Anda di halaman 1dari 21

BAB 4

ANALISA DAN BAHASAN

4.1 Analisa Manusia


Menurut pemerintah target pengguna rusun merupakan warga DKI Jakarta
yang direlokasi dari pemukiman kumuh dengan prioritas untuk warga dari wilayah
sekitar tapak (Kecamatan Pademangan)

4.1.1 Demografi Penduduk

A. Wilayah Kumuh disekitar Tapak

Menurut statistik yang dikeluarkan BPS 2017 dalam Evaluasi Rukun


Warga (RW) Kumuh, DKI Jakarta; pada Kecamatan Pademangan terdapat 3
kelurahan dengan beberapa rw yang terhitung kumuh, yaitu: kelurahan Ancol
rw 01; 02; 04; 05; 08, kelurahan Pademangan Barat rw 10; 12, kelurahan
Pademangan Timur rw 10. Total ada 25.266 warga yang mendiami RW
kumuh tersebut, dengan total KK berjumlah 7.751 KK. Dari data tersebut
dapat dikalkulasi rasio jumlah anggota per keluarga dengan membandingkan
total warga dan jumlah KK.

Rasio jumlah anggota keluarga = jumlah warga : jumlah KK


Rasio jumlah anggota keluarga = 25.266 orang : 7.751 KK
Rasio jumlah anggota keluarga = 3,259 orang / keluarga

Pembulatan rasio jumlah anggota keluarga dihitung keatas, sehingga


hasil kalkulasi tiap keluarga berjumlah 4 orang.
B. Kebutuhan Luas Unit Hunian
Dari hasil perhitungan data demografi penduduk, didapatkan angka
rasio jumlah anggota keluarga adalah 4 (empat) orang, dengan asumsi 4
(empat) orang tersebut yaitu: ayah, ibu, dan dua orang anak. Karena targetnya
adalah masyarakat kelas menengah kebawah, maka tiap satu orang mendapat
luas gerak 9 m2. Sehingga jika dilakukan perhitungan luas ukuran unit
hunian, maka: 4 x 9 m2 = 36 m2

27
28

4.1.2 Pola Kegiatan


Berdasarkan data yang didapat didapat dari observasi, secara umum
pengguna rusun dapat diklasifikasikan menjadi 3, antara lain: (1) penghuni,
(2) pengelola, (3) pengunjung (tamu). Tiap penghuni memiliki pola aktivitas
dan kegiatan masing – masing, yang akan dijabarkan pada tabel dibawah ini.
Pengguna Rusun Pola Kegiatan
Bangun - mandi - makan - bekerja
Ayah - pulang kerja - mandi - istirahat -
tidur
Bangun - mandi - masak - makan -
melakukan pekerjaan rumah
Ibu tangga (belanja ke pasar, mencuci,
Penghuni rusun memasak,dll) - mandi - istirahat -
tidur
Bangun - mandi - makan - sekolah
- pulang sekolah - mengerjakan
Anak
aktivitas / tugas - bermain - mandi
- belajar - tidur
Datang - bekerja sesuai shift -
Pengelola rusun
pulang
Pengunjung / tamu Datang - bertamu - pulang
Tabel 4.1 Pola Kegiatan
A. Kebutuhan Ruang Penghuni Rusun
Pola aktivitas dan kegiatan penghuni rusun akan berpengaruh
terhadap ruang – ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatan
dan aktivitas tersebut. Berikut adalah tabel pengelompokan kegiatan
penghuni rusun.
  Ayah Ibu Anak Identifikasi
Tidur Tidur Tidur Kegiatan – kegiatan ini dilakukan
Mandi Mandi Mandi semua penghuni rusun, sehingga
kegiatan ini dapat dianggap sebagai
Makan Makan Makan kegiatan pokok semua penghuni
rusun
Kegiatan

Untuk ayah dan ibu dibutuhkan


Istirahat Istirahat Bermain ruang untuk istirahat sedangan anak
lebih ke fasilitas bermain
Belanja
Memasak Kegiatan - kegiatan ini bisa
Bekerja Sekolah
Mencuci dianggap sebagai kegiatan bekerja
Menjemur
Tabel 4.2 Klasifikasi Jenis Kegiatan
29

Dari identifikasi diatas terdapat kesamaan pada beberapa jenis kegiatan, yang
beberapa mungkin bisa saja tugasnya berbeda tergantung umur dan tanggung jawab,
namun esensi nya tetap sama, sehingga kegiatan – kegiatan tersebut dapat di
klasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
 Kegiatan pokok (tidur, mandi, makan)
 Istirahat (istirahat / bersantai dan bermain)
 Bekerja
Dari klasifikasi tersebut dapat dianalisa kebutuhan ruang berdasarkan kegiatan
yang dilakukan penghuni rusun:
Jenis Ruang yang Jumla
Kegiatan Lokasi
Kegiatan dibutuhkan h
Tidur Kamar tidur 2 Unit rusun
Kegiatan
Mandi Kamar mandi 1 Unit rusun
pokok
Makan Ruang makan 1 Unit rusun
Ruang keluarga 1 Unit rusun
Istirahat
Ruang komunal Di luar unit
Istirahat
Di luar bangunan
Bermain Taman
rusun
Bekerja -  Di luar rusun
Memasak Dapur 1 Unit rusun
Bekerja Ruang cuci / kamar
Mencuci 1 Unit rusun
mandi
Menjemur Teras 1 Unit rusun
Tabel 4.3 Analisa Hubungan Kegiatan dan Kebutuhan Ruang
B. Kebutuhan Ruang Pengelola dan Pengunjung Rusun
Berikut ini adalah analisa ruang – ruang yang dibutuhkan untuk
mewadahi kegiatan pengelola dan pengunjung (tamu) dalam rusun:
Jenis Ruang yang
Kegiatan Analisa
Pengguna dibutuhkan
Pengelola Secara umum pengelola rusun bekerja Kantor
Bekerja
rusun selama jam kerja yang telah ditetapkan pengelola
 Tamu dapat langsung ke unit
hunian Ruang tunggu
Pengunjung Berkunjung
 Tamu harus menunggu bila atau lobby
penghuni tidak berada di unit
Tabel 4.4 Analisa Kegiatan Pengelola dan Pengunjung Rusun
4.1.3 Zoning Unit Rusun
Secara umum penyusunan ruang – ruang unit harus memenuhi beberapa
kriteria antara lain:
30

 Ruang kamar, dan ruang keluarga harus mendapatkan pencahayaan dan


penghawaan alami (memiliki jendela inlet dan outlet untuk cross
ventilation)
 Teras diletakan pada area luar (mendapat cahaya dan penghawaan
langsung outdoor)
 Teras dan kamar mandi harus diletakan berdekatan
 Ruang makan dan dapur harus diletakan berdekatan
 Ruang makan diletakan berdekatan dengan ruang keluarga (tanpa sekat),
agar mendapat aliran udara dari ruang keluarga.
Dari kriteria yang ada maka dapat dianalisa dan menghasilkan zoning unit
rusun sebagai berikut:

Gambar 4.1 Zoning Modul Unit Rusun


Berikut adalah bentukan awal dari zoning yang terbentuk kedalam
modul awal (7,2 X 5):
31

MASUK
Gambar 4.2 Skema Penyusunan Ruang
Bentuk ruang dapat dikembangkan dengan memberikan, melakukan
penggeseran, aditif dan subtraktif pada bentuk, sehingga membentuk
bentukan ruang baru secara spesifik dapat merespon kebutuhan. khususnya
terhadap kebutuhan pencahayaan dan penghawaan alami pada modul unit
sesuai dengan kriteria zoning diatas. Penyesuaian dilakukan terhadap bentuk
dan posisi kamar tidur agar seluruh kamar tidur mendapatkan pencahayaan
dan penghawaan alami. Beberapa sisi juga mengalami pergeseran besaran
ruang untuk menyesukain dengan layout yang terbentuk sehingga didapati
denah modul unit sebagai berikut:
31

Gambar 4.3 Denah Modul Unit


32

4.2 Analisa Lingkungan


4.2.1 Sirkulasi
A. Sirkulasi Sekitar Tapak
Lokasi tapak berada di Kelurahan Pademangan, Kecamatan Ancol,
Jakarta Utara. Disekitar tapak ada beberapa jalan yang dapat dilalui
kendaraan, namun tidak semua jalan berbatasan dan dapat dihubungkan
dengan tapak. Berikut gambar jalur sirkulasi kendaraan disekitar tapak.

Gambar 4.4 Sirkulasi Sekitar Tapak


Lokasi tapak berbatasan langsung dengan jalan Ancol Timur di barat
site dan sisi selatan site berbatasan langsung dengan jalan R. E. Martadinata
yang merupakan jalan satu arah menuju arah timur namun bukan jalan raya
akses utama. Di samping jalan R. E. Martadinata terdapat jalan Lodan Raya
yang merupakan jalan raya akses utama yang dibatasi dengan taman kecil dan
merupakan jalan satu arah menuju arah timur. Jalan paling padat merupakan
jalan Lodan Raya. Dari data yang ada dapat di Analisa sebagai berikut:

Jalan Akses masuk tapak Akses keluar tapak

- Karena jalan paling padat + Karena dari Jln. Ancol


adalah Jln. Lodan Raya Timur, pengendara dapat
Ancol sehingga kendaraan dari jalan langsung menuju selatan ke
Timur tersebut harus memutari Jln. arah Pademangan Timur
Ancol Timur dengan jarak ataupun ke arah Jln. Lodan
yang cukup Jauh Raya. 
33

+ Karena keluar kendaraan


dari tapak cukup mudah dan
+ Karena baik dari arah Ancol
lancer karena cukup jarang
Timur maupun Lodan Raya dapat
dilalui kendaraan
dengan mudah langsung masuk ke
R. E. - Karena tidak dapat
tapak tanpa memutari jalan dan
Martadinata langsung ke arah selatan
juga jalan R. E. Martadinata
yaitu ke arah Pademangan
merupakan jalan yang cukup
Timur dan harus memutari
jarang dilewati kendaraan. 
jalan R. E. Martadinata
cukup jauh.
Tabel 4.5 Analisa Sirkulasi Sekitar Tapak
B. Hasil Analisa Sirkulasi
Dari analisa sirkulasi sekitar tapak maka diperoleh posisi akses keluar
masuk tapak terbaik sebagai berikut:

Gambar 4.5 Posisi Pintu Masuk dan Keluar


4.2.2 Bentuk Massa Bangunan
A. Bentuk Massa
Bentuk massa bangunan rusun pada umumnya berbentuk L, T, U, dan
I. Namun dari keempat bentuk umum tersebut, bentuk persegi (bujur sangkar)
/ persegi panjang merupakan bentuk dasar dari semua bentuk – bentuk
lainnya. Hal tersebut dapat dilihat ilustrasi dibawah ini.
34

Gambar 4.6 Alternatif Bentuk Massa Bangunan


Sumber: Peraturan Menteri PU No: 05/PRT/M/2007
Dalam kaitannya dengan tema bioklimatik, penggunaan bentuk dasar
persegi / persegi panjang berpengaruh terhadap akses sisi bangunan terhadap cahaya
dan penghawaan alami. Bentuk persegi panjang (I shape) yang ramping dapat
mempermudah akses pencahayaan dan penghawaan alami masuk kedalam ruangan
melalui 2 (dua) sisinya. Selain itu jika ditempatkan pada orientasi yang tepat, yaitu
sisi terpedek menghadap timur – barat, bangunan dengan bentuk persegi panjang (I-
shape) dapat lebih merespon terhadap panas radiasi matahari.
B. Ketebalan Massa Bangunan
Massa bangunan sebisa mungkin akan dibuat ramping dan memanjang,
dengan tujuan agar akses pencahayaan alami dan penghawaan alami dapat mudah
masuk kedalam bangunan melalui ke dua sisi panjangnya. Pada konteks perancangan
rumah susun di Kelapa Gading Timur, sistem sirkulasi adalah menggunakan double
loaded atau modul unit mengapit sebuah koridor ditengahnya, sehingga ketebalan
bangunan rusun sementara dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
overstak + lebar modul unit + lebar koridor + lebar modul unit + overstak, atau jika
disederhanakan menjadi: 2 x (overstak) + 2 x (lebar modul unit) + lebar koridor dan
didapati: 1 + 5 + 2 + 5 + 1 = 13 m
4.2.3 Orientasi Massa Bangunan
Orientasi massa bangunan harus mempertimbangkan 3 hal, yaitu: (1)
orientasi terhadap bentuk tapak, (2) orientasi terhadap posisi matahari dan (3)
orientasi terhadap pergerakan angin.
A. Orientasi Terhadap Bentuk Tapak
35

Alternatif orientasi terhadap bentuk tapak bertujuan untuk memaksimalkan


jumlah unit / bangunan yang dapat dibangun diatas tapak atau dengan kata lain
bertujuan meningkatkan efektifitas penggunaan lahan.

Gambar 4.7 Orientasi Terhadap Bentuk Tapak


B. Orientasi Terhadap Posisi Matahari
Orientasi terhadap posisi matahari bertujuan menempatkan sisi
terpanjang bangunan pada arah utara – selatan, sedangkan sisi terpendek pada
arah yang condong ke timur – barat. Hal ini bertujuan agar sisi terpanjang
bangunan mendapatkan pencahayaan matahari yang baik, namun tidak
terpapar radiasi panas matahari timur – barat secara langsung, sehingga
bukaan untuk pencahayaan dan penghawaan alami dapat diberika secara
maksimal pada sisi terpanjang bangunan tanpa perlu mengkhawatirkan
radiasi panas berlebihan dari matahari timur – barat.

Gambar 4.8 Orientasi Terhadap Posisi Matahari


35

C. Orientasi Terhadap Pergerakan Angin


36

Salah satu elemen penting dari desain bioklimatik adalah penghawaan


yang baik. Orientasi bangunan dapat dibuat berdasarkan arah pergerakan
angin, sehingga setiap massa bangunan dapat dilalui oleh aliran udara / angin
secara maksimal. Dari BPS Jakarta (2015) didapatkan informasi bahwa arah
pergerakan angin yang paling sering terjadi di DKI Jakarta selama setahun
adalah dari arah barat daya menuju timur laut dan sebaliknya, seperti data
pada tabel dan windrose dibawah ini:
Kecepatan Angin
Bulan Arah Angin
(m/s)
1 202,5 - 247,5 (barat daya) 2,9
2 202,5 - 247,5 (barat daya) 2,6
3 202,5 - 247,5 (barat daya) 3,2
4 202,5 - 247,5 (barat daya) 2,6
5 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,5
6 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,6
7 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,8
8 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,6
9 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,6
10 22,5 - 67,5 (timur laut) 2,6
11 202,5 - 247,5 (barat daya) 2,5
12 202,5 - 247,5 (barat daya) 2,3
Kecepatan rata - rata 2,65
Tabel 4.6 Data Pergerakan Angin Tahunan
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta (2015)

Gambar 4.9 Windrose November – April dan Windrose Mei – Oktober


36

Sumber: Meteoblue
37

Dari data diatas maka dapat disimpulkan orientasi terhadap angin


adalah bangunan memanjang dengan sisi terpendek di arah barat daya dan
timur laut seperti gambar dibawah:

Gambar 4.10 Orientasi Terhadap Pergerakan Angin


E. Simpulan dan Sintesa Sementara
Dari hasil analisa bentuk dan orientasi, sintesa sementara antara lain:
bangunan multimassa dengan bentuk persegi panjang (I-shape), dengan
orientasi barat daya -timur laut. Orientasi bangunan yang menghadap barat
daya - timur laut menciptakan desain orientasi yang memungkinkan sisi
terpanjang bangunan mendapat aliran udara secara langsung, selain itu
penggunaan orientasi ini juga masih terhitung merespon panas matahari
karena sisi terpendek massa bangunan masih berada di bagian yang
cenderung di arah timur dan barat.
4.3 Analisa Bangunan
4.3.1 Sun Shading
Seperti sudah dijelaskan pada metode perancangan, analisa sun-
shading bertujuan untuk mendapatkan bentuk massa yang lebih responsif
terhadap paparan radiasi matahari agar bangunan tidak terlalu panas sehingga
dapat mencapai kenyamanan thermal. Analisa dimulai dengan simulasi untuk
mengetahui tingkat paparan sinar radiasi matahari terhadap bangunan dan
kemudian disesuaikannya bentuk fasad untuk mengurangi paparan sinar
radiasi matahari yang berlebih.
38

Gambar 4.11 Radiasi Matahari Terhadap Gubahan Massa Awal


Dari simulasi radiasi matahari terhadap gubahan massa yang didapat
dari analisa orientasi menunjukan bangunan terpapar radiasi cukup besar
yaitu sekitar 650 kWh/m2 pada sisi terpanjang bangunan (sisi unit hunian).
Oleh karena itu butuh perubahan detail massa untuk mengurangi tingkat
paparan radiasi matahari agar tidak terlalu panas dengan dibuatnya balkon
dan juga overstack untuk membuat pembayangan pada sisi bangunan.
Berdasarkan simulasi dengan solusi yang disebutkan mendapatkan hasil nilai
radiasi terhadap sisi terpanjang bangunan berkurang hingga 50% yaitu
menjadi sekitar 330 kWh/m2 seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4.12 Radiasi Matahari Terhadap Penyesuaian Gubahan Massa


39

4.3.2 Penghawaan Alami


Penghawaan alami atau angin yang masuk kedalam bangunan
mempengaruhi suhu atau thermal dalam ruangan sehingga dibutuhkannya
penghawaan alami untuk mendinginkan ruangan sehinga pintu dan jendela
akan didesain agar dapat mengkondisikan aliran udara masuk dan mengalir
melewati setiap ruang dalam unit rusun dengan kecepatan sekitar 0,5 m/s
yang merupakan standar kenyaman kecepatan angin dalam ruang menurut
SNI dan terjadi cross ventilation dari udara luar ke arah koridor seperti
gambar dibawah ini:

Gambar 4.13 Konsep Aliran Udara


Posisi penempatan pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa
dengan tujuan agar cahaya matahari dan aliran udara dapat dikondisikan
masuk kedalam unit hunian. Selain posisi pintu dan jendela, ukuran bukaan
juga berpengaruh terhadap ACH (Air Change per Hour) sehingga
penghawaan yang masuk tidak terlalu sedikit atau terlalu besar dan membuat
nyaman penghuni. Adapun besaran bukaan yang dibutuhkan secara kasar
untuk kenyamanan hunian didapatkan berdasarkan perhitungan dari rumus
yang telah dijelaskan di bab tinjauan Pustaka, perhitungan ACH sebagai
berikut:

ACH = 3,600 X Q/V

A = Q/v : 0,025
40

Luas
Luas Volume Kecepatan
Konstant ACH bukaan
Nama Ruang Ruang Ruang angin
a Minimum minimum
(m2) (m3) (m/s)
(m2)
Kamar tidur
9,9 25,74 0,025 2,65 4 0,43
utama
Kamar tidur anak 6,25 16,25 0,025 2,65 4 0,27
ruang keluarga 14 36,4 0,025 2,65 5 0,76
dapur 3,75 9,75 0,025 2,65 15 0,61
toilet 3 7,8 0,025 2,65 6 0,2
Tabel 4.7 Perhitungan ACH

Gambar 4.14 Simulasi Aliran Udara


Dari simulasi yang dilakukan, dapat terlihat dari besaran bukaan dan
posisi bukaan yang ada sehingga terjadinya cross ventilation dari luar
bangunan ke dalam unit hunian dan kemudian kea rah koridor. Kecepatan
angin yang masuk kedalam unit juga menurun dari sekitar 3 m/s menjadi 0,25
– 1,5 m/s bila semua bukaan yang ada seperti jendela dalam kondisi terbuka,
sehingga nantinya penghuni dapat mengatur jendela mana saja yang terbuka
dan tertutup sesuai dengan kenyamanan angin yang dia perlukan.
4.4 Desain Landskap
Pembahasan desain tata lanskap meliputi: (1) akses keluar/masuk pejalan kaki
kedalam tapak, (2) akses keluar/masuk kendaraan kedalam tapak, (3) penempatan
area parkir pada tapak dan ruang hijau dalam tapak.
A. Akses Keluar / Masuk Pejalan Kaki
40
41

Akses keluar masuk pejalan kaki ditempatkan di selatan site berdekatan


dengan akses masuk kendaraan yang diperoleh dari analisa lingkungan karena
terdapat halte bus kota di selatan site sehingga penghuni yang turun dari transportasi
umum berjalan tidak terlalu jauh untuk memasuki rusun.

Gambar 4.15 Akses Pejalan Kaki


B. Sirkulasi Jalur Kendaraan
Sirkulasi jalur kendaraan akan dibuat satu arah mengitari perimeter
terluar tapak, tujuannya antara lain: meminimalkan collision atau bentrokan
antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor sehingga dapat menciptakan rasa
aman dan nyaman berjalan didalam area rusun, dan agar saat terjadi kondisi
darurat kebakaran, mobil pemadam dapat mengitari bangunan serta mendapat
akses untuk memadamkan api diseluruh sisi bangunan. Lebar jalur sirkulasi
kendaraan dibuat seluas minimal 7m agar mobil dan motor dapat berjalan
pada jalur secara bersamaan, selain itu agar mobil dapat mudah bermanuver
saat parkir, serta muat untuk kendaraan – kendaraan darurat seperti mobil
ambulan dan pemadam kebakaran.

Gambar 4.16 Sirkulasi Kendaraan Dalam Tapak


42

C. Penempatan Area Parkir dan Ruang Hijau Dalam Tapak


Area parkir diletakan disebelah barat dekat jalan keluar dan juga jalan
raya terpadat di sekitar site sehingga bangunan akan digeser menjauhi sumber
bising dari kendaraan dan ruang hijau atau taman di letakan di sebelah timur
site agar mendapatkan sinar matahari pagi dan pembayangan oleh bangunan
saat siang dan sore hari.

Gambar 4.17 Area Parkir Dan Ruang Hijau


42

Anda mungkin juga menyukai