyelenggarakan sistem pengelolaan dan pelayanan informasi sebagaimana yang
diamanatkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Empat tahun berlalu, pada penerapan undang-undang tersebut KPU belum


merespon dengan membentuk aturan-aturan internal dalam mempersiapkan pelayanan
informasi," paparnya.

Berdasarkan ketujuh tantangan yang telah diuraikan di atas, Konferensi Nasional


Masyarakat Sipil menyampaikan rekomendasi untuk penguatan dan peningkatan
kualitas demokrasi sebagai berikut.

Pertama, perlu membuat kodifikasi UU Pemilu yang pastinya diikuti dengan


sinkronisasi dan harmonisasi seluruh regulasi penyelenggaraan pemilu.

Kedua, mendukung pembatasan transaksi secara tunai dan menjadikan


pengurus partai politik sebagai subjek yang bisa dipidana melalui korupsi atas dana
ilegal atau tidak sehat tersebut.

Ketiga, dibutuhkan sistem rekruitmen yang menghasilkan petugas pemilu yang


mempunyai pemahaman kepemiluan yang baik, mempunyai jiwa pelayanan, menjaga
netralitas terutama ke peserta Pemilu dan pemerintah, mempunyai kemampuan
administrasi yang baik, memahami secara cepat dan tepat teknis pelaksanaan pemilu
serta terbuka terhadap masukan dari elemen masyarakat.

Keempat, antisipasi terhadap potensi terjadinya kekerasan perlu dipikirkan


terutama dengan akan dilaksanakannya Pilkada tahun depan.
Kelima, untuk memperkuat demokrasi, media harus bersikap profesional,
sedangkan warga terus bersikap kritis dan partisipatif sehingga keduanya efektif
sebagai penyeimbang dan penekan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Keenam, partisipasi politik warga membutuhkan kesepakatan perspektif yang


pemaknaannya adalah menghadirkan dan merepresentasikan kepentingan warga, yang
tidak disediakan oleh kekuatan politik formal (partai politik).

Untuk itu pendidikan politik harus berubah, menjadi pendorong utama partisipasi
politik yang menghadirkan dan merepresentasi kepentingan warga, serta tidak terbatas
pada momen pemilu.

"Pendalaman partisipasi politik warga membutuhkan peluang untuk menciptakan


instrumen-instrumen partisipasi politik alternatif, misalnya dalam wujud serikat-serikat,
komunitas-komunitas, dan forum-forum warga yang memperjuangkan kepentingan
publik dan menuntut keadilan distribusi sumberdaya. Partisipasi politik harus selalu
berbasis pada koneksitas yang nyata dengan warga/rakyat," imbuhnya.

Ketujuh, KPU harus segera menyelenggarakan sistem pengelolaan dan


pelayanan informasi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan mengesahkan PKPU mengenai
pelayanan keterbukaan informasi publik dan membuat SOP Pelayanan Informasi
Publik.
KESIMPULAN

Jadi dengan adanya pemahaman diatas, diharapkan agar segenap bangsa dapat
membangun perspektif optimistik dan juga dapat merangsang sensivitas dari pihak-
pihak terkait yang berwajib untuk melakukan refleksi atas konsep dasar praktik
demokrasi di tanah air sejauh ini. Hal yang terpenting dari penerapan demokrasi yang
kita jalankan harus bermuara pada kemanusiaan karena secara filosofis prinsip
demokrasi adalah merangkul dan mengakomodasi suara rakyat baik mayoritas maupun
minoritas demi terciptanya suatu masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.

Ruang dialog publik juga harus dibuka seluas-luasnya untuk menjaga persatuan dalam
keberagaman. Hal ini harus diikuti dengan kesetaraan dan keterbukaan antar sesama
pihak yang memiliki perbedaan demi demokrasi yang lebih baik. Masing-masing pihak
harus bisa mengekspresikan identitas sosialnya. Tensi dan kontradiksi akan dapat
diminimalisir dengan adanya ruang diskusi publik.

institusi pendidikan memegang peranan vital untuk menjaga demokrasi yang ada di
Indonesia. Mereka adalah agen sosialisasi yang mampu menjaga keberlangsungan
demokrasi. Reproduksi nilai dan identitas berawal dari insitusi pendidikan, kapabilitas
dan kredibilitas institusi pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/12/102904765/tantangan-demokrasi-di-
indonesia?page=all

https://www.academia.edu/33218671/makalah_korupsi_dan_tantangan_demokrasi_di_i
ndonesia

Anda mungkin juga menyukai