STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau jaringan kerja terhadap
tugas – tugas, sistem pelaporan dan komunikasi yang menghubungkan secara bersama pekerjaan
individual dengan kelompok.
Semua organisasi betapapun kecilnya, mempunyai semacam struktur karena secara
umum suatu struktur dirancang dengan maksud untuk memastikan bahwa organisasi dirancang
dengan cara yang paling baik untuk mencapai sasaran – sasaran dan tujuan – tujuannya.
Pernyataan ini juga mengacu pada enam unsur kunci yang terdiri dari elemen – elemen
spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan
desentralisasi serta formalisasi.
a. Spesialisasi kerja
Suatu tingkat dimana tugas dan organisasi dibagi – bagi menjadi pekerjaan – pekerjaan
yang terpisah. Hakekat spesialisasi kerja adalah pekerjaan dapat dikerjakan oleh lebih dari
satu individu seluruh pekerjaan di pecah – pecah menjadi sejumlah langkah dengan tiap
langkah diselesaikan oleh seorang individu berlainan jadi individu – individu
berspesialisasi dalam mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukan mengerjakan
seluruh kegiatan, spesialisasi kerja disebut juga dengan pembagian tenaga kerja.
1) Henry Ford menjadi kaya, karena kerja dapat dilakukan dengan efisien jika karyawan
diperbolehkan berspesialisasi.
2) Pada akhir 1940 – an, kebanyakan pekerjaan manufaktur dalam negara – negara
industri dijalankan dengan spesialisasi kerja yang tinggi.
3) Selama lebih dari paruh pertama abad 20, para manager memandang spesialisasi
kerja sebagai suatu sumber yang tidak habis – habisnya dari produkivitas yang
meningkat.
4) Menjelang dasawarsa 1960 – an, telah dicapai titik dalam beberapa pekerjaan dimana
disekonomi manusia yang terjadi dalam spesialisasi yang muncul dalam bentuk
kebosanan, kelelahan, stres dan lainya.
b. Departementalisasi
Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan bersama, sejumlah pekerjaan
c. Rantai Komando
Garis tidak putus dari wewenang yang terentang dari puncak organisasi ke eselon
terbawah dan memperjelas siapa melapor siapa.
1) Wewenang
Hak – hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk memberi perintah dan
mengharapkan perintah itu dipatuhi
2) Kesatuan Komando
Seorang bawahan seharusnya mempunyai satu atasan kepada siapa ia bertanggung
jawab langsung
Kondisi Sekarang :
a) telah sangat kurang relevan dewasa ini karena kemampuan teknologi komputer
dan kecenderungan kearah pemberdayaan karyawan
b) teknologi komputer makin memungkinkan para karyawan dimana saja dalam
suatu organisasi untuk berkomunikasi dengan siapa saja tanpa melewati saluran –
saluran normal
c) konsep wewenang dan mempertahankan rantai komando makin kurang relevan
karena karyawan yang beroperasi makin diperdayakan untuk mengambil
keputusan yang sebelumnya dicadangkan untuk manajemen saja
d) banyak organisasi masih merasa paling produktif dengan memaksakan rantai
komando. Walaupun tampaknya organisasi macam ini makin berkurang.
Pendelegasian wewenang
Tahap – tahap
1. Memperjelas tugas
(menentukan, mengidentifikasi, mempunyai waktu dan motivasi)
Rentang kendali sangat penting karena sangat menentukan banyaknya tingkatan dan
manajer yang harus dimiliki oleh suatu organisasi
Gambar 2.1
Rentang Kendali Manajemen
Dalam gambar 2.1. terlihat bahwa satu orang supervisor masing-masing mengendalikan
(mempunyai span of control) sebanyak 6 orang. Dan masing-masing manajer mengendalikan 4
orang supervisor. Agar sukses dalam mencapai tujuan organisasi maka ke-4 supervisor itu
haruslah melakukan koordinasi yang baik.
Hubungan antara koordinasi dengan rentang manajemen sangat erat. Semakin panjang
rentang manajemen (artinya semakin banyak jumlah bawahan yang dikendalikan) semakin sulit
melakukan koordinasi secara efektif. Karena banyak bawahan yang bertanggung jawab kepada
satu manajer sehingga secara keseluruhan organisasi itu tidak memerlukan jumlah manajer yang
banyak. Maka beban satu manajer akan menjadi berat karena harus mengendalikan begitu
banyak bawahan. Tapi justru kondisi ini akan menguntungkan kegiatan koordinasi di tingkat
manajer, karena jumlah manajernya tidak banyak maka koordinasinya menjadi lebih gampang
sehingga pencapaian tujuan organisasi menjadi lebih efektif. Mana yang benar tergantung situasi
dan kondisi dan gaya kepemimpinan manajemen.
Berapa jumlah rentang manajemen yang ideal ?, para ahli berbeda pendapat tentang hal
ini. Henry Fayol menyatakan bahwa jumlah maksimal bawahan yang dapat dikendalikan oleh
setiap pengawas produksi adalah 20 – 30 karyawan, sedang setiap kepala pengawas membawahi
3-4 pengawas.
Rentang yang kecil ada keuntungannya mudah di dan kontrol akrab, sementara itu
rentang yang kecil mempunyai tiga cacat utama, yaitu: mahal, komunikasi vertikal dalam
organisasi menjadi lebih rumit, dan mendorong penyeliaan ketat yang berlebihan dan tidak
mendorong otonomi karyawan
Kecenderungan akhir – akhir ini rentang kendali lebih lebar karena dapat mengurangi
biaya, mempercepat pengambilan keputusan, meningkatkan keluwesan, lebih dekat dengan
pelanggan, memperdayakan para karyawan
Ahli manajemen lainnya, Lyndall F. Urwick menyimpulkan bahwa tidak ada eksekutif yang
dapat mengendalikan secara langsung lebih dari 5 atau 6 bawahan. Jendral
Ian Hamilton, berdasarkan pengalaman militernya menyimpulkan
Kekuatan utama dari
birokrasi terletak dalam bahwa rata-rata otak manusia hanya memiliki ruang lingkup yang
kemampuannya
efektif dalam penanganan dari 3 sampai 6 otak manusia.
menjalankan kegiatan
terbakukan secara sangat
efisien. Dalam model
birokrasi tidak diperlukan
pengalaman dan kreativitas
dari pengambil keputusan 3. Model Desain Organisasi
Desain organisasi pada umumnya terdiri dari 3 macam model
yaitu: konvensional, birokrasi, dan matriks.
a. Konvensional
Suatu struktur organisasi yang bercirikan tingkat departementalisasi sederhana, rentang
kendali yang luas, wewenang yang dipusatkan dalam tangan satu orang dan tingkat
formalisasi rendah. Struktur jenis ini paling banyak dipraktekkan dalam bisnis kecil dimana
manajer dan pemilik hanya ada satu dan adalah orang yang sama. Peran tetap pada manajer
yang sekaligus pemilik perusahaan kekuatan struktur ini terletak dalam kesederhanaanya.
Cepat, luwes dan tidak mahal pemeliharaanya dan tanggung jawabnya jelas : Satu kelemahan
utama adalah riskan, karena semuanya bergantung pada satu orang.
b. Birokrasi
Suatu struktur dengan tugas - tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai lewat spesialisasi,
aturan dan pengaturan yang sangat formal, tugas – tugas yang dikelompokkan kedalam
departemen – departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mana mengikuti, rantai komando. Pengelompokan berbagai
bidang keahlian yang sama dalam departemen – departemen fungsional menghasilkan skala
ekonomi, memperkecil kemungkinan duplikasi personalia dan peralatan serta karyawan yang
mempunyai kesempatan untuk berbicara dalam bahasa yang sama/ sepaham diantara rekan
sekerja mereka. Disamping itu desain birokrasi dapat berfungsi dengan baik meskipun para
manajer tingkat menengah dan bawah yang kurang berbakat disebabkan kurang
dipahaminya peraturan dan ketetapan. Sehingga dengan demikian,.Kelemahan dari birokrasi
antara lain perhatian yang berlebih terhadap pematuhan aturan-aturan, bila muncul kasus
yang tidak sesuai dengan aturan itu, tidak ada ruang untuk modifikasi. Birokrasi hanya efisien
sejauh karyawannya menghadapi masalah-masalah yang pernah dijumpai sebelumnya, yang
untuk itu aturan keputusan terprogram telah ditetapkan.
c. Matriks
a. Struktur Tim
Penggunaan tim sebagai piranti pusat untuk mengkoordinasi kegiatan kerja. Karakteristik
primer dari struktur Tim adalah bahwa struktur itu memecah-mecah penghalang
departmental dan mendesentralisasi pengambil keputusan sampai tingkat Tim disamping itu
struktur Tim juga menuntut para karyawan untuk menjadi generalis dan spesialis. Pada
organisasi-organisasi besar, struktur Tim saling melengkapi dengan apa yang lazimnya dikenal
sebagai birokrasi, hal ini memungkinkan organisasi itu untuk mencapai efisiensi yang ada pada
pembakuan birokrasi sementara memperoleh keluwesan yang diberikan tim.
Suatu organisasi inti yang lebih kecil, menggunakan sumber luar untuk fungsi-fungsi bisnis
utama. Dalam istilah struktural, organisasi Virtual adalah sangat tersentralisasi dengan sedikit
atau tanpa departementalisasi. Organisasi Virtual sifatnya menciptakan jaringan-jaringan
hubungan yang memungkinkan mereka untuk mengontrak produksi, distribusi, pemasaran
atau setiap fungsi bisnis lain dimana manajemen merasa orang lain dapat melakukan dengan
lebih baik atau lebih murah. Organisasi Virtual sangat berbeda dengan birokrasi yang
mempunyai banyak tingkat vertikal manajemen dan dimana kendali diusahakan lewat
kepemilikan. Dalam organisasi semacam itu, penelitan dan pengembangan dilakukan dalam
organisasi, produksi terjadi dalam pabrik yang dimiliki perusahaan, dan penjualan serta
pemasaran dilakukan oleh karyawan perusahaan itu sendiri. Untuk mendukung semua ini,
manajemen harus mempekerjakan personalia ekstra yang mencakup akuntan, spesialisasi
sumber daya manusia dan ahli hukum. Akan tetapi organisasi virtual mengambil banyak fungsi
ini dari luar dan memusatkan perhatian pada apa yang
terbaik. Keuntungan utama dari organisasi virtual adalah
keluwesannya dan kekurangannya adalah kurangnya Organisasi Virtual sifatnya
menciptakan jaringan-jaringan
kontrol manajemen atas bagian-bagian utama dari
hubungan yang memungkinkan
bisnisnya. mereka untuk mengontrak
produksi, distribusi, pemasaran
atau setiap fungsi bisnis lain
dimana manajemen merasa orang
c. Organisasi Tanpa Tapal Batas
lain dapat melakukan dengan
lebih baik atau lebih murah.
Suatu organisasi yang mengusahakan penghapusan
rantai komando sehingga memungkinkan mempunyai
rentang kendali yang tidak terbatas dan menggantikan departemen dengan tim-tim yang
diberdayakan. Organisasi dengan struktur seperti ini dapat dilakukan baik secara vertikal
maupun secara horizontal. Satu kaitan teknologis bersama yang memungkinkan organisasi
tanpa tapal batas itu adalah jaringan komputer. Komputer ini memungkinkan orang-orang
untuk berkomunikasi melintas batas intra organisasi dan inter organisasi.
Perbedaan desain struktur organisasi itu disebabkan oleh berbagai kendala yang terdapat
dalam organisasi, seperti misalnya dalam model mekanistik dimana struktur dicirikan dengan
departementalisasi yang ekstensif, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi yang terbatas dan
sentralisasi. Sementara itu dalam model organic, dimana strukturnya datar, menggunakan tim
hirarkis silang dan fungsional silang mempunyai formalisasi rendah, memiliki jaringan informasi
yang menyeluruh dan mengandalkan pengambilan keputusan partisipatif. Faktor pembeda
lainnya adalah strategi, ukuran organisasi, teknologi dan lingkungan.
Model organik dalam struktur organisasi merupakan struktur yang datar, menggunakan
tim hirarkis silang dan fungsional mempunyai formalisasi rendah, memiliki suatu jaringan
informasi yang menyeluruh dan mengandalkan pengambilan keputusan partisipatif. Faktor –
faktor yang menentukan desain struktural adalah strategi, ukuran, teknologi dan lingkungan.
Model Rasional
Dalam model yang paling basic dalam pengambilan keputusan model rational, di mana
dalam perspektif ini diasumsikan bahwa setiap individu memiliki kesamaan perilaku terhadap
tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan perspektif ini, si pengambil keputusan berada dalam
situasi di mana si aktor mengetahui secara persis tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya tujuan
ini akan menentukan langkah – langkah yang akan diambil guna mencapai tujuan. Si pengambil
keputusan mendapatkan informasi dan mengembangkan serangkaian kegiatan alternatif, lalu
dari serangkaian alternatif dipilih alternatif yang paling optimal.
Perspektif ini seringkali digunakan dalam proses pengambilan keputusan karena dua hal:
(1) asumsi bahwa actor pengambil keputusan adalah rasional, (2) bahwa setiap aktivitas yang
akan diambil harus beralasan logis. Tahapan proses pengambilan keputusan dalam perspektif ini
mengikuti tahapan seperti : (1) formulasi masalah, (2) menemukan semua alternatif pemecahan
masalah secara logis, (3) mengevaluasi setiap alternatif pemecahan berdasarkan tujuan yang
hendak di capai, dan (4) pemilihan solusi yang paling optimal. Bahwa ternyata kognitif dari aktor
pengambil keputusan adalah terbatas dan karena keterbatasan proses kognitif ini, biasanya si
aktor pengambil keputusan menggunakan ‘heuristic’ dalam memproses informasi yang
digunakan untuk pengambilan keputusan yang tidak jarang hal ini akan memunculkan bias
cognitive dan oleh karena itu maximizing sulit dicapai.
Model Organisasional
Model ini merupakan pengembangan dari model rasional dimana dalam pengambilan
keputusan, kognitif dari faktor pengambil keputusan adalah terbatas dan aspek – aspek
organisasilah yang akan menutupi keterbatasan ‘kognitif dan membentuk ‘ kognitif aktor
pengambil keputusan . Aspek – aspek itu bisa standar operation prosedure, rutinitas dalam
organisasi dan tidak seperti model ‘rasional’, dimana tahapan pengambilan keputusan adalah
sequential, dalam proses perspektif ini proses pengambilan keputusan tidaklah sequential. Dan
linieritas dari proses pengambilan keputusan adalah kontekstual.
Dalam perspektif ini lebih melihat bahwa aspek organisasi memberikan dan menentukan
proses pengambilan keputusan seperti size organisasi mempengaruhi rasionalitas dalam
pengambilan keputusan. Pendekatan ini juga melihat bahwa organisasi memberikan andil dalam
pembentukan karakter, perilaku, kondisi psikologis, dan cognitive maps dari aktor pengambil
keputusan. Organisasi mempengaruhi perilaku anggotanya melalui serangkaian proses seperti;
(1) departmentalisasi unit kerja, (2) prosedur kerja, (3) otoritas hirarki dalam struktur, (4)
komunikasi, (5) identitas dan loyalitas. Inti dari perspektif ini melihat bahwa organisasi terdiri dari
banyak unit kerja, dimana masing – masing unit memiliki peraturan dan prosedur yang berbeda,
yang membentuk persepsi dan perilaku dari para anggotanya. Dan unit – unit kecil ini memiliki
kontribusi terhadap tujuan perusahaan. Ketika seorang individu menyatakan menjadi anggota
suatu organisasi, maka dia akan dipengaruhi oleh ke- 5 hal diatas dalam pengambilan keputusan.
Dalam perspektif ini, pengambilan keputusan melalui proses seperti; (1) masalah muncul
ketika organisasi menganalisa informasi yang berkembang dengan tujuan awal organisasi, (2)
masalah akan di break – down dan dibagi – bagi ke masing – masing unit berdasarkan tugas
masing – masing, (3) masing – masing unit akan mengolah masalah berdasarkan prosedur yang
ada di dalamnya, (4) kemudian masing – masing unit menetapkan pemecahan masalah, (5)
pemecahan secara organisasi (global) merupakan gabungan pemecahan masalah dari masing –
masing unit.
Akar dari perspektif politik dalam pengambilan keputusan adalah ilmu politik. Perspektif
ini melihat bahwa para pengambil keputusan memiliki tujuan yang berbeda – beda, mereka
bekerja sama melalui proses koalisi dan preferensi dari aktor yang memiliki pengaruh yang paling
besar yang akan menang. Awalnya perspektif ini digunakan untuk menjelaskan proses
pengambilan keputusan di lembaga legislatif, dimana para faktor saling beradu argument dan
interes, pembentukan koalisi dan pemenang.
Inti dari perspektif ini adalah proses di mana konflik muncul dari aktor yang saling
mengamankan dan memperjuangkan preferensinya, keputusan akan mengikuti keinginan dan
pilihan dari aktor yang paling berpengaruh/ berkuasa. Karena siapa yang memiliki kekuasaan
maka itulah yang akan menentukan keputusan, maka para aktor akan berusaha untuk mengubah
struktur kekuasaan melalui taktik politik seperti Coalition, Cooptation, manipulasi informasi, dan
penggunaan ahli dari luar.
Perspektif yang melihat bahwa organisasi adalah sistem politik (kumpulan aktor yang
memiliki confuting goals), telah didukung oleh serangkaian studi. Masing – masing aktor memiliki
tujuan sendiri – sendiri dan mengontrol resources yang berbeda – beda (otoritas, status, capital
waktu, sumber daya manusia, ide, informasi). Organisasi diasumsikan tidak memiliki tujuan yang
pasti tujuan organisasi merupakan hasil dari interaksi para aktor. Dan coalition cooptation,
konflik, manipulasi merupakan hal yang wajar dalam perspektif ini. Konflik akan sering muncul
karena masing – masing aktor memiliki preferensi yang berbeda dan mengontrol recources yang
berbeda juga. Padahal dalam implementasi keputusan membutuhkan dukungan dari banyak
resources.
Organisasi dalam model ini adalah yang didefinisikan sebagai organized anarchies dan
organisasi dicirikan dengan; (1) ketidakkonsistenan dan sulitnya mendefinisikan preferensi dari
aktor pengambil keputusan, mereka biasanya menemukan dan menentukan preferensi setelah
melalui serangkaian aktivitas yang kemudian menjadi pilihan mereka. (2) dalam organisasi ini
tidak memiliki teknologi (dalam arti luas) yang jelas, masing – masing anggota organisasi
mendapatkan knowledge melalui proses pembelajaran trial and error (3) organisasi ini dicirikan
oleh bentuk partisipasi yang bebas, dimana para aktor bebas datang dan persegi selama proses
pengambilan keputusan.
Perbandingan dengan model rasional dan politik, model ini lebih mengutamakan aspek
kesempatan dan peluang, apa yang akan diputuskan sangat tergantung dari waktu dan luck dan
keputusan itu sendiri memiliki karakter yang tidak jelas. Dan inti dari model ini adalah keputusan
merupakan hasil dari bauran orang yang memiliki pengaruh, masalah, solusi dan pilihan
kesempatan.
DAFTAR PUSTAKA
Colquitt, Jason A. Lepine, Jeffery A. Wesson, Michael J. 2013. Organizational Behavior. McGraw-
Hill. New York.
Griffin, Ricky W. & Moorhead, Gregory. 2016. Organizational Behavior. Boston: Houghtton
Muhlin Company.
Harahap, Sofyan Safri, 2016, Manajemen Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jones, Gareth R. George, Jennifer M.. 2014. Contemporary Management. Global Edition. McGrall
Hill.
Lipshitz R, & Strauss O., 2017, Copy with Uncertainty: A Naturalistic Decision Making Analysis,
Journal of Organization Behavior and Human Decision Process (69).2.p.149-164.
Luthans, Fred. 2001. Organizational Behavior. McGraw-Hill. Twelfth Edition. Singapore.
Mohr, Lawrence B. 2012. Explaining Organiztion Behavior. San Fransisco: Jossey – Bass Publishers
Palazzeschi, Letizia. Bucci, Ornella, and Di Fabio, Annamaria. 2018. Re-thinking Innovation in
Organizations in the Industry 4.0 Scenario: New Challenges in a Primary Prevention
Perspective. Frontiers in Psychology Journal. January. doi: 10.3389/fpsyg.2018.00030
Radel, Juergen. 2017. Organizational Change and industry 4.0 (id4). A perspective on possible
future challenges for Human Resources Management. Industrie von Morgen. November.
Robbins, Stephen P. 2014. Organizational Behavior. Pearson: Boston.
Anis Rahmawati Ningrum, Sentot Imam Wahjono*, Andi Wardhana, Noer Choidah 2021.
Pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. Siantar
Top, Tbk di Sidoarjo. Isoquant: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. DOI
(PDF): http://dx.doi.org/10.24269/iso.v5i2.791.g548. Journal homepage:
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/isoquant/article/view/791/548 e-ISSN: 2599-
0578. ISSN: 2599-7496. Vol. 5, No.2, Oktober 2021, Pp.255-264. Publisher: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Rahim, Abdul Rahman. Rasulong, Ismail. Indrayani, Tri Irfa.
2020. Perilaku Organisasi, di era revolusi industri 4.0. Penerbit RajaGrafindo Perkasa,
Depok, Jakarta, Indonesia. ISBN No. 978-623-231-440-5. pp: 274 + xviii. Similarity Check by
Turnitin: 10% (13/09/2020). http://www.rajagrafindo.co.id/produk/perilaku-organisasi-di-
erarevolusi-industry-4-0-sentot-wahono-dkk/
Wahjono, Sentot Imam. 2009. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu Publisher, Yogyakarta, ISBN No. 978-979-
756-594-7, pp: 321+ xvii. Link: https://www.grahailmu.com/ perilaku-organisasi-sentot-imam-
wahjono